Anda di halaman 1dari 8

PELAYANAN DAN KOLABORASI INTERDISIPLIN DALAM

KESEHATAN DAN KEPERAWATAN JIWA

Kelompok 3:

1. Annisa Triwijaya Tumuyu (P3.73.20.2.17.002)


2. Arya Cupal Gustiayo (P3.73.20.2.17.004)
3. Deby Fitriayuningsih (P3.73.20.2.17.010)
4. Desy Nurohma Aviyanti (P3.73.20.2.17.011)
5. Gita Savitri (P3.73.20.2.17.017)
6. Salsabila Rizqi Narendra (P3.73.20.2.17.031)
7. Tammy Melliani (P3.73.20.2.17.035)
8. Yasinta Fadilasari (P3.73.20.2.17.040)

PRODI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019
PELAYANAN DAN KOLABORASI INTERDISIPLIN DALAM
KESEHATAN DAN KEPERAWATAN JIWA
A. Pengertian
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang
lama antara tenaga professional kesehata. (Lindeke dan Sieckert, 2005)
Kolaborasi (ANA, 1992), hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada/klien adalah dalam melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling mendukung atau
komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.

B. Elemen penting dalam kolaborasi


Kerjasama adalah persetujuan pendapat orang lain dan disediakan untuk
pembahasan alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting
kompilasi individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan.
Benar-benar didengar dan disetujui untuk disetujui. Tanggung jawab, mendukung
keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Berkomunikasi dengan setiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan mengeluarkan yang
relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mengatur kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Memperbaiki organisasi yang
diperlukan dalam perawatan pasien, menghapus duplikasi dan menjamin orang
yang berkualifikasi dalam penyelesaian persetujuan. Kolaborasi yang didasarkan
pada konsep tujuan umum, kontribusi profesional, kolegalitas, komunikasi dan
praktik yang ditawarkan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling
membantah, dan membahas profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari
pada menyalahkan sescorang atau ataru menghindari tangung jawab. Dapatkan
konsep dengan arti yang sama: mutualitas mana dia mengartikan sebagai suatu
hubungan yang memudahkan suatu pertanda oleh maju untuk mencapai proses
dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan
dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua
elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi
jaminan, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonomi
akan terwujud dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama tim multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi tim:
1. Pemberian layanan kesehatan yang berkualitas dengan pembaharuankeahlian
unik profesional.
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas.
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional.
5. Kejelasan peran dalam keterlibatan antar profesional.
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan mendukung dan memahami orang
lain.
Komunikasi yang diperlukan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
ini perlu didukung oleh komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan
pasien dengan komfrenhensif meningkatkan menjadi sumber informasi bagi
semua anggota tim dalam mengambil keputusan.
C. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin
Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa Kolaborasi didasarkan pada
konsep tujuan umum, kontribusi profesional, kolegalitas, komunikasi dan
praktik yang mendukung bagi pasien. Kolegalitas menekankan pada saling
mendukung, dan membahas profesional untuk masalah-masalah dalam tim
dari pada seseorang atau dapat menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa
antara lain:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan pemberian
keahlian khusus profesional untuk pasien sakit jiwa.
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya.
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional.
5. Kejelasan peran dalam diskusi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, mendukung argumen dan memahami orang
lain.

D. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam


Keperawatan Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah.
Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi:
1. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim.
2. Struktur organisasi yang konvensiona
3. Konflik peran dan tujuan.
4. Kompetisi interpersonal.
5. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

E. Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pelayanan kesehatan jiwa adalah pelayanan yang berkesinambungan yaitu
pelayanan yang:
1. Sepanjang hidup.
2. Sepanjang rentang sehat-sakit
3. Pada setiap konteks keberadaan (di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di
rumah sakit atau dimana saja) .
F. Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa
Menurut Ommeren tahun 2005 jenjang kesehatan antara lain:
1. Perawatan mandiri individu dan keluarga
2. Dukungan dari sektor formal dan informal diluar sektor kesehatan
3. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
4. Pelayanan kesehataniwa di RSU atau RSUD
5. Pelayanan kesehatan jiwa di RSJ.

G. Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa


1. Perawatan mandiri individu dan keluarga
Kebutuhan pelayan jiwa terbesar adalah kebutuhan kesehatan jiwa yang
dipenuhi oleh masing-masing individu dan keluarga. Masyarakat baik
individu maupun keluarga diharapkan dapat secara mandiri memelihara
kesehatan jiwanya. Pada tingkat ini sangat mungkin untuk
mempeberdayakan keluarga dengan melibatkan mereka dalam
memelihara kesehatan anggota keluarganya.
2. Dukungan masyarakat formal dan informal di luar sektor kesehatan
Apabila masalah kesehatan jiwa yang dialami individu tidak mampu
diatasi secara mandiri ditingkat individu dan keluarga maka upaya solusi
tingkat berikutnya adalah lcadcr formal dan informal yang ada di
masyarakat mereka menjadi tempat rujukan. Tokoh masyarakat, kelompok
fomal dan informal di luar tatanan pelayanan kesehatan mcrupakan target
pelayanan kesehatan jiwa. Kelompok yang dimaksud adalah TOMA
(tokoh agama, tokoh wanita, kcpala desa/lurah, RT, RW).
3. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas memiliki kesehatan jiwa untuk rawat jalan dan kunjungan ke
masyarakat sesuai wilayah kerja masyarakat. Tenaga kesehatan yang
membcrikan pelayanan kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih
CMHN atau perawat plus CMHN dan dokter yang telah dilatih kesehatan
jiwa (dokter plus kesehatan jiwa) yang bekerja secara team yang disebut
team kesehatan jiwa pukesmas.
4. Pclayanan kcschatan jiwa masyarakat kabupaten/kota
Tim kesehatan yang terdiri dari psikiater.psikolog klinik, perawat jiwa
CMHN darn psikolog (yang telah mendapatpelatihan jiwa)
5. Pelayanan kesehatan jiwa di RSU
Diharapkan tingkat kabupatcn atau kota menycdiakan pclayanan rawat
jalan dan rawat inap bagi pasien gangguan jiwa dengan jumlah tempat
tidur terbatas sesuai kemampuan.
6. Pelayanan RSJ
RSJ mcrupakan pclayanan spcsialis jiwa yang difokuskan pada pasicn
gangguan jiwa yang tidak berhasil dirawat di keuarga/puskesmas/RSU.
Sistem rujukan dari RSU dan rujukan kembali dari masyarakat yaitu
puskesmas haus jelas agar kesinambungan pelayanan di keluarga dapat
berjalan. Pasien yang telah selesai dirawat di RSJ dirujuk kembali ke
puskemas. Penanggungjawaban pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
(puskesmas) bertangungjawab terhadap lanjutan asuhan di kcluarga.
H. Pengorganisasian Sumber Daya Kesehatan
1. Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan
kesehatan jiwa komunitas pada setiap level pelayanan adalah sebagai
berikut:
a. Level perawatan mandiri dan keluarga perawat kesehatan jiwa
komunitas (perawat CNHN) dan kader kesehatan jiwa.
b. Level dukungan masyarakat Informal dan Formal diluar sektor
kesehatan perawat kesehatan jiwa komunitas (perawat CNHN) dan
kader keschatan jiwa.
c. Level pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
perawat kesehatan jiwa komunitas (pcrawat CNHN) dan kader
kesehatan jiwa.
2. Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas
Fokus pelayanan pada lahap awal adalah anggota masyarakal yang
mengalami gangguan jiwa. Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa
meliputi:
a. Pemberi asuhan kepcrawatan secara langsung (practitioner).
b. Pendidik (Educator)
c. Koordinator (Coordinator)

3. Pengorganisasian Masyarakat
Masyarakat terjadi dari sekelompok orang dengan berbagai
karakteristik seperti umur, jenis kelamin, suku, status ekonomi sosial,
budaya, pekerjaan dan pendidikan, serta dengan kondisi kesehatan yang
bervariasi dalam rentang sehat sakit.
Respon mereka terhadap perubahan kehidupan dapat berada pada
rentang sehat sakit, dan secara umum dibagi 3 yaitu:
 Respon yang sehat akan adaftif. Misalnya, orang yang kehilangan
anak telah menerima kondisinya.
 Respon yang menunjukkan masalah psikososial. Misalnya, orang
yang bagian tubuhnya tidak dapat berfungsi merasa tidak ada
berguna.
 Respon yang menunjukkan gangguan jiwa. Misalnya, orang berbicara
sendiri, tidak peduli terhadap diri atau marah tanpa sebab.

a. Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat


Ada 3 pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat yaitu:
1) Perencanaan sosial (Social Planning)
2) Aksi sosial (Social Action)
3) Pengembangan masyarakat (Comunity Development)
b. Penerapan pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan kesehatan
jiwa komunitas
Pengorganisasian masyarakat diterapkan dalam keperawatan
kesehatan jiwa komunits sebagai berikut, perawat kesehatan
komunitas bertanggung jawab terhadap wilayah kerja puskesmas
tempat bekerja, bekerja sama dengan perawat komunitas dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan-kegiatan:
1) Mengidentifikasi kebutuhan masalah, dan sumber daya yang ada di
masyarakat.
2) Mengelompokkan data vang dikumpulkan dalam 3 kelompok:
sehat resiko dan gangguan jiwa.
3) Merencanakan melaksanakan tindakan-tindakan keperawatan
terhadap kasus.
4) Melakukan evaluasi dan tindak lanjut.
J. Peran Perawat Kesehatan Jiwa
1. Pelaksana asuhan keperawatan
bertanggung jawab melaksanakan asuhan keperawatan scr
komprehensif
2. Pengelola keperawatan
bertanggung jawab dlm administrasi keperawatan, seperti
menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dlm mengelola
askep, mengorganisasi pelaksanaan terapi modalitas, dll
3. Pendidik keperawatan
bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
individu, keluarga, komunitas shg mampu merawat diri sendiri
4. Peneliti
bertanggung jawab dlm penelitian utk meningkatkan praktek
keperawatan jiwa

K. Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa


1. Memberikan lingkungan terapeutik
2. Bekerja utk mengatasi masalah klien “here and now”
3. Sebagai model peran
4. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
5. Memberikan pendidikan kesehatan
6. Sebagai perantara sosial
7. Kolaborasi dgn tim lain
8. Memimpin dan membantu tenaga perawatan
9. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dgn kesehatan
mental

Anda mungkin juga menyukai