Anda di halaman 1dari 12

AGENCY THEORY DAN MANAJEMEN LABA

1. AGENCY THEORY

Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract
under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some
service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang
lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen
membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang
sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang
sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang
dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan
membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan
perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk
melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency
cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.

Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan
kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership)
dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham
perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya.
Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul
karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan
dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan
kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga
menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih
rendah.

Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik
kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b)
meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan
melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).

Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
mengurangi masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan
meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan
persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang.
Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga
meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang
yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan
antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang.

Ketiga, institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan bahwa bentuk
distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders
dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena
kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang
keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam
perusahaan.

2. HIPOTESIS PASAR EFISIEN


Didalam konsep pasar efisien, perubahan harga suatu sekuritas saham di waktu yang lalu tidak dapat
digunakan dalam memperkirakan perubahan harga di masa yang akan datang. Perubahan harga saham di
dalam pasar efisien mengikuti pola random walk, dimana penaksiran harga saham tidak dapat dilakukan
dengan melihat kepada harga-harga historis dari saham tersebut, tetapi lebih berdasarkan pada semua
informasi yang tersedia dan muncul dipasar. Informasi yang masuk ke pasar dan berhubungan dengan
suatu sekuritas saham akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya pergeseran harga keseimbangan yang
baru. Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat terhadap suatu informasi yang masuk dan segera
membentuk harga keseimbangan yang baru, maka kondisi pasar yang seperti ini yang disebut
dengan pasar efisien(Hartono, 2013:547).

Teori eficiency market pertama kali ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Bachelier pada
tahun 1900 yang ingin mengetahui apakah harga saham berfluktuasi secara acak atau tidak. Pada tahun
1905 Pearson memperkenalkan pola random-walk, namun pada saat itu dikenal sebagai
konsep drunkardwalk. Sayangnya, penelitian Bachelier dan konsep drunkardwalk milik Pearson
diabaikan dan tidak ada studi lebih lanjut sampai tahun 1930-an. Pada tahun 1953, Kendall pertama
kalinya menggunakan dan memperkenalkan istilah random-walk dalam literatur keuangan (Yalcin,2010).
Fama kemudian membahas beberapa bukti empiris yang mendukung teori random-walk dalam disertasi
doktornya dan mempelopori munculnya teori EMH (Efficiency Market Hypotesis) pada tahun 1970. Teori
EMH yang diperkenalkan Fama menjadi teori yang cukup populer dan banyak dijadikan sebagai dasar
dalam berbagai penelitian mengenai anomali pasar belakangan ini.
Belkaoui (2007:139) merangkum beberapa definisi berkaitan dengan efisiensi pasar (market
efficiency) dari para ahli: (1) Fama (1970) mengemukakan bahwa “Dalam suatu pasar yang efisien
harga akan “mencerminkan sepenuhnya” informasi yang tersedia dan sebagai implikasinya harga
akan bereaksi dengan seketika tanpa adanya bias terhadap informasi baru”. (2) Beaver (1989)
mengemukakan bahwa “Efisiensi pasar (market efficiency) sebagai hubungan antara harga-harga
sekuritas saham dengan ketersediaan informasi”.
Tandelilin (2010:219) mendefinisikan konsep pasar efisien sebagai berikut: “Konsep pasar yang efisien
lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang efisien adalah pasar dimana harga
sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia.”
Dari berbagai definisi yang ada, konsep pasar efisien sangat berhubungan dengan ketersediaan informasi.
Pasar dikatakan efisien apabila nilai sekuritas setiap waktu mencerminkan semua informasi yang tersedia,
yang mengakibatkan harga suatu sekuritas berada pada tingkat keseimbangannya. Harga keseimbangan
suatu sekuritas mengakibatkan tidak akan adanya kesempatan yang diperoleh investor untuk
mendapatkan return yang abnormaldari selisih harga sekuritas saham.
Hartono (2013:569) memberikan beberapa ciri-ciri dari pasar efisien sebagai berikut:

1. Investor adalah penerima harga (price takers), yang berarti bahwa sebagai pelaku pasar, investor
seorang diri tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas.
2. Informasi tersedia luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk
memperoleh informasi tersebut murah.
3. Informasi dihasilkan secara acak (random) dan tiap-tiap pengumuman informasi sifatnya random satu
dengan yang lainnya sehingga investor tidak dapat memprediksi kapan emiten akan mengumumkan
informasi yang baru.
4. Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat, sehingga harga sekuritas
berubah dengan semestinya mencerminkan informasi tersebut untuk mencapai keseimbangan yang
baru.
Hartono (2013:571) juga memberikan beberapa ciri-ciri dari pasar yang tidak efisien yaitujika kondisi-
kondisi berikut terjadi:

1. Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas.
2. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar yang
satu dengan yang lainnya terhadap suatu informasi.
3. Informasi yang disebarkan dapat diprediksi dengan baik oleh sebagian dari pelaku-pelaku.
4. Investor adalah individual-individual yang lugas (naive investor) dan tidak canggih.
Fama (1970) dalam Hartono (2013:548) membagi efisiensi pasar kedalam tiga bentuk utama yaitu :

1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)


Pasar dikatakan efisien dalam bentuk yang lemah adalah apabila harga-harga dari saham atau sekuritas
mencerminkan secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Informasi dikatakan masa lalu jika
informasi tersebut sudah terjadi. Bentuk efisiensi pasar secara lemah ini sangat berkaitan dengan teori
langkah acak (random walk theory) yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak dapat dihubungkan
dengan nilai yang sekarang. Dengan begini nilai-nilai di masa lalu tidak dapat digunakan untuk
memprediksi harga sekarang.
2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)
Pasar dapat dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas saham secara penuh mencerminkan
semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada
di laporan-laporan keuangan.
3. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Pasar dapat dikatakan efisien dalam bentuk yang kuat apabila harga-harga sekuritas saham secara penuh
mencerminkan seluruh informasi yang tersedia termasuk informasi yang sangat rahasia sekalipun. Jika
pasar efisien dalam bentuk ini memang ada, maka individual investor atau grup dari investor yang
mendapatkan keuntungan yang tidak normal (abnormal return).
Ketiga bentuk pasar efisien tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain berupa tingkat kumulatif.
Hubungannya yaitu bahwa pasar efisien bentuk kuat berarti mencakup juga pasar efisien bentuk semi
kuat, dan pasar efisien bentuk semi kuat mencakup juga pasar efisien bentuk lemah. Namun tidak berlaku
sebaliknya, pasar efisien bentuk lemah tidak harus berarti pasar efisien bentuk semi kuat. Hal ini dapat
digambarkan dengan diagram berikut.

Tujuan Fama (1970) mengklasifikasikan pasar efisien menjadi tiga bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap efisiensi pasar (Tandelilin, 2010:223). Pada
tahun 1991, Fama melakukan penyempurnaan atas klasifikasi efisiensi pasar tersebut. Efisiensi pasar
bentuk lemah disempurnakan menjadi suatu klasifikasi yang lebih bersifat umum untuk menguji return
prediktabilitas (return predictability). Pada klasifikasi ini, informasi mengenai pola return sekuritas,
seperti pola return lebih tinggi di bulan Januari dan hari Jum’at yang dimanfaatkan oleh investor untuk
memperoleh keuntungan yang abnormal. Sedangkan efisiensi bentuk setengah kuat diubah menjadi studi
peristiwa (event studies), dan pengujian efisiensi pasar dalam bentuk kuat disebut sebagai pengujian
informasi rahasia (private information) (Tandelilin, 2010:224).
Berbeda dengan Fama (1970), Levi (1996) dalam Halim (2015:101) menggambarkan dengan cukup jelas
tentang bagaimana keterkaitan informasi dan pasar efisien sebagai berikut:

Pada Gambar 2.2 dijelaskan bahwa berdasarkan pada tingkatannya informasi dapat dibedakan menjadi
lima kelompok. Pasar dikatakan tidak efisien bilamana semua informasi yang ada tersedia dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh return abnormal di pasar. Dikatakan pasar efisien sempurna bilamana
tidak sebuah informasipun yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh return abnormal dipasar (Halim,
2015:102).
Walaupun terdapat berbagai definisi dan klasifikasi bentuk pasar efisien, pembahasan yang paling sering
ditekankan adalah definisi dan klasifikasi menurut Fama (1970). Selain itu secara teoritis, operasional,
dan empiris yang paling mendapat perhatian dan paling sering digunakan sebagai dasar dalam suatu
pengujian adalah teori pasar efisien yang dikemukakan oleh Fama (1970) tersebut.

3. MANAJEMEN LABA

Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi
yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principle
(GAAP). Menurut Schipper (1989) Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan
pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. Selain
itu dikemukakan juga oleh Healy & Wahlen (1999) bahwa Manajemen laba terjadi apabila manajer
menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan
keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau
mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dengan angka-angka yang dilaporkan
dalam laporan keuangan.

A. Sasaran Manajemen Laba


Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk
dilakukan manajemen laba yaitu :

1. Kebijakan Akuntansi : Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang
wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari
waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
2. Pendapatan: Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
3. Biaya: Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi
atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).

B. Alasan Dilakukan Manajemen Laba

Alasan dilakukan manajemen laba karena:

1. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer.


Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu
organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen
dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
2. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang
terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya,
perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan
pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik
dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
3. Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Berdasarkan yang dilakukan olehWatts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa
hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk
memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba. Faktor-faktor yang
diajukan oleh Watt dan Zimmerman adalah:

1. Hipotesis Bonus Plan.: Perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode
akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.
2. Debt To Equity Hypothesis.: Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar
maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan
meningkatakan pendapatan atau laba.
3. Political Cost Hypothesis: Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya
menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.

D. Terjadinya Manajemen Laba

Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan cara-cara sebagai
berikut:
1. Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba melalui
kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi
aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer.
2. Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh
suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih awal atau menunda sampai saat berlakunya
kebijakan tersebut.
3. Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu dari sekian
banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada
(GAAP).

E. Motivasi Manajemen Laba

Beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu:

1. Motivasi Program Bonus (Bonus Plan Motivations). : Manajer yang memiliki informasi atas laba
bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan
memaksimalkan laba saat ini.
2. Motivasi politik (Political Motivations): Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan yang lebih ketat.
3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations): Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi
manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan.
4. Motivasi perubahan CEO (Changes of CEO Motivations): CEO (Chief Executive Officer) yang
mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk menaikkan bonus mereka,
dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5. Initial Public Offering (IPO): Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam
prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6. .Motivasi perjanjian utang (Debt Covenants Motivations): Perjanjian utang timbul karena adanya
kontrak jangka panjang yang dilakukan oleh manajemen laba. pelanggaran terhadap hal tersebut
akan mengakibatkan biaya yang tinggi terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha
untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap covenant.

Healy dan Wahlen (1999) membagi motivasi earnings management menjadi tiga, yaitu:

a. Capital Market: Penggunaan secara luas informasi akuntansi oleh investor dan analis keuangan untuk
membantu menilai saham dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi laba
dalam usaha mempengaruhi harga saham.
b. Constructing Motivations: Healy dan Wahlen (1999) dalam Qomariyah (2006) membaginya menjadi
dua, yaitu: lending constract dan management compensation constract. Esensi penjelasan Healy dan
Wahlen (1999) sama dengan uraian Scott (2000) di atas, dimana penjelasan lending constract
motivatons sama dengan other constractual motivations dan management compensations, constract
motivationssama dengan bonus scheme motivations.
c. Regulatory Motivations: Terdapat tiga bentuk dalam motivasi ini, yaitu:
1) Industry Regulations Motivations: Industri-industri diatur dengan derajat pengaturan berbeda di
masing-masing industri, beberapa diantaranya seperti industri perbankan dan asuransi menghadapi
pemantauan yang lebih ketat oleh pihak regulator termasuk data-data akuntansi. Peraturan perbankan
mengharuskan bank mencapai Cumulative Abnormal Return (CAR) tertentu, sedangkan peraturan
asuransi menghasilkan perusahaan asuransi memenuhi syarat-syarat kesehatan keuangan minimum.
Peraturan seperti ini menciptakan insentif bagi manajemen untuk mengatur laporan keuangan dan neraca
sesuai dengan kepentingan pihak regulator.

2) Anti-trust and Other Regulations: Perusahaan yang berbeda di dalam penyelidikan pelanggaran anti-
trust atau menghadapi konsekuensi politik yang tidak menguntungkan memiliki insentif untuk mengatur
labanya agar tampak kurang menguntungkan. Manajemen yang memiliki subsidi dan proteksi pemerintah
juga memilki insentif yang sama.

3) Tax Planning Purposes: Healy dan Wahlen (1999) tidak menjelaskan bagian ini, karena menurutnya
earnings management untuk tujuan perencanaan pajak merupakan bagian tugas (dominant) otorisasi pajak
yang memiliki insentif yang sama.

F. Teknik Manajemen Laba

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan keuangan yaitu:

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi: Cara ini merupakan cara manajer
untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi
tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva
tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah metode akuntansi: Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun
ke metoda depresiasi garis lurus.
3. Menggeser perioda biaya atau pendapatan: Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini
sebagai manipulasi keputusan operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan
antara lain: mempercepat atau menundapengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi
berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi
berikutnya, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.

G. Model-model Manajemen Laba

Ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:

1. Taking a bath: Dalam bentuk jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka manajemen akan
melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini manajemen berharap dapat meningkatkan
laba yang akan datang dan kesalahan kerugian piutang perusahaan dapat dilimpahkan ke
manajemen lama, jika terjadi pergantian manajer.
2. Income Minimization (menurunkan laba): Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba
untuk tujuan tertentu, misalnya: untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus dibayar
perusahaan kepada pemerintah. Karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan semakin
rendah pula pajak yang harus dibayarkan.
3. Income Maximization (meningkatkan laba): Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan
laba untuk tujuan tertentu, misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba dengan
harapan mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
4. Income Smoothing (perataan laba): Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang
dilaporkan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor
menyukai laba yang relatif stabil.

Manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan.
Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals) mempunyai
biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi
konservatif (negative discretionary accruals). Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan
informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai
alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan
kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbulkan masalah baru.

Salah satu alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memberi
peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mengkomunikasikan informasi privat yang dapat
meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient contracting berbasis laba. Standar akuntansi
yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang
lebih atau terlalu ketat dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan
manajemen laba real) serta meningkatkan biaya manajemen laba.

4.DISCLOUSURE

A. Pengertian Disclosure/ Pengungkapan Laporan Keuangan


Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas berarti penyampaian (release) informasi. Sedangkan
menurut para akuntansi memberi pengertian secara terbatas yaitu penyampaian informasi keunagan
tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan.
Laporan tahunan (Annual Report) media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak-
pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya
kepada pemegang saham, kreditor, dan stakeholders llainnya. Laporan tahunan merupakan mencakup
hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan pelengkap.
Sehingga dalam laporan tahunan lah diketahui seberapa kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh
perusahaan.

B. Jenis-Jenis Discloure / Pengungkapan Laporan Keuangan


Pengungkapan laporan keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi
yang ditempuh, kontijensi, metode persediaan, jumlah saham yang beredar dan ukuran alternatif,
misalnya pos-pos yang dicatat berdasarkan historical cost.

Adapun jenis pengungkapan yang digunakan perusahaan untuk memberikan informasi kepada
stakeholders berupa :

1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)


Pengungkapan ini merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku,
dalam hal ini peraturan dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), namun sebelum
dikeluarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan
tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi semua pengungkapan
informasi dalam laporan keuangan.

2. Pengungkapan Sukarela
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan
tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi yang diwajibkan.

Perusahaan akan melakukan pengungkapan melebihi kewajiban pengungkapan minimal jika mereka
merasa pengungkapan semacam itu akan menurunkan biaya modalnya atau jika mereka tidak ingin
ketinggalan praktik-praktik pengungkapan yang kompetitif. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan akan
mengungkapkan lebih sedikit apabila mereka merasa pengungkapan keuangan akan menampakkan
rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan berbagai pihak.

Dengan adanya pengungkapan sukarela ini maka upaya untuk berkomunikasi secara efektif dengan
pembaca-pembaca asing, karena tidak adanya standar akuntansi di pelaporan yang diterima secara
internasional.

C. Tujuan dan Manfaat dari disclosure / pengungkapan laporan keuangan


1. Tujuan
Perusahaan besar umumnya menjadi sorotan banyak pihak, baik dari masyarakat secara umum maupun
pemerintah, perusahaan dengan ukuran yang lebih besar relatif lebih diawasi oleh lembaga-lembaga
pemerintah, sehingga mereka berupaya menyajikan pengungkapan yang lebih baik untuk dapat
meminimalisasi tekanan-tekanan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan besar tersebut dituntut untuk
mengungkapkan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan kecil.

Informasi itu sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal,
sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih
lengkap.

Perusahaan besar berkemungkinan memperoleh keuntungan-keuntungan dengan mengungkapkan


informasi yang memadai dalam laporan tahunan, misalnya kemudahan untuk memasarkan saham dan
kemudahan memperoleh dana dari pasar modal. Sedangkan perusahaan kecil umumnya sulit untuk
mendapatkan dana dari pasar modal, mengingat pembatasan ukuran aset bila terjun ke bursa, sehingga
perusahaan kecil tidak dapat menikmati keuntungan dari pengungkapan informasi yang memadai.

Adapun yang menjadi tujuan dari pengungkapan dinyatakan sebagai berikut :

1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang relevan atas hal-hal
tersebut di luar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.
2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan pengukuran yang bermanfaat.
3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai resiko dan
potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
4. Untuk memberikan informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan keuangan
untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan diantara beberapa tahun.
5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas atau keluar dari masa depan.
6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
2. Manfaat
Tujuan dari pengungkapan oleh perusahaan bermanfaat untuk beberapa kepentingan yaitu oleh
perusahaan pencari laba (profit making interpreise) berdasarkan pada tiga kategori kepentingan yaitu
kepentingan perusahaan, kepentingan investor, dan kepentingan nasional.

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Manfaat bagi kepentingan perusahaan adalah dapat diperoleh biaya modal yang lebih rendah yang
berkaitan dengan berkurangnya resiko informasi bagi investor dan kreditur. Dengan demikian
investor dan kreditor bersedia membeli sekuritas dengan harga tinggi, akibat dari harga sekuritas
yang tinggi tersebut biaya modal perusahaan menjadi rendah.
2. Bagi investor pengungkapan bermanfaat untuk mengurangi resiko informasi berupa pengurangan
kesalahan pembuatan keputusan investasi. Sehingga investor menjadi lebih percaya kepada
perusahaan yang memberikan pengungkapan secara lengkap, akibatnya sekuritas perusahaan
menjadi lebih menarik bagi banyak investor dan harganya akan naik.
3. Bagi kepentingan Nasional, yaitu berupa adanya biaya modal perusahaan yang rendah dan
berkurangnya risiko informasi yang dihadapi investor. Dengan diperolehnya biaya modal yang
lebih rendah oleh perusahaan, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat, kesempatan kerja meluas,
dan pada akhirnya standar kehidupan secara nasional akan meningkat pula. Dengan berkurangnya
resiko informasi yang dihadapi investor, pasar modal menjadi likuid. Likuiditas pasar modal ini
diperlukan oleh perekonomian nasional karena dapat membantu alokasi modal secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/

https://datakata.wordpress.com/2015/10/18/teori-eficiency-market-hipotesis-emh/

https://mikoedoankz.wordpress.com/2013/11/14/manajemen-laba/

https://romannurbawastore.wordpress.com/2012/05/08/pengertian-jenis-dan-manfaat-disclosure-
pengungkapan-laporan-keuangan/

Anda mungkin juga menyukai