Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
LINDA AYU PUTRI CALISTA
NIM. P27820715015

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. DEFINISI
Luka Bakar adalah kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik,
akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu, serta
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Potter & Perry, 2006).

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2002) luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari
sumber panas ke tubuh melelui hantaran atau radiasi, berikut adalah beberapa
penyebabnya antara lain:
a) Luka bakar Thermal (Thermal Burns)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
b) Luka bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
c) Luka bakar Radiasi (Radiation Exsposur)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury
ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
d) Luka bakar Elektrik (Elektrik Exsposur)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).

C. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu 15%
dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, Kulit tersusun atas tiga lapisan,
yaitu lapisan kulit terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari
adalah lapisan jangat atau dermis, dan lapisan terdalam dari kulit adalah lapisan lemak
atau hypodermis.

D. FUNGSI KULIT
a) Fungsi Proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:
1. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia
2. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi
3. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan
4. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya.

b) Fungsi Absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A,
D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007).
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat
diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010).

c) Fungsi Ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut
dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien,
2010). Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin (Tortora dkk., 2006).

2. Kelenjar Keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat
keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda,
2007). Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana
untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).

d) Fungsi Sensori
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis.

e) Fungsi pengaturan suhu tubuh (Termoregulasi)


Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis.

f) Fungsi pembentukan vitamin D


Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum
memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik
masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena
adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda,
2007).

E. PATOFISIOLOGI
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein
plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi
hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ
penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
F. FASE LUKA BAKAR
Dalam perjalanan penyakitnya, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar,
yaitu:
1) Fase acut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas) hal ini dikarenakan adanya eskar
melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks, breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan jalan nafas tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48–72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
2) Fase sub acut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai 21 hari. Masalah
utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan
dampak atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang
bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka terbuka atau tidak dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau
organ–organ fungsional.
3) Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8–12 bulan hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Moenadjat, 2005).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem
integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang
rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti
bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter.
Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan
dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat
lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi
akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu
menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena
yang kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka
bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap
seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin
akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang
mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar
berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder
(PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita
(Burninjury, 2013).

H. KLASIFIKASI
a) Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang terbakar juga memperdalam
luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol).
Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh
suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperdalam luka bakar (Moenadjat,
2003). Pembagian luka bakar menjadi 3 yaitu :
i. Luka bakar derajat I
Hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya
tersengat matahari. Luka tampak seperti eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

ii. Luka bakar derajat II


Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka
berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
(Moenadjat, 2001).
I. Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka
bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).

II. Derajat II dalam (Deep)


 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa
aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)

iii. Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).

b) Luas Luka Bakar


Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya
dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh
yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis, dapat digunakan kartu luka bakar
dengan cara Lund and Browder (Baxter, 1993). Rule of nines membagi tubuh manusia
dewasa dalam beberapa bagian dan setiap bagian dihitung 9%.

c) Menghitung Kebutuhan Cairan


Cara perhitungan sesuai dengan teori Baxter:
Dewasa:

4cc x luas luka bakar x berat badan


Anak-anak

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali


Kebutuhan Faali :
<1 tahun : berat badan x 100 cc
1-3 tahun : berat badan x 75 cc
3-5 tahun : berat badan x 50 cc

Cara pemberian :
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya

d) Berat, Ringan Luka Bakar


Berat ringannya luka bakar dapat dibagi kedalam 3 bagian :
1) Parah−critical
 Derajat II>25% pada dewasa, >20% pada anak.
 Derajat III>10%.
 Derajat III pada tangan, kaki, muka.
 Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang
luas, listrik.
2) Luka bakar sedang−moderate
 Derajat II 15−25% pada dewasa, 10−20% pada anak.
 Derajat III 5−10%.
3) Ringan−minor
 Derajat II <15% pada dewasa, <10% pada anak.
 Derajat III <2% (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

e) Pemeriksaan LAB
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu :
1. Laboratorium
 Hitung darah lengkap :
Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
 Leukosit :
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
 GDA (Gas Darah Arteri) :
Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
 Elektrolit Serum :
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
 Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
 Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
 Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
 Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
 BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
 Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
 EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
 Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
f) Penatalaksanaan Luka Bakar
I. Ditempat kejadian (pre hospital)
1) Jauhkan penderita dari sumber LB
a) Padamkan pakaian yang terbakar
b) Hilangkan zat kimia penyebab LB c) Siram dengan air sebanyak
banyaknya bila karena zat kimia
d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek
yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
a) Perhatikan jalan nafas (airway)
b) Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
c) Kaji sirkulasi
3) Kaji trauma yang lain
4) Pertahankan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
II. Di IGD
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang
telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang
dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi.
Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada
masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah
yang harus diutamakan
Penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan
nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi;
resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai
berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas
Kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk
lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan
secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang
menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-
lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %,maka resusitasi
cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat
diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari
ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar
yang cukup luas atau pada klien dimana tempat – tempat untuk pemberian
intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada
vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus
ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi
cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine
setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan
keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan
untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi
ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini
setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus
dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium
dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen),
creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri
(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri
inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan xray untuk
mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika
dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua
klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan
voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau
dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik
intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan
tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama
periode ini bila hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih
terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral
tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu
sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi
ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam
jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung
akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan
sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap
perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei
kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan
luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala
elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal
sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril
dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.

III. Di Unit Perawatan


Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen
nyeri, dan terapi fisik.
1. Mengatasi infeksi ;
Sumbersumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi
autocontaminasi dari:
1) Oropharynx
2) Fecal flora
3) Kulit yg tidak terbakar dan
4) Kontaminasi silang dari staf
5) Kontaminasi silang dari pengunjung
6) Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus
dilakukan pada semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda
dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup
kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus
ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.
Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia
menderita infeksi baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran
nafas.

2. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen,
dan pembalutan luka.
1) Hidroterapi Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara
hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam(immersion) dan
dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat
meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui
luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka
dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan
berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine
dan chlorohexidine.
3. Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani
kontraktur meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada
klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk klien dengan LB yang
mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas
(inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut
mempengaruhi bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi
terjadinya kontraktur atau deformitas.
2) Exercise Latihan
ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi.
Disamping itu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat
efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga
mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus
dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif termasuk
bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan
latihan ROM aktif.
3) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah
atau memperbaiki kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali
digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis splint merupakan
immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi, selama tidur, dan
pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mempertahankan
posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic
splint dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan
perlunya melakukan latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang
berbagai posisi yang benar, tentang splinting/pembidaian dan latihan
rutin dapat mempermudah proses belajar klien dan dapat menjadi lebih
kooperatif.

IV. Indikasi Perawatan


 Luka bakar pada orang dewasa lebih dari 25 %
 Luka bakar pada anak lebih dari 20%
 Luka bakar derajat III
 Luka bakar pada daerah wajah, jari jari, persendian, genetalia
 Luka bakar karena Listrik
 Luka bakar karena kimia
 Luka bakar dengan komplikasi lain : COB,HT,DM

V. Tujuan Dirawat
 Mengatasi rasa nyeri
 Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
 Mempercepat proses penyembuhan
 Mencegah infeksi, sepsis
 Mencegah komplikasi, meminimalkan kecacatan
 Mengkaji kemajuan penyembuhan luka
 Meningkatkan kemandirian

VI. Trauma Inhalasi


◦ Pasang ETT, tracheostomy atau pasang ventilator
◦ Beri O2 sesuai indikasi
◦ Beri obat bronchodilator
◦ Humudifikasi dan nebulaizer
◦ Menghisap secret secara berkala
◦ Pantau adanya penyumbatan pada anak canule dan setting ventilator
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. Keluhan utama :
Keluhan utama yg dirasakan akibat cedera luka bakar adlh disertai nyeri, bahkan
sesak nafas akibat trauma inhalasi, ditemukan pula keluhan stridor, takipnea, dispnea
(Kidd, 2010).
B. Riwayat penyakit sekarang :
Gambaran keadaan mulai terjadinya Luka bakar penyebab,lamanya
kontak,pertolongan pertama dan Mekanisme trauma perlu diketahui ini penting, apakah
pasien terjebak dlm ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi.
Ataukah akibat suhu tinggi, Kimia, Listrik, kapan kejadian.
Apakah luka bakar masuk dalam kriteria ringan, sedang, atau berat ini tergantung luas,
penyebab, lokasi, derajat.
Status kesehatan Umum :
Kaji tentang kesadaran, tanda-tanda vital (S, N, T)
1) Tentukan Luas Luka Bakarnya dgn mengunakan Rule of Nine
2) Tentukan Derajat Lukanya

Pola Aktivitas/Istirahat: pekerjaan, aktivitas, adanya keterbatasnya menggerakan tubuh


dan merubah posisi, berkurangnya tenaga

Integritas Ego: Perhatian berfocus pd keluarga, pekerjaan, keuangan, perubahan bentuk


tubuh, perasaan : cemas, menangis, ketidak berdayaan, putus asa, menolak, marah.

Integumen : Kerusakan kulit akibat luka bakar, Gambaran luas luka, kedalaman, lokasi
luka bakar

o B1 (Breathing)

 Kaji frekuensi, irama, kedalaman, karakter/sifat pernapasan.Perhatikan tanda distres


nafas rasa seperti tercekik
 Rasa tidak nyaman pada tenggorokan (iritasi mukosa)
 Adanya suara parau (sridor)
 Adanya sesak nafas
 Adanya wheezing atau Ronchi
 Adanya eschar yang melingkar pada dada
 Apakah ada trauma lain : pneumothorax, hematothorax, atau fraktur costae
o B2 (Blood)

 Perubahan permeabilitas kapiler dapat terjadi terutama pada luka bakar yang luas dan
berat.
 Terjadi penimbunan cairan di jaringan intersisiel bisa menyebabkan hipovolume
bahkan syok.
 Terjadi oedema akibat hipoalbumin.
 Adanya hypotensi (shock), Tachicardi (shock, cemas, hipotensi), Aretmia (shock
elektrik), adanya oedema di jaringan, menurunya nadi perifer pada daerah yang luka.

o B3 (Brain)

 Area gerak terbatas,kesemutan


 Penurunan reflek tendon
 Penurunan penglihatan
 Manifestasi sistem syaraf pusat karena keracunan karbonmonoksida bisa
mengakibatkan sakit kepala, coma, kejang, bahkan kematian.

o B4 (Blader)

 Kaji jumlah, warna, bau


 Produksi urine menurun akibat aliran darah ke ginjal menurun.

o B5 (Bowel)
 Mual,muntah
 Stres ulcer
 Penurunan bising usus
 Resiko terjadi paralitik illius

o B6 (Bone)
 jatuh kemungkinan mengalami trauma yang lain.
 penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan gerak.
 Gambaran area Luka bakar, luas, kedalaman.

C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.
b. Bersihkan luka dan daerah sekitar
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
d. Berikan tehnik distraksi pada pasien
e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan
i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).


Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
c. Laksanakan latihan aktif, pasif
d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan kontak fisik dan
kenyamanan.
f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang sesuai
g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan sebelum nyeri tersebut
terjadi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon imun,
prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang
b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan terhadap agen infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka
g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,


katabolisme, kehilangan nafsu makan (Wong, 2003)
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Intervensi :
a. Berikan perawatan oral
b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk mencegah kekurangan
protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi
d. Catat intake dan output
e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap makanan

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM) (Smith, 1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan berpartisipasi dalam
latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi luka bakar :
konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk merencanakan latihan pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian setiap kali pasien
melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.

6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein masuk ke ruang
interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi
Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Timbang berat badan
d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine random)

7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung (Carpenito, 2000)
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit
d. Selidiki nadi secara teratur.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan.
D. Perawatan Luka Bakar
a. Memandikan Pasien Luka Bakar dengan General Anastesi
1. Pengertian :
Membersihkan tubuh dan mencuci luka pasien dari ujung rambut sampai
ujung kaki dengan menggunakan air bersih dan antiseptic.
2. Indikasi : Semua Pasien luka bakar
3. Tujuan :
a. Menghilangkan krustae/ jaringan mati
b. Mempercepat penyembuhan
c. Memberikan perasaan segar dan nyaman
d. Mobilisasi
e. Mengurani kemungkinan terjadinya infeksi
4. Prosedur
a. Sasaran : Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas :

Persiapan alat :
Alat- alat steril
1) Satu pinset anatomis dan satu pinset chirurgie
2) Satu gunting lurus, satu gunting nekrotomi
3) Kom kecil 1
4) Tromol berisi kaca besar dan kecil
5) Tromol berisi kapas savlon 3%
6) Hand scoon
7) Seprei kecil atau laken
Alat- alat non steril
1) Gunting verband
2) Tempat sampah medis dan non medis
3) APP (Alat Pelindung Pribadi)
4) Bak mandi dan transportasi
5) Peralatan mandi (sabun, shampo, sikat gigi dan pasta gigi)
6) Monitor lengkap (modul ECG, Tensi, RR. SpO2)
7) Oksigen dan masker oksigen
8) Standar infus
Obat- obatan
Obat- obatan anastesi ( disiapkan oleh petugas anastesi)

Persiapan Pasien
1) Pasien diberitahu
2) Pasien dipuasakan 6-8 jam sebalum dilakukan tindakan
3) Semua balutan digunting terlebih dahulu

Pelaksanaan

1) Penderita diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Petugas memakai APP (schort, tutup kepala, masker, sepatu dan sarung
tangan)
4) Alat- alat dipersiapkan
5) Diberikan pain manajemen sesuai dengan program dari berbagai anastesi
6) Pasien ditidurkan diatas transportasi bed
7) Kemudian dibawa kekamar mandi
8) Pasien bersama transporter dimasukkan kedalam bak mandi
9) Mengatur suhu air jangan terlalu panas jangan terlalu dingin
10) Daerah luka diguyur dengan air yang mengandung antiseptic dan digosok
pelan- pelan
11) Bila ada krutae/ jaringan mati diangkat
12) Setelah bersih dicuci dengan savlon
13) Dibilas dengan air mengalir
14) Transporter bersama pasien lebih ditinggikan supaya air turun kebawah
15) Pasien ditutup/ diselimuti dengan laken steril
16) Perawat cuci tangan ganti hanscoen steril, untuk selanjutnya perawatan
luka
17) Alat- alat dibereskan

Hal- hal yang perlu diperhatikan selama memandikan

1) Sebelum cuci luka lakukan kultur


2) Suhu air yang digunakan tidak terlalu dingin/ panas
3) Cuci rambut setiap kali memandikan
4) Cukur rambut pada wajah dan pada daerah sekitar luka
5) Perhatikan keadaan umum/ keamanan pasien
6) Jangan terlalu lama + 20 menit
7) Observasi tanda- tanda neurogenik shock
8) Apakah ada pendarahan
9) Tanda- tanda hipotermia

b. Perawatan Luka Bakar


1. Pengertian
a) Suatu ttindakan menilai luka, memberi obat atau bahan tertentu dan
mengganti/ melakukan pembalutan pada luka bakar
b) Semua luka bakar dirawat secara tertutup, kecuali luka bakar di daerah-
daerah tertentu inguinal

2. Tujuan
a. Untuk mencegah infeksi/ kontaminasi
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengurangi penguapan air elektrolit/ protein
d. Mengevaluasi luas luka bakar
e. Menentukan tindakan selanjutnya
3. Prosedur
a. Sasaran
Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas
Persiapan Steril
1) Pinset anatomi 1
2) Pinset chirurgie
3) Gunting 2
4) Tong spateel 1
5) Kom kecil 1
6) Verband
7) Tromol berisi kaca besar kecil
8) Tromol berisi kapas savlon 3%
9) Handscoon
10) Korentang
11) Seprei kecil

Obat- obatan

1) SSD 1% (Silver sulvadiazine)


2) Tulle
3) PZ (NaCl 0,9%)
4) Betadine sol 10 %

On steril

1) Gunting verband
2) Kom berisi larutan desinfektan
3) Hypafix
4) Tempat sampah medis dan non medis
5) APP

Pelaksanaan

1) Pasien diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka
3) Siapkan alat- alat
4) Atur posisi klien
5) Perawat pakai handscoon steril
6) Cuci luka dengan antiseptik (savlon 1:30)
7) Dibilas dengan cairan steril (NaCl 0,9%)
8) Luka dikeringkan dengan kassa steril
9) Dilakukan evaluasi luka dibedakan atas luka derajat IIA, IIB, III, terbentuk
jaringan granulasi, luka donor, atau luka skin graft
10) Dilakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka yang ditemukan saat
itu
11) Luka dapat diberikan SSD 1% (silver sulvadiazine 1%) atau lain misalnya
high absorbent dressing ( sesuai program)
12) Luka dapat dirawat tertutup atau terbuka, disesuaikan dengan kondisi
13) Alat- alat dibereskan

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka bakar


1) Catat kondisi luka saat ini
2) Respon nyeri pasien saat perawatan luka
3) Menghindari perlengketan jari- jari tangan/ kaki sela sela
4) Perhatikan adanya pendarahan dan hipotermi
5) Pada waktu membalut jangan ditarik untuk menghindari penekanan/
stuwing
6) Luka pada leher berikan posisi hiperekstensi dengan meletakkan bantal
dibawah punggung bagian atas
DAFTAR PUSTAKA

Moenadjat, Y. 2000. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.

Moenadjat Y. 2001. Luka Bakar. Pengetahuan klinis Praktis, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.

Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas
Muhammadiyah Malang.

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddart 8th ed.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai