Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009, Pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit (RS) berlangsung sebelum pasien tiba di RS, saat berada di RS dan sampai

pasien pulang dari RS. [1] Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/ III/

2008, Pelayanan di luar RS salah satunya adalah dengan pelayanan transportasi

pasien menggunakan ambulans. Pelayanan transportasi pasien dengan menggunakan

ambulans ditujukan agar kebutuhan pasien saat itu dapat terpenuhi dengan baik.

Operasional pelayanan ambulans dilakukan oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD),

namun karena pelayanan ambulans bukan hanya bagi pasien IGD saja, maka

dibutuhkan suatu panduan pelayanan ambulans yang baik agar pelayanan terhadap

pasien berlangsung dengan aman tanpa memperberat keadaan. Transportasi pasien

sangat penting bagi prioritas keselamatan pasien menuju rumah sakit atau sarana

yang memadai, maka dari itu dibutuhkan peralatan yang menunjang untuk pasien

serta koordinasi yang terjalin antara perawat dan dokter mengenai situasi medis

pasien.

Pemindahan seorang pasien ke fasilitas atau rumah sakit lain atau ke departemen

lain di rumah sakit yang sama tidak banyak diketahui tetapi topik yang sama

pentingnya. Keputusan untuk mentransfer pasien didasarkan pada manfaat perawatan

yang tersedia di fasilitas lain terhadap potensi risiko yang terlibat. Kebutuhan untuk

mentransfer pasien harus mempertimbangkan manfaat dari memberikan perawatan

ekstra pada manajemen atau hasil.

Risiko memindahkan pasien yang sakit kritis berlipat ganda. [2] Berbagai

kontributor yang diperlukan untuk mentransfer pasien termasuk keberadaan beberapa

pusat yang menyediakan perawatan super-khusus, tidak tersedianya tempat tidur

khusus dan pendanaan perawatan medis. [3,4,5] Setiap transfer pasien dalam atau

antar rumah sakit harus bertujuan menjaga kesehatan optimal pasien yang dilakukan
dengan memindahkan pasien ke fasilitas terdekat yang memberikan perawatan

khusus tertinggi. [6] Baik fasilitas pemindahan dan penerima harus mengarah pada

kelangsungan perawatan medis pasien. Pemindahan pasien yang terorganisir dengan

buruk dan tergesa-gesa dapat secara signifikan berkontribusi terhadap morbiditas dan

mortalitas

Adapun fasilitas yang digunakan dalam transportasi ambulans pada Rumah Sakit

digunakan untuk mencapai target dalam pengembangan transportasi

kegawatdaruratan. Transportasi ambulance yang memenuhi standar didalamnya

difasilitasi oleh ventilator portable, oksigen portable, incubator portable, suction

portable serta tenaga medis dan paramedic yang handal yang sudah memiliki

sertifikat seperti (BLS, BTCLS, BCLS, ATCLS). Serta tidak melupakan tenaga

driver yang sudah mengikuti pelatihan BLS serta defensive driving for ambulans.

B. Tujuan

1. Pasien mendapatkan pelayanan transportasi dengan ambulans sesuai dengan

kebutuhannya.

2. Pasien mendapatkan pelayanan medis dengan safety dan nyaman.


BAB II
DEFINISI
[8] Ambulans merupakan suatu sarana kesehatan yang dibuat sedemikian rupa

guna mentrasport pasien sakit atau cedera. Pelayanan ambulans merupakan layanan

medis yang ditujukan kepada pasien guna melakukan transportasi pasien baik

sebelum mendapatkan penanganan di Rumah Sakit maupun pada saat perpindahan

dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke tempat lainnya.

Pelayanan darurat medis adalah jenis layanan darurat yang didedikasikan untuk

menyediakan perawatan medis akut dan atau transportasi ke perawatan definitif di

rumah sakit, untuk pasien dengan penyakit akut dan cedera. Menjemput pasien

merupakan suatu kegiatan menjemput orang sakit yang mengalami kegawatdaruratan

medis di luar rumah sakit, untuk dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan

fasilitas ambulance beserta dokter dan perawat guna mendapatkan pelayanan

kesehatan. Merujuk pasien merupakan suatu kegiatan memindahkan layanan

perawatan pasien ke rumah sakit lain dengan alasan pasien memerlukan fasilitas

pemeriksaan yang lebih memadai dan memerlukan perawatan lanjutan.

Ambulans dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ambulans darat seperti kereta api,

kendaraan roda empat. Ambulans udara seperti helikopter dan ambulance air. [9]

Menurut SK MENKES No. 0152/ Yan Med/RSKS/1987, Kendaraan pelayanan

medis dibedakan menjadi lima, yaitu ambulans gawat darurat, ambulans RS

lapangan, ambulans pelayanan medik bergerak, ambulans transportasi, dan ambulans

jenazah.
BAB III

ELEMEN UTAMA DARI TRANSFER PASIEN

A. Keputusan untuk mentransfer dan komunikasi


Keputusan untuk memindahkan pasien adalah penting karena paparan pasien

dan staf terhadap risiko tambahan dan biaya tambahan untuk kerabat dan rumah

sakit. Keputusan untuk memindahkan pasien diambil oleh dokter tingkat

konsultan senior setelah diskusi menyeluruh dengan kerabat pasien tentang

manfaat dan risiko yang terlibat. Persetujuan tertulis dan diinformasikan dari

kerabat pasien beserta alasan pemindahan adalah wajib sebelum pemindahan. Di

beberapa negara, kelompok pemindahan perawatan kritis khusus telah dibentuk

untuk mengoordinasikan dan memfasilitasi transfer pasien. Kelompok-kelompok

ini juga mengatur fasilitas yang sesuai di rumah sakit atau fasilitas penerima.

[9] Komunikasi langsung antara fasilitas pemindahan dan penerima harus

dilakukan dengan berbagi informasi lengkap tentang kondisi klinis pasien,

perawatan yang diberikan, alasan pemindahan, cara transfer dan timeline

transfer, dalam dokumen tertulis.

B. Stabilisasi dan persiapan pra-transfer

Persiapan dan stabilisasi yang tepat dan teliti dari pasien harus dilakukan

sebelum transfer untuk mencegah efek samping atau penurunan kondisi klinis

pasien. Pasien harus diresusitasi dan distabilkan secukupnya semaksimal

mungkin tanpa membuang waktu yang tidak semestinya. Selama persiapan,

pasien A, B, C dan D, yaitu, jalan nafas, pernapasan, sirkulasi dan kecacatan,

harus diperiksa, dan masalah yang dapat dicegah yang terkait harus diperbaiki.

Penggunaan daftar periksa pra-transfer berguna dalam konteks ini : [10,11,12]

a. Airway (Jalan nafas)

Pasien dengan kemungkinan kompromi jalan napas selama pemindahan

harus diintubasi secara elektif dengan endotrakeal tube (ETT) dengan manset
yang harus diamankan dengan benar setelah memastikan posisi yang benar.

Tabung nasogastrik yang dipasang dengan benar diperlukan pada beberapa

pasien untuk mencegah aspirasi isi lambung selama pemindahan. Stabilisasi

tulang belakang leher mungkin diperlukan pada beberapa pasien trauma.

b. Breathing (Pernafasan)

Ventilasi harus dikontrol secara adekuat dengan optimalisasi nilai gas

darah arteri. Pada pneumotoraks yang dicurigai, drainase dada harus

dimasukkan sebelum pemindahan, terutama sebelum transportasi udara.

c. Circulation (Sirkulasi)

Pasien harus memiliki setidaknya dua kanula lebar yang bekerja intravena

sebelum transfer. Perdarahan eksternal, jika ada, harus dikontrol secara

adekuat, dan setiap syok harus diobati dengan cairan intravena dan / atau

vasopresor. Ketersediaan darah yang cocok mungkin diperlukan selama

transportasi.

d. Disability or neurological status (Status cacat atau neurologis)

Pasien dengan cedera kepala harus memiliki skala koma Glasgow (GCS)

mereka yang dimonitor dan didokumentasikan secara memadai sebelum dan

selama transfer dan sebelum pemberian obat penenang atau agen paralitik.

Terlepas dari daftar periksa pra-transfer di atas, pasien harus dilindungi dari

kedinginan dengan menyediakan selimut yang sesuai. Semua investigasi awal

harus dilakukan pada hari pemindahan untuk mencerminkan kondisi pasien saat

ini.

Tim ambulance :

1. Dokter

Pelayanan ambulance darurat medis akan dipimpin oleh seorang dokter yang

telah memiliki sertifikat ACLS atau ATLS.

2. Perawat :
Pelayanan ambulance transportasi dan darurat medis didampingi oleh perawat

bersertifikat BHD dan atau ACLS

3. Pengemudi

Mobil Ambulans untuk pelayanan transportasi maupun darurat medis

dikemudikan oleh petugas pengemudi yang memiliki SIM khusus (B1) dan

sertifikat BHD.

Mobil Ambulance dilengkapi dengan :

Pemeriksaan Fisik Ambulans Perlengkapan dalam Ambulans

1. Pemeriksaan KIR 1. Collar brace

1. STNK 2. Head block

3. Nama Layanan pada Kedua Sisi 3. Suction

4. Kebersihan body 4. Oksigen sentral

5. Tekanan ban 5. Oksigen transport

6. Periksa spion 6. Selimut

7. Periksa fungsi pintu 7. Bantal

8. Minyak rem 8. Brankart

9. Oli mesin 9. Monitor

10. Oli persneling 10. Stetoscope

11. Oli gardan 11. DC shock

12. Air radiator 12. ECG monitor

13. Air aki 13. Bidai

14. Air wheeper 14. Mitela

15. Ban serep 15. Scoop Stretcher

16. Dongkrak 16. Long Spine Board

17. Segitiga pengaman 17. Kendrick

18. Kunci roda 18. Handscoen

19. Conventer off 19. Masker


20. Tes fungsi rem 20. Cap kepala

21. Tes handrem 21. Surfa’safe

22. Tes fungsi setir 22. Tensi manual

23. Fungsi wheeper 23. Alkohol Gliserin

24. Lampu besar depan

25. Lampu lighting

26. Lampu rotary

27. Lampu kabin

28. Fungsi konveter

29. Fungsi pendingin

30. Kunci Inggris

31. Peralatan Komunikasi (HP)


BAB IV
TATA LAKSANA
A. Merujuk Pasien

[13] Cara kerja :

1. Dokter jaga IGD menjelaskan kepada pasien/keluarga pasien alasan

pasien di rujuk.

2. Dokter jaga IGD memberitahu kepada perawat bahwa pasien akan di

rujuk dan membuat surat rujukan.

3. Dokter jaga IGD membuat surat rujukan dan melengkapi dengan hasil

pemeriksaan laboratorium, rontgen dan lain-lain jika pasien dilakukan

pemeriksaan tersebut.

4. Perawat menghubungi rumah sakit rujukan dan dokter berkewajiban

menerangkan kondisi serta therapi yang telah diterima pasien kepada

rumah sakit rujukan yang di tuju pada kondisi tertentu, dokter

menyerahkan surat rujukan kepada keluarga pasien untuk diserahkan

kepada rumah sakit rujukan.

5. Pasien yang di rujuk dengan menggunakan ambulance harus ditemani

oleh minimal satu orang perawat dan satu orang dokter, dan pasien dalam

keadaan stabil serta transportable.

6. Perawat mempersiapkan alat-alat life saving standar dalam tas ambulance.

7. Apabila tempat pada rumah sakit rujukan telah tersedia, perawat meminta

keluarga untuk menyelesaikan administrasi selama di IGD.

8. Perawat yang mengantar ke rumah sakit rujukan melakukan serah terima

dengan petugas rumah sakit rujukan

9. Selama diperjalanan dilakukan monitoring :

a. Mengukur tekanan darah, nadi dan pernafasan.

b. Memindahkan pasien dari brankar ke brankar ambulance.


c. Merapikan posisi pasien.

d. Membawa ke ambulance.

e. Pasang O2 sesuai dengan kebutuhan.

f. Gantungkan infus bila terpasang.

g. Hitung kebutuhan infus sesuai kebutuhan.

h. Dokter duduk disamping kanan kepala pasien bila dalam

i. ambulance ada tempat duduk dibagian kepala pasien, dokter duduk di

bagian kepala pasien.

j. Perawat duduk disebelah kanan pasien.

k. Keluarga duduk didepan bersama pengemudi.

l. Observasi TD, nadi pernafasan dan kesadaran dalam perjalanan.

m. Dokumentasikan semua hal, observasi dan tindakan dalam perjalanan.

n. Sesampainya kembali ke Rumah Sakit, perawat yang mengantar wajib

melaporkan kondisi pada saat merujuk dan melakukan pencatatan di

buku laporan perawat.


BAB V
PROSEDUR TETAP MENGOPERASIKAN
TRANSPORTASI AMBULANCE GAWAT DARURAT

A. Syarat Pengemudi Ambulance

Untuk menjadi seorang pengemudi ambulance yang aman, maka diperlukan syarat

sebagai berikut :

1. Sehat secara fisik.

2. Pengemudi Ambulance tidak boleh memiliki kelainan yang dapat

menghambat dalam mengoperasikan ambulance, tidak juga kondisi medis

yang mengganggu saat mengemudi.

3. Sehat secara mental.

4. Emosi terkontrol.

5. Mengemudikan ambulance bukanlah perkerjaan bagi seseorang yang gemar

memainkan lampu dan sirine.

6. Bisa mengemudi di bawah tekanan

7. Memiliki keyakinan positif atas kemampuan diri sebagai seorang pengemudi

tapi jangan terlalu percaya diri dengan menantang resiko.

8. Bersikap toleran dengan pengemudi lain. Selalu ingat bahwa orang akan

bereaksi berbeda ketika melihat kendaraan emergensi. Terima dan toleransi

kebiasaan buruk pengemudi lain tanpa harus marah.

9. Tidak dalam pengaruh obat-obat yang berbahaya. Alkohol, obat-obatan

terlarang seperti marijuana dan kokain, obat-obatan seperti antihistamin dan

obat penenang lainnya.

10. Mempunyai Surat Izin mengemudi yang masih berlaku.

11. Pakai selalu kaca mata atau lensa kontak jika dibutuhkan saat

menyetir.
12. Evaluasi kemampuan diri dalam menyetir berdasarkan respon diri

pengemudi terhadap tekanan perorangan, penyakit, kelelahan, dan

mengantuk.

B. Aturan Ambulance Gawat Darurat di Jalan Raya

Setiap negara memiliki undang-undang yang mengatur pengoperasian

kendaraan emergensi. Pengemudi ambulance umumnya dibebaskan dari aturan

kecepatan, parkir, larangan menerobos lampu lalu lintas, dan arah jalan. Namun

demikian, peraturan juga menggariskan bahwa jika seorang pengemudi ambulance

mengemudikan kendaraannya tanpa memperdulikan keselamatan orang lain, maka

harus siap membayar konsekuensinya - bisa berupa surat tilang, gugatan

pengadilan, atau bahkan ditahan untuk beberapa waktu. Berikut adalah beberapa

hal yang mencakup peraturan pengoperasian ambulance :

1. Pengemudi ambulance harus memiliki lisensi mengemudi yang sah dan

harus menyelesaikan program pelatihannya.

2. Hak-hak khusus memperbolehkan pengemudi ambulance untuk tidak

mematuhi peraturan ketika ambulance digunakan untuk respon

emergency atau untuk transportasi pasien darurat. Ketika ambulance

tidak dalam respon emergency, maka peraturan yang berlaku bagi setiap

pengemudi kendaraan non-darurat, juga berlaku untuk ambulance.

3. Walaupun memiliki hak istimewa dalam keadaan darurat, hal tersebut

tidak menjadikan pengemudi ambulance kebal terhadap peraturan

terutama jika mengemudikan ambulance dengan ceroboh atau tidak

memperdulikan keselamatan orang lain.

4. Hak istimewa selama situasi darurat hanya berlaku jika pengemudi

menggunakan alat-alat peringatan (warning devices) dengan tata cara

yang diatur oleh peraturan.


5. Sebagian besar undang-undang memperbolehkan pengemudi kendaraan

emergensi untuk:

a. Memarkir kendaraannya di manapun, selama tidak merusak hak milik

atau membahayakan nyawa orang lain.

b. Melewati lampu merah dan tanda berhenti. Beberapa negara

mengharuskan pengemudi ambulance untuk berhenti terlebih dahulu

saat lampu merah, lalu melintas dengan hati-hati. Negara lain hanya

menginstruksikan pengemudi untuk memperlambat laju kendaraan

dan melintas dengan hati-hati.

c. Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkkan selama

tidak membahayakan nyawa dan hak milik orang lain.

d. Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah

memberi sinyal yang tepat, memastikan jalurnya aman, dan

menghindari hal-hal yang membahayakan nyawa dan harta benda.

e. Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan

berbelok ke arah tertentu, setelah memberi sinyal dan peringatan yang

tepat.

Apabila terjadi kecelakaan/tabrakan ambulance, sebagian besar peraturan

perundangan- undangan yang menyidangkan pengemudi di pengadilan akan

mengemukakan dua hal penting. Apakah pengemudi telah memperdulikan

keselamatan orang lain selama mengemudi? Dan apakah saat itu panggilan benar-

benar dalam keadaan darurat ?.

C. Menggunakan Alat-alat Peringatan

Pengoperasian kendaraan emergensi yang aman dapat dicapai hanya jika alat-

alat peringatan dan sirine emergensi digunakan dengan tepat dan dengan

mengemudikan kendaraan secara difensif/hati-hati. Penelitian menunjukkan

bahwa supir kendaraan lain bisa saja tidak melihat atau mendengar suara
ambulance hingga berada dalam jarak 50 sampai 100 kaki. Jadi jangan pernah

beranggapan bahwa Anda berada dalam keadaan aman jika sudah menyalakan

lampu peringatan dan sirine.

Sirine adalah alat peringatan audio yang paling banyak digunakan dalam

pratek ambulance dan juga paling sering disalahgunakan. Saat menyalakan sirine,

pertimbangkan efeknya yang bisa terjadi baik pada pengendara bermotor lainnya,

pasien dalam ambulance, maupun pengemudi ambulance itu sendiri. Di bawah ini

beberapa aturan penggunaan sirine ambulance gawat darurat.

1. Gunakan sirine secara bijak, dan gunakan hanya ketika perlu. Sirine hanya

digunakan jika pengemudi dalam respon emergency, Suara sirine yang

dinyalakan terus menerus dapat menambah rasa takut dan cemas pasien, dan

kondisi pasien dapat memburuk jika mulai timbul stress.

2. Pengemudi kendaraan bermotor cenderung untuk tidak memberikan jalan

pada ambulance jika sirine terlalu sering dinyalakan. Beberapa pengemudi

menganggap bahwa ambulance seringkali menyalahgunakan sirine dalam

keadaan non-emergensi.

3. Selalu waspada meski sudah membunyikan sirine. Jangan pernah

beranggapan bahwa semua pengendara kendaraan bermotor akan

mendengar sinyal Anda. Adanya bangunan, pepohonan, dan semak belukar,

radiotape dalam mobil dapat menghalangi suara sirine.

4. Bersiaplah terhadap manuver aneh pengemudi lain, karena beberapa

pengemudi menjadi panik jika mendengar bunyi sirine.

5. Jangan berada di dekat kendaraan lain lalu membunyikan sirine tiba-tiba.

Hal ini dapat menyebabkan pengemudi lain menginjak rem mendadak dan

Anda tidak bisa berhenti tepat pada waktunya. Gunakan klakson ketika

Anda berada dekat dengan kendaraan di depan Anda.

6. Jangan menggunakan sirine sembarangan, dan jangan digunakan untuk

menakuti orang lain.


Klakson adalah perlengkapan standar pada setiap ambulance. Pengemudi

yang berpengalaman menyadari bahwa penggunaan klakson dengan bijak dapat

membuka jalur lalu lintas secepat sirine. Petunjuk penggunaan sirine diaplikasikan

juga untuk penggunaan klakson.

Peralatan Peringatan Visual. Dimanapun ambulance berada di jalan, siang

ataupun malam, lampu depan harus selalu dinyalakan. Hal ini dapat meningkatkan

jarak pandang kendaraan terhadap pengemudi lain. Ketika ambulance berada pada

keadaan emergensi untuk pasien dengan prioritas tinggi, baik dalam perjalanan

menuju lokasi kejadian maupun transportasi ke rumah sakit, semua lampu

emergensi harus digunakan. Kendaraan harus bisa terlihat dari setiap sudut 360

derajat.

D. Kecepatan dan Keselamatan


1. Kecepatan yang berlebihan dapat menigkatkan kemungkinan terjadinya

tabrakan.

2. Kecepatan yang tinggi membutuhkan jarak yang labih panjang untuk

berhenti, sehingga dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan.

Peraturan di beberapa negara mungkin memperbolehkan untuk tidak

mematuhi peraturan lalu lintas dalam keadaan emergensi yang sebenarnya

dan dengan memperdulikan keselamatan orang lain. Pengecualian dalam hal

ini, mencakup aturan batas kecepatan, lampu merah dan tanda berhenti, dan

peraturan lain serta sejumalh batasan larangan. Namun jangan lupa untuk

selalu melintasi persimpangan dengan lampu peringatan peringatan, hindari

menikung tiba-tiba, dan selalu menyalakan lampu penunjuk arah. Pastikan

bahwa pengemudi ambulance dan semua penumpang menggunakan sabuk

pengaman saat ambulance sedang berjalan.


E. Mencari Jalur Alternatif

Jika diperkirakan bahwa ambulance akan terlambat mencapai lokasi pasien,

pengemudi ambulance harus mempertimbangkan sebuah jalur alternatif atau

meminta pengiriman ambulance lain.


DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/ III/ 2008 Tentang

Pelayanan Rumah Sakit

2. Waydhas C. 1999; Intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care.

[Artikel gratis PMC] [PubMed]

3. Wagner J, Iwashyna TJ, Kahn JM. 2013. Reasons underlying interhospital

transfers to an academic medical intensive care unit. J Crit Care. [Artikel gratis

PMC] [PubMed]

4. Ivanusa M. 2005. Reducing mortality in myocardial infarction: Goal should be

interhospital transfer for primary angioplasty. BMJ. [Artikel gratis PMC]

[PubMed]

5. Aguirre FV, Varghese JJ, Kelley MP, Lam W, Lucore CL, Gill JB, dkk. 2008;

Rural interhospital transfer of ST-elevation myocardial infarction patients for

percutaneous coronary revascularization: The Stat Heart Program. Circulation.

[PubMed]

6. Iwashyna TJ, Courey AJ. 2011. Guided transfer of critically ill patients: Where

patients are transferred can be an informed choice. Curr Opin Crit Care.

[PubMed]

7. http://rescueandambulanceservice.blogspot.com/2014/08/ambulance-gawat-

darurat-rescue-and.html (diakses tanggal 29 Januari 2019 jam 20.00 WIB)

8. https://id.wikipedia.org/wiki/Ambulans (diakses tanggal 29 Januari 2019 jam

20.15 WIB)

9. Kepmekes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan

Pelayanan Medik

10. Duke GJ, Green JV. 2001. Outcome of critically ill patients undergoing

interhospital transfer. Med J Aust. [PubMed]


11. Dunn MJ, Gwinnutt CL, Gray AJ. 2007. Critical care in the emergency

department: Patient transfer. Emerg Med J. [PMC free article] [PubMed]

12. Martin TE, editor. 1st ed. London. 2001. Stabilization prior to

transportation. Handbook of Patient Transportation. Cambridge University Press.

13. https://www.academia.edu/23718651/PANDUAN_PELAYANAN_AMBU

LANCE_DAFTAR_ISI (diakses tanggal 29 Januari 2019 jam 20.30)

14. Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013 Pasal 25 poin b, pasal 33, dan

pasal 40 , Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 29 dan Surat Edaran Nomor

HK/MENKES/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam

Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

15. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai