Tinea Kruris
Disusun Oleh :
Yolanda Erizal
112017193
Pembimbing :
Dr. Ika Soelistina, Sp. KK
Nama : ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Pekerjaa : Ibu Rumah Tangga
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Gayungan 5 No 18
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 11 Februari 20019.
Status Generalis :
Ku : Baik
Kesadaran : Compas Mentis
Tensi : Tidak dilakukan
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : Tidak dilakukan
Kepala Dan leher
Thorax
Abdomen
Status Dermatologi
Lokasi : pada regio gluteus sebelah kanan dan kiri (bilateral) dan
regio inguinal bilateral.
V. Resume
Pasien datang ke poli kulit kelamin RS. Bhayangkara dengan keluhan gatal didaerah
bokong sebelah kanan dan kiri, keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, gatal bisa
dirasakan pada malam hari dan timbul bila pasien berkeringat. Pasien mengatakan
awalnya ada bercak merah bulat-bulat kecil disertai gatal, lama kelamaan beruntusnya
banyak dan pada bagian tengah semakin lama semakin hilang dan tampak kulit menjadi
bersisik, setiap pasien menggaruknya seperti ada serbuk-serbuk putih yang jatuh seperti
ketombe dan makin lama makin melebar. Pasien tidak ada mengeluh panas ataupun perih
pada daerah bokong. Namun pasien juga mengeluh hal yang sama pada lipatan pahanya
sejak 1 minggu ini gejalanya sama seperti yang ada di bokong. Pasien sudah memberi
salep pada daerah yang gatal dengan seriti (beli di apoti) namun tidak ada perubahan.
Status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan dematologis di peroleh : plak
hiperpigmentasi ukuran plakat, tepi aktif disertai papul ukuran miliar, skuama halus ,
disertai central healing,bentuk polisiklik.
Non-Medikamentosa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita (Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp). Ketiga genus
jamur ini bersifat mencerna keratin atau zat tanduk yang merupakan jaringan mati dalam
epidermis (tinea corporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea kapitis), kuku
(tinea unguinum).1 Oleh karena satu spesies dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang
berbeda-beda pada satu individu tergantung dari bagian tubuh yang dikenal, dan sebaliknya
berbagai jenis dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang scera klinis sama apabila
mengenai bagian tubuh yang sama, maka dari klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada
regio anatomis yang terkena dari jamur penyebabnya, wlaupun sebenarnya pendekatan
kausatif lebih rasional.
Hanya sebagian kecil golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit, dan
sebagian besar lainnya tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen apabila terdapat
faktor-faktor predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Faktor-faktor
predisposisi fisologis meliputi kehamilan dan umur, sedangkan yang termasuk faktor
predisposisi patologis adalah keadaan umum yang jelek, penyakit tertentu, iritasi setempat,
dan pemakaian obat-obat tertentu seperti antibiotika, kortikosteroid dan sitostatik.2
Definisi
Tinea kruris atau juga dikenal dengan istilah eksema marginatum, Dhobie itch, Jockey
itch, Ringworm of the groin. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito krural (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan dapat meluas ke bokong dan
perut bagian bawah).1
Epidemiologi
Banyak terjadi pada daerah tropis dan ketika musim panas dimana tingkat
kelembapannya cukup tinggi. Penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki, terutama pada
individu dengan obesitas atau pada individu yang sering menggunakan pakaian ketat.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak.3
Etiologi
Patogenesis
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomite, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna
keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan
kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini
menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan
timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula
berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan. Menyebabkan
penderita merasa gatal atau sedikit panas di tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan
iritasi. Faktor risiko infeksi awal atau kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau
basah.1,5 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah1:
Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian
dalam.
Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur.
Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
Faktor umur dan jenis kelamin
Diagnosis
Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk mendiagnosis
tinea kruris. Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari
kerokan bagian tepi lesi dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% positif bila memperlihatkan elemen
jamur berupa hifa panjang dan artrospora.1,3
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini
adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap,
akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih
lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan
langsung.1,3
Diagnosis Banding
Kandidiasis inguinalis
Pada wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis. Pada
penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang sering dijumpai.
Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi
yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit
ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya
fluoresensi merah (red coral).1
Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
Secara umum, tatalaksana tinea kruris berupa edukasi untuk mencegah infeksi
berulang. Daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari sumber infeksi
serta mencegah pemakaian peralatan mandi bersama. Pengurangan keringat dan penguapan
dari daerah lipat paha, seperti penggunaan pakaian yang menyerap keringat dan longgar juga
penting dalam pencegahan agar daerah lipat paha tetap kering. Daerah lipat paha harus benar-
benar dikeringkan setelah mandi dan diberikan bedak. Pencucian rutin pakaian, sprei, handuk
yang terkontaminasi dan penurunan berat badan pada seorang dengan obesitas juga dapat
dilakukan. Infeksi berulang pada tinea kruris dapat terjadi melalui proses autoinokulasi
reservoir lain yang mungkin ada di tangan dan kaki (tinea pedis, tinea unguium) sehingga
penting untuk dilakukan eradikasi.5.6
Medikamentosa
Untuk lesi yang ringan dan tidak luas cukup diberikan terapi topikal saja. Terapi
sistemik diberikan untuk lesi yang lebih luas dan meradang, sering kambuh dan tidak sembuh
dengan obat topikal yang sudah adekuat.7
- Bersifat fungistatik
- Bersifat hepatotoksik
- Ketokonazol - Sediaan: Tablet 200 mg
- Dosis: 200 mg/hari selama 10-14 hari
Pencegahan
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada Tinea kruris dan Tinea
corporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain1:
a) Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau
nilon.
b) Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya perenang.
c) Kegemukan: selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat
berlebihan disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi.
Prognosis
Prognosis tergantung penyebab, disiplin pengobatan, status imunologis dan sosial
budayanya, tetapi pada umumnya prognosis baik.1
Kesimpulan
Tinea kruris adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya
adalah pada daerah pelipatan paha, bilateral kanan kiri sekitar ano-genital dan dapat meluas
ke bokong dan perut bagian bawah.
Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama
kelamaan semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih nyata
daripada daerah tengahnya), central healing, batas tegas, bentuk bervariasi, ditutupi skuama,
dan kadang-kadang dengan banyak papul dan vesikel kecil-kecil.
DAFTAR PUSTAKA
2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In: Kumpulan Makalah
Lengkap Peningkatan Profesionalisme di Bidang Infeksi Kulit dan Kelamin Serta Pemakaian
Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar: Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK
UNUD/RS Sanglah, Bagian Mikrobiologi Klinik FK UNUD/RS Sanglah. 2011. h. 37-8.
4. Citrashanty I, Suyoso S. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2008-2010. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit Kelamin 2011; 23: 200-6.
5. Verma S, Hefferman MP. Tinea cruris. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ (editor). 7 th ed. New
York: McGraw-Hill 2008. p. 1807-21.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, eds. Andrews’ disease of the skin, clinical dermatology.
11th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.
7. Bolognia, Jean L, Jorizzo JL, Rapini RP. eds. Dermatology. 2nd Ed: Volume 1. Philadelphia:
Churchill Livingstone Elsevier; 2008.