Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak tinggal

di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali

ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua mengalami berbagai

kejadian dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres

(Supartini, 2004). Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stres baik bagi

anak usia 1-3 tahun maupun keluarganya. Stressor bagi keluarga dapat berupa

rasa takut, cemas, bersalah, tidak percaya bila 22 anak sakit, dan frustasi

(Hallstrom dkk, 1997). Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap

sebagai pengalaman yang mengancam dan stressor, keduanya dapat

menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. Bagi anak hal ini mungkin terjadi

karena anak tidak memahami mengapa anak dirawat, dan terluka, stress

dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan, dan kebiasaan

sehari-hari. Juga keterlambatan mekanisme koping. Jika anak harus menjalani

hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi

keluarga (Wong & Whaley, 1999).

Data yang diperoleh dari peneliti pada tanggal 21 Mei 2010, dari

medical record RSUD Nganjuk pada tahun 2007 terdapat 2.147 (16%) pasien

anak-anak dari total 13.469 pasien hospitalisasi, pada tahun 2008 terdapat

2.018 (14%) pasien anak-anak dari total 14.610 pasien hospitalisasi, dan pada

tahun 2009 terdapat 1.988 (11,4%) pasien anak-anak dari total 17.393 pasien
2

hospitalisasi. Dari data tersebut diketahui bahwa secara kuantitas terdapat

penurunan jumlah anak-anak yang menjalani hospitalisasi di RSUD Nganjuk.

Namun secara substantif, hospitalisasi anak tetap merupakan sumber potensial

bagi masalah kecemasan orangtua. Hal ini tampak dari studi pendahuluan

yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 Juni 2010, diketahui bahwa dari

10 orang tua yang anaknya menjalani hospitalisasi di ruang Anggrek,

sebanyak 8 orang mengaku mengalami kecemasan.

Umumnya orangtua yang anaknya mengalami hospitalisasi akan

bersikap penolakan, ketidak percayaan akan penyakit anaknya, marah dan rasa

bersalah karena tidak mampu merawat anaknya, rasa takut, cemas, dan

frustasi, juga hal tentang prosedur tindakan medis dan ketidaktahuan, depresi

yang berhubungan dengan merasa lelah fisik dan mental, khawatir

memikirkan anaknya yang lain di rumah. (Sofian, 2009). Disamping itu

masalah kecemasan orang tua juga bisa disebabkan oleh lingkungan yang

menegangkan dan biaya perawatan yang mahal. (Hudak dkk, 1997). Kondisi

tersebut secara simultan menimbulkan reaksi orang tua berupa kecemasan dan

ketakutan yang berlebihan yang berpotensi membawa efek negatif bagi proses

perawatan (Supartini, 2004). Kecemasan terhadap hospitalisasi anak

seharusnya sebagai suatu respon yang wajar terhadap tekanan atau peristiwa

yang mengancam kehidupan anaknya, namun demikian pada beberapa orang

tua kecemasan terhadap hospitalisasi ini dapat berkembang menjadi perasaan

yang tidak nyaman dan cenderung menakutkan. (Ibrahim, 2002).

Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka peran petugas kesehatan,

khususnya perawat sangat diperlukan. Selain mengupayakan perawatan yang


3

optimal untuk mempercepat proses penyembuhan anak dan memperpendek

lama hospitalisasi, perawat juga dituntut mampu memberikan motivasi kepada

anak dan orang tua, sehingga secara psikologis dapat menenangkan

kegelisahan anak dan menurunkan tingkat kecemasan orang tua. Menurut

Kozier et al (dalam Rakhmawati, 2009) hubungan perawat-pasien menjadi inti

dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan

peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-

pasien. Harapan yang diinginkan pada akhirnya adalah agar anak lekas

sembuh dan tidak perlu menjalani hospitalisasi lebih lama.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Lama Hospitalisasi Anak Usia 1-3 Tahun dengan

Tingkat Kecemasan Orang Tua di Ruang Anggrek RSUD Nganjuk”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut : “Apakah ada hubungan lama hospitalisasi anak

usia 1-3 tahun dengan tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD

Nganjuk ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan lama hospitalisasi anak usia 1-3 tahun

dengan tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD Nganjuk.


4

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi lama hospitalisasi anak usia 1-3 tahun dengan tingkat

kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD Nganjuk.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD

Nganjuk.

c. Menganalisa hubungan lama hospitalisasi anak usia 1-3 tahun dengan

tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD Nganjuk.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan orang tua

tentang tingkat kecemasan orang tua dengan lama hospitalisasi.

2. Bagi Perawat Ruang Anggrek RSUD Nganjuk

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang

hubungan hospitalisasi anak terhadap tingkat kecemasan orang tua sesuai

dengan tingkat kecemasannya, dan sebagai masukan untuk meningkatkan

mutu pelayanan dengan memberikan penyuluhan pada orang tua untuk

mengurangi kecemasan yang dialami.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan penelitian ini dapat memberikan

tambahan informasi tentang hubungan hospitalisasi anak terhadap tingkat

kecemasan orang tua sesuai dengan tingkat kecemasannya, sehingga dapat

dijadikan bahan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.


5

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah wawasan bagi

peneliti untuk dapat mengetahui tentang tingkat kecemasan orang tua yang

anaknya mengalami hospitalisasi.

5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan bagi peneliti lain dapat memberikan gambaran

dan pengetahuan baru tentang hubungan hospitalisasi anak terhadap

tingkat kecemasan orang tua sehingga dapat mengembangkan penelitian

ini yang lebih mendalam.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hospitalisasi

1. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan

yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. (Supartini, 2004).

Hospitalisasi adalah bentuk stresor individu yang berlangsung

selama individu tersebut dirawat di rumah sakit. (Muhaj, 2009).

Hospitalisasi pada anak-anak (Hospitalisme in children) adalah

suatu sindrom yang berkaitan erat dengan depresi (depresen) analitik,

terjadi pada di rumah sakit yang dirawat secara terpisah dari ibunya atau

pengganti peran ibu dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini ditandai

dengan tidak adanya kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu

makan buruk, tidur terganggu, episode demam, hilangnya kebiasaannya

menghisap dan nampak tidak bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali

dengan anak dalam waktu 2-3 minggu. (Bastman dkk, 2004).

2. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Menurut Supartini (2004), reaksi orang tua terhadap perawatan

anak di rumah sakit dan latar belakang yang menyebabkan dapat diuraikan

sebagai berikut :

6
7

a. Perasaan Cemas dan Takut

Perasaan yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan

adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau

bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang berbeda,

gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

b. Perasaan Sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi

terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan

anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada saat menghadapi anaknya yang

menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami oleh orang tua.

Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan

memberi bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka

menghadapi ketidakberdayaan karena perasaan terpukul dan lebih yang

amat sangat. Pada kondisi ini orang tua menunjukkan perilaku isolasi

atau tidak mau didekati orang lain bahkan tidak kooperatif terhadap

petugas kesehatan.

c. Perasaan Frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan

dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak ada kuatnya

dukungan psikologi yang diterima orang tua baik dari keluarga

maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan

frustasi. Oleh karena itu, seringkali orang tua menunjukkan perilaku

tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan

pulang paksa.
8

Sedangkan menurut Nursalam (2005), reaksi keluarga terhadap

anak yang sakit dan dirawat di Rumah Sakit antara lain:

a. Reaksi orang tua

Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di

rumah sakit di pengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain :

1). Tingkat keseriusan penyakit anak

2). Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit.

3). Prosedur pengobatan.

4). Sistem pendukung yang tersedia.

5). Kekuatan ego individu.

6). Kemampuan dalam penggunaaan koping.

7). Dukungan dari keluarga.

8). Kebudayan dan kepercayaan.

b. Reaksi saudara kandung (sibling)

Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan di

rawat di rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, kekhawatiran, marah,

cemburu, benci, dan merasa bersalah. Orang tua sering kali

mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang sakit di

bandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan

perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

c. Penurunan peran anggota keluarga.

Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah

kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu. Perhatian orang
9

tua hanya tertuju pada anak yang sakit. Akibatnya saudara-saudaranya

yang lain menganggap bahwa hal tersebut tidak adil. Respon tersebut

biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua sering

menyalahkan perilaku saudara kandung tersebut sebagai perilaku anti

sosial. Sakit akan membuat anak kehilangan kebersamaan mereka

dengan anggota keluarga yang lain atau teman sekelompok

d. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan

1. Roming in

Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika

tidak bisa, sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat

untuk mempertahankan kontak/komunikasi antara orang tua anak.

2. Partisipasi orang tua

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat

anak yang sakit, terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan.

Perawat dapat memberikan kesempatan pada orang tua untuk

menyiapkan makanan anak dan memandikannya. Dalam hal ini,

perawat berperan sebagai pendidik kesehatan (health educator)

bagi keluarga.

3. Membuat ruangan perawatan seperti situasi di rumah dengan

mendekorasi dinding memakai poster/kartu bergambar sehingga

anak merasa aman jika diruang anak tersebut.


10

3. Intervensi Keperawatan pada Keluarga dalam Hospitalisasi

Menurut Muhaj (2009), bentuk intervensi keperawatan pada

keluarga yang terkait dengan hospitalisasi antara lain:

a. Memberi informasi

Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan

informasi. Sehubungan dengan penyakit, prosedur pengobatan serta

prognosis, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta

reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan

ditawar.

b. Melibatkan saudara kandung.

Keterlibatan saudara kandung sangat penting untuk mengurangi stres

pada anak misalnya, keterlibatan dalam program bermainan,

mengunjungi saudara yang sakit secara teratur dan sebagainya.

Suliswati (2004), walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi

anak dan keluarga, namun perawat harus mampu mengoptimalkan manfaat

positif dari hospitalisasi bagi hubungan antara anak dan anggota

keluarganya, antara lain dengan mengembangkan nilai-nilai berikut:

a. Membantu perkembangan hubungan orang tua dan anak.

Hospitalisasi memberikan kesempatan pada orang tua untuk belajar

mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak.

b. Memberi kesempatan untuk pendidikan.

Hospitalisasi memberikan kesempatan pada anak dan anggota keluarga

untuk belajar mengenai tubuh dan profesi kesehatan.


11

c. Meningkatkan pengendalian diri

Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan

memberi kesempatan untuk pengendalian diri (self mastery).

d. Memberikan kesempatan untuk sosialisasi

Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya, maka hal

tersebut akan membantu anak untuk belajar mengenai diri mereka.

B. Konsep Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (afektif) yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berlanjutan (Hawari, 2004)

2. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau (dalam Suliswati dkk, 2004). ada empat tingkat

kecemasan yang dialami oleh individu yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan Ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada

dan meningkatkan lahan persepsinya. Mampu menghadapi situasi yang

bermasalah dapat mengintregasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan

yang akan datang. Perasaan relatif aman dan nyaman. Tanda-tanda

vital normal, ketegangan otot minimal, pupil normalatau kontriksi.

Pada tingkat ini dapat memotifasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreativitas.


12

Contohnya :

1. Seseorang yang menghadapi ujian

2. Pasangan dewasa yang akan memasuki jnjang pernikahan

3. Individu yang akan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi

4. Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong

b. Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada fikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi, masih dapat

melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya :

1) Pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama

dengan resiko tinggi.

2) Keluarga yang mengalami perpecahan (berantakan)

3) Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

c. Kecemasan Berat

Lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya

pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal

lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan

perlu banyak perintah atau arahan terfokus pada orang lain.

Contohnya:

1) Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang

dicintainya karena bencana alam.

2) Individu dalam penyanderaan.


13

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.

Karena hilangnay control, maka tidak mampu melakukan apapun

meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu

berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi

kepribadian. Contohnya : Individu dengan kepribadian pecah atau

dpersonalisasi.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

3. Sumber Kecemasan

Menurut Suliswati (2004), sumber kecemasan antara lain:

a. Ancaman intergritas biologis meliputi gangguan terhadap kebutuhan

dasar makan, minum kehangatan, seks.

b. Ancaman terhadap keselamatan diri

1) Tidak menemukan integritas diri

2) Tidak menemukan status dan pretise

3) Tidak memperolaeh pengakuan dari orang lain

4) Ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata.


14

4. Teori Kecemasan

Kajian menengani kecemasan telah dilakukan oleh para ahli

psikologi dan menghasilakn beberapa teori antara lain (Suliswati, 2004):

a. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologis

individu terhadap ket idakmampuan individu mencapai orgasme dalam

hubungan seksual.

1). Kecemasan Primer

Kejadian traumatic yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi

tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berkelanjut

dengan kemungkinan tidak tercapainyan rasa puas akibat kelaparan

atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah keadaan

ketergantungan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor

eksterlnal.

2). Kecemasan Subsekuen

Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis

kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen

kepribadian yaitu id dan superego. Freud menjelaskan apabila

terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan

superego berada pada kondisi bahaya.

b. Teori Interpersonal
15

Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat

ketidakmampuan untuk berhubungan interprsonal dan sebagai akibat

penolakan.

c. Teori Perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil

frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam

mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan,

berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah.

d. Teori Keluarga

Studi pada keluarga dalam epidemologi memperlihatkan bahwa

kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk

dan sifatnya heterogen.

e. Teori Biologi

Otak memiliki reseptor khusus bendiazepin, reseptor tersebut

berfungsi membantu regulasi kecemasan.

5. Reaksi Kecemasan

Reaksi yang ditimbulkan sebagai dampak dari kecemasan antara

lain (Suliswati, 2004):

a. Konstuktif

Individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan

terutama terhadap prasan tidak nyaman dan terfokus pada

kelangsungan hidup.

b. Destruktif
16

Individu bertingkah laku maladaftif dan disfungsional.

Contohnya : Individu menghindari kontak dengan orang lain atau

mengurung diri, tidak mau mengurus diri, tidak mau makan.

C. Konsep Orang Tua

Hurlock (2002) menyatakan bahwa masa orang tua merupakan

kriteria terpenting dalam pengalihan dan tanggung jawab individual ke

tanggung jawab kedewasaan. Status orang tua tidak dapat diragukan lagi tentu

banyak dilakukan dengan banyak mengorbankan kebahagiaaaan dan kepuasan

sehingga diartikan sebagai ”masa krisis” karena benyak melakukan perilaku,

nilai dan peran. Menurut Hurlock beberapa faktor penting yang

mempengaruhi penyesuaian diri dengan masa orang tua antara lain :

1. Sikap terhadap kehamilan

Sikap wanita terhadap masa orang tua diwarnai oleh kondisi fisik dan

emosionalnya selama mengandung. Dalam kebanyakan kasus, jika

sikapnya tidak menyenangkan terhadap kemungkinannya, akan tampak

setelah bayinya lahir.

2. Sikap terhadap masa orang tua

Orang dewasa akan menyesuaikan diri lebih baik dengan masa orang tua,

jika ia menginginkan anak karena ia merasa bahwa bayi itu merupakan

unsur esensial terhadap perkawinan yang bahagia.

3. Jenis kelamin anak


17

Sikap orang dewasa terhadap masa orang tua jauh lebih menyenangkan

jika mereka mempunyai anak atau anak-anak dengan jenis kelamin yang

mereka kehendaki.

4. Jumlah anak

Apabila sorang dewasa mempunyai jumlah anak yang mereka anggap

ideal, penyesuaian diri mereka dengan masa orang tua akan lebih baik

ketimbang mereka mempunyai lebih banyak atau lebih sedikit dari jumlah

yang mereka inginkan.

5. Harapan orang tua

Apabila orang tua memiliki konsep anak yang diimpikan, penyesuaian diri

mereka terhadap masa orang tua akan dipengaruhi oleh seberapa baik anak

itu diukur menurut yang ideal.

6. Sikap terhadap perubahan peran

Masa orang tua berarti bahwa baik wanita maupun pria harus belajar untuk

memainkan peran yang lebih berorientasi pada keluarga daripada

berorientasi kepada pasangan.

F. Konsep Anak

1. Definisi

Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa

dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang memfasilitasi

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri.

(Supartini, 2005).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan


18

Konsep tumbuh kembang anak sebagaimana dipaparkan oleh

Muscari (2005) antara lain:

a. Pengertian

1) Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran tubuh (tinggi dan berat

badan)

2) Perkembangan adalah peningkatan kapasitas untuk berfungsi pada

tingkat yang lebih tinggi.

b. Tahap Usia (rentang usia yang mendekati)

1) Tahap pranatal dari konsepsi sampai lahir

2) Tahap masa bayi dari lahir sampai usia 12 bulan (neonatus, lahir

sampai berusia 28 hari, masa bayi 29 hari sampai 12 bulan).

3) Tahap masa kanak-kanak awal dari usia 1 sampai 6 tahun pada

masa toddler usia 1-3 tahun usia prasekolah, usia 3-6 tahun)

4) Tahap masa awal pertengahan (usia sekolah) dari usia 6 sampai 12

tahun.

5) Tahap masa remaja dari usia 12 sampai 18 tahun.

3. Teori Perkembangan Masa Toddler

a. Teori Perkembangan Masa Toddler menurut Erikson

Menurut Erikson (dalam Muscari, 2005), masa perkembangan

yang menonjol pada masa toddler ditandai dengan krisis psikososial

berupa ”otonomi versus rasa malu dan ragu”, yang dijabarkan sebagai

berikut:
19

1) Tema psikososial pada tahap ini adalah untuk ”memegangi untuk

melepaskan”

2) Toddler telah mengembangkan rasa percaya dan siap menyerahkan

ketergantungannya untuk membangun perkembangan kemampuan

pertamanya dalam mengendalikan dan otonomi. Orang tua yang

mendorong toddler melakukan hal tersebut akan mengembangkan

kemndirian toddler.

3) Toddler dapat mengembangkan rasa malu dan ragu jika orang tua

membiarkan toddler bergantung pada orang tua di area yang

seharusnya toddler dapat mencoba keterampilan barunya atau

membuat toddler merasa tidak mampu saat mencoba keterampilan

ini.

a) Toddler mulai menguasai keterampilan sosial

(1) Individualisasi (membedakan diri dengan orang lain)

(2) Berpisah dari orang tua

(3) Pengendalian seluruh fungsi tubuh

(4) Perilaku yang diterima secara sosial

(a) Toddler mulai belajar bahwa perilakunya memiliki efek

yang dapat diperkirakan dan dipercaya kepada orang

lain)

(b) Toddler belajar menunggu lebih lama untuk memenuhi

kebutuhannya.

(5) Interaksi egosentris dengan orang lain. Todler tidak dapat

menguasai beberapa keterampilan interaktif sampai anak


20

mencapai remaja ketika ia menjumpai kembali tugas yang

tidak terselesaikan terkait dengan periode perkembangan

awal. Erikson merujuk hal ini sebagai ”moratorium

psikososial”

(a) Toddler sering menggunakan kata ”tidak” bahkan ketika

bermaksud ”ya” untuk mengungkapkan kebebasannya

(perilaku negativistik)

(b) Toddler sering terus menerus mencari benda familier

yang melambangkan rasa aman, seperti selimut, selama

waktu stres dan perasaan tidak menentu.

4) Rasa takut umum pada toddler antara lain

a) Kehilangan orang tua (dikenal sebagai ansietas perpisahan)

b) Ansietas terhadap orang asing

c) Suara-suara yang keras (mis, vacum cleaner)

d) Pergi tidur

e) Binatang besar

5) Sosialisasi

a) Ritualisme, negativisme, dan kemandirian medominasi

interaksi pada toddler.

b) Ansietas perpisahan memuncak saat toddler mulai

membedakan dirinya dari orang terdekat. Obyek transisi adalah

penting, terutama selama periode berpisah, seperti tidur siang.


21

c) Toddler dapat menggunakan tantrum untuk menunjukkan

kemandiriannya. Cara terbaik pengasuh mengatasi mereka

adalah dengan cara ”membiarkan” atau mengabaikan mereka.

d) Negativisme juga merupakan hal yang umum. Cara terbaik

untuk menurunkan jumlah kata ”tidak”, yaitu dengan cara

menurunkan jumlah pertanyaan yang mengarah pada jawaban

”tidak”.

6) Bermain dan mainan

a) Toddler terlihat dalam permainan pararel, yaitu bermain

berdampingan, tetapi tidak bermain dengan yang lain. Meniru

adalah salah satu bentuk permainan yang paling umum.

b) Rentang perhatian yang pendek menyebabkan toddler sering

mengganti mainan.

c) Tujuan mainan pada masa toddler adalah untuk meningkatkan

keterampilan lokomotor (mainan yang ditarik dan didorong)

untuk meningkatkan imajinasi, perkembangan bahasa, dan

keterampilan motorik kasar dan halus.

7) Disiplin

Kebebasan yang tidak dibatasi merupakan ancaman untuk

keamanan toddler meskipun membatasi toddler dalam mencoba

perilakunya. Tindakan disiplin seharusnya :

a) Kosisten

b) Segera setelah kesalahan dilakukan

c) Direncanakan terlebih dahulu


22

d) Berorientasi pada perilaku, bukan anak

e) Pribadi (tidak didepan umum) dan tidak menyebabkan toddler

malu.

b. Teori Perkembangan Masa Toddler menurut Freud

1) Tinjauan

a) Perkembangan tahap anal dimulai dari usia 8 bulan sampai 4

tahun

b) Zona Erogenus terdiri dari anus dan bokong, dan aktivitas

seksual berpusat pada pembuangan dan penahan sampah tubuh.

c) Fokus toddler bergantian dari area oral ke area anal, dengan

penekanan pada pengendalian defeksi saat ia mencapai

pengendalian neuromuskular terhadap sfingter anal.

d) Toddler mengalami kepuasan dan frustasi saat ia menahan dan

mengeluarkan, memasukkan dan melepaskan.

e) Konflik antara ”menahan” dan ”melepaskan” secara bertahap

disesuaikan seiring dengan kemajuan latihan defeksi dan

penyelesaian terjadi saat kemampuan mengendalikan benar-

benar terbentuk.

2) Manivestasi

a) Seksualitas mulai berkembang.

b) Masturbasi dapat terjadi akibat dari eksplorasi tubuh.

c) Mempelajari kata-kata dapat dikaitkan dengan anatomi dan

eliminasi.
23

d) Perbedaan jenis kelamin menjadi jelas

e) Toilet training adalah tugas utama toddler

f) Latihan defeksi dilakukan sebelum melekukan buang air kecil

yang tuntas pada malam hari biasanya tidak terjadi sampai usia

4 atau 5 tahun. Tempat pembangunan (misalnya pispot dan

WC) harus menawarkan keamanan kaki anak harus mencapai

lantai (untuk defikasi)

4. Perkembangan Motorik Masa Toddler

Perkembangan motorik pada masa toddler antara lain (Muscari,

2005):

a. Motorik Kasar. Keterampilan motorik utama masa toddler adalah

lokomotor.

1) Toddler berjalan tanpa bantuan pada usia 15 tahun

2) Toddler berjalan menaiki tangga dengan berpegangan pada satu

tangan saat usia 18 bulan.

3) Toddler berjalan menaiki dan menuruni tangga dengan satu

langkah pada saat usia 24 bulan.

4) Toddler melompat dengan dua kaki pada usia 30 bulan.

b. Motorik Halus

1) Toddler membangun menara dua blok dan mencoret-coret secara

spontan pada usia 15 bulan.

2) Toddler membangun menara 3 sampai 4 blok pada usia 18 bulan.

3) Toddler meniru coretan vertikal pada usia 24 bulan.


24

4) Toddler membangun menara 8 blok dan meniru tanda silang pada

usia 30 tahun.

c. Aspek Keamanan Terkait

1) Toddler rentan mengalami cedera yang sama seperti bayi, antara

lain jatuh, aspirasi, keracunan, asfiksia, luka bakar dan cedera

kendaraan bermotor serta kecelakaan lainnya.

2) Penatalaksanaan keperawatan mencakup hal-hal berikut :

a. Jatuh. Instruksikan orang tua untuk memasang pengaman

tempat tidur, memasang pagar sepanjang anak tangga, tirai

pengaman pada semua jendela yang terbuka, dan mengawasi

toddler saat bermain.

b Aspirasi dan Keracunan

1) Minta orang tua mengunci semua tempat penyimpan zat-zat

beracun jauh dari jangkauan anak (pada masa ini anak dapat

memanjat dan membukanya) simpan kapsul obat-obatan,

dan pindahkan semua obyek kecil yang mudah teraspirasi

dari lingkungan anak.

2) Anjurkan orang tua untuk menyimpan nomer telpon pusat

pertolongan korban keracunan (rumah sakit) yang dapat

dihubungkan dengan telepon setiap saat.

c Asfiksia

1. Anjurkan orang tua, menganjurkan toddler bermain dengan

air yang aman untuk membantu mencegah kecelakan

tenggelam dalam bak mandi dan kolam renang.


25

2. Anjurkan keluarga untuk menghindari menyimpan kantung

plastik dan balon dalam jangkauan anak.

d Luka Bakar

Anjurkan orang tua untuk menghindari penggunaan taplak

meja (toddler yang ingin tahu dapat menarik taplak untuk

melihat apa yang ada di taplak meja, kemungkinan

menumpahkan makanan atau cairan yang panas pada dirinya

sendiri). Merupakan hal yang penting untuk mengajarkan anak

arti ”panas” untuk menyimpan korek api dan pematik pada

lemari yang terkunci jauh dari jangkauan anak, dan

mengamankan stop kontak pada semua saluran listrik yang

tidak digunakan.

e Kecelakaan Kendaraan Bermotor dan Kecelakaan Lain

1) Anjurkan orang tua untuk melanjutkan penggunaan kursi

mobil dengan ukuran yang sesuai untuk toddler setiap

mengendarai mobil.

2) Anjurkan orang tua untuk mengunci lemari dan laci yang

berisi alat-alat yang berbahaya, seperti pisau, senjata api,

dan amunisi.

3) Anjurkan orang tua untuk mengajarkan toddler bagaimana

menyeberang jalan yang aman, yaitu dengan memegang

tangan orang tua, dan tidak bermain di jalan.

4) Minta orang tua untuk mengawasi toddler saat mengendara

sepeda roda tiga dan bermain diluar.


26

H Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan

antara konsep terhadap yang lain.

(Notoatmojo, 2002 : 43)

Anak usia 1-3


tahun

Hospitalisasi
Sumber kecemasan
 Kegawatan
penyakit observasi
Kecemasan Orang Tua
 Tindakan yang
menegangkan
 Ancaman
kematian
 Biaya perawatan
yang mahal
 Lama Hospitalisasi

Tidak Cemas Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Panik

Keterangan :

: Yang diteliti

_ _ _ _ _ _ : Yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka konseptual tentang Hubungan Lama Huspitalisasi

anak usia 1-3 tahun dengan tingkat Kecemasan Orang Tua


27

I Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. (Nursalam, 2003)

Dalam penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan lama hospitalisasi anak usia 1 sampai 3 tahun

dengan tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD

Nganjuk.

Ha : Ada hubungan lama hospitalisasi anak usia 1 sampai 3 tahun dengan

tingkat kecemasan orang tua di ruang anggrek RSUD Nganjuk


28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data

(Nursalam, 2003). Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional

atau seksional silang.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian : Bulan Agustus 2010

2. Tempat Penelitian : Ruang Anggrek RSUD Nganjuk

C. Kerangka Kerja

Kerangka kerja penelitian merupakan sebagai petunjuk perencanaan

pelaksanaan suatu penelitian (Nursalam, 2003). Adapun kerangka kerja dalam

penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

28
29

Populasi
Orang tua yang memiliki anak usia
1-3 tahun dirawat di ruang
Anggrek RSUD Nganjuk
Purposive Sampling

Sampel
Seluruh orang tua yang memiliki
anak usia 1-3 tahun dirawat di
ruang Anggrek RSUD Nganjuk

Pengambilan Data

Lama Hospitalisasi Anak Tingkat Kecemasan

Observasi Kuesioner

Pengolahan Data

Analisa data dengan Spearman Rank

Memperoleh hasil penelitian


Interpretasikan data

Tingkat Kecemasan
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Panik

Gambar 3.1
Kerangka Kerja Penelitian
30

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah objek penelitian atau objek yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang

tua yang memiliki anak usia 1-3 tahun yang menjalani hospitalisasi di

ruang Anggrek RSUD Nganjuk selama bulan Agustus 2010.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul,

2003). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang

memiliki anak usia 1-3 tahun yang menjalani hospitalisasi di ruang

Anggrek RSUD Nganjuk selama bulan Agustus 2010. Diperkirakan pasien

anak usia 1-3 tahun yang menjalani hospitalisasi dalam satu bulan adalah

sebanyak 10 anak, sehingga jumlah sampel yang diteliti adalah 10 orang

tua.

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2003). Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik purpossive sampling, yaitu mengambil

semua populasi sebagai sampel dengan kriteria antara lain:

a. Orang tua pasien anak usia 1-3 tahun yang dirawat di ruang anggrek

RSUD Nganjuk.

b. Lama hospitalisasi passien anak minimal 1 minggu (7 hari).

c. Orang tua pasien bersedia menjadi responden.


31

E. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini dibagi

menjadi variabel independen dan dependen yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel Independen (x)

Variabel independen adalah variabel yang diduga sebagai faktor

yang mempengaruhi variabel dependen (Notoatmodjo, 2005). Dalam

penelitian ini variabel independennya adalah lama hospitalisasi anak usia

1-3 tahun.

2. Variabel Dependen (y)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas atau variabel independen (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini

variabel dependennya adalah tingkat kecemasan orang tua.

F. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik

(variabel) yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam,

2003). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam

tabel 3.1 berikut ini:


32

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel

Definisi Alat
Variabel Parameter Skala Skor
Operasional Ukur
1. Variabel Lama Lama perawatan O R
independen hospitalisasi B A
Lama adalah lama S S
hospitalisasi waktu rawat E I
anak inap di rumah R O
sakit V
A
S
I
2. Dependen Kecemasan Aspek psikis dan fisik K I Diskor dari
tingkat adalah meliputi 14 item HRS-A: U N 14 item HRS-
kecemasan perasaan 1. Perasaan cemas E T A sebagai
orang tua yang ditandai 2. Ketegangan S E berikut
pada anak dengan 3. Ketakutan I R
usia 1-3 perasaan 4. Gangguan tidur O V Skor < 14:
tahun ketakutan 5. Gangguan N A Tidak ada
dengan lama atau kecerdasan E L kecemasan
hospitalisasi kekhawatiran 6. Perasaan depresi R
di ruang yang 7. Gejala Skor 14–20:
anggrek mendalam somatik/fisik(otot) Cemas ringan
dan 8. Gejala somatik fisik
berkelanjutan (sensorik) Skor 21-27:
9. Gejala Cemas
bkardiofaskuler(jant sedang
ung dan pembuluh
darah) Skor 28–41:
10. Gejala respiratory Cemas berat
(pernafasan)
11. Gejala Skor 42-56:
Gastrointetinal panik
12. Gejala Urogenital
13. Gejala Anatomi
14. Tingkah laku saat
wawancara

G. Pengumpulan dan Analisa Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam

penelitian (Nursalam, 2003). Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu

dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian.
33

Alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa

kuesioner/angket, observasi, wawancara atau gabungan ketiganya (Hikayat,

2007). Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

angket/kuesioner tertutup melalui wawancara terstruktur, dengan alat ukur

kecemasan menggunakan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety).

Sedangkan untuk variabel independennya menggunakan observasi.

Setelah memperoleh data yang diperlukan, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisa data-data yang telah diisi oleh responden sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

Nilai 0 : Tidak Ada (Tidak ada gejala atau keluhan sama sekali)

Nilai 1 : gejala ringan (Suatu gejala dari pilihan yang ada)

Nilai 2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)

Nilai 3 : gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)

Nilai 4 : gejala berat sekali (semua gejala ada)

Sedangkan untuk variabel tingkat kecemasan pada orang tua diukur

dengan pedoman skoring dari item HRS-A sebagai berikut :

Skor < 14 : tidak ada kecemasan

Skor 14-20 : cemas ringan

Skor 21-27 : cemas sedang

Skor 28-41 : cemas berat

Skor 41-56 : panik


34

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan

pengujian hipotesis dengan uji statistik non parametrik ”Spearman

Rank” yang dirumuskan:

6 ∑ ьі ²
 = 1 - —————
n ( n² - 1)

Keterangan :

 = Koefisien korelasi sperman rank

bi = Selisih antara variable 1 dan variable 2

n = jumlah sample

(Sugiyono, 2006)

Berdasarkan perolehan nilai koefisien korelasi Spearman Rank, maka

peneliti menentukan kriteria penerimaan hipotesis :

Jika r hitung ≥ r tabel, maka Ha diterima

Jika r hitung < r tabel, maka Ho ditolak

Catatan : Untuk memudahkan perhitungan, maka digunakan bantuan

program SPSS for windows versi 13.00.

H. Etika Penelitian

Beberapa prinsip dalam pertimbangan etika adalah; bebas dari

eksploitasi, bebas dari penderitaan, ada kerahasiaan dan responden bebas

menolak.
35

Masalah etika dalam penelitian ini ditekankan pada :

(1) Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Responden yang memenuhi syarat akan diberikan penjelasan tentang

maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka

harus menandatangani lembar persetujuan yang disediakan oleh peneliti.

(2) Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data.

(3) Confidentility ( Kerahasiaan)

Semua informasi maupun masalah-masalah dalam pengumpulan data

yang diperoleh dari responden, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan

hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset.


36

DAFTAR PUSTAKA

___________ 2008). Hospitalisasi pada Anak. http//www.perfspot.com/


docs/default.asp?c=29 (diakses Juni 2010).

Arikunto, Suharsini.(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi


Revisi VI. Jakartaa: Reneka Cipta.

Bastaman, Tun. K. (2003). Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Edisi 2.
Jakarta : EGC.

Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi


2. Jakarta : EGC.

Hawari, Dadang. (2004). Kanker Pyudara Dimensi Psikologil. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, Elizabeth. B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi 5. Jakarta: Airlangga.

Khaidir Muhaj (2009), Askep jiwa hospital dan kehilangan. http://masalawiners.


blogspot.com/2008/08/hospitalisasi-pada-anak.html. (diakses Juni 2010).

Maskur Alawi (2008), waluran sehat, Hospitalisasi Pada Anak.


http://www.blogger.com/rearrange?
blogID=58128426442214056994&widgerType=Profile&widgetId=profi
le1&action=editWidgethttp://masalawinners.blogspot.com/2008/08/hosp
italisasi-pada-anak.html. (diakses Juni 2010).

Muscari, E. Mary. (2005). Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Niven. (2000). Psikologi Kesehatan Pengantar Untuk Perawat & Profesional


Kesehatan Lain Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak Untuk Perawat Dan
Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

________. (2005). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
37

Rusmil, Kusnadi. (2006). Pedoman Stimulasi, Deteksi Dini Dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Keshatan Republik
Indonesia.

Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultur. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik.


Jakarta : EGC.

Stuart. S. (1998). Principles and Practice of psychiatric Nursing Fourth, Edition


Mosby year book.
38

LAMA HOSPITALISASI ANAK USIA 1-3 TAHUN


DENGAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA
DI RUANG ANGGREK RSUD NGANJUK

USULAN PENELITIAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Disusun Oleh :
WIWIN SUNARMI
NIM. 07110026

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ”SATRIA BHAKTI”
NGANJUK
2010
39

Anda mungkin juga menyukai