Anda di halaman 1dari 5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allh SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

lah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini merupakan makalah pelajaran Agama yang memuat tentang pandangan

kemanusiaan dalam ajaran Agama Islam. Makalah ini kami buat dari beberapa sumber yang kami

rangkum menjadi satu makalah yang kami susun secara padu.

Terima kasih kami ucapkan kepada rekan dan pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian makalah ini. Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dan kesalahan

dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan deni

kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 17 Desember 2012

Tim Penyusun

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sifat kemanusiaan merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap manusia. Sifat kemanusiaan

berarti kita memiliki sifat yang selalu peduli dan kasih sayang dengan apa yang ada di sekitar kita

hingga kita merasakan betapa besarnya kekuasaan Allah SWT. Dengan adanya sifat kemanusiaan

didalam diri seorang manusia, maka akan tercipta manusia yang memiliki moral dan akhlak yang

baik salah satunya terciptanya hidup sejahtera, dan saling menghargai perbedaan dalam segala

bidang.

Di era globalisasi ini, seiring dengan perkembangan zaman, sifat – sifat kemanusiaan ini

sudah banyak mulai berkurang, hingga banyak ditemukan dalam beberapa kasus dan kejadian di

dunia ini seperti bencana yang sudah bnyak menelan korban, peperangan, dan lain –lain, itu

semua akibat ulah manusia yang tidak menggunakan sifat kemanusiaannya, padahal ini dilarang

keras dalam agama.

1.2 TUJUAN

 Mahasiswa memahami apa itu sifat kemanusiaan dan memahami dalam ajaran agama

 Mahasiswa mampu menumbuhkan sifat kemanusiaan

 Mahasiswa mengetahui pentingnya kemanusiaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEMANUSIAAN BANGSA INDONESIA

Intelektual muslim Muhamadiyah terlihat sedikit risau dengan berbagai kondisi Keislaman

yang beberapa tahun ini terjadi. Beberapa catatan konflik kekerasan dan tindakan-tindakan politik

yang

masih saja sering menggunakan ‘klaim’ dan ‘label’ agama masih menghiasi wajah politik

Keindonesiaan

saat ini. Bukan saja bahwa peristiwa-peristiwa itu telah mencabik-cabik rasa aman, rasa damai,

integritas dan kerukunan yang ada dalam masyarakat, tetapi lebih jauh ‘politik pengatasnamaan

agama’ justru kian hari masih menjadi trend untuk kepentingan-kepentingan pragmatis sesaat.

Realitas di atas jelas berhadapan kontras dengan sikap pandangan keagamaan yang seharusnya

dibangun. pentingnya rekonstruksi dan pelurusan kembali atas tindakan-tindakan keislaman yang

melenceng jauh dari misi sakral yang dibawa Islam.

Menurut Ahmad Syafii Maarif “Islam yang mau dikembangkan di Indonesia adalah Islam
yang ramah, terbuka, inklusif, dan mampu memberikan solusi terhadap masalah-masalah besar
bangsa dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan
agama kita yang beragam. Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan dan
perlindungan kepada semua
orang yang berdiam di Nusantara, tanpa diskriminasi apapaun agama yang diikuti dan tidak
diikutinya. Islam yang sepenuhnya berpihak bagi rakyat miskin”. ( Islam dalam Bingkai
Keindonesiaan dan Kemanusiaan : Sebuah Refleksi Sejarah, hal 5)

Buku ini sekaligus secara implisit menampilkan cerminan jawaban atas ketegangan teologis dan

juga filosofis yang sudah hampir menjadi klasik yakni tentang ‘universalisme’ dan ‘partikularisme’

dalam perspektif Keislaman. Tidak berusaha untuk mendaku dan mendukung secara membabi-buta

atas

dikotomis teologis tersebut, Maarif justru ingin menguraikannya dalam kenyataan sosio historis
“Islam itu bersifat universal dalam hakikat ajaran dan misi kemanusiaan, memang benar demikian.
Tetapi praktik sosial Islam dalam format budaya berbagai suku bangsa tidak mungkin bebas dari
pengaruh lokal, nasional maupun glabal.” (dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan : Sebuah
Refleksi Sejarah,
hal 19).

Dalam ajaran Islam, Hidup berkemajuan adalah hidup yang sarat dengan pertarungan ide untuk

mencari yang terbaik dan benar”. Tanpanya Islam akan mengalami ketertinggalam amat jauh dengan

3
pentas peradaban yang lain. Kekayaan variabel ini yang menyebabkan wajah Islam Indonesia tidak

bisa dibaca secara linier.

Proses kontestasi dengan peradaban yang lebih lama dan juga pertemuan dengan berbagai unsur

kebudayaan yang sudah ada telah memperkaya Islam. Prinsip demokrasi pada hakikatnya sama

dengan prinsip syura (musyawarah). Pada Surat Al-Syura ayat 38 lebih terjelaskan

“Dan orang-orang yang memenuhi panggilan Tuhan, menegakkan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) melalui musyawarah di antara mereka, dan sebagian rezeki yang kami berikan kepada
mereka, mereka infakkan adalah bagian dari akidah dan ibadah yang prinsip – prinsipnya tidak bisa
diganti oleh umat Islam.

Konsekuensi dari keyakinan prinsip ini adalah butuh keberanian dan keterbukaan diri untuk

memahami Keislaman lebih kritis dan mendalam.

“Untuk menjadikan ajaran Islam sebagai sesuatu yang hidup dan menghidupkan pada masa kita
tidaklah mungkin jika kita tidak berani menilai secara kritikal seluruh pemikiran muslim
masa lampau yang memang kaya tersebut”. (dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan :
Sebuah Refleksi Sejarah, hal 259).

“dasar dari asas syari’ah adalah kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Seluruh syari-ah
mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan, dan hikmah”
(Ibn Al-Qayyim)

2.2 KEMANUSIAAN ANTAR SESAMA MANUSIA

Manusia wajib menjaga hubungan antar sesama manusia. Manusia merupakan makhluk

sosial, artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dan saling memerlukan bantuan. Dalam ajarn islam

telah banyak di jelaskan bahwa kita wajib menjaga kesejahteraan antar sesama manusia, walaupun

berbeda agama. Islam mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang menghargai perbedaan.

Rasulullah SAW bersabda :

ُ‫سأ َ لَهُ فِ ْي أَثَ ِر ِه فَ ْليِ ِص ْل َر ِح َمه‬ َ ‫س َّرهُ أ َ ْن يُ ْب‬


َ ‫ َوا َ ْن يُ ْن‬،‫س َط لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه‬ َ ‫ََ ْن‬

“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka

hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985).

Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha

menyadarkan mereka, bukan mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka

4
semakin merajalela dengan cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap kita

mohonkan hidayah.

2.3 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM.

dalam firmanAllah SWT surah Ibrahim ayat 34: Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung

nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”

Dewasa ini, telah banyak ditemukan bahwa hubungan manusia dengan alam sekitar bisa

dikatakan sudah tidak harmonis lagi. Banyak bencana alam dan keseimbangan alam terganggu akibat

ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak mencintai dan merenungkan rahmat yang

dipelihara. Seharusnya kita sebagai manusia harus menjaga dan memelihara, bukannya berbuat

kerusakan di muka bumi ini yang telah di jelas kan Allah dalam Al-quran. Sebagai contoh, dampak

global warming saat ini adalah salah satu cermin dari perbuatan manusia yang tidak memelihara dan

mencintai alam sekitarnya, bahkan banyak lingkungan yang tercemar karena ulah manusia. Dalam Al

- quran “Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami

limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu,

maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).

Anda mungkin juga menyukai