TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran
sekitar 0,4 x 3 µm. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-
positif atau gram-negatif. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan “tahan asam”
yaitu, 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan
cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Teknik
pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam.
Pada sediaan apus sputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat
ditunjukkan dengan fluoresensi kuning-oranye setelah pewarnaan dengan
fluorokrom (misalnya, auramin, rodamin). Mikobakterium adalah aerob obligat
dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.
Waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam dan berproliferasi dengan baik
pada suhu 22-23 oC (Jawetz, et al., 2007).
2.1.3. Penularan
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
2.1.5. Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara :
B. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa
Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2006
2.1.8. Pengobatan
Menurut PDPI (2006), pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini 1)
yang digunakan adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan yang digunakan adalah kanamisin, amikasin dan
kuinolon.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Kemudian pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Menurut Amin dan Bahar (2009), WHO telah menetapkan regimen
pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat kategori berbeda
menurut definisi kasus tersebut.
2.1.10. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa
komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh
paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura (PDPI, 2006).
Ada pula komplikasi lanjut yang dapat timbul berupa obstruksi jalan napas
yang dapat menyebabkan SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat yang dapat menyebabkan fibrosis paru, kor pulmonal,
2.1.11. Pencegahan
Penyakit tuberkulosis ini bisa dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah
lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit tuberkulosis yang bisa
dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik
serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga
kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang
tempat (Rahmawati VK, 2009 dalam Al-Amin, 2010).
Selain pencegahan yang dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang
bisa mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B.,
2009 dalam Al-Amin, 2010).
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dari proses penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Telah terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers (1974) bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek),
b. Interest, dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus,