Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru


2.1.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis
yang dapat menyebar ke segmen paru lain melalui bronki, atau ke organ lain
melalui darah atau pembuluh getah bening (Dorland, 2002).

2.1.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran
sekitar 0,4 x 3 µm. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-
positif atau gram-negatif. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan “tahan asam”
yaitu, 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan
cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Teknik
pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam.
Pada sediaan apus sputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat
ditunjukkan dengan fluoresensi kuning-oranye setelah pewarnaan dengan
fluorokrom (misalnya, auramin, rodamin). Mikobakterium adalah aerob obligat
dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.
Waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam dan berproliferasi dengan baik
pada suhu 22-23 oC (Jawetz, et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis M. tuberculosis
Sumber : Brodie, 2008

Menurut Djojodibroto (2009), basil mikobakterium mengandung banyak


bahan yang bersifat antigenik yang sebagian besar antigen ini merupakan
golongan heat-shock protein. Antigen yang spesifik untuk spesies M. tuberculosis
berasal dari golongan protein yang mempunyai berat molekul 35.000 dalton.
Limfosit T dan B akan merespon antigen yang spesifik ini.
Mikobakterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat (asam
lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat
dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang
membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan
granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal
bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya. Strain virulen basil tuberkel
membentuk “serpentine cords”. Pada bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam
untai paralel (Jawetz, et al., 2007).

2.1.3. Penularan
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial

Universitas Sumatera Utara


ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi tuberkulosis paru (Hasibuan, 2010).
Menurut Lawrence, et al. (2002), infeksi M. tuberculosis dimulai ketika
droplet aerosol yang berisi organisme hidup terinhalasi oleh orang yang rentan
terhadap penyakit. Bakteri tuberkulosis ini ada di udara ketika seseorang yang
terinfeksi tuberkulosis batuk, bersin, berbicara, ataupun bernyanyi (CDC, 2012).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes
RI, 2011).
Penularan lebih mudah terjadi bila ada hubungan yang erat dan lama
dengan penderita tuberkulosis paru aktif, yaitu golongan penderita yang disebut
sebagai open case (Alsagaff dan Mukty, 2008).

2.1.4. Faktor Risiko


Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien
tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS
dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling
kuat bagi yang terinfeksi tuberkulosis untuk menjadi sakit tuberkulosis
(tuberkulosis aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien tuberkulosis akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis di

Universitas Sumatera Utara


masyarakat akan meningkat pula. Riwayat alamiah pasien tuberkulosis yang tidak
diobati juga merupakan faktor risiko (Depkes RI, 2011).
Menurut Al-Amin (2010) di dalam penelitiannya, ada berbagai faktor
risiko yang bisa menyebabkan penularan penyakit tuberkulosis, yaitu :
1. Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti
penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa
kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru
biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75%
penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50
tahun.
2. Jenis kelamin
Di benua Afrika pada tahun 1996 jumlah penderita tuberkulosis paru laki-
laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita tuberkulosis paru
pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.
Tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit tuberkulosis paru, sehingga dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai
perilaku hidup bersih dan sehat.
4. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Antara kelompok yang berisiko untuk

Universitas Sumatera Utara


menularkan penyakit tuberkulosis adalah pelajar-pelajar di asrama
sekolah.
5. Kondisi rumah
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman.
Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
6. Keadaan sosial ekonomi
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya
beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi
tuberkulosis paru.

2.1.5. Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara :

Universitas Sumatera Utara


a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus
yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma).
b) Meninggal.
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Pembagian Tuberkulosis Paru Primer


1. Tuberkulosis paru yang potensial (primary tuberculosis potential)
Terjadi kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberkulin masih negatif.
2. Tuberkulosis primer laten (latent primary tuberculosis)

Universitas Sumatera Utara


a. Tanda-tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas
penyakit tidak diketahui.
b. Uji kulit dengan tuberkulin (PPD) masih negatif.
c. Radiologis tidak tampak kelainan.
3. Tuberkulosis primer yang manifes (manifest primary tuberculosis)
Uji kulit tuberkulin positif, terlihat kelainan radiologis.
a.Tuberkulosis primer dengan perkapuran.
Radiologis ada kalsifikasi di hilus atau parenkim paru.
b.Tuberkulosis primer dengan pembesaran kelenjar limfe
mediastinum, hilus dan para trakea.
c.Tuberkulosis primer dengan komplikasi = Epituberkulosis. Akibat
adanya proses endobronkial, pembesaran kelenjar, sembab mukus,
penebalan jaringan granulasi, penyumbatan oleh sekret yang
kental, perforasi atau stenosis yang dapat menyebabkan kelainan
parenkim paru, distal dari bronkus dengan akibat atelektasis dan
emfisema.
d.Tuberkulosis primer progresif dengan penyebaran bronkogen:
a) Merupakan gambaran akhir manifestasi penyakit tuberkulosis.
b) Sumber penyebaran berasal dari parenkim paru atau dari
caseous node yang pecah ke bronkus.
c) Klinis merupakan pneumonia yang menahun (Alsagaff &
Mukty, 2008).

B. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus

Universitas Sumatera Utara


inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi
aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang


pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
di atas.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped) (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Postprimer
dan Perjalanan Penyembuhannya
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006

2.1.6. Manifestasi Klinis


Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2011).
Gejala-gejala khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana
yang terkena. Bila terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu
suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan di rongga pleura, ia
dapat disertai dengan keluhan sakit dada (Al-Amin, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.1.7. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain).
2. Tanda-tanda pennarikan paru, diafragma dan mediastinum.
3. Sekret di saluran nafas dan ronki.
4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan
langsung dengan bronkus.
3. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
4. Pemeriksaan sputum BTA
Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman tuberkulosis. Semua suspek tuberkulosis
diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di Fasyankes.
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2011).
5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis tuberkulosis, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah.
2) Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
5) Adanya kalsifikasi.
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian.
7) Bayangan milier (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000).

Gambar 2.3. Gambaran Foto Rontgen Dada pada Pasien


Tuberkulosis
Sumber : Herchline,2013

Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan


pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan
radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Universitas Sumatera Utara


Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
A. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis
tuberkulosis paru BTA positif.
B. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (lihat bagan alur).
C. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma) (Depkes RI, 2006).
8. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
9. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism asam
lemak oleh M. tuberculosis.
10. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga
menimbulkan masalah.
11. MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien.

Universitas Sumatera Utara


Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan
berubah (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000).

Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa
Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2006

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,


keadaan ini terutama ditujukan pada tuberkulosis paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis
positif.

Universitas Sumatera Utara


d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan (Depkes
RI, 2011).

2.1.8. Pengobatan
Menurut PDPI (2006), pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini 1)
yang digunakan adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan yang digunakan adalah kanamisin, amikasin dan
kuinolon.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Kemudian pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Menurut Amin dan Bahar (2009), WHO telah menetapkan regimen
pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat kategori berbeda
menurut definisi kasus tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Regimen Pengobatan Saat Ini
Resimen Pengobatan
Kategori Pasien TB
Fase Awal Fase Lanjutan
1 TBP sputum BTA positif 2 SHRZ (EHRZ) 6 HE
baru Bentuk TBP berat, TB 2 SHRZ (EHRZ) 4 HR
ekstra-paru (berat), TBP 2 SHRZ (EHRZ) 4 H3R3
BTA-negatif
2 Relaps 2 SHZE / 1 HRZE 5 H3R3E3
Kegagalan pengobatan 2 SHZE / 1 HRZE 5 HRE
Kembali ke default
3 TBP sputum BTA-negatif 2 HRZ atau 2 H3R3Z3 6 HE
TB ekstra-paru (menengah 2 HRZ atau 2 H3R3Z3 2 HR/4H
berat) 2 HRZ atau 2 H3R3Z3 2 H3R3/4H
4 Kasus kronis (masih BTA- Tidak dapat diaplikasikan
positif setelah pengobatan (mempertimbangkan menggunakan
ulang yang disupervisi) obat-obatan barisan kedua)
Singkatan : TB = Tuberkulosis, TBP = Tuberkulosis Paru, S = Streptomisin, H =
Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamide, E = Etambutol
Sumber : Amin & Bahar, 2009

2.1.9. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya


Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala.
Tabel 2.2. Efek Samping Ringan OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual, Rifampisin Semua OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH Beri vitamin B6 (piridoxin)
kaki 100mg per hari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
(urine) perlu penjelasan kepada pasien

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Efek samping berat OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk
penatalaksanaan dibawah*).
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol.
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol.
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua Hentikan semua OAT
OAT sampai ikterus menghilang.
Bingung dan muntah- Hampir semua Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan ikterus segera lakukan tes fungsi
OAT
karena obat) hati.
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.
Singkatan : INH = Isoniazid, OAT = Obat Anti Tuberkulosis
Sumber : Depkes RI, 2011

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal


singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian
pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan
kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan
kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk (Depkes RI, 2011).

2.1.10. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa
komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh
paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura (PDPI, 2006).
Ada pula komplikasi lanjut yang dapat timbul berupa obstruksi jalan napas
yang dapat menyebabkan SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat yang dapat menyebabkan fibrosis paru, kor pulmonal,

Universitas Sumatera Utara


amiloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (ARDS) (Amin &
Bahar, 2009).

2.1.11. Pencegahan
Penyakit tuberkulosis ini bisa dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah
lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit tuberkulosis yang bisa
dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik
serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga
kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang
tempat (Rahmawati VK, 2009 dalam Al-Amin, 2010).
Selain pencegahan yang dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang
bisa mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B.,
2009 dalam Al-Amin, 2010).

2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dari proses penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Telah terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers (1974) bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek),
b. Interest, dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus,

Universitas Sumatera Utara


c. Evaluation, dimana orang tersebut menimbang-nimbang terhadap baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
d. Trial, dimana orang tersebut mulai mencoba perilaku baru,
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Akan tetapi pada penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu boleh diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami boleh diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek/materi yang diketahuinya.
Orang yang telah paham tentang objek/materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi boleh diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)

Universitas Sumatera Utara


Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,
sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan
formulasi-formulasi yang sedia ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu objek/materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan teknik wawancara
ataupun dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian ataupun responden (Notoadmodjo, 2007).
Menurut Pratomo (1990) dalam Akbar (2011), pengetahuan responden
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu : baik, sedang dan kurang dengan
perincian nilai sebagai berikut :
1. Kategori baik apabila responden mempunyai skor > 75%
2. Kategori sedang apabila responden mempunyai skor 40-75%
3. Kategori kurang apabila responden mempunyai skor <40%

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai