PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terganggu akibat banyaknya paparan buruk dari luar tubuh. Salah satu paparan yang
sering menganggu kesehatan manusia adalah radikal bebas. Radikal bebas adalah
molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif yang menyerang/ merusak sel-sel tubuh
manusia. Contoh sumber radikal bebas antara lain makanan yang berlemak, polusi
udara, sinar ultraviolet, asap rokok, senyawa kimia toksik, dan obat-obatan (Pietta
Paparan terhadap radikal bebas tidak dapat dihindari oleh manusia. Selain dari
luar tubuh, radikal bebas juga diproduksi dalam tubuh sebagai hasil samping dari
metabolisme tubuh. Salah satu radikal bebas yang diproduksi adalah Reactive
Oxidant Species (ROS). ROS secara alami diproduksi oleh tubuh sebagai hasil dari
metabolisme aerobik serta berperan penting dalam signaling sel dan homeostasis
dismutase dan katalase. Selain itu, dapat pula diperoleh dari sumber luar seperti dari
1
2
terbatas. Pada kondisi tertentu seperti paparan sinar ultraviolet yang tinggi, kadar
ROS dalam tubuh dapat meningkat dan antioksidan tubuh akan menjadi jenuh dan
tidak dapat lagi melawan ROS. Kondisi ini disebut stres oksidatif. Kondisi ini jika
tidak diatasi akan berlanjut pada munculnya kerusakan sel-sel tubuh, kerusakan
DNA, oksidasi asam amino pada protein tubuh, dan oksidasi lipid pada membran
sel. Dampak akhirnya dapat menimbulkan penyakit - penyakit seperti penuaan dini,
Oleh karena itu, tubuh manusia memerlukan antioksidan tambahan yang berasal
dapat diperoleh dari sianobakteria dan rumput laut. Jenis-jenis derivat karotenoid
karotenoid yang mudah didapatkan. Fungsi fukosantin dalam kesehatan antara lain
sebagai antioksidan, anti kanker, anti obesitas, anti diabetes, anti penuaan dan
merupakan antioksidan alami tubuh dalam menghambat radikal bebas (Zhang dkk.,
2014).
Fukosantin banyak ditemui pada rumput laut. Rumput laut terbagi menjadi 3
jenis besar yaitu rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta),
Di Indonesia, golongan rumput laut coklat seperti Hormophysa sp., Padina sp.,
2009). Rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma cottoni (Kadi,
2004). Rumput laut yang dibudidayakan itu biasanya diolah menjadi produk
makanan, dan eksipien (zat tambahan pada pembuatan obat). Sedangkan rumput
laut coklat Hormophysa cuneiformis belum banyak yang dibudidayakan, dan hanya
digunakan sebagai pupuk tanaman atau campuran insektisida (Kadi, A., 2004).
fukosantin yang diperoleh kebanyakan berasal dari jenis Sargassum sp, Turbinaria
sp, dan Padina sp. Uji aktivitas antioksidan fukosantin yang telah dilakukan
menunjukkan hasil aktivitas yang positif. Metode yang telah dilakukan untuk
bebas dengan DPPH, ABTS, hidroksil, superoksida (Zhang dkk., 2014). Metode
Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) merupakan salah satu metode uji
aktivitas antioksidan yang mudah dilakukan. FRAP merupakan salah satu metode
mudah, cepat, murah, dan reprodusibilitasnya tinggi (Benzie & Strain, 1996).
Oleh karena itu, dari bahasan di atas, dapat dilakukan penelitian untuk menguji
aktivitas antioksidan terhadap ekstrak etanolik dan fraksi rumput laut coklat
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol dan fraksi rumput laut coklat H.cuneiformis memiliki
aktivitas antioksidan ?
2. Berapa nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan fraksi rumput laut coklat
C. Tujuan Penelitian
2. Menetapkan nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan fraksi rumput laut
D. Manfaat Penelitian
laut coklat H.cuneiformis yang ada di Indonesia sebagai salah satu sumber alternatif
antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Selain itu, hasil penelitian ini
dapat menjadi pedoman bagi peneliti selanjutnya dalam pengembangan rumput laut
E. Tinjauan Pustaka
1. Radikal bebas
Radikal bebas adalah suatu senyawa molekular yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan di kulit terluar orbital atomnya. Radikal bebas memiliki
karakterisitik tidak stabil dan sangat reaktif (Fessenden & Fesssenden, 1986).
Karakteristik tersebut membuat bentuk asli radikal bebas tidak dapat bertahan
dalam jangka waktu lama. Radikal bebas akan segera mengikat molekul di
sekitarnya seperti lipid, protein, karbohidrat dan DNA (Panjaitan dkk., 2008). Aksi
dari molekul lain untuk menjadi stabil (Nursid dkk., 2013). Radikal bebas
menyerang dan mengikat molekul stabil yang ada di dekatnya dan mengambil
elektron dari molekul tersebut. Molekul yang terambil elektronnya akan menjadi
tidak stabil dan akhirnya menjadi radikal bebas juga (Panjaitan dkk., 2008). Proses
makanan berlemak, dan paparan lingkungan yang tidak sehat. Namun, secara umum
sumber radikal bebas dalam tubuh manusia dapat dibedakan menjadi sumber
sumber yang didapat dari aktivitas metabolisme di dalam tubuh. Radikal bebas
secara normal ada di dalam tubuh manusia sebagai dampak dari adanya proses
tereduksi, dan thiol mengalami reaksi dengan oksigen dalam tubuh dan
yang menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari reaksi
non-enzimatik seperti reaksi oksigen dengan bahan organik yang diawali dengan
adanya reaksi ionisasi (Lobo dkk., 2010). Sedangkan sumber eksogen adalah
sumber yang didapat dari luar tubuh. Sumber eksogen dapat berupa obat-obatan,
radiasi, dan asap rokok, polusi lingkungan, pestisida, limbah solven industrial, dan
Radikal bebas yang paling banyak ada di dalam tubuh adalah radikal bebas dari
oksigen yaitu ROS ( Reactive Oxygen Species). Jenis dari ROS antara lain O2-
Selain dari oksigen, terdapat pula radikal karbon, sulfur, hidrogen, dan nitrogen.
Molekul organik yang mengalami oksidasi dapat menjadi radikal yang mengandung
penyerangan atom H (H-). Radikal derivat sulfur yang diproduksi pada oksidasi
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh akan direduksi oleh antioksidan
endogen dalam tubuh. Namun, pada kondisi tertentu, seperti paparan radiasi ion,
sinar ultraviolet, dan paparan energi tinggi lainnya, jumlah radikal bebas yang
terbentuk melebihi dari jumlah antioksidan endogen dalam tubuh. Kondisi tersebut
disebut dengan stres oksidatif (Droge, 2002). Radikal bebas yang berlebih dan tidak
dapat diatasi oleh antioksidan endogen, akan menyerang jaringan tubuh untuk
mendapatkan elektron dari dalam sel-sel tubuh untuk menstabilkan diri. Akibatnya,
yaitu peroksidasi lemak, perusakan protein, dan perusakan DNA. Peroksidasi lemak
terjadi di membran sel yang kaya akan Polyunsaturated Fatty Acid ( PUFA) (Droge,
sel menurun fluiditasnya dan reseptor selular yang berada di permukaan membran
akan berkurang (Harliansyah, 2005). Sedangkan untuk perusakan protein dan DNA
jarang terjadi karena asam amino dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal
bebas daripada lemak. Kerusakan protein terjadi bila radikal bebas berakumulasi
pada daerah tertentu. Protein berupa enzim dan protein thiol akan terinaktivasi oleh
radikal bebas dengan mekanisme denaturasi atau dengan cross-link. Sintesis dan
enzim poli (ADP-ribose) sintetase untuk memperbaiki DNA. Namun jika terjadi
serangan radikal bebas yang terus berulang, kadar enzim tersebut akan menurun
8
dan membuat sel tidak dapat mempertahankan dirinya sehingga sel akan mengalami
Radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh akan memicu munculnya penyakit
seperti penuaan dini, penyakit jantung koroner, penyakit degeneratif, katarak, dan
kanker (Lobo dkk., 2010). Untuk mencegah penyakit tersebut, diperlukan asupan
tersebut.
2. Antioksidan
stabil. Molekul ini dapat berperan sebagai pendonor elektron bagi radikal bebas
maka radikal bebas dapat dinetralkan dan dicegah untuk merusak sel-sel tubuh
tubuh sendiri, antioksidan dari tumbuhan atau hewan dan antioksidan sintetik dari
bahan-bahan kimia. Contoh antioksidan dari dalam tubuh sendiri antara lain enzim-
antioksidan dari tumbuhan atau hewan antara lain tokoferol, asam askorbat,
sintetik antara lain BHT (Butil Hidroksi Toluen), BHA (Butil Hidroksi Anisol),
Antioksidan primer bekerja mencegah terbentuknya radikal bebas baru dengan cara
sekunder bekerja menangkap radikal bebas yang ada dalam sistem dengan cara
bekerja dengan mengikat logam supaya tidak mengkatalisis reaksi oksidasi. Jika
reaksi oksidasi dapat dicegah, maka pembentukan radikal bebas dalam tubuh dapat
Rumput laut coklat pada gambar 1 merupakan tumbuhan alga yang termasuk
Kingdom : Chromista
Filum : Ochrophyta
Kelas : Phaeophyceace
Subkelas : Fucophycidae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Hormophysa
tinggi dapat mencapai 20-40 cm, alat pelekatnya seperti cakram dengan rhizoid
pendek, melekat pada bebatuan, bagian pangkal talus menyerupai tangkai, warna
segmen berbentuk seperti sayap, atau cabang tiga (triqueous). Alat reproduksi
generatif berupa oogonia dan antheredia yang menetap di cabang (Tsuda, 2004).
Spesies ini hidup secara berkoloni dan bercampur dengan rumput laut coklat
lainnya seperti Sargassum sp. dan Turbinaria (Tsuda, 2004). Sejauh ini, rumput
saja yang terdapat dalam rumput laut H.cuneiformis. Rumput laut ini memiliki
kandungan asam alginat sebanyak 41,8 %, dan sterol 1,2 % (Lasema dkk., 1982).
Kandungan fenolik total sebesar 13,93 mg/g ekstrak dan protein dalam
sedangkan pada T.decurrens sebesar 86,9 mg/g; dan P.australis sebesar 77,8 mg/g.
4. Fukosantin
Rumput laut coklat dikenal kaya akan pigmen karotenoid. Hal itu tampak pada
warna yang kecoklatan. Pigmen karotenoid yang paling banyak adalah jenis
fukosantin. Fukosantin banyak ditemukan dalam biota laut, berkisar 10% dari total
produksi karoten yang ada dalam biota laut (Peng dkk., 2011).
merupakan karotenoid dengan struktur unik karena mempunyai ikatan allenat (C-
7), 5,6 monoepoksida, 2 gugus hidroksil, 1 gugus karbonil, dan 1 gugus asetil di
ujung rantai fukosantin. Ikatan allenat bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan
karena ikatan ini mempunyai elektron bebas yang dapat didonorkan ke radikal
bebas. Ditambah lagi, fukosantin memiliki 6 buah atom O yang membuatnya lebih
sensitif terhadap radikal (Nomura dkk., 1997). Gugus hidroksil (OH) dan ikatan
konjugasi pada rantai karbon senyawa ini juga kemungkinan dapat mendonorkan
karotenoid pada tumbuhan darat. Namun, jalur biosintesis yang pasti dan enzim
(Takaichi, 2011). Biosintesis fukosantin dapat dilihat pada gambar 3. Struktur awal
karbon C5. Gabungan dari 3 buah IPP membentuk farnesyl pyrophospate. Satu buah
Proses ini dibantu oleh enzim CrtB (phytoene synthase). Perubahan phytoene
Lycopene dapat mengalami perubahan struktur menjadi all-trans atau cis apabila
dibantu oleh enzim carotene isomerase (CrtH dan CrtISO). Lycopene mengalami
Rantai ujung violaxanthin akan diubah menjadi gugus allene oleh Nsy (Neoxanthin
beda tiap kelas alga. Pada kelas Phaeopyceace, neoxanthin akan diubah menjadi
14
gambar 4. Ketiga metabolit ini merupakan metabolit aktif dan memiliki ikatan
ekspresi adipocyte protein 2 (aP2) sehingga dapat menekan proses diferensiasi sel
adiposa (Miyashita dkk., 2011). Penekanan diferensiasi sel adiposa dapat menekan
15
juga proses penimbunan lemak pada jaringan tubuh sehingga senyawa ini dapat
antioksidan (Nomura dkk., 1997), antikanker (Yoshiko & Hoyuku, 2007), dan anti
sinar ultra violet (Urikura dkk., 2011). Fukosantin terbukti dapat melindungi proses
fukosantin dapat berperan sebagai anti penuaan (Zheng dkk., 2013). Penggunaan
fukosantin juga terbukti aman, dan tidak ada efek samping, serta dapat memberikan
level gula darah, dan menjaga fungsi hati (D’Orazio dkk., 2012).
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
16
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
mengekstraksinya. Dengan melalui ekstraksi, zat-zat aktif yang ada dalam simplisia
akan terlepas.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa
komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
jumlah simplisia yang akan diesktrak, derajat kehalusan simplisia, dan jenis pelarut
yang digunakan. Semakin banyak jumlah simplisia maka akan didapatkan ekstrak
dalam jumlah banyak pula. Semakin halus simplisia, luas kontak permukaan akan
semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal. Sedangkan untuk jenis
pelarut berhubungan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang
sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang sama. Prinsip ini dinamakan like dissolve like (Harbone, 1987).
rendah. Contoh pelarut polar adalah air, metanol, etanol, asam asetat. Pelarut
pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari
17
tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah aseton, etil asetat, kloroform. Pelarut terakhir
adalah pelarut nonpolar, yang hampir sama sekali tidak memiliki kepolaran. Pelarut
ini baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam
pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh
syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi antara lain tidak toksik, mampu
a. Soxhletasi
Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun
untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai
sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi.
Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari
seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Harbone,
1987).
b. Perkolasi
halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari
18
ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml per
ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Harbone,
1987).
c. Maserasi
bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama
5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan
pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan
pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan
(Harbone, 1987). Metode ini dapat digunakan untuk bahan yang tahan dan tidak
tahan dengan pemanasan. Selain itu, metode ini mudah dan murah (Depkes RI,
2000).
d. Refluks
Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat
yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih.
Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin
tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian
19
seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi
e. Penyulingan
mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada
tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat
Hasil dari proses ektraksi adalah ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Macam-macam
a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi cair dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak
c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah
(Voight, 1995).
20
Berikut ini adalah beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan yang dapat
merupakan senyawa radikal organik berwarna ungu yang stabil. Prinsip dari uji
DPPH adalah elektron yang tidak berpasangan pada molekul DPPH akan
Prinsip metode ini adalah pemucatan warna -caroten oleh radikal yang
berasal dari peristiwa oksidasi spontan asam lemak pada suhu 50C. Metode ini
sangat sensitif terhadap oksigen dan suhu udara (Prieto dkk., 2012)
Mekanisme reaksi dari FRAP adalah transfer elektron. Reaksi yang terjadi
adalah antioksidan. Ion Fe3+ (ion ferii) dari pereaksi akan mengalami reaksi
Fe3+ sehingga tereduksi menjadi ion Fe2+ (ion ferro). Proses ini berlangsung
d. Sistem linoleat-tiosianat
Asam linoleat adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki dua ikatan
rangkap. Ikatan rangkap ini mudah teroksidasi membentuk peroksida dan dapat
mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferii. Ion ferri yang terbentuk akan bereaksi
muda. Kompleks ini dapat diukur intesintasnya pada panjang gelombang 490
nm. Semakin banyak peroksida yang terbentuk, makin tinggi intensitas warna
Nilai TRAP dihitung berdasarkan panjang lag – fase karena sampel akan
Stain pada tahun 1996 untuk mengukur kekuatan reduksi plasma tubuh. Namun
Senyawa yang dapat melakukan reduksi adalah senyawa yang dapat menerima
elektron dan membuat dirinya tereduksi, atau disebut dengan oksidator. Di dalam
pendonor elektron. Ion Fe3+ (ion ferii) dari pereaksi akan mengalami reaksi reduksi,
tereduksi menjadi ion Fe2+ (ion ferro). Proses ini berlangsung pada pH rendah dan
berwarna biru yang dapat dibaca intensitasnya pada panjang gelombang 593 nm
Reagen lain yang dapat memberikan warna spesifik pada ion ferri adalah 1,10-
fenantrolin ini intensitas warnanya tidak bergantung pada pH rendah dan lebih
stabil dalam waktu yang lama (Medham dkk., 1994). Senyawa kompleks ini dibaca
khusus (Prior dkk., 2005). Selain itu, hasil analisis dengan menggunakan metode
FRAP juga reprodusibel (Benzie & Strain, 1996). Metode ini dapat dilakukan secara
kelemahan berupa hasil analisis sangat bervariasi tergantung pada lama waktu
24
analisis. FRAP juga tidak bisa untuk mengukur antioksidan tiol seperti glutation
karena FRAP pada dasarnya mengukur kemampuan reduksi terhadap ion ferric dan
tidak berhubungan dengan aktivitas antioksidan secara fisiologis (Prior dkk., 2005).
F. Landasan Teori
Radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh dapat memicu penyakit seperti
penuaan dini, jantung koroner, degeneratif, katarak, dan kanker (Lobo dkk., 2010).
Radikal bebas dapat dilawan oleh senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan.
Antioksidan yang dihasilkan dari tubuh manusia mempunyai jumlah yang terbatas.
Pada kondisi tertentu seperti paparan sinar ultraviolet yang tinggi, membuat kadar
ROS dalam tubuh dapat meningkat dan antioksidan tubuh akan menjadi jenuh
sehingga tidak dapat melawan ROS. Kondisi ini jika tidak diatasi akan berlanjut
pada munculnya kerusakan sel-sel tubuh, kerusakan DNA, oksidasi asam amino
pada protein tubuh, dan oksidasi lipid pada membran sel, yang dampak akhirnya
akan menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh (Abheri dkk., 2010).
Fukosantin paling banyak ditemukan pada produk biota laut yaitu rumput laut
dkk., 1997), anti kanker (Yoshiko & Hoyuku, 2007), dan anti sinar ultra violet
(Urikura dkk., 2011), anti penuaan dini (Zheng dkk., 2013) dan anti obesitas
25
(D’Orazio dkk., 2012). Hal ini menunjukan bahwa fukosantin sangat bermanfaat
dan dapat menjadi salah satu sumber antioksidan yang baik. Penggunaan fukosantin
juga terbukti aman, dan tidak ada efek samping (D’Orazio dkk., 2012).
kandungan fukosantin lebih banyak dari jenis rumput laut coklat lainnya. Penelitian
ilicifolium.
Uji potensi antioksidan dengan metode FRAP telah dilakukan oleh Wirasti
(2016) dan Dirman (2016) terhadap fukosantin dalam rumput laut coklat Turbinaria
decurrens dan Padina australis. Hasil uji menunjukan bahwa fukosantin di dalam
kedua jenis rumput laut coklat tersebut memiliki aktivitas antioksidan. Metode
yaitu murah, mudah, cepat, dan tidak membutuhkan peralatan khusus (Prior dkk.,
2005). Selain itu, hasil analisis dengan menggunakan metode FRAP juga
Oleh karena itu, melihat dari besarnya potensi antioksidan dari fukosantin
FRAP.
26
G. Hipotesis