Anda di halaman 1dari 7

POLA TIDUR PADA USIA 0-1 TAHUN

OLEH:

Arisma Eka Saputri Jannati C051171010


Herliana Sumardin C051171008
Ridha Rahmadani C051171013
Nur Asyifa Mursalim C051171028
Nur Fuadi Nisah Darwis C051171306

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
A. Definisi
Menurut Suririnah dalam (Putri & Ningsih, 2016) bayi adalah individu
yang mempunyai kebutuhan sendiri, seperti dalam jumlah waktu tidur, bangun,
dan menangis yang bervariasi pada setiap bayi. Hal ini di karenakan pertumbuhan
dan perkembangan sel- sel saraf pada masa bayi yang belum sempurna, sehingga
diperlukan stimulus untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan sel –
sel saraf. Salah satu stimulus yang dapat membantu memaksimalkan pertumbuhan
sel saraf salah satunya adalah dengan mencukupi kebutuhan waktu tidur bayi.
Tidur adalah keadaan fisiologis, merupakan kondisi istirahat reguler dengan
karakteristik berkurangnya gerakan tubuh dan penurunan tingkat kesadaran
terhadap sekelilingnya. (Widodo & Soetomenggolo, 2000)
Tidur adalah proses fisiologis yang berputar dan bergantian, dengan periode
jaga yang lebih lama. Siklus tidur-bangun memengaruhi dan mengatur fungsi
fisiologis dan respons perilaku. (Potter & Perry, 2010)
Menurut McCance dan Huether (Potter & Perry, 2010) tidur melibatkan
serangkaian urutan yang diatur oleh aktivitas fisiologis yang sangat terintegrasi
dengan sistem saraf pusat (SSP). Hal ini terkait dengan perubahan sistem perifer
saraf, endokrin, kardiovaskular, pernafasan, dan otot.
Teori saat ini menganjurkan bahwa tidur adalah suatu multiphase proses
yang aktif. Pusat tidur yang utama di dalam tubuh terletak di hipotalamus.
Hipotalamus menyekresi hipokreatin (oraksin yang menyebabkan seseorang
terjaga dan juga mengalami tidur rapid eye movement.
Siklus tidur-bangun dikontrol oleh reticular activating system (RAS). RAS
terdiri dari sistem retikularis batang otak, hipotalamus posterior dan basal otak
depan. Mekanisme tidur dan bangun ini sesungguhnya belum diketahui secara
pasti. Aktivitas di pons, mid brain, dan hipotalamus posterior penting untuk
keadaan bangun. Aktivitas di medula sangat penting untuk stimulasi keadaan
tidur. Tidur dan bangun mungkin terintegrasi di basal otak depan.
Menurut Vina dan Vani dalam (Putri & Ningsih, 2016) tidur nyenyak
sangat penting bagi pertumbuhan bayi, karena saat tidur pertumbuhan otak bayi
mencapai puncaknya. Selain itu pada saat tidur tubuh bayi memproduksi hormon
pertumbuhan tiga kali lebih banyak pada saat bayi tidur dibandingkan ketika bayi
terbangun.

B. Mekanisme Tidur
Tidur normal melibatkan dua tahap, yaitu: tidur non rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement. Pada bayi normal, anak dan orang dewasa
empunyai periode REM dan non REM yang berubah-ubah beberapa kali selama
tidur malam hari. Pada tahun pertama, sebagian besar bayi terbangun pada malam
hari, dan ini tidak diketahui oleh orang tuanya karena bayi biasanya tidak
menangis.
Pada masa bayi terjadi beberapa perubahan, pola siklus tidur-bangun baru
jelas terlihat pada umur 3-4 bulan, yaitu proporsi tidur lebih banyak pada malam
hari. Umumnya morning naps berhenti pada umur 1 tahun dan afternoon naps
terus berlangsung hingga umur 3 tahun. Pada akhirnya jumlah total tidur menurun
bertahap selama periode anak-anak. Perkembangan tidur ini berkaitan dengan
umur dan bertambah besarnya anak, maka jumlah tidur yang diperlukan
berkurang dan diikuti dengan penurunan proporsi REM dan non REM. Dari rata-
rata 16,5 jam pada umur 1 minggu, 14, 13, 12, 11 dan 10 jam pada umur 1, 2, 3, 5,
dan 9 tahun (Gambar 1).
Perubahan-perubahan aktivitas korteks serebri selama tidur ternyata
dikelompokkan dalam 5 tahapan tidur. Sewaktu siap untuk tidur, terbaring rileks,
tonus otot mulai menurun dan mata masih terbuka, gelombang listrik otak
memperlihatkan ‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase; keadaan ini sering
disebut tahap 1. Keadaan tidur masuk tahap 2, apabila timbul sekelompok
gelombang berfrekuensi 14-18 siklus per detik, ini dinamakan gelombang tidur
(sleep spindle). Pada tahap ini kedua bola mata berhenti bergerak dan tonus otot
masih terpelihara. Selama waktu ini masih akan terbangun oleh suara yang agak
berisik. Selama beberapa waktu berikutnya, masuk dalam tidur lelap tahap 3, dan
bahkan tidur lebih lelap lagi pada tahap 4. Dalam tahap 3, orang yang tertidur
cukup pulas, rileks sekali karena tonus otot lenyap sama sekali dan EEG
memperlihatkan gelombang lambat delta 20-50%. Tahap 4 adalah tidur paling
nyenyak, tanpa mimpi dan sulit dibangunkan. EEG memperlihatkan dominasi
gelombang delta (> 50%) dan gelombang tidur sulit didapat. Ada yang
mengatakan bahwa pada waktu ini, hormon pertumbuhan diproduksi untuk
memulihkan tubuh, memperbaiki sel, membangun otot dan jaringan pendukung,
menguatkan tulang.
Perasaan enak dan segar setelah tidur nyenyak ini setidak-tidaknya
mungkin disebabkan karena hormone pertumbuhan bekerja baik. Setelah
berlangsungnya tahap 4, tiba-tiba bola mata mulai bergerak cepat, sehingga tidur
ini disebut REM ( tahap 5). Detak jantung dan napas bertambah cepat, tekanan
darah naik, otot-otot anggota gerak dan badan tegang kembali (menggerakkan
badan di tempat tidur).
Walaupun ada aktivitas demikian anak masih lelap tertidur dan sulit
terbangun. Mimpi yang jelas terlihat pada tahap ini, dan ada yang mengatakan
bahwa tahap tidur ini memulihkan pikiran, menjernihkan rasa khawatir dan
mempertahankan sel-sel otak. Selama tahap tidur pertama sampai dengan tahap 4
kedua bola mata tidak bergerak secepat tahap tidur kelima. Oleh karena itu, jenis
tidur selama keempat tahap itu dikenal sebagai non rapid eye movement sleep
(nonREM).
C. Pola Tidur

Neonatus atau bayi baru lahir sampai usia 3 bulan, tidur rata-rata sekitar
16 jam sehari, tidur hampir terus-menerus selama seminggu pertama. Siklus tidur
umumnya 40-50 menit dengan bangun setelah 1-2 siklus tidur. Sekitar 50 % dari
tidur ini adalah tidur REM yang merangsang pusat otak yang lebih tinggi. Hal ini
penting untuk perkembangan karena neonatus tidak terjaga cukup lama untuk
stimulasi eksterna yang signifikan. (Potter & Perry, 2010)

Bayi biasanya mengembangkan pola tidur malam dengan mimpi buruk


dari usia 3 bulan. Bayi biasanya penting melakukan beberapa kali tidur siang,
namun tidur raa-rata selama 8-10 jam di malam hari dengan waktu tidur total 15
jam setiap hari. Sekitar 30 % dari waktu tidur adalah dalam siklus REM. Bangun
umumnya terjadi di pagi hari, meskipun tidak biasa bagi bayi terbangun di malam
hari. (Potter & Perry, 2010)

Menurut Gola dalam (Mardiana & Martini, 2014, pp. 109-115) tidur
adalah salah satu bentuk adaptasi bayi terhadap lingkungannya. Bayi usia 0-5
bulan akan menjalani hidup barunya dengan 80-90% tidur. Sesaat setelah bayi
lahir, ia biasanya tidur selama 16-20 jam sehari yang dibagi menjadi 4-5 periode.
Memasuki usia 2 bulan bayi mulai lebih banyak tidur malam dibanding siang.
Seorang bayi yang baru lahir sampai kira-kira usia 3 bulan, akan menghabiskan
waktu tidurnya sekitar 15-17 jam, dengan pembagian waktu 8 jam untuk tidur
siang dan 9 jam untuk tidur malam. Semakin usia bayi bertambah, jam tidurnya
juga semakin berkurang. Pada usia 3-6 bulan jumlah tidur siang semakin
berkurang, kira-kira 3 kali dan terus berkurang. Total jumlah waktu tidur berkisar
antara 13-15 jam/hari. Pada bayi usia 6 bulan pola tidurnya mulai tampak mirip
dengan orang dewasa

D. Gangguan Tidur pada Bayi

1. Pemberian makan di malam hari

Anak mempunyai kebutuhan yang berkepanjangan untuk menyusu


di tenvah malam baik dari ASI maupun dari susu botol. Anak pergi
tidur pada saat menyusu ASI atau dengan botol. Anak sering terbangun
(mungkin setiap jam). Anak kembali tidur setelah menyusu, tindakan
kenyamanan lain (mis, menimang atau menggendong) biasanya tidak
efektif.

2. Perkembangan menangis di malam hari

Anak usia 6 sampai 12 bulan yang pada awalnya tidak mengalami


gangguan tidur malam sekarang terbangun dengan tiba-tiba, mungkin
disertai mimpi buruk.

3. Menangis di malam hari yang terlatih (asosiasi tidur yang tidak tepat)

Anak secara khas terlelap di tempat lain selain di tempat ridur,


misalnya kursi goyang, atau tempat tidur orang tua dan dibawa ke temlat
tidurnya sendiri dalam keadaan tidur, terbangun, menangis, samapi
rutinitas yang biasa dilakukan, misalnya meminang. (Wong, 2003)
DAFTAR PUSTAKA
Mardiana, L., & Martini, D. E. (2014). Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kuantitas
Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan di Desa Munungrejo Kecamatan Ngimbang
Kabupaten Lamongan. Surya , II (XVIII).

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan (7th Edition ed.).
Singapore: Elsevier.

Putri, D. A., & Ningsih, S. (2016). Hubungan Pijat Bayi dengan Kualitas Tidur
Bayi. Maternal , I (1).

Widodo, D. P., & Soetomenggolo, T. S. (2000). Perkembangan Normal Tidur


pada Anak dan Kelainannya. Sari Pediatri , II (3), 139-145.

Wong, D. L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (4th Edition ed.).


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai