Anda di halaman 1dari 2

Menurut Siregar dan Kusmana (2002), analisis keragaman suatu tanaman dapat dilakukan dengan

melakukan pengukuran terhadap performa fenotipe atau melalui penanda tertentu. Sifat fenotipe
suatu tanaman dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan. Genotipe adalah informasi
genetik yang mengontrol fenotipe yang diamati. Fenotipe suatu tanaman akan berbeda dengan
tanaman yang lain.

Penanda genetik merupakan alat terpenting untuk mempelajari sistem genetik pada banyak
organisme. Penanda genetik banyak diterapkan pada program pemuliaan dan konservasi sumberdaya
genetik hewan dan tumbuhan. Adapun kegunaan dari penanda genetik ini antara lain: identifikasi
klon-klon, identifikasi hibrid, pengukuran keragaman genetik antar dan dalam populasi, pengamatan
sistem reproduksi (meliputi sistem perkawinan dan aliran gen), bukti selektifitas (berkaitan dengan
praktek pengelolaan hutan atau perubahan lingkungan) dan identifikasi lokus sifat kuantitatif atau
Quantitative Train Loci(QTLs) (Finkeldey 2005).

Menurut Karsinah et al. (2002), penanda genetik merupakan teknik yang efektif dalam analisis
genetik dan telah diaplikasikan secara luas dalam pemuliaan tanaman.

Berdasarkan hasil elektroforesis, terlihat bahwa pada penggunaan primer RAPD lebih
banyak menghasilkan pita poliformik dibandingkan dengan menggunakan primer β-aktin. Pita
Poliformik tersebut dapat menunjukkan bahwa fragmen DNA yang diamplifikasi adalah
berbeda. Jika dilihat pada hasil elekteoforesis, Polimorfisme paling tinggi terjadi pada kelas
Biologi B dan Pendidikan Biologi A karena fragmen yang dihasilkan pada masing-masing
kelompok tidak berada pada satu ukuran. Akan tetapi, pada kelas Pendidikan Biologi I yang
menggunakan β-aktin sebagai primer tidak menunjukkan polimorfisme pada hasil
elektroforesis.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Random amplified polymorphic
DNA (RAPD) dapat diandalkan untuk mendeteksi sekuen nukleotida yang polimorfis dengan
bantuan mesin PCR (polymerase chain reaction) dan sebuah primer tunggal RAPD sangat
bermanfaat untuk menghasilkan penanda molekuler (Williams et al. 1990).

Metoda RAPD merupakan metoda baru untuk mengidentifikasi sejumlah besar


polimorfisme DNA pada genom dengan cepat dan efisien. Tipe polimorfisme ini membuat
RAPD cocok untuk studi keanekaragaman genetik, hubungan kekerabatan, peta genetik, sidik
jari DNA.Sidik jari DNA banyak digunakan untuk kasus paternity dan forensik (Evita,2008).

Metoda RAPD menggunakan oligonukleotida pendek (biasanya 10 bp) sebagai primer


yang akan berikatan dengan bagian (sites) komplemennya . Metoda RAPD digunakan untuk
mendeteksi polimorfisme DNA yangdigunakan sebagai genetik marker dan menentukan
hubungan kekerabatan pada bermacam-macam tanaman dan serangga hama (Evita 2008).

Akan tetapi tingkat keakuratan pada primer β-aktin lebih tinggi. Bustin (2000) menyatakan
bahwa β-aktin dilaporkan sebagai gen housekeeping yang memproduksi protein sitoskeleton
yang tingkat ekspresinya tidak terpengaruh karena infeksi Virus dan tidak ikut teramplifikasi
dengan pseudogen, sehingga memberikan hasil kuantifikasi yang lebih akurat (Bustin, 2000;
Raff, 1997; Vatanavicharn et al., 2014).
Pada hasil elektroforesis terdapat DNA yang tersemir atau bahkam tidak muncul pita
DNA nya. Faktor yang paling berpengaruh adalah ketidaksesuaian primer terhadap sampel.
Sekuens sampel yang terdapat pada GenBank kemungkinan memiiki sekuens yang berbeda,
sehingga primer tidak dapat menempel pada genom sampel. Kultivar pisang yang berhasil
diamplifikasi kemungkinan mempunyai sekuen yang sama. Fatchiyah (2009) menyatakan
DNA smear dapat disebabkan oleh berlebihnya pemakaian Mg++, dNTP, Taq polimerase,
primer dan DNA template atau adanya kontaminan pada DNA templete sehingga
nmenghambat aktivitas taq polimerase, Suhu annealing dan primer yang tidak sesuai juga
menyebabkan DNA target tidak teramplifikasi. Yowono (2006) menyebutkan bahwa pada saat
proses annealing, primer akan menempel pada untaian DNA yang telah terpisah menjadi untai
tunggal. Primer tersebut akan membentuk jembatan hidrogen dengan untaian DNA pada daerah
sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Hal lain mumgkin juga dapat disebabkan
oleh kesalahan praktikan pada saat melakukan PCR atau Elektroforesis.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Evita. 2008. Biospecies Volume 1 No 2, Juni 2008 hllm 73 – 76

Bustin SA. 2000. Absolute quantification of mRNA using real time reverse transcription polymerase
chain reaction assays. Mole Endocrin 25: 169-193.

Fatchiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S, 2009, Dasar-Dasar Analisa Biologi Molekuler,
Brawijaya Press, Malang.

Finkeldey, R. 2005. An Introduction To Tropical Forest Genetics: Molekuler Basic The Gene As A
Function Unit. Institute Of Forest Genetics And Forest Tree Breeding. Germany.

Yuwono, T. 2006. BioteknologiPertanian. Seri Pertanian. GadjahMadaUniversity

Press. 66 hal.

Williams, J.G.K., A.R. Kubelik, K.J. Livak, J.A. Rafalski, and S.V. Tingey. 1990. DNA
Polymorphisms amplified by Arbitrary Primers are Useful as Genetic Markers. Nucleic Acids
Research 18:6531-6535.

Anda mungkin juga menyukai