Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Mutaqqin (2009), Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung
tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian darah pada vena normal. Namun , definisi-definisi lain menyatakan
bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan
suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik,
renal, neural, dan hormonal
Menurut Wijaya dan Yessi (2013), tanda gejala gagal jantung pada gagal jantung
kiri yaitu Dispnea, Orthopnea, Paroxismal nokturnal dispnea, Batuk, Mudah lelah,
Ronchi, Gelisah, Cemas. Pada gagal jantung sebelah kanan tanda gejalanya yaitu
Peningkatan berat badan, Distensi vena jugularis, Hepatomegali, Asites, Pitting edema,
Anoreksia, Mual
Menurut Ardiansyah (2012), Komplikasi yang terjadi yang dapat timbul pada
pasien dengan Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri,
dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan, dan Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang
muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan
interstitial paru-paru meningkat dari batas negative menjadi batas positif.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Merda Waty dan Harris Hasan yang berjudul
Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP
H.Adam Malik tahun 2013 menjelaskan Hipertensi berperan besar dalam perkembangan
penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri sehingga
menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan
kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung kongestif. Menurut data Framingham,
prevalensi hipertensi terus mengalami peningkatan sehingga kejadian penyakit jantung
hipertensi yang akan menyebabkan gagal jantung kongestif juga semakin meningkat.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung
hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang.
Populasi pada penelitian ini adalah pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia di atas 20
tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada
tahun 2011. Menurut (Gaziano, 2008), Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan
penyebab kematian paling umum di seluruh dunia. Penyakit kardiovaskular menyumbang
hampir mendekati 40% kematian di negara maju dan sekitar 28% di negara miskin dan
berkembang. Menurut (Lilly, et al., 2007), data dari studi Framingham, 90% orang yang
berumur diatas 55 tahun akan mengalami hipertensi selama masa hidupnya.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Anisa Nuraisa Djausal dan Oktafany yang berjudul
Gagal Jantung Kongestif tahun 2016 menjelaskan Gagal jantung adalah kumpulan
sindroma klinis kompleks yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungsi dan
menyebabkan gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan jantung. Gagal jantung
dibedakan menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Gagal jantung akut
(acute heart failure) adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tandatanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Gagal jantung kronis (chronic heart failure) juga
didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek disertai keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatiq baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas
Angka kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data WHO
tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal jantung dan
700.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit per tahun. Faktor risiko
terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75% pasien yang dirawat
dengan gagal jantung berusia 65-75%.
Peran perawat dalam penyakit gagal jantung perawat dapat merawat pasien
sesuai dengan penatalaksanaan yang ada pada penyakit tersebut. Serta perawat dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia pada pasien serta memberikan informasi dengan
lengkap dan jelas tentang penyakit yang diderita oleh pasien gagal jantung
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Perubahan sistem kardiovaskuler pada lansia


1. Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku
2. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesuadah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi
4. Perubahann posisi tidur ke duduk (duduk berdiri) bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
5. Tekanan darah naik, diakibatkan oelh meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHG; dan diastolic normal kurang
lebih 90 mmHg. (Priyoto, 2015)
B. Pengertian

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian darah pada vena
normal. Namun , definisi-definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu
penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan
jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik, renal, neural, dan hormonal (Mutaqqin,
2009).
Gagal jantung terkadang gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan. Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban
(overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. (Smeltzer, 2013)
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. (Wijaya dan Yessi, 2013)
C. Etiologi
Menurut Ardiansyah, (2012)
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraksilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis coroner, hipertensi arterial,dan
penyakit otot degenerative atau inflamasi
b. Aterosklerosis coroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena tergantungnya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung
c. Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada
gilirannya juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.

d. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative


Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit jantung yang lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi organ jantung mekanisme yang biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung ( misalnya stenosis katup semilunar)
serta ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah ( misalnya tamponade
pericardium, peikarditas, konstriktif, atau stenosis katup siensi katup.
Menurut Wijaya dan Yesi, 2013 dalam buku yang berjudul Keperawatan Medikal
Bedah terdapat faktor-faktor perkembangan gagal jantung :
a. Aritmia
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan mengubah rangsangan
listrik yang meulai respon mekanis
b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan
tubuh akan metabolisme yang meningkat
c. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap reaksi ventrikel
kanan, pemicu terjadinya gagal jantung kanan

D. Patofisiologi
Menurut Wijaya dan Yessi, 2013
1. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang munurun mengurangi
cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir
diastolic kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan
tekan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam
anyaman vaskuler paru paru meningkatkan tekanan kapiler dan pena paru paru. Jika
tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru paru melebihi tekanan osmotic
vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limpatik,
maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembas ke alveoli dan terjadilah edema paru paru

2. Respon kompensatorik
a. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
Penurunnya cardioac output akan meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik
yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf saraf adrenergic
jantung dan medulla adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac
output (CO), juga terjadi fase kontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan
arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ
yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan
ke otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena
kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi

b. Meningkatnya beban awal akiba aktivitas system renin angiotensinaldostero


(RAA)
Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatkan
volume ventrikel- ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan
menambah kontrakbilitas miokardium.

3. Atropi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium
akan bertambah tebalnya dinding.

4. Efek negative dari respon kompensatorik


Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namu pada akhirnya dapat
menimbulkab berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat
gagal jantung.
Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontratilitas
dini mengakibatkan bendungan paru-paru dan vena sistemik dan edema, fase
kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah menganggu perfusi jaringan pada
anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan tanda serta gejala, misalnya
berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh.
Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi
terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau dilatasi ruang
jantng.akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat,
yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih
lanjut.jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi
iskemia miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan
gagal jantung yang berulang.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Yessi (2013)
1. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongstif, bendungan pada paru dan gangguan pada mekanisme
kontrol pernapasan. Gejala :
a) Dispnea
b) Orthopnea
c) Paroxismal nokturnal dispnea
d) Batuk
e) Mudah lelah
f) Ronchi
g) Gelisah
h) Cemas

2. Gagal jantung kanan meningkatkan peningkatan vena sistemik dan gejalanya:


a) Oedem perifer
b) Peningkatan berat badan
c) Distensi vena jugularis
d) Hepatomegali
e) Asites
f) Pitting edema
g) Anoreksia
h) Mual
3. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan perfusi oksigen ke jaringa rendah,
sehingga menimbulkan gejala:
a) Pusing
b) Kelelahan
c) Tidak toleran
d) Ekstremitas dingin

4. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron dan
retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

F. Komplikasi
Komplikasi pada gagal jantung menurut Ardiansyah (2012) adalah sebagai berikut:
1) Shock Kardiogenik
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri,
dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan,

2) Edema Paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian
tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-
paru meningkat dari batas negative menjadi batas positif.

G. Penatalaksanaan medis
Menurut Ardiansyah, (2012)
a. Pemeriksaan oksigen
Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada pasien gagal jantung
yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi
kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
b. Terapi Nitrat dan Vasodilator
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, dalam penatalaksanaan
gagal jantung telah banyak mendapatkan dukungan dari para pakar kesehatan,
dengan menyebabkan vasodilatasi perifer, jantung di unloaded (penurunan
afterload), pada peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery
wedge pressure (pengukuran derajat kongestif dan beratnya gagal jantung
ventrikel kiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen mokard. Bentuk terapi
ini telah diketahui bermanfaat pada gagal ginjal ringan sampai sedang, serta
pada kasus gagal edema pulmonal akut yang berhubungan dengan infark
miokard, gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis, dan kegagalan yang
berhubungan dengan regurgitasi mitral berat.
c. Dieuretik
Salain tirah baring (bed rest), pembatasan garam dan air serta dieuretik baik
oral maupun parenteral akan menurunkan preload dan kerja jantung. Dieuretik
memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan
tekanan darah. Contoh obat dieuretik seperti : furosemid, bumetamid, torsemid,
dan metolazon.
d. Obat initropik seperti digoksin, dobutamin, dan dopamine.
e. Vasodilator seperti nitrat, isosorbin, dan nesiritid.
f. Inhibitor ACE seperti kaptopril, enalapril, dan lisinopril.
g. Penghambat reseptor angiotensin seperti losartan, valsartan, dan irbesartan.
h. Penghambat salurran kalsium seperti amiodipin
i. Suplemen kalsium
j. Penghambat beta-adrenergik seperti atenolol, metoprolol, dan karvediol.
k. Antikoagulan seperti warfarin.

K. Penatalaksanaan Diet
Menurut Ardiansyah, (2012)
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema,
seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Hindari penggunaan kata-kata makanan
“rendah garam” atau “bebas garam”. Kesalahan yang terjadi biasanya disebabkan akibat
penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ken atrium. Harus selalu diingat bahwa
garam kini todak 100% natrium. Terdapat 393 mg atau sekitar 400 mg natrium dalam 1
gram (1.000 mg) garam.

L. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ardiansyah, (2012)
a. Pemeriksaan Diagnostik
 Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasive dan dapat segera memberikan
diagnosis tentang disfungsi jantung serta informasi yang berkaitan dengan
penyebabnya.

 Rontgen Dada
Foto sinar X- dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan vena paru
adalah diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh
darah.

 Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG untuk pasien dengan gagal jantung dapat ditemukan
kelainan EKG sebagai berikut:
 Left bundle branch block atau kelainan ST/T yang menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri kronis
 Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan
pada segmen ST, maka ini merupakan indikasi penyakit jantung iskemik.

M. Pengkajian Keperawatan
Menurut Wijaya (2013)
1. Data dasar pengkajian fisik:
a. Aktivitas/istirahat
 Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari
 Insomnia
 Nyeri dada dengan aktivitas
 Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga
 Gelisah, perubahan status mental: alergi, TTV berubah pada aktivitas

b. Sirkulasi
Gejala :
 Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kanan sebelumnya
 Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia, syok
septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada
gagal jantung kanan).
Tanda :
 TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal GJK ringan/ kronis tau
tinggi (kelebihan volume cairan/ peningkatan TD)
 Tekanan nadi menunjukkan peningkatan volume sekuncup
 Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
 Irama jantung: sistemik, misalnya: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/ takikardia blok jantung
 Nadi apikal disritmia, misal: PMI mungkin menyebar dan berubah posisi
secara inferior kiri
 Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin lemah.
 Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau
insufisiensi
 Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat
terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal
terlihat.
 Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
 Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
 Hepar: pembesaran/ dapat teraba reflek hepato jugularis.
 Bunyi napas: krekles, ronchi
 Edema: mungkin dependen,umumm atau pitting, khususnya pada ekstremitas
 DVJ

c. Integritas ego
Gejala:
 Ansietas, khawatir, takut
 Stres yang B.d penyakit/ finansial
Tanda :
 Berbagi manifestasi perilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan

d. Eliminasi
Gejala :
 Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, nokturia, diare/konstipasi.

e. Makanan/ cairan
Gejala:
 Kehilangan nafsu makan
 Mual/ muntah
 Penambahan BB signifikan
 Pembengakakan pada ekstremitas bawah
 Pakaian/ sepatu terasa sesak
 Diet tinggi garam/ makanan yang telah di proses, lemak gula dan kafein
 Penggunaan diuretik
Tanda:
 Penambahan BB cepat
 Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting)

f. Hygiene
Gejala:
 Keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda :
 Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

g. Neurosensori
Gejala :
 Kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda :
 Letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.

h. Nyeri/ kenyamaan
Gejala:
 Nyeri dada, angina akut atau kronis
 Nyeri abdomen kanan atas
Tanda:
 Tidak tenang, gelisah
 Fokus menyempit (menarik diri)
 Perilaku melindungi diri
i. Pernapasan
Gejala:
 Dipsnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
 Batuk dengan atau tanpa sputum
 Riwayat penyakit paru kronis
 Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau medikasi
Tanda:
 Pernapasan takipnea, napas dangkal, pernapasan laboral, penggunaan otot
aksesori
 Pernapasan nasal faring
 Batuk kering/ nyaring / non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan atau tanpa sptum
 Sputum : mungkin bercampur darah merah muda atau berbuih, edema
pulmonal
 Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar dengan cracles banner
 Fungsi ental : mungkin menurun, kletargik, kegelisahan, warna kulit pucat
atau sianosis

2. Pemeriksaan Penunjang
a. kardiogram dada
 Kongesti vena paru
 Restribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru
 Kardiomegali

b. kimia darah
 Hiponatremia
 Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung
 BUN dan kretinin meningkat

c. Urin
 Lebih pekat
 BJ meningkat
 Na meningkat

d. Fungsi hati
 Pemanjangan massa protombin
 Peningkatan billirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat)

3. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard, perubahan struktural,
perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
tubuh
3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler alveolus
4. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerolus atau meningkatanya
produksi ADH dan retensi nartium dan air
5. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d stasis vena
6. Kecemasan b.d kesulitan nafas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat
7. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
8. Resiko kurang pengetahuan mengenai program perawatan b.d tidak bisa menerima
perubahan gaya hidup yang baru yang dianjurkan
9. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret, sekret tertahan,
sekresi kental, peningkatan energi dan kelemahan

4. Intervensi Keperawatan
1. penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard, perubahan
struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
Tujuan: Diharapkan curah jantung kembali adekuat.
Kriteria hasil:
 TTV dalam batas normal
 Orthopnea tidak ada
 Nyeri ada tidak ada
 Terjadi penurunan episode dispnea
 Hemodinamik DBN
Intervensi
 Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung
 Catat bunyi jantung
 Palpasi nadi perifer
 Pantau tekanan darah
 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
 Kaji perubahan sensasi (letargi, bingung, orientasi cemas)
 Berikan istirahat psikologis dan lingkungan yang tenang, bantu psien mengatasi
stress
 Berikan istirahat semi fowler pada tempat tidur atau kursi
 Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut
 Berikan oksigen sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi : Vasodilator Nitrat, Digoxin (Lanoxin), Catopril

2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan


tubuh
Tujuan
 Diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal atau peningkatan
tolernsi aktivitas

Kriteria hasil:
 Menurunnya kelemahan dan kelelahan
 Hb meningkat
 Diaporesis berkurang atau tidak ada
 TTV DBN
Intervensi
 Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivtas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilatator, diuretik
 Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardia, disritmia,
dispnea, dan pucat
 Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot
 Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
 Kolaborasi : implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas dan diet yang
sesuai

Anda mungkin juga menyukai