Anda di halaman 1dari 11

KEGAWATDARURATAN

Oleh :
VERA DIAN KARMILA
14.1208.440.01
PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA


JL. KADRIE OENING, Gg. MONALISA, NO 77 SAMARINDA
TELP 0541-7272431, FAX 0541-7272431
Konsep dan Prinsip Kegawatdaruratan

1. Konsep Keperawatan gawat-darurat dan Keperawatan Kritis

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat
darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat.
Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual
yang timbul secara bertahap maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005)
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pertolongan segera
yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien
gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (Time saving is life saving) bahwa waktu
adalah nyawa. Salah satu indikator mutu pelayanan berupa respon time atau waktu tanggap, hal
ini sebagai indikator proses untuk mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Waktu
tanggap pelayanan merupakangabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah
sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu
pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat di
hitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah
tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium,
radiologi, farmasi dan administrasi.
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah
kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada
keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung
kepada kecepatan yang tersedia serta kwalitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah
sakit, Moewardi (2003).
Menurut Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan
sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan
gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di
pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat, serta
memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji pasien mereka
dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat.
Dan harus mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan
merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan
tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui
pendokumentasian.
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit. Sifat
gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang dicapai pasien, dan
menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan
kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara
mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan
Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian
yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat
dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat
tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses,
prosedur dan harga.

1. Tujuan KGD

Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan dapat dijadikan sebagai aspek legalitas dan
kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang tujuannya antara
lain:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat
darurat yang diberikan.
b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat
yang diberikan dan tanggungjawab secara professional
c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat
e. Memotivasi pengembangan profesi
f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan

2. Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan


Terdapat 5 model berpikir yaitu : (Rubenfeld, Barbara K. 2006)
a. T : total recall (ingatan total)
b. H : habits (kebiasaan)
c. I : inquiry (penyelidikan)
d. N : new ideas and creativity (ide baru dan kreatifitas)
e. K : knowing how you think (mengetahui bagaimana anda berpikir)

Prinsip Gawat Darurat

a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa
(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
e. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
f. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada
kondisi yang membahayakan.
g. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan
masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia,
maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai
dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan
upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung

2. Peran dan fungsi perawat gawat darurat dan Perawat intensive care
Peran Perawat Dalam Pelayanan Ke gawat Daruratan .
Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan cara
penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :
a. Perawatan pasien gawat darurat.
b. Pencegahan cedera.
c. Kesiagaan menghadapi bencana.

Menanggulangi pasien dengan cara aman dan terpercaya :


a. Evaluasi pasien secara cepat dan tepat.
b. Resusitasi dan stabilisasi sesuai prioritas.
c. Menentukan apakah kebutuhan penderita melebihi kemampuan fasilitas.
d. Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).
e. Menjamin penanggulangan maksimum sudah diberikan sesuai kebutuhan pasien.

Petugas medis harus mengetahui :


a. Konsep dan prinsip penilaian awal serta penilaian setelah resusitasi.
b. Menentukan prioritas pengelolaan penderita.
c. Memulai tindakan dalam periode emas.
d. Pengelolaan ABCDE.

Unit Pelayanan Intensif :


Filosofi : Intensive Medical Care (IMC) mendapatkan legitimasi bukan karena kompleksitas
peralatan dan pemantauan pasien, tapi karena pasien sakit kritis selalu berakhir pada suatu final
common pathway dari kegagalan sistem organ, sehingga dibutuhkan bantuan terhadap organ vital
baik tersendiri mauun terkombinasi.
Aplikasi tidak terkoordinasi dari multi disipliner tidak hanya merugikan pasien, tetapi personil
perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan merasa sangat sulit untuk bekerja dengan
baik dalam suatu unit yang tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas.

a. ICU (Intensive Care Unit)


ICU adalah ruangan perawatan intensif dengan peralatan-peralatan khusus untuk
menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau kompikasi lain. Misalnya terdapat
sebuah kasus dalam sistem persyarafan dengan klien A cedera medula spinalis, cedera tulang
belakang, klien mengeluh nyeri, serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung habis jatuh dari
tangga. Dengan klien B epilepsi mengalami fase kejang tonik dan klonik pada saat serangan
epilepsi dirumahnya.
Dua kasus diatas memiliki sebuah perbedaan yang jelas dengan melihat kasus tersebut,
yang meski dilakukan oleh seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka lebih
diutamakan dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya
disebabkan oleh adanya penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi gawat darurat
juga akan tetapi ia masuk kedalam unit atau bagian gawat darurat (UGD) bukan berarti tidak
diperdulikan.
b. UGD (Unit Gawat Darurat)
UGD merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada kasus diatas
pada klien A, ia mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan cedera tulang belakang dengan
demikian yang meski dibawa ke UGD adalah yang klien A yang mengalami kecelakaan tersebut.

3. Efek situasi krisis dan kritis dan permasalahan yang muncul pada keluarga dan klien

FENOMENA STRES

Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan ruangan khusus untuk merawat pasien yang
dalam keadaan kritis. Ruangan ini digambarkan sebagai ruangan yang penuh stress tidak hanya
bagi pasien dan keluarganya, tetapi juga bagi tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut.
ICU (Intensife Care Unit) adalah tempat perawatan klien kritis, gawat atau klien yang mempunyai
resiko tinggi terjadinya kegawatan, dengan sifat yang reversible, dengan penetapan terapi agresif,
teknologi canggih, monitoring invasive atau non invasive dan penggunaan obat-obat paten
Menurut Kep MenKes RI Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU), yang dimaksud dengan ICU adalah suatu
bagian dari rumah sakit yang mandiri atau sebuah instalasi di bawah direktur pelayanan yang
mempunyai perlengkapan dan staf yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam
nyawa atau potensial mengancam nyawa.

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress, tidak hanya
bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman yang baik tentang stres dan
akibatnya akan membantu ketika bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat
memungkinkan perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif
dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.
Stres

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami
individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen &
Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen
saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem,
maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan
ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian
memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan.
Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan
positif pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk
menjadi krisis dapat terjadi.

Stresor

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan
berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor
dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain
organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor
psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis
perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan
teknologi tinggi. Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang
stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang
mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.

Respon stres

Respon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social. Hans
Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress kedalam
suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3 tahap
yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of exhaustion.

a. Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat,
melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf
simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight
response).
b. Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap
ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai
stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis.
Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap
yang ketiga yaitu tahap kelelahan.
c. Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh
mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan
kematian.

KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah menderita akibat
stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya. Konsekuensinya, perawat yang
melakukan asuhan keperawatan pada unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau
mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh
keadaan sakitnya.

Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi


oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena
eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

Reaksi emosional.

Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU adalah
tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan kritis
memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang
umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama
yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman,
mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.

Depresi
seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan respon
terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori dimasa lalu
muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.

Marah

dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan adanya
depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa
marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.

Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak
disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat
kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Strategi koping klien
merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai lingkungan,
mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh
karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk
suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya,
mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan
dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan
ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang
atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

4. Tujuan penatalaksanaan psikologis pada situasi krisis dan kritis


TUJUAN
o Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
o Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)
o Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

5. Penatalaksanaan pisikososial pada situasi kritis dan krisis


TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan yang paling
dangkal sampai paling dalam, yaitu :
a. Manipulasi lingkungan Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan
fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor
yang menyebabkan krisis.
b. Dukungan umum (general support)
Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada
disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati,
serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.
c. Pendekatan genetic (genetic approach)
Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi,
sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu –
individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunh diri /
membunuh orang lain.
d. Pendekatan individual (individual approach)
Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada
pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi
krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992, Pedoman Pelayanan Gawat Darurat, Depkes RI,
Jakarta.
Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta
Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing. New York: A
Wiley Medical Publication.
Haryatun nunuk dan Sudaryanto agus. juni 2008. PERBEDAAN WAKTU TANGGAP TINDAKAN
KEPERAWATAN PASIEN CEDERA KEPALA KATEGORI 1 – V DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUD DR. MOEWARDI. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. 1. No.74 2,
Juni 2008 69-74.

Muwardi, 2003, Materi Pelatihan PPGD, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai