Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian
dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan
unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia (Sulastomo, 2007).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai
dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah
satu kecamatan. Tetapi apa bila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-
masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Sulastomo, 2007).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat.
Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin
dicapai melalui penbangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup didalam
lingkungan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi- tingginya (Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.

5
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat, serta lingkungannya (DepkesRI, 2003).

2.2 Jasa
Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak
lain dan pada dasarnya tidak terwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan
sesuatu (Kotler, 1994). Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja yang tidak berwujud dan
cepat hilang, tetapi tidak dirasakan daripada dimiliki, dimana pelanggan lebih
dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Namun
kondisi cepat atau lambatnya pertumbuhan jasa sangat tergantung pada penilaian
pelanggan terhadap kinerja atau penampilan yang ditawarkan oleh pihak produsen
(perusahaan barang atau jasa).
Menurut Fandy Tjipto (1995), jasa mempunyai 4 karakteristik yaitu :
1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).
Jasa bersifat intengibility artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
dicium atau didengar sebelum pelanggan mencoba atau membeli. Karena
sifat jasa ini tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa dan sesuatu yang
tidak mudah didefinisikan, diinformasikan atau dipahami secara rohani.
Maka dalam hal ini perusahaan jasa menghadapi tantangan untuk
memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran
abstraknya.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Jasa pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyedia. Hal ini bisa
dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam
pemberian perhatian khususnya pada tingkat partisipasi atau keterlibatan
pelanggan dalam proses jasa misalnya aktivitas dan peran serta pelajar
atau mahasiswa dalam pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi.
Barang biasanya diproduksi kemudian dijual, lalu dikonsumsi sedangkan

6
jasa biasanya dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi
secara bersamaan. Interaksi antara penyedia dan pelanggan merupakan ciri
khusus dalam pemasaran jasa.
3. Variability (keragaman)
Jasa bersifat sangat variable karena merupakan nonstandardized output
artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang
menyebabkan variabilitas kualitas jasa yaitu kerja sama atau partisipasi
pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam
melayani pelanggan danbeban kerja perusahaan. Dalam hal ini penyedia
jasa dapat menggunakan 3 pendekatan dalam pengendalian kualitas jasa
yaitu:
a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personalia yang baik.
b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa. Dalam hal ini dapat
dilakukan dalam diagram jalur dengan tujuan untuk mengetahui faktor-
faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa.
c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem sarana dan keluhan
survey pelanggan sehingga pelayanan yang kurang baik dapat
dideteksi dan dikoreksi.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan, dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa
tersebut akan berlalu begitu saja. Kondisi diatas tidak menjadi masalah
bila permintaan konstan. Produk jasa tidak ada yang benar-benar mirip
antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu untuk memahami sektor ini,
ada beberapa cara pengklasifikasian produk jasa ini. Pertama, didasarkan
atas tingkat kontak konsumen dengan pemberi jasa sebagai bagian dari
sistem saat jasa tersebut dihasilkan. Kedua, jasa juga bisa diklasifikasikan
berdasarkan kesamaannya dengan operasi manufaktur. Jasa merupakan
komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan dan jasa sangat
bervariasi dalam melakukan pemasaran jasa yang di pengaruhi faktor

7
musiman. Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan
konsumen kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang
mudah didifinisikan karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan
pandangan konsumen.

2.3 Kualitas Pelayanan


Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2005).
Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan bersifat multi dimensional,
yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyedia jasa
layanan kesehatan.
1. Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama
berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas puskesmas
dalam memenuhi kebutuhan pasar dan komunikasi pasien termasuk di
dalamnya sifat ramah dan kesungguhan.
2. Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini puskesmas, kualitas pelayanan
terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Menurut Azwar (1996) secara umum dapat dirumuskan bahwa
batasan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik
dan standar yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan di
puskesmas merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan
indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan dipakai suatu pedoman
yaitu hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu
memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Kualitas pelayanan dapat dicapai dengan menetapkan dan mengendalikan
karakteristik mutu pelayanan serta karakteristik penghantaran pelayanan.
Karakteristik mutu pelayanan adalah ciri pelayanan yang dapat

8
diidentifikasi, yang diperlukan untuk mencapai kepuasan konsumen. Ciri
tersebut dapat berupa psikologis, orientasi waktu, etika dan teknologi
(Siregar, 2004). Dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan,
perusahaan juga harus meningkatkan komitmen dan kesadaran serta
kemampuan para pekerja, terutama mereka yang langsung berhubungan
dengan konsumen. Meskipun sistem dan teknik kualitas sudah bagus tetapi
jika orang yang melaksanakan dan alat-alat yang digunakan tidak dengan
cara yang benar maka kualitas pelayanan yang diharapkan tidak akan
terwujud.

2.4 Kepuasan Pelanggan atau Konsumen


Kepuasan dalam melakukan suatu pembelian kadangkala terbentuk oleh
rasa tidak puas dan puas. Meskipun demikian tidaklah gampang untuk menjadikan
kepuasan pelanggan secara menyeluruh, oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa
ada kalangan pakar pemasaran berpendapat bahwa tidak realistik bila suatu
perusahaan mengharapkan tidak ada pelanggan yang tidak puas. Dibawah ini
dijelaskan beberapa pengertian kepuasan pelanggan oleh beberapa ahli:
1. Day (Dalam Tse dan Wilton, 1988) dan Fandy Tjiptono (1996):
Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian atau dikonfirmasikan yang disesuaikan antara
harapan sebelumnya (Norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk
yang dirasakan setelah pemakaiannya.
2. Kotler (1994)
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
3. Engel, ef al (1990) dalam Fandy Tjiptono (1996)
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang
dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (Out Come) sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.

9
4. Willkie (1990) dalam Fandy Tjiptono (1996)
Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Dari definisi diatas
terdapat kesamaan yaitu menyangkut komponen kepuasan atau harapan
dari kinerja. Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli
atau mengkonsumsi suatu produk, sedang kinerja yang dirasakan adalah
persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi
produk yang dibeli.

2.5 Dimensi Kualitas Pelayanan


Menurut Lupioadi (2006) menyatakan ada lima dimensi kualitas
pelayanan. Kelima dimensi pokok tersebut meliputi :
1. Keandalan (reliability), kemampuan rumah sakit memberikan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pasien tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
2. Daya Tanggap (responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu
dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien,dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
tanpa ada alasan yang jelas menyebabkan persepsi negatif dalam kualitas
pelayanan.
3. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantuanan dan
kemampuan para pegawai rumah sakit menumbuhkan rasa percaya para
pasien. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),
kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
4. Bukti langsung (tangibles), yaitu kemampuan rumah sakit menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana
dan prasarana fisik rumah sakit yang dapat diandalkan keadaan lingkungan

10
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik Contoh gedung, gudang,
perlengkapan dan tehnologi kedokteran yang digunakan serta penampilan
pegawainya.
5. Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan pasien. Dimana suatu perusahaan maupun
rumah sakit diharapkan memiliki pengetahuan dan pengertian tentang
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pasien.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (2006) merumuskan dimensi atau
faktor faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas jasa dinyatakan
dalam tiga kriteria pokok, yaitu outcome-related, process-related, dan image-
relatedcriteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi enam
unsur, yaitu
1. Professionalism and skill
Kriteria yang pertama ini merupakan outcome-related criteria, dimana
pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional,
dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
2. Attitudes and behavior
Kriteria ini adalah process-related criteria. pelanggan merasa bahwa
karyawan perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha
membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang
hati.
3. Accessibility and flexibility
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. pelanggan merasa
bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem
operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga
pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga

11
dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam
menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
4. Reliability and trust worthiness
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan
memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan
segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
5. Recovery
Recovery termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan menyadari
bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan,
maka penyedia jasa akan mengambil tindakan untuk mengendalikan
situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and credibility
Kriteria ini termasuk dalam image-related criteria. Pelanggan menyakini
bahwa operasi dari peyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai
atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

2.6 Persepsi dan Harapan Pelanggan


Kotler dan Keller (2011) mendefinisikan persepsi adalah proses
bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan mengintepretasikan masukan
informasi untuk menciptakan gambaran umum keseluruhan yang berarti. Harapan
menurut Tjiptono (1997) merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang
apa yang akan diterimanya. Harapan pelanggan merupalan tolok ukur dalam
menentukan kualitas suatu produk.

2.7 Gap Kualitas Jasa


Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan
acuan dalam riset dan kepuasan pelanggan adalah model servqual (singkatan dari
service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry.
Dalam model Service quality (Servqual) meliputi analisis terhadap 5 gap, yaitu.
1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi perusahaan, manajemen tidak
mengerti harapan pasien (knowledge gap)

12
2. Gap antara persepsi perusahaan terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa, spesifikasi yang di tetapkan manajemen tidak
sesuai dengan harapan pelanggan (standard gap)
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa serta penyampaian jasa, layanan yang
diberikan tidak sesuai dengan spesifikasi (delivery gap)
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi serta interaksi eksternal,
promosi atau komunikasi yang disampaikan tidak sesuai dengan pelayanan
dan spesifikasi (communications gap)
5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan, layanan
yang diterima pelanggan tidak seusai dengan harapan pelanggan (service
gap)

Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa

Penelitian ini hanya fokus pada pengukuran gap kelima, yaitu persepsi jasa
yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan yang memanfaatkan
pelayanan.

13
2.8 Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Adalah data dan informasi tentang
tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara
kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan
dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara
harapan dan kebutuhannya.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 yang kemudian dikembangkan
menjadi 9 unsur yang “relevan, valid dan reliable”, sebagai unsur minimal yang
harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai
berikut:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu Penyelesaian
Waktu Penyelesaian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya atau Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanandalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggarayang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan
masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan
dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk
pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.

14
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
9. Sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek). Sarana digunakan untuk benda yang bergerak
(komputer, mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak
(gedung).

2.9 Pelayanan Poli Umum


Pasien poli umum adalah seseorang yang membutuhkan surat keterangan
sehat untuk keperluan tertentu, atau membutuhkan pemeriksaan, pengobatan dan
tindakan medis atau konsultasi medis yang datang ke puskesmas dan berusia di
atas 5 tahun sampai dengan usai lansia. Pasien yang datang ke poli kemudian
mendapatkan buku rawat jalan setelah dari tempat pendaftaran kemudian akandiisi
oleh petugas mengenai identitas, anamnesa, hasil pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan penunjang kepada pasien.
Adapun alat yang terdapat di dalam poli yakni tensi meter, stetoskop,
timbangan badan, thermometer, tempat tidur periksa, bak instrument, handscoon,
senter dan alat pendukung lainnya. Prosedur pelayana poli sebagai berikut
(PerMenkes, 2007) :
a. Petugas loket pendaftaran mengantar buku rawat jalan/status pasien ke
Poli Umum diletakkan pada tempat yang telah disediakan

15
b. Pasien kemudian kembali ke ruang tunggu poli umum untuk menunggu
panggilan dari petugas poli umum
c. Petugas poli umum memanggil pasien, untuk dilakukan anamnesa yang
dicatat pada status pasien dan identitas pasien dicatat pada buku rawat
jalan atau status pasien.
d. Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah, berat badan
tinggi badan dan hasilnya dicatat di status pasien.
e. Pasien dikonsulkan ke dokter/petugas poli umum untuk pemeriksaan lebih
lanjut
f. Jika diperlukan tindakan medis, sebelum dilakukan pasien harus menanda
tangani lembar persetujuan
g. Diagnosa pasien berdasarkan ICD X
h. Petugas poli umum memberikan resep kepada pasien untuk diambil di
loket apotek.
i. Jika diperlukan konsul ke unit lain, maka petugas poli umum memberikan
lembar pengantar atau rujukkan internal kepada pasien dan pasien
selanjutnya menuju unit lain yang diperlukan tersebut dengan didampingi
oleh petugas poli umum.
j. Jika pasien membutuhkan rujukkan ke RS petugas menjelaskan kepada
pasien untuk dilakukan rujukkan ke RS.
k. Tindakan yang dilakukan dicatat dalam buku rawat jalan/status pasien
l. Pasien kemudian dapat pulang.

16

Anda mungkin juga menyukai