Anda di halaman 1dari 9

JIPFRI, Vol. 2, No.

2 JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah)


Halaman: 75 - 83
November 2018

Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kota Ende
Berdasarkan Prespektif Gender

Aloisius Harso1, Jumilah Gago2


1 Program studi Pendidikan Fisika, Universitas Flores
Jln. Sam Ratu Langi No.XX , Kelurahan Paupire Ende Flores
2 Program studi Pendidikan Biologi, Universits Flores

Jln. Sam Ratu Langi No.XX , Kelurahan Paupire Ende Flores


E-mail: harsoalo4@gmail.com1, jumilah88gago@gmail.com2

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kemampuan berpikir kritis IPA berdasarkan gender untuk
siswa kelas VIII SMP Negeri di Kota Ende. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri dalam kota Ende tahun pelajaran 2017/2018, sebanyak 804 orang dan sampelnya terdiri 10% dari populasi
yakni sebanyak 80 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling. Data yang
diperoleh berupa nilai skor soal tes berpikir kritis IPA. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kemampuan berpikir kritis IPA siswa adalah 66,84 berada pada
kategori sedang atau cukup kritis. Sedangkan jika berdasarkan prespektif gender maka kelompok wanita
memiliki rerata kemampuan berpikir kritis lebih tinggi dari kelompok Pria, dimana untuk wanita sebesar 68,56
yang berada pada kategori tinggi atau kritis sedangkan untuk pria sebesar 62,03 berada pada kategori sedang
atau cukup kritis.

Kata kunci: Berpikir Kritis Sains, Gender.

Abstract
The aims of this research is was to find out the profile of overall science critical thinking ability and based on the
gender of viii grade students of SMPN at Ende city. This research was a descriptive research. The population of
this research were all the VIII grade students of SMPN at Ende city academic year 2017/2018. As many as 804
students and the sample were 10% of the populations, they were 80 students. This research used random
sampling technique. The data were obtained from the score of science critical thinking ability. The data were
analyzed by using descriptive analysis. the result shows that the average of science critical thinking ability of
students was 66,84 which is categorized as medium or critical enough. Meanwhile, based on the gender
perspective, the female group obtained the average as 68,56 which is categorized as high or critical. Meanwhile,
male obtained the 62,03 which is categorized as medium or critical enough.

Keywords: Critical Thinking of Science, Gender

menemukan solusi terbaik dari dalam diri saat


PENDAHULUAN menghadapi suatu persoalan sehingga
menghasilkan keputusan yang bijak bagi
Kurikulum 2013 dilaksanakan supaya dirinya terutama menghadapi segala bentuk
kegiatan pembelajaran berorientasi pada tantangan teristimewa tantangan dalam era
penggalian dan pengembangan potensi diri industri 4.0 saat ini.
siswa secara maksimal agar menyiapkan siswa Berpikir merupakan suatu kegiatan
menjadi insan yang berkompetensi dan mental untuk membangun dan memperoleh
berkarakter. Salah satu potensi yang perlu pengetahuan, untuk mengambil keputusan,
diberdayakan adalah berpikir kritis dan kreatif. membuat perencanaan, memecahkan
Peserta didik yang memiliki keterampilan masalah, serta untuk menilai tindakan
berpikir kritis dan kreatif selalu berusaha (Maulana, 2008). Kemampuan berpikir dapat

p-ISSN 2549-905X|e-ISSN 2549-9076 STKIP Nurul Huda


76 JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah), Vol. 2, No. 2, November 2018

dikelompokkan menjadi kemampuan berpikir untuk melakukan sesuatu, (10) kebiasaan


dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. bertanya pada pandangan sendiri dan
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat berusaha untuk memahami asumsi dan
dikelompokkan menjadi kemampuan berpikir implikasi dari pandangan tersebut, (11)
kritis dan kemampuan berpikir kreatif. menyadari fakta yang dia pahami selalu
Kemampuan berpikir kritis (critical thinking)/ CT terbatas dari pada yang tampak, (12) lebih
meliputi berpikir logis dan rasional banyak menekankan teknik problem solving
(membandingkan, klasifikasi, sebab/akibat, dalam belajar, (13) dapat menyusun masalah
analogi, menge-mukakan rangkaian, deduktif, informal yang disuguhkan menggunakan teknik
induktif, perencanaan, hipotesis, dan formal problem solving dan (14) dapat memilah
mengkritisi). Kemampuan berpikir kreatif, yaitu sebuah argument verbal dari yang tidak relevan
mengkreasi sesuatu yang baru atau orisinil dan esensial, (15) mempertimbangkan tingkat
(gagasan orisinil, elaborasi, dan modifikasi). kesalahan dari pandangannya, kemungkinan
Kompetensi berpikir kritis merupa-kan bias pandangannya tersebut, dan bahaya dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar menekankan fakta menurut pilihan perorangan,
yang direalisasikan dalam kebiasaan berpikir (16) sensitif terhadap perbedaan antara
dan bertindak seperti interpretation, analysis, validitas dari keyakinan dan intensitas
inference, explanation, evaluation and self- (Raymond dalam Schafersman, 1991).
regulation. Tiga faktor utama yang tercakup Berpikir kritis tidak dapat diajarkan
dalam belajar berpikir kritis yaitu: teori, latihan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis
dan sikap. Berpikir kritis adalah sebuah proses merupakan proses aktif. Keterampilan
berpikir yang kompleks dan melibatkan banyak intelektual dan berpikir kritis mencakup berpikir
hal. Berpikir kritis merupakan aktivitas mental analisis, berpikir sintesis, berpikir reflektif dan
dalam mengevaluasi suatu argumen atau sebagainya harus dipelajari melalui aktualisasi
proposisi dan membuat keputusan yang dapat penampilan. Berpikir kritis dapat diajarkan
menuntun diri seseorang dalam dengan cara kegiatan laboratorium, inkuiri,
mengembangkan kepercayaan dalam term paper, pekerjaan rumah yang menyajikan
melakukan tindakan (Ennis, 1996). Hal senada berbagai kesempatan untuk menggugah
juga diungkapkan oleh Semerci (2005) bahwa berpikir kritis, dan ujian yang dirancang untuk
berpikir kritis adalah kecenderungan dan mempromosikan keterampilan berpikir kritis
kemampuan untuk terlibat dalam sebuah (Schafersman, 1991).
aktivitas, merefleksi, dan tidak mudah percaya Sadia (2009) menyatakan kemampuan
(skeptis). dan keterampilan berpikir kritis dapat
Ciri-ciri orang CT yang baik dalam dikembangkan dengan memperhatikan tiga
pengetahuan, kemampuan, sikap dan aspek yaitu aspek afektif, konatif, dan aspek
kebiasaan yaitu: (1) menggunakan fakta secara behavioral. Dimulai dengan penyajian suatu
teliti dan jujur, (2) mengorgani-sasikan stimulus eksternal berupa suatu argumen atau
pemikiran-pemikiran dan mengartikulasi secara proposisi yang harus dievaluasi. Disposisi
ringkas dan secara koheren, (3) membedakan afektif akan memberi dorongan untuk bertindak
antara simpulan yang valid dan tidak valid sebagai tuntunan prilaku berdasarkan
secara logika, (4) menyingkirkan pendapat/ pemikiran kritis. Aspek konatif sebagai
keputusan tanpa fakta-fakta untuk mendukung komponen proses regulasi diri harus diaktifkan
sebuah keputusan, (5) memahami perbedaan dalam upaya pengembangan dan implementasi
antara alasan dan rational, (6) berusaha rencana tindakan. Tindakan yang harus
mengantisipasi konsekuensi yang mungkin dari berdasarkan umpan balik dari lingkungan dan
tindakan-tindakan alternatif yang dilakukan, (7) pengetahuan prosedural yang berkaitan.
memahami tingkat kepercayaan ide-ide, (8) Karena itu jelas bahwa pengetahuan
melihat kesamaan dan analogi-analogi yang prosedural akan sangat berperan dalam
tidak cukup jelas, (9) dapat belajar secara pengembangan kemampuan dan keterampilan
independen dan memilih kemauan yang tinggi berpikir kritis. Namun demikian, pengetahuan

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP ..… 77
Aloisius Harso, Jumilah Gago

deklaratif juga ikut memberi andil dalam deduksi, (c) membuat serta nilai pertimbangan.
pengembangan kemampuan berpikir kritis. 4) membuat penjelasan lanjutan (advance
Peningkatan kemampuan dan keterampilan clarification),dengan indikator (a)
berpikir kritis lebih cocok jika guru pengidentifikasian istilah-istilah dan definisi
menggunakan metode pembelajaran yang pertimbangan (b) mengidentifikasi hasil asumsi
menekankan pada pengetahuan prosedural serta 5) pengaturan strategi dan taktik (strategy
melalui pemodelan atau personal. and tactics) dengan indikator (a) menentukan
Kompetensi berpikir kritis dapat aksi dan b) berinteraksi dengan orang lain.
ditingkatkan melalui latihan. Langkah-langkah Selanjutnya William (2011) menguraikan
yang dapat membantu siswa dalam bahwa sains merupakan tempat yang subur
meningkatkan kompetensi berpikir kritis adalah untuk menumbuhkan kembangkan
(1) menentukan masalah atau isu nyata, proyek kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini
atau keputusan yang betul-betul dikarenakan hubungan antara pemikiran ilmiah
dipertimbangkan untuk dikritisi; (2) menentukan dan kemampuan berpikir kritis. “Critical thinking
poin-poin yang menjadi pandangan; (3) is a cognitive activity, associated with using the
memberikan alasan mengapa poin-poin mind” yang artinya berpikir kritis merupakan
tersebut yang dipertimbangkan untuk dikritisi; kegiatan kognitif, yaitu berkaitan dengan
(4) membuat asumsi-asumsi yang diperlukan; bagaimana menggunakan pikiran. Proses
(5) bahasa yang digunakan harus jelas; (6) penemuan suatu teori atau hukum baru dalam
membuat alasan yang mendasari dalam fakta- sains selalu menggunakan metode ilmiah yang
fakta yang meyakinkan; (7) mengajukan merupakan reprensentasi dari kemampuan
kesimpulan; (8) menentukan implikasi dari berpikir kritis.
kesimpulan tersebut (Johnson, 2002). Johnson Dengan demikian pemberdayaan
dan Schafersman menyatakan tujuan dari keterampilan berpikir kritis pada siswa sangat
berpikir kritis adalah untuk mencapai mendesak dilakukan dan dapat terintegrasi
pemahaman yang mendalam (deep melalui metode-metode pembelajaran yang
understanding) dan dalam pembelajaran sains terbukti mampu memberdayakan keterampilan
adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa (Hadi: 2009). Laporan hasil
berpikir siswa sekaligus menyiapkan para penelitian yang dilakukan oleh Harso dkk
siswa agar mampu mengarungi kehidupan (2014), menunjukkan bahwa 85% soal-soal
sehari-hari. yang dibuat oleh Guru-guru IPA SMP di kota
Ennis (1996) mengelompokkan berpikir Ende masih pada level kemampuan berpikir
kritis kedalam 6 aspek yang dikembangkan lagi tingkat dasar yakni pada level C1, C2 dan C3
menjadi 12 indikator yakni sebagai berikut: (1) hanya 15 % berada pada level berpikir tingkat
merumuskan masalah dengan indikator (a) tinggi. Padahal sekolah-sekolah tersebut sudah
memformulasikan pertanyaan yang ada yang menerapkan kurikulum 2013 dengan
mengarahkan investigasi 2) pemberian menggunakan pendekatan saintifik dan ada
penjelasan sederhana (elementary pula sekolah yang masih menggunakan KTSP
clarification) dengan indikator (a) pemusatan tetapi menggunakan model pembelajaran
pertanyaan. (b) analisis pertanyaan dan inovatif seperti model inquri, model problem
bertanya (c) memberikan jawaban pertanyaan based learning, model cooperatif learning dan
tentang suatu penjelasan atau pernyataan. (2) pembelajaran berbasis proyek dan lain-lain.
mengkonstruksi keterampilan dasar (basic Pendekatan saintifik mampu meningkatkan
support) dengan indikator (a) kemampuan berpikir efektif (Asta, Agung, &
mempertimbangkan referensi yang diperoleh, Widiana, 2015). Model pembelajaran inovatif
(b) mengamati serta mempertimbangkan suatu (model project based learning) mampu
laporan hasil observasi, 3) kesimpulan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
(interfence) dengan indikator (a) mendeduksi tinggi (Aksani & Purwanto, 2015).
atau mempertimbangkan hasil deduksi (b) Perbedaan jenis kelamin merupakan
mendeduksi atau mempertimbangkan hasil salah satu perbedaan yang ada pada peserta

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
78 JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah), Vol. 2, No. 2, November 2018

didik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan Selanjutnya data yang diperoleh dari
bahwa tidak adanya perbedaan hasil berpikir kelas sampel dianalisis menggunakan statistik
kritis antara siswa wanita dan pria (Rubin, deskriptif. Dalam analisis statistik deskriptif
teknik yang digunakan adalah rata-rata (mean),
1993; Myers, 2006; & Yousefi, 2016) median, modus, standar deviasi, skor minimum
sedangkan hasil penelitian lain seperti Ricketts dan skor maksimum. Penyajian data dalam
(2004) menunjukan nilai wanita lebih tinggi dari tabel distribusi frekuensi skor perolehan dan
nilai pria dalam hal kemampuan berpikir kritis. presentase skor perolehan serta frekuensi
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang kumulatif hasil. Analisis ini dimaksud untuk
mendeskripsikan karakteristik distribusi skor
bertujuan untuk mengungkap gambaran responden untuk masing-masing dimensi.
kemampuan berpikir kritis sains peserta didik 1. Analisis Data Soal Tes Uraian
lewat penyelesaian soal-soal mengacu pada Persentase dimensi yang dimiliki siswa
dimensi berpikir kritis yang dikembangkan oleh menggunakan rumus:
Ennis (1996) dengan judul penelitian “Profil
berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri
di Kota Ende berdasarkan prespektif gender”. Dengan P adalah persentase jawaban
individu.
2. Kategori kemampuan berpikir kritis IPA
METODE siswa berdasarkan soal tes.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Tabel 1. Penilaian Tingkat Kemampuan


penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan Berpikir Kritis Siswa
di SMP Negeri di Kota Ende yakni: SMPN 1 Interval Penilaian Kategori
Ende dan SMPN 2 Ende Kecamatan Ende kelas
80-100 Sangat Tinggi Sangat Kritis
Tengah, SMPN 1 Ende Selatan Kecamatan
68-79 Tinggi Kritis
Ende Selatan, SMPN 2 Ende Selatan
56-67 Sedang Cukup Kritis
Kecamatan Ende Utara. Penelitian 44-55 Rendah Kurang kritis
dilaksanakan selama dua minggu pada bulan ≤43 Sangat Rendah Tidak kritis
Maret tahun 2018 yakni mulai tanggal 15 Maret
(Diadaptasi dari Nurkancana, W., &
sampai dengan tanggal 29 Maret tahun 2018.
Sunartana, 1992 )
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah soal tes essay kemampuan berpikir
kritis. Dimensi kemampuan berpikir kritis yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi
berpikir kritis menurut Ennis (1996) yang terdiri
HASIL
atas enam dimensi yaitu 1). merumuskan
Data Critical Thinking (CT) IPA Siswa
masalah, 2). memberikan penjelasan
Berdasarkan data kemampuan CT IPA
sederhana, 3). membangun keterampilan
yang diolah, maka diperoleh ringkasan data
dasar. 4), mengatur strategi dan taktik, 5)
seperti pada Tabel 2 berikut.
menyimpulkan,dan 6) memberi penjelasan
lanjut yang diuraikan lagi dalam 12 indikator.
Tabel 2. Data Statistik Deskriptif CT IPA
Karena penelitian ini adalah penelitian
siswa
deskriptif hanya mengukur profil kemampuan
berpikir kritis IPA siswa maka uji instrumen Nomor Stastistik deskriptif Nilai
yang digunakan dalam penelitian ini terbatas Sampel 80
pada uji validitas isi. Uji validitas isi dilakukan 1 Jangkuan 42.50
2 Nilai minimum 42.50
oleh 2 orang ahli dan dianalisis menggunakan 3 Nilai maksimun 85.00
Tabel Gregory (Gregory, 2000). Jumlah butir 4 Rerata 66.84
soal yang dibuat dalam penelitian ini adalah 25 5 Standar deviasi 9.114
butir soal. Setelah dilakukan uji validitas isi 6 Varians 83.069
maka 20 butir soal dinyatakan diterima dan
bisa diberikan pada kelas sampel penelitian. Dari Tabel 2, menunjukan bahwa

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP ..… 79
Aloisius Harso, Jumilah Gago

kemampuan berpikir kritis IPA siswa memiliki pada Tabel 4 berikut.


rerata 66.84 yang digolongkan kedalam Tabel 4. Data satatistik deskriptif CT IPA
kategori sedang atau cukup kritis. siswa berdasarkan Gender
Bila dilihat dari sebaran data yang
Statistik Jenis kelamin
mengacu pada kategorisasi kecenderungan Deskriptif
Pria Wanita
yang telah dikonversikan maka distribusi
frekuensi tingkat kemampuan berpikir kritis Mean 62,03 68, 56
IPA siswa dapat disajikan dalam Tabel 3 Median 61,25 60,62
berikut.
Modus 61,25 52,5
Tabel 3. Kategori Tingkat Berpikir Kritis IPA
Siswa SMP Negeri dalam Kota Ende Std. Deviasi 9,35 8,23

Interval Kategori Frekuensi / Minimum 43,75 48,75


kelas Persentase
80-100 Sangat kritis Maximum 83,75 85.00
8 (10 %)
68-79 Kritis
28 (35%) Dari Tabel 4 menunjukan bahwa tingkat
56-67 Cukup kritis
30 (37.5%) berpikir kritis sains kelompok pria mempunyai
44-55 Kurang kritis nilai rata-rata 62,03 dan kelompok wanita 68.56
13 (16.25%)
≤43 Tidak kritis hal ini berarti rerata kelompok wanita lebih
1 (1.25%) tinggi dari pria. Jika merujuk pada Tabel 1 maka
Jumlah 80 (100%)
tingkat kemampuan berpikir kritis kelompok pria
termasuk dalam kategori sedang atau cukup
Dari Tabel 3 menunjukan bahwa kategori kritis sedangkan untuk kelompok wanita masuk
tingkat kemampuan berpikir kritis IPA siswa dalam kategori tinggi atau kritis.
yakni 1 siswa (1,250025) tidak kritis, 13 siswa Data distribusi tingkat kemampuan
(16,25%) berkategori kurang kritis, 30 siswa berpikir kritis IPA kedua kelompok tersaji dalam
(37.5%) berkategori cukup kritis, 28 siswa Tabel 5 berikut..
(35%) berkategori kritis , dan 8 siswa (10%) Tabel 5. Kategori tingkat penguasaan
berkategori sangat sangat kritis. Untuk kemampuan berpikir kritis IPA siswa
memperjelaskan deskripsi data dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin
pada Gambar 1. berikut.
Interval Kategori Pria Wanita
Kelas
Frekuensi Frekuensi
(Prensentasi) (Presentasi )

80-100 Sangat 3 (7,5%) 5 (12,5%)


kritis
68-79 Kritis 12 (30%) 16 (40%)

56-67 Cukup 13 (32,5%) 17 (42,5%)


kritis
44-55 Kurang 11(27,5%) 2(5%)
kritis
≤43 Tidak 1 (2,5%) 0(0%)
kritis
Jumlah 4 40 (100%) 4 40 (100)
Gambar 1. Diagram batang kategori tingkat CT
IPA siswa
Dari Tabel 5 diperoleh sebaran
Data Penguasaan CT IPA Berdasarkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa pria
Gender adalah 1 siswa (2,5%) berkategori tidak kritis, 11
Berdasarkan hasil analisis deskriptif siswa (27,5%) kurang kritis, 13 siswa (32,5%)
yang disebarkan kepada para responden pria cukup kritis, 12 siswa ( 30%) kritis dan 3 siswa
dan wanita mendapatkan data seperti tersaji (7,5%) berkategori sangat kritis. Sedangkan

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
80 JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah), Vol. 2, No. 2, November 2018

untuk tingkat kemampuan berpikir kritis IPA siswa SMP Negeri di kota Ende sebanyak 3
siswa wanita yaitu 2(5%) berkategori kurang siswa (3,75%) mempunyai tingkat berpikir kritis
kritis, 17 siswi (42,5%) cukup kritis, 16 siswa IPA sangat rendah atau tidak kritis, 24 siswa
(40%) berkategori kritis, dan 5 siswi ( 12,5%) (30%) rendah atau kurang kritis, 33 siswa
sangat kritis. (41,25%) sedang atau cukup kritis, 16 siswa
Selanjutnya deskripsi data rerata berpikir (20%) tinggi atau kritis, dan 4 siswa (5%)
kritis IPA berdasarkan prespektif gender untuk sangat tinggi atau sangat kritis. Secara
masing-masing dimensi tersaji dalam Tabel 6 keseluruhan nilai rata-rata kemampuan berpikir
berikut. kritis IPA siswa sebesar 66,84 terletak pada
Tabel 6. Rerata CT sains siswa untuk setiap interval 56-67 yang dikelompokkan dalam
dimensi berdasarkan gender kategori sedang atau cukup kritis. Jika ditinjau
dari perspektif gender maka hasil penelitian
Dimensi Gender
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis
Pria Wanita IPA pada kelompok pria memiliki nilai rata-rata
Merumuskan masalah 65,53 64,40
Memberi penjelasan 63,12 64,53 62,03 yang berada pada kategori sedang atau
sederhana cukup kritis sedangkan pada kelompok wanita
Membangun keterampilan 64,41 62,81 memiliki rata-rata 68,56 pada kategori tinggi
dasar
Mengatur strategi dan taktik 64,88 69,72 atau kritis. Hal ini berarti menunjukan bahwa
adanya perbedaan berpikir kritis sains antara
Menyimpulkan 61,56 69,38
kelompok pria dan wanita.
Memberi penjelasan lanjut 67,66 79,38
Sedangkan data kemampuan CT IPA
untuk setiap dimensi menunjukan bahwa untuk
Dari Tabel 6, tingkat berpikir kritis IPA aspek merumuskan masalah kelompok Pria
kelompok pria menunjukan bahwa dimensi dan wanita berada pada kategorial yang sama
merumuskan masalah memiliki rata-rata nilai yakni sedang atau cukup kritis artinya kedua
65.53, dimensi memberikan penjelasan kelompok sama-sama mampu memahami
sederhana memiliki rata-rata nilai 63,12, persoalan yang diberikan dan solusi yang
dimensi membangun keterampilan dasar ditawarkan dimana kedua kelompok sama-
memiliki rata-rata nilai 64,41, mengatur strategi sama menuliskan hal-hal yang diketahui dari
dan taktik memiliki rata-rata nilai 64,88 persoalan yang diberikan berupa fakta-fakta
menyimpulkan memiliki rata-rata nilai 61,56, yang ada secara jelas dan logis. Untuk dimensi
memberi penjelasan lanjut memiliki rata-rata memberikan penjelasan sederhana, kedua
nilai 67,66. Untuk tingkat kemampuan berpikir kelompok berada pada kategori yang sama
kritis IPA kelompok wanita menunjukan bahwa yakni sedang atau cukup kritis dimana
dimensi merumuskan masalah memiliki rata- kelompok pria dan wanita mampu memberikan
rata nilai 64,40, memberikan penjelasan penjelasan-penjelasan singkat yang masuk
sederhana memiliki rata-rata nilai 64,53, akal berdasarkan bukti-bukti yang ada.
membangun keterampilan dasar memiliki rata- Untuk dimensi membangun keterampilan
rata nilai 62,81, mengatur strategi dan taktik dasar kedua kelompok sama-sama berada
memiliki rata-rata nilai 69,72 menyimpulkan pada kategori yang sama yakni kategori
memiliki rata-rata nilai 69,38, dan dimensi sedang atau cukup kritis. Hal ini dapat diketahui
memberi penjelasan lanjut memiliki rata-rata dari penggunaan referensi-referensi yang ada
nilai 79,38. untuk membantu menemukan jawaban atas
pertanyaan atau pernyataan yang diberikan.
Untuk dimensi mengatur strategi dan taktik,
PEMBAHASAN
kedua kelompok memiliki perbedaan rerata
Berpikir kritis sangat penting untuk
nilai kemampuan CT dimana kelompok
dimiliki oleh setiap individu karena berkaitan
perempuan lebih tinggi dari kelompok pria. Hal
dengan pengambilan keputusan yang tepat
ini dikarenakan pada kelompok perempuan
dalam berbagai aktifitas. Hasil penelitian
mampu menggunakan semua jenis data/
menunjukan bahwa data berpikir kritis IPA

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP ..… 81
Aloisius Harso, Jumilah Gago

informasi yang ada secara detail dan berhati- daerah sistem limbik pada pria dan wanita
hati dan selalu berupaya untuk melakukan memiliki struktur yang berbeda. Umumnya
pengecekan kembali terhadap jawaban yang wanita memiliki hippocampus lebih besar dari
sudah dihasilkan sehingga menggunakan pada pria sehingga berpotensi meningkatkan
waktu relatif lama. Sedangkan pada kelompok memori penyimpanan jangka panjang yang
Pria hanya menggunakan data/informasi yang lebih bagus. Selain itu bagian otak lain yang
penting saja dan tidak berupaya memiliki struktur berbeda antara pria dan
mengkonfirmasi kembali jawaban yang wanita adalah cerebral cortex yang mengontrol
sehingga waktu dibutuhkan relatif singkat. berpikir, mengambil keputusan, dan fungsi
Untuk dimensi menyimpulkan, kedua kelompok intelektual, otak wanita menerima sekitar 20%
memiliki rerata berbeda dimana kelompok lebih banyak aliran darah dan memiliki koneksi
wanita berada pada kategori tinggi atau kritis saraf yang lebih banyak. Hal tersebut
sedangkan kelompok pria berada pada kategori memungkinkan wanita mampu menganalisis
sedang atau cukup kritis hal ini dikarenakan informasi yang lebih cepat dari pria. Selain itu
pada kelompok wanita kesimpulan yang ditarik wanita memiliki kematangan emosional lebih
sesuai dengan alasan-alasan yang diberikan baik dari pria. Sehingga wanita mampu
dan disajikan cendrung lengkap dan terperinci menyelesaikan segala sesuatu dengan lebih
sedangkan pada kelompok pria kesimpulan berhat-hati.
sudah sesuai dengan alasan yang diberikan Secara empirik hasil penelitian ini
namun datanya kurang lengkap dan tidak konsisten dengan temuan penelitian yang telah
terperinci. Pada dimensi memberi penjelasan dilakukan oleh Ricketts (2004) dan
lanjutan, kelompok wanita berada level atau Pambudiono dkk (2013) yang menyimpulkan
kategori tinggi atau kritis sedangkan kelompok bahwa kemampuan berpikir kritis wanita lekbih
pria berada pada kategori sedang atau cukup tinggi dari pria.
kritis. Adanya perbedaan pada dimensi ini
dikarenakan kelompok perempuan mampu
memberikan klarifikasi disertai dengan PENUTUP
pertimbangan-pertimbangan yang
menyakinkan yang disertai data yang Berdasarkan analisis data dan
memadai, sedangkan pada kelompok pria data- pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
data yang disajikan kurang lengkap. (1) Secara keseluruhan rerata tingkat
Sehingga secara keseluruhan tingkat kemampuan berpikir kritis IPA siswa Kelas VIII
berpikir kritis sains kelompok wanita lebih tinggi SMP Negeri di kota Ende adalah 66,84 berada
dibandingkan dengan kelompok pria dengan dalam kategori sedang atau cukup kritis.
selisih rata-rata sebesar 6,53. Adanya Sebaran kemampuan berpikir kritis IPA siswa
perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA Kelas VIII SMP Negeri di Kota Ende adalah (a)
antara kelompok wanita dan pria karena 3,75% siswa berkategori sangat rendah atau
berbagai faktor diantaranya terdapat tidak kritis (b) 30% siswa berkategori rendah
perbedaan kemampuan berkomunikasi, atau kurang kritis, (c) 41,25% siswa
dimana terdapat perbedaan struktur otak berkategori sedang atau cukup kritis, (d) 20%
antara pria dan wanita dalam hal kemampuan berkategori tinggi atau kritis, dan (e) hanya 5%
pengolahan bahasa. (Pambudiono, Zubaidah, siswa berkategori sangat tinggi atau sangat
& Mahanal, 2013). Karena bahasa adalah kritis. (2) Jika ditinjau berdasarkan gender
media penyaluran gagasan atau ide. maka rerata kemampuan berpikir kritis
Penggunaan bahasa yang jelas dan terstruktur kelompok wanita lebih tinggi yakni 68,58
merupakan indikasi seseorang memiliki berada pada kategori tinggi atau kritis
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Guilerr dibandingkan dengan kemampuan berpikir
(2005) menyatakan wanita memiliki skill yang kritis kelompok pria sebesar 62,03 berada pada
baik dalam berkomunikasi. kategori sedang atau cukup kritis.
Sasser (2010) menjelaskan bahwa Sesuai dengan hasil penelitian ini,

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
82 JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah), Vol. 2, No. 2, November 2018

diharapkan untuk para guru mata pelajaran IPA Laboratorium Riil dan Laboratorium Virtuil
agar dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada Pembelajaran Fisika Ditinjau dari
perlu menerapkan suatu model pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tesis.
Tidak Dipublikasikan. Surakarta:
yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir Universitas Sebelas Maret.
kritis siswa dan dalam penyusunan soal-soal
ujian perlu memperbanyak soal berpikir tingkat Harso, A., & Kaleka, M. (2014). Analisis
tinggi. kemampuan berpikir pada soal-soal UTS
IPA yang disusun oleh guru-guru IPA
SMP Sekota Ende. Laporan hasil
penelitian. Program Studi Pendidikan
UCAPAN TERIMAKASIH Fisika FKIP Universitas Flores Ende.
Tidak dipublikasikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih sedalam- Johnson, E. B., (2002). Contextual teaching
dalamnya kepada semua pihak teristimewa and learning: what it is and why it’s here
to stay. United States of America:
buat Ibu Skolastika Amsun Dalus yang telah
Corwin Press, INC.
banyak membantu dan memberikan dorongan
agar tulisan ini terselesaikan dengan baik. Ibu Maulana. (2008). Pendekatan Metakognitif
Jumilah Gago yang berpartisipasi aktif dalam Sebagai Alternatif Pembelajaran
menyelesaikan penelitian ini serta para Kepala Metematika Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa
Sekolah dan Guru mata pelajaran IPA yang
PGSD. Jurnal penelitian Pendidikan,
telah memberikan kesempatan kepada Tim 8(1). 21-28.
Peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah-
sekolah tersebut. Myers, B.E., & Dyer, J.E. (2006). The Influence
Of Student Learning Style On Critical
Thinking Skill. In Journal of Agricultural
Education, 47 (1), 43-52.
DAFTAR PUSTAKA
Nurkancana, W., & Sunartana, P.P.N. (1992).
Aksani, L.,& Purwanto, J. (2015). Meningkatkan Evaluasi hasil belajar. Surabaya:
kemampuan berpikir tingkat tinggi Penerbit Usaha Nasional.
mahasiswa pendidikan matematika UMP
melalui model Project Based learning Pambudiono, A., Zubaidah, S., & Mahanal, S.
pada mata kuliah kalkulus lanjut I. Journal (2013). Perbedaan Kemampuan Berpikir
Mathematics Education AlphaMath,1(1), dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X
45-49. SMA Negeri 7 Malang Berdasarkan
Jender dengan Penerapan Strategi
Asta, I. K. R., Agung, A. A. G., & Widiana, I. W. Jigsaw. Jurnal Pendidikan Hayati, 1 (1).
(2015). Pengaruh Pendekatan Saintifik
dan Kemampuan Berpikir Kritis Ricketts, J.C., & Rudd, R. (2004). Critical
Terhadap Hasil Belajar IPA. MIMBAR Thinking Skills of FFA Leaders: Journal
PGSD Undiksha, 3(1). of Southern Agricultural Education
Research, 54 (1), 21-33.
Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA:
Prentice Hall, Inc. Sadia, I W., Subagia, W., & Natajaya, I N.
(2009). Pengembangan model
Gregory, R. J. (2000). Psycologycal testing, pembelajaran dan perangkat
history,principles, and applications. pembelajaran untuk meningkatkan
Boston: Allyn & Bacon, Inc. keterampilan berpikir kritis (critical
thinking skills) siswa Sekolah Menengah
Guiler, J., Ross, A., & Durndell. (2005). The role Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah
of gender in a peer based critical thinking Atas (SMA). Laporan Penelitian (tidak
task. Departement of Psychology, diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika
Glasgow Caledonian Unversity. Universitas Pendidiikan Ganesha.
Glasgow, Scotland UK.
Schafersman, S. D. (1991). An introduction to
Hadi. (2009). Pengaruh Penggunaan critical thinking. Tersedia pada

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326
Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP ..… 83
Aloisius Harso, Jumilah Gago

http://www.freeinquary.com/critical- Yousefi, S., & Mohammadi, M. (2016). Critical


thinking.html. Diakses tanggal 27 januari Thinking and Reading Comprehension
2018. among Postgraduate Students: The
Sasser, L. (2010). Brain Differences between
Genders. Gender Differences in Case of Gender and Language
Learning, Genesis 5,1‐2. Proficiency Level. Journal of Language
http://www.faccs.org/assets/Conventio Teaching and Research, 7(4), 802-807,
ns/Convention10/Workshops/Sasser- July 2016.
Gender-Differences-in-Learning.pdf, http://dx.doi.org/10.17507/jltr.0704.23.
diakses tanggal 13 Maret 2017.

Semerci, C. (2005). The influence of the critical William, J.D. (2011). How science works:
thinking skills on the Teaching and learning in the science
classroom. Chennai: Continuum.
Students’Achievement. Pakistan Journal
of Social Sciences, 3(4), 598-602.

doi: 10.30599/jipfri.v2i2.326

Anda mungkin juga menyukai