Anda di halaman 1dari 7

Na’at-Man’ut

DI SUSUN

O
L
E
H
Kelompok: 10(sepuluh)

Anggota: 1.Frinsi Nabila


2.Joko Wibowo
3.Olimvia Agustina P
4.Yohana Gultom
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya bahasa arab dan nahwu adalah suatu sarana untuh
mengetahui alqur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w. keduanya bukanlah
termasuk dari ilmu-ilmu syar’i akan tetapi wajib hukumnya mendalami ilmu tersebut
karena syari’ah ini datang dengan bahasa arab dan setiap syari’ah tidak akan
nampak kecuali dengan suatu bahasa. (Imam Al-Ghazali)
Nah dengan melihat ulasan perkataan diatas, maka nampaklah bahwa
bahasa arab sangatlaah urgen untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan. Dan untuk
dapat memahami bahasa arab, kita perlu mendalami ilmu nahwu, sharaf serta ilmu
balagha.
Tetapi yang menjadi tantangan global para pelajar sekarang. Mereka ingin
dengan mudahnya dapat berbahasa tanpa mengetahui seluk-beluk dari ilmu tersebut
terutama pada nahwu dan sharafnya. Sehingga saat mereka menemukan
keganjalan-keganjalan dalam al-qur’an, mereka akan heran. Dan akhirnya timbullah
argumen-argumen dan bahkan laris terpasarkan buku-buku mengenai kejanggalan-
kejanggalan bahasa dalam al-qur’an. Dan mereka yang harus membaca meresapi
tanpa menganalisa, akan memahami bahwa terdapat beberapa kaidah-kaidah
bahkan bahasa-bahasa dalam al-qur’an yang salah.
Dengan inilah kami membuat makalah untuk tuntunan para mahasiswa yang
bertemakan “ Na’at-Man’ut..

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan na’at dan man’ut ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Mudaf-Mudafun Ilaih?
3. Untuk apakah Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih dalam Bahasa Arab

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan na’at dan man’ut
2. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan Mudaf-Mudafun Ilaih
3. Untuk mengetahui Untuk apakah Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih
dalam Bahasa Arab
BAB II
PEMBAHASAN
A. NA’AT DAN MAN’UT (Sifat dan yang disifati)
Na’at dan man’ut adalah isim beserta sifatnya. Telah dijelaskan pada
pelajaran-pelajaran sebelumnya bahwa kata-kata sifat dalam bahasa Arab termasuk
isim. Secara umum, na’at (sifat) mengikuti man’ut-nya (isim yang diberi sifat) dalam
hal jenis (mudzakkar/muannats), dalam hal jumlah (mufrad/mutsanna/jamak), dalam
hal ma’rifah/nakirah, dan dalam hal i’rab (rafa’/ nashab/jar).
Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam
hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya. Man’ut artinya kata-kata
benda yang disipati. Yakni na’at itu mengikuti man’ut dalam hal:
1. Rafa’ jika man’ut itu marfu’
2. Nashab jika man’utnya manshub
3. Khafad jika man’utnya makhfud (majrur)
4. Ma’rifah jika man’utnya ma’rifah
5. Nakirah jika man’utnya nakiroh.[1]

I. Ketentuan-Ketentuan Na’at:
1) Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ta’yin (kejelasan) nya.
Contoh:
َ ٌٌ‫( = َر َج َع‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
ٌ‫طا ِلبٌٌ َماهِر‬
ْ ‫طا ِلب‬
ٌ‫ٌٌال َماهِر‬ َّ ‫( = َر َج َعٌٌال‬Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
2) Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ‘adad (jumlah) nya.
Contoh:
ٌ‫طا ِلبٌٌ َماهِر‬ َ ٌٌ‫( َر َج َع‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
ٌِ ‫انٌٌ َماه َِر‬
‫ان‬ َ ٌٌ‫( َر َج َع‬Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
ِ َ‫طا ِلب‬
ٌَ‫( َر َج َعٌٌطالَّبٌٌ َماهِر ْون‬Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3) Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi nau’ (jenis) nya.
Contoh:
ٌ‫طا ِلبٌٌ َماهِر‬ َ ٌٌ‫( َر َج َع‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
َ ٌٌ‫( َر َج َع‬Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)
ٌ‫طا ِلبَةٌٌ َماه َِرة‬
II. Pembahagian na’at
Na’at terbagi kepada dua yaitu:
a) Na’at hakiki
Yaitu isim yang menunjukkan kata sifat pada diri kalimat sebelumya atau
kalimat yang diikutinya.
َ َّ‫ٌللاٌٌن َِظيْفٌٌ َوي ِهبُّ ٌالن‬:ٌ‫ِمثْل‬
Allah itu bersih dan menyukai kebersihan:ٌَ‫ظافَة‬
Dalam contoh tersebut, ٌ‫ ن َِظيْف‬merupakan Na’at (sifat), dimana ٌ‫ للا‬adalah man’ut
atau yang disifati (yang mempunyai sifat).
Na’at hakiki harus sesuai dengan kalimat yang diikutinya dalam hal ma’rifah,
nakirohnya, bilangannya dan jenisnya. Jika yang mempunyai sifat itu jamak yang
tujuannya selain manusia maka boleh sifatnya dalam bentuk mufrad muannats atau
jamak muannats.
ٌ‫ٌ َج ٌِد ْي َداة‬/ٌ‫ٌٌٌكتبٌٌ َج ِد ْي َدة‬#ٌٌ‫ان‬ ٌِ َ‫ٌٌٌٌ ِكت َاب‬#ٌٌٌ‫ٌ ِكتَابٌٌ َج ِديْد‬:ٌ‫ِمثْل‬
ٌِ ‫انٌ َج ِد ْي َد‬

b) Na’at sababi
Na’at sahabi yaitu kalimat yang menunjukkan sifat pada isim yang mempunyai
hubungan atau ikatan dengan isim yang didikutinya. Atau na’at sababi adalah na’at
yang menunjukkan sifat bagi isim-isim yang ada hubungannya dengan matbu’nya.
Aku masuk kebun yang bagus bentuknyaٌ:‫ش ْكل ٌَها‬ َ ‫ َدخ َْلتٌال َح ِد ْي َق ٌةٌَ ْال َح‬:ٌٌ‫ِمثْل‬
َ ٌٌَ‫سن‬
َ ‫ ْال َح‬merupakan Na’at (sifat), sedangkan yang menjadi
Dalam contoh ini, ٌَ‫سن‬
Man’ut (yang disifati) adalah ‫ش ْكل َها‬
َ
Dalam na’at sababi meskipun yang mempunyai sifat itu dalam bentuk jamak,
maka kata sifatnya tetap dalam bentuk mufrad.
‫طا ِلبٌٌ ْال َماهِرٌٌأَب ٌه‬َّ ‫ٌ َر َج َعٌال‬: ٌ‫ِمثْل‬
ٌ ‫ط َّالٌبٌٌ ْال َماه َِرةٌٌأَ َباته ٌْم‬ ُّ ‫َر َج ٌَعٌال‬
ü CONTOH NA’AT DAN MAN’UT DALAM KALIMAT

Contoh dalam ‫ نعت‬+ ‫منعوت‬


Arti Arti
jumlah ‫ صفة‬+ ‫موصوف‬

Dia seorang gadis Seorang gadis yang


ٌ ‫ص ِغي َْرة‬
َ ٌ‫ِي ِبنْت‬
َ ‫ه‬ ٌ ‫ص ِغي َْرة‬
َ ٌ‫ِب ْنت‬
yang kecil kecil
Dua orang gadis Dua orang gadis
yang kecil datang
‫َان‬
ِ ‫ص ِغي َْرت‬ ِ ‫ائت البِ ْنت‬
َّ ‫َان ال‬ ْ ‫َج‬
yang kecil ِ َ ‫ص ِغي َْرت‬
‫ان‬ ِ َ ‫البِ ْنت‬
َّ ‫ان ال‬
Mereka gadis- Gadis- gadis yang
َ ٌ‫ه َُّن بَنَات‬
ٌ‫ص ِغي َْرات‬ ٌ‫ص ِغي َْرات‬َ ٌ‫بَنَات‬
gadis yang kecil kecil
Zaid adalah
Seorang laki-laki
seorang laki- laki ‫َكانَ زَ ْيذٌ َر ُجالً َكبِي ًْرا‬ ‫َر ُج ٌل َكبِ ْي ٌر‬
yang dewasa
yang dewasa
Saya berjalan
dengan dua orang Dua orang laki-laki
‫الر ُجلَي ِْن ال َكبِي َْري ِْن‬
َّ ِ‫َم َر ْرتُ ب‬ ‫الر ُجال‬
َّ
laki-laki yang yang dewasa
dewasa
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’
nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya.
Ø Idhafah adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar
tertentu di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi
sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun
Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar.
B. Saran
Kami mengharapkan agar apa yang telah dijelaskan diatas dapat dipahami oleh
pembaca sekalian dan pendengar sekalian, sekaligus semoga bermanfaat bagi kita
semua. Selanjutnya, kritik dan saran dari pembaca dan pendengar sangatlah kami
harapkan guna memperbaiki dalam membuat makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.,Moch dan Anwar Abu Bakar. Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah
Ajurumiyyah.Bandung: Sinar Baru Algesindo.2007
Fahmi.,Ahmad,Akrom.Ilmu Nahwu dan Sharaf. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.1999
Umam.,Chatibul dkk. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar
Jiddan.Jakarta: Darul Ulum Press.2002

[1] Chatibul Umam dkk,Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar


Jiddan.(Jakarta: Darul Ulum Press.2002). Hal. 157*
[2] Ahmad Akrom Fahmi,Ilmu Nahwu dan Sharaf.(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.1999). Hal. 83
[3] Moch Anwar dan Anwar Abu Bakar, Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah
Ajurumiyyah.(bandung: Sinar Baru Algesindo.2007). hal. 80-81
[4] Chatibul Umam dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Terjemah Qowaidu
Lillughatil Arabiyah.(Jakarta: Darul Ulum Press.1986). Hal. 299

Anda mungkin juga menyukai