PENDAHULUAN
Tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan politik di Indonesia saat ini tengah berada
dalam suatu perkembangan yang sangat signifikan. Terdapat angin segar yang telah
membangunkan lelapnya tidur masyarakat Indonesia dari keterpurukan. Betapa tidak,
globalisasi dan medernisasi setidaknya mengafirmasikan bahwa kehidupan politik bangsa
Indonesia tengah memasuki babak baru yakni mulai timbulnya partisipasi politik yang aktif
yang sebagian besarnya berasal dari masyarakat.
Masyarakat kini bukanlah sebuah boneka kaku yang hanya bisa dipermainkan begitu
saja oleh penguasa tetapi masyakat bisa menjadi sebuah bumerang yang mematikan bagi
penguasanya. Ya! sekali lagi hal ini dikarenakan masyarakat mengamini eksistensi dari sebuah
perubahan. Bukan sebuah perubahan yang utopis dengan janji-janji manis yang menggiurkan
saja tetapi masyarakat menuntut adanya sebuah realitas politik, sebuah perubahan ke arah yang
lebih baik lagi, perubahan yang dapat direlisasikan.
Tentunya segala intrik dan skandal yang terjadi pada masa lalu bukanlah hanya sebatas
sejarah politik bagi bangsa kita yang dapat kita hapus dari ingatan kita begitu saja. Apa yang
telah terjadi pada kekuasaan eksekutif kita, entah sebuah pencapaian ataupun skandal
merupakan sebuah pembelajaran politik bagi kita untuk dapat berubah ke arah yang lebih baik.
Untuk itu penulis membuat sebuah makalah kecil dengan judul Kekuasaan Eksekutif di
1
Indonesia Masa Orde lama untuk memahami apa saja hal-hal yang terjadi pada kekuasaan
eksekutif orde lama.
2
BAB II
ISI
Eksekutif berasal dari bahasa Latin, execure yang berarti melukakan atau
melaksanakan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara
demokratis, badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden.
Badan eksekutif dalam arti luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
1
Budi Winarno,Sistem Politik Indonesia Era Reformasi (Yogyakarta:2007), hal. 89-90.
2
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta:2009),hal.295.
3
menjaga keamanan negara dalam hubungannya dengan negara lain, seperti membuat aliansi
dan lain sebagainya.4
Perkembangan ini terdorong oleh banyak faktor, seperti perkembangan teknologi, proses
modernisasi yang sudah berjalan jauh,semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antar
negara,krisis ekonomi ,dan revolusi sosial. Akan tetapi meluasnya peranan negara terutama
disebabkan karena penyelenggaraan kesejahteraan rakyatnya merupakan tugas pokok dari
setiap negara dewasa ini apalagi jika ia tergolong negara kesejahteraan (welfare nation).
4
Winarno, Op. Cit.,hal.89.
6
Budiardjo,Op.Cit.,hal.296.
4
Negara kesejahteraan menjamin bagi warga negaranya tersedianya aspek-aspek
minimal dari pendidkan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan karena itu
kegiatannya mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat.7
Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap
tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai
dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden
Soekarno sebagai tokoh sentral orde lama adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan,
bahkan ia bertindak sebagai pemimpin besar revolusi.8
badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai kepala negara konstitusional dan mentri-
mentrinya mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap
kabinet berdasarkan koalisi yang berkisar pada pada satu atau dua partai besar dengan beberapa
partai kecil.
8
Hassan Saleh, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta:2009),hal.149.
5
Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi sewaktu-waktu tidak
segan menarik dukungannya. Di lain phak partai oposisi, tidak mampu berperan sebagai oposisi
yang kontruktif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi.
Umumnya kabinet dalam masa pra pemilu yang diadakan pada tahun 1955 tidak dapat
bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan
ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan untuk menjalankan
programnya. Pun pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapakan, bahkan tidak
dapat menghindarkan perpecahan yang paling gawat antara pemerintah pusat dan beberapa
daerah.
Dengan dalih deadlock dan oleh sebab itu kembali ke UUD 1945 yang yang dianggap
satu-satunya jalan keluar, maka kepemimpinan soekarno sebagai kepala negara tidak terbatas,
apalagi MPRS tidak berfungsi, kecuali dalam melegalisasi "kebijakan" yang diambil presiden,
bahkan telah mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup, sedangkan DPR produk
Pemilu I dibubarkan melalui Dekrit presiden 5 Juli 1959.10 Dekrit presiden 5 Juli 1959 dapat
dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat.11
Mulai Juni 1959 UUD 1945, berlaku kembali dan menurut ketentuan UUD 1945 itu
badan eksekutif terdiri atas seorang presiden,wakil presiden beserta mentri-mentri. Kekuasaan
eksekutif diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab III pasal 4 samapai dengan 15.12
9
Budiardjo,Op.Cit.,hal.128-129.
10
Saleh,Op.Cit.,hal.149.
11
Isi dari dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil pemilu 1955 dan penggantian UUD
sementara 1950 ke UUD 1945.
12
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia (Jakarta:1981),hal.98.
6
Mentri-mentri membantu presiden dan diangkat serta dihentikan olehnya. Presiden dan
wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” MPR. Ia bertanggung
jawab kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang hanya dibatasi oleh
peraturan-peraturan dalam UUD 1945 dimana sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang-
undang. Selama masa itu presiden tidak boleh dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak
mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.
Pada masa demokrasi terpimpin terjadi dominasi dari presiden, terbatasnya peranan
partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur
sosial politik. Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan
keinginannya untuk memperkuat kedudukannya oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden
seumur hidup. Begitu pula dengan pejabat teras dari Legislatif (yaitu pimpinan MPRS dan DPR
Gotong Royong) dan dari badan Yudikatif (yaitu ketua Mahkamah Agung) diberi status mentri.
Dengan demikian jumlah mentri lebih dari seratus.
Saleh mengatakan, “Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan hidup kenegaraan,
tetapi pancasila dan UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.” Hal itu itu
ditandai dengan adanya berbagai penyimpangan dalam Demokrsi terpimpin13 :
7
Presiden menyatakan perang dengan Malasya
Presiden menyatakan Indonesia keluar dari PBB
Hak Budget tidak jalan14
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat pilihan
rakyat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol
ditiadakan. Bahkan pemimpin DPR dijadikan mentri dan dengan demikian ditekankan fungsi
pembantu presiden, di samping fungsi sebagai wakil rakyat. Hal terakhir ini mencerminkan
telah ditinggalkannya doktrin Trias Politika.16
Penyimpangan lain dalam demokrasi terpimpin adalah campur tangan presiden dalamm
bidang Yudikatif seperti presiden diberi wewenang untuk melakukan intervensi di bidang
yudikatif berdasarkan UUD No.19 tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 dan di bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 1960
dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu rancangan
Undang-Undang.
14
Hak Budget adalah badan legislatif untuk menentukan besarnya pembelajaan dan pengeluaran (semasa
pemerintahan) seperti pembelian alat-alat negara, biaya rekonstruksi suatu proyek negara yang dapat
mendukung badan legislatif agar semua program yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik.
15
Budiardjo, Op. Cit.,hal.130.
16
Doktrin ini menjelaskan adanya pembagian kekuasaan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
sehingga tidak terjadi perebutan kekuasaan dan setiap kekuasaan dapat menjalankan fungsi dan perannya
dengan baik.
8
5 Juli 1959 sebagai sumber hukum. Tambahan pula didirikan badan-badan ektra kontitusional
seperti front nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai
denga taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai
persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.
Partai politik dan pers dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak
dibenarkan, dan ditutup, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan
ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram. Pada
masa orde lama terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI17. Persaingan ini
mencapai klimaks dengan meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan
oleh PKI. Ketika itu bangsa Indonesia didominasi oleh partai komunis yang sangat kuat.
17
Saleh,Op.Cit.,hal.150.
18
Ketika Indonesia merasakan dominasi partai komunis, PKI di bawah pimpinan DN Aidit melakukan
pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah yang menyebabkan malapetakan nasional,
sehingga bangsa Indonesia harus mengalami penderitaan yang sangat tragis , baik di bidang ekonomi, politik,
sosial, budaya, dan Hankam.
19
Budiardjo,Op.Cit.,hal.311.
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tetapi hal ini bukanlah sebatas renungan belaka ataupun sebuah sejarah yang pernah
kita lewati. Segala hal yang telah terjadi pada kekuasaan eksekutif pada masa orde lama
hendaknya menjadi pembelajaran politik bagi kekuasaan eksekutif pada era reformasi sekarang
ini.
Selain itu juga dituntut kerja sama yang baik antara para stake holder termasuk di
dalamnya adalah masyarakat, untuk dapat memberikan kritik konstruktif yang dapat
membangun kekuasaan eksekutif di negara Indonesia sehingga menjadi lebih efisien, efektif,
10
responsif,dan berkredibelitas. Bukan kritik destruktif yang malah matikan kinerja kekuasaan
eksekutif di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tamin, Azian dan Azran Jalal, et. al.2005. Profil Politik Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta:
Pusat Studi Politik Madani Institute
11
12