Anda di halaman 1dari 4

Nama Aggota Kelompok :

1. Rafid Leo Pratama

2. Gusti Arief N

3. M.Anugrah Bimantara

1. Jepang dan China


Perebutan kepemilikan pulau Daioyu/Senkakuantara China-Jepang telah
berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ecafe menyatakan
bahwa diperairan sekitar pulau Daioyu/Senkakuterkandung hidrokarbon dalam
jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat
menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau
Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China,
karena China merasa bahwa pulau tersebut adalah miliknya. Sengketa ini
semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di
pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan
Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun
tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh
kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi China memprotes tindakan
Jepang atas pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah
mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa.
Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada
penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan
bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang
dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh hukum laut
1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan
median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih,
namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena
adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line. Alternatif lain
juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan
bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan
bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua
negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-
Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara
harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan
baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya
kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah
bersama Jepang melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif
penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui mahkamah
internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya
akan take all or nothing.
Judul Artikel Perebutan pulau Daiyou/Senkakuantara
Negara-negara Pihak Jepang dan China
sebagai subjek
perhubungan hukum
internasional
Deskripsi ringkas kasus
kejadian
Komentar tentang asas Menurut kami keputusan yang dibuat kedua belah pihak sangat bijak
hukum internasional karena dengan melalui Mahkamah International bisa diselesaikan secara
yang sesuai/bertentang damai

2. Kamboja dengan Thailand


Sengketa perbatasan sekitar Candi Preah Vihear antara Kamboja dan Thailand
jadi pusat perhatian media internasional pada saat KTT ASEAN, Mei, di Jakarta.
Diharapkan mediasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN
merukunkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan Perdana Menteri Thailand
(waktu itu) Abhisit Vejjajiva dalam masalah Candi Preah Vihear membuahkan
hasil. Itu karena konsep Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN yang
dicanangkan para kepala negara dan pemerintahan ASEAN menggambarkan
mekanisme penyelesaian sengketa antarnegara ASEAN. Di samping itu, Dewan
Keamanan PBB telah memberikan amanah kepada ASEAN untuk menyelesaikan
masalah tersebut secara damai.

Judul Artikel Sengketa perbatasan candi Preah Vihear


Negara-negara Pihak Kamboja dan Thailand
sebagai subjek
perhubungan hukum
internasional
Deskripsi ringkas kasus
kejadian
Komentar tentang asas Menurut kami ada baiknya sengketa tersebut bisa dijadikan suatu
hukum internasional contoh hubungan internasional yang baik
yang sesuai/bertentang

3. Indonesia dengan Filipina


Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas
(Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut
(Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil.
Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana
kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan
Arbitrage di Den Haag tahun 1928. Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud,
Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan
Filipina. Dalam adat Nanusa, Miangas disebut Tinonda. Konon, pulau ini sering
menjadi sasaran bajak laut. Selain merebut harta benda, perompak ini
membawa warga Miangas untuk dijadikan budak di Filipina. Di masa Filipina
dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenal dengan sebutan Poilaten yang
memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena di Miangas banyak ditumbuhi palm
mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulau ini disebut Miangas. Miangas
bukan hanya menjadi sasaran perompakan. Pulau ini memiliki sejarah panjang
karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika mengklaim
Miangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki Filipina digeser
Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus
klaim Pulau Miangas ini diusung ke Mahkamah Internasional.

Judul Artikel Sengketa Perairan Laut P.Miangas (Indonesia) dan Pantai Mindanao
Negara-negara Pihak Indonesia dan Filipina
sebagai subjek
perhubungan hukum
internasional
Deskripsi ringkas kasus
kejadian
Komentar tentang asas Menurut kami apa yang dilakukan kedua belah pihak adalah keputusan
hukum internasional yang bijak, untuk meng-usung ke Mahkamah Internasional
yang sesuai/bertentang

4.Indonesia dan Malaysia

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967


ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing
negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-
batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan
dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini
berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak
swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di
bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia
mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh
ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.
Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau
tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Keputusan Mahkamah Internasional pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan


dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari selasa 17 Desember 2002 ICJ
mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan pulau Sipadan-
Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga
itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari
Mahkamah Internasional, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan
satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan
pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan
teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia)
telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan
telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an.

Judul Artikel Sengketa pulau Sipadan dan Ligitan


Negara-negara Pihak Indonesia dan Malaysia
sebagai subjek
perhubungan hukum
internasional
Deskripsi ringkas kasus
kejadian
Komentar tentang asas Menurut kami apa yang dilakukan kedua belah pihak adalah keputusan
hukum internasional yang bijak, untuk meng-usung ke Mahkamah Internasional
yang sesuai/bertentang

Anda mungkin juga menyukai