Sebelum uji penetapan kadar paracetamol dan kafein terlebih dahulu dilakukan optimasi sistem KCKT. Optimasi dilakukan untuk mencari sistem KCKT yang optimum dengan kondisi yang seefektif dan seefisien mungkin. Optimasi sistem KCKT dilakukan untuk melihat daya elusi dan waktu retensi yang diperoleh. Fase gerak yang digunakan dalam elusi menggunakan fase terbalik, yaitu campuran antara asam asetat glacial dan metanol dengan perbandingan (70 : 30) dan fase diam yang digunakan adalah C18. Fase gerak ditentukan dengan mempelajari buku literatur serta jurnal-jurnal hasil penelitian senyawa parasetamol dan kafein. Alasan penggunaan HPLC fase terbalik ini dikarenakan parasetamol dan kafein merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga fase gerak yang digunakan harus bersifat polar dan fase diamnya harus bersifat non polar, supaya pemisahan dapat dilakukan dengan baik. Proses elusi dilakukan dengan cara isokratik dimana elusi dengan menggunakan komposisi fase gerak yang sama tanpa ada perubahan perbandingan fase gerak yang digunakan. Sistem kromatografi fase terbalik, memiliki daya elusi (eluent strenght) yang berbanding terbalik dengan kepolaran fase gerak. Semakin lemah kepolaran fase gerak maka akan semakin besar daya elusinya. Pada sistem KCKT fase terbalik, fase diam C18 bersifat non polar sehingga pada kondisi ini apabila suatu campuran yang terdiri dari beberapa senyawa dielusi pada kolom C18 dengan fase gerak yang polar, senyawa yang relatif non polar cenderung tertahan di kolom sehingga waktu retensinya lebih panjang dibandingkan senyawa lain yang relatif lebih polar. Penggunaan kolom C18 karena kolom ini memiliki gugus oktadesil silika (ODS atau C18) yang mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Penetapan Kadar Sampel Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar parasetamol dan kafein dalam sampel obat dengan instrumen HPLC. Sampel obat yang digunakan adalah jenis obat sakit kepala yaitu oskadon. Adapun prinsip dasar dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada praktikum kali ini adalah adanya perbedaan koefisien distribusi antara komponen fasa gerak dan fasa diam. Fase gerak yang digunakan sudah memenuhi persyaratan fasa gerak HPLC yaitu: jernih, murah, mudah diperoleh, dan tidak kental. Sebelumnya, pada fase gerak dilakukan proses degassing menggunakan sonikator. Proses degassing dilakukan untuk menghomogenkan dan menghilangkan gelembung-gelembung gas pada larutan induk karena dengan adanya gas dalam larutan sampel dapat menghambat pergerakan eluen sehingga terganggunya pemisahan pada kolom karena larutan sampel tidak merata dan akan menyebabkan terjadinya pelebaran puncak kromatogram. Selain itu, penghilangan gas ini juga diperlukan untuk menghindari noise pada detektor terutama fase organik berair. Fasa diam yang digunakan dalam HPLC harus tahan terhadap tekanan tinggi, karena apabila digunakan struktur dengan pori yang besar akan mudah rusak. Hal ini disebabkan menurunnya permeabilitas akibat tekanan tinggi. Pada pemeriksaan kadar paracetamol dan kofein pada sampel obat, tablet yang digunakan diambil minimal 20 tablet dari batch yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi unsur keterwakilan dari seluruh tablet yang diproduksi dalam industry pada batch yang sama. Setelah penimbangan, dilakukan pembuatan larutan sampel dan dilakukan pengenceran. Pengenceran filtrat dengan aquabides dimaksudkan untuk membuat konsentrasi lebih kecil lagi dan mudah dianalisis karena masih berada di dalam range kurva kalibrasi larutan standar. Untuk membebaskan larutan sampel dari kotoran partikulat maka larutan standar tersebut disaring dengan selulosa nitrat dan dihomogenkan dengan ultrasonik vibrator. Digunakan membran selulosa nitrat untuk menyaring karena komponen yang akan dipisahkan (parasetamol dan kafein) bersifat polar. Alat HPLC diset sesuai dengan kebutuhan pengukuran yaitu dengan panjang gelombang 270 nm, laju alir 1mL/menit. Pada saat memasukan larutan standar maupun larutan sampel tidak terlalu banyak cukup dengan 20 mikoliter, karena jika terlalu banyak dapat menyebabkan band broadening (pelebaran peak) dan pada saat memasukan cuplikan pada syringe tidak ada gelembung udara agar menghasilkan pemisahan yang baik. Sebelum digunakan, syringe harus dibilas dengan mengunakan metanol agar terbebas dari kotoran. Pada proses pemasukan cuplikan kedalam alat HPLC dilakukan dengan menggunakan alat injeksi syiringe. Syringe disuntikan melaui septum (seal karet), cuplikan yang masuk kemudian dialirkan oleh fasa gerak dengan bantuan pompa. Dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solute-solut terhadap fasa diam. Solute yang kuat interaksinya dengan dengan fasa diam akan tertahan. Parasetamol yang sifatnya lebih polar akan terelusi lebih dulu sehingga memiliki waktu retensi yang lebih singkat dibandingkan dengan kafein. Setelah keluar dari kolom maka akan dideteksi oleh detector yang kemudian direkam dalam bentuk kromatogram yang menghasilkan puncak. Dalam pengelusian, parasetamol terelusi lebih awal dengan waktu retensi lebih pendek yaitu ..... menit dibandingkan kafein yaitu ..... menit. Kepolaran dapat dilihat dari struktur senyawanya dimana parasetamol hanya memilki satu ikatan CH3 sementara kafein memiliki tiga ikatan CH3. Oleh karenanya, senyawa-senyawa kafein akan menghabiskan dalam kolom lebih lama dan mempunyai waktu retensi yang besar. Sementara, molekul parasetamol dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama dengan pelarut sehingga akan keluar terlebih dahulu dan mempunyai waktu retensi yang kecil. Detektor yang digunakan pada peralatan HPLC ini adalah spektrofotometer UV, yaitu karena ada gugus kromofor pada sampel. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel parasetamol dan kafein dengan larutan standar. Waktu retensi larutan standar untuk parasetamol adalah .... menit sedangkan pada sampel untuk parasetamol waktu retensinya adalah .... menit. Sementara waktu retensi larutan standar untuk kafein adalah ..... menit sedangkan pada sampel untuk kafein waktu retensinya adalah .... menit. Analisis kuantitatif dari pengukuran diperoleh dari luas area peak dalam kromatogram yang memiliki waktu retensi sama. Pelebaran puncak kromatogram dapat terjadi karena adanya difusi zat padat di dalam kolom tidak seragam dan kepadatannya tidak merata sehingga komponen sampel berjalan tidak mulus, panjang jalan yag dilalui sampel tidak merata. Selain itu, juga bisa terjadi transfer massa karena pengaturan laju alir yang tidak tepat sehingga ada komponen yang tertinggal didalam kolom. Pada percobaan ini, untuk menentukan kadar parsetamol dan kafein dalam sampel obat diperlukan deret larutan standar parasetamol dan kafein dengan berbagai konsentrasi untuk membuat kurva kalibrasi. Setelah didapat luas area untuk masing-masing konsentrasi, dibuat kurva kalibrasi dengan memplotkan konsentrasi terhadap luas area dan didapat garis lurus. Dari pengolahan data percobaan, diperoleh kadar parasetamol yaitu sebesar 91,1% dan kadar kafein 21,8%. Untuk kadar parasetamol sesuai dengan ketentuan Farmakope Indoesia, sedangkan untuk kadar kafein tidak sesuai, dimana Farmakope Indonesia mensyaratkan kadar tidak boleh kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110%. Kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil adalah perubahan tekanan dan suhu saat proses pemisahan HPLC serta kurangnya ketelitian praktikan. Adanya perubahan tekanan dan suhu akan menyebabkan pemisahan tidak berjalan sempurna. Kurangnya ketelitian saat pembuatan deret larutan standar ataupun dalam perhitungan juga mampu mempengaruhi hasil sehingga harus diminimalisir. Selain itu, penginjeksian sampel harus benar-benar dipastikan tidak ada gelembung yang diakibatkan dari mobilitas partikel karena dapat menyebabkan pemisahan yang kurang baik.