PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk meningkatkan kualitas hidup
dan penghidupan manusia. Untuk itu, sudah banyak ahli pendidikan yang melakukan riset
tentang bagaimana cara melaksanakan pendidikan dengan baik, terutama dalam
memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
Hasil dari riset para pakar pendidikan tersebut, berkembang secara dinamis
seiring perkembangan zaman dan seiring sempurnanya cara yang digunakan sesuai
dengan karakter pendidik. Mulai dari cara klasikal (tradisional) yang memusatkan
pembelajaran hanya pada guru sampai pada cara yang inovatif yang memusatkan
pembelajaran pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
A. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kontruktivisme ?
2. Bagaimana Teori Belajar Kontruktivisme ?
3. Bagaimana Paradigma kontruktivisme dalam pembelajaran ?
4. Apakah Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural ?
5. Bagaimana Konsep Teori Sosio-Kultural ?
6. Sebutkan dan Jelaskan Pengaruh Sosio-Kultural Pada Perkembangan Kognisi ?
1
7. Bagaimana Aplikasi Teori Sosio-Kultural ?
8. Apakah Kelebihan Dan Kekurangan Teori Sosio-Kultural ?
B. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Kontruktivisme, Teori dan Paradigma dalam Pembelajaran
2. Untuk mengetahui Dasar terbentuknya Sosio Kultural, Konsep dan Pengaruh pada
perkembangan Kognisi
3. Untuk mengetahui Aplikasi Sosio-Kultural beserta Kelebihan dan Kekurangan Teori
Sosio-Kultural
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivesme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis
bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi
pengetahuan pemahamam kita tentang dunia tempat kita hidup. Setiap kita akan
menciptakan hukum dan model mental kita sendiri, yang kita pergunakan untuk
menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. belajar, dengan demikian, semata-mata
sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi
pengalaman-pengalaman baru. 1
1
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 105.
3
Konstruktivesme melandasi pemikiranya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu
yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan
merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri pengetahuan bukanlah
suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia
kenyataan yang ada pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Asumsi asumsi dasar dari konstruktivesme seperti yang di ungkap oleh Merril
(1991) adalah sebagai berikut.2
1. Pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman
2. Belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata
3. Belajar adalah sebuah proses aktif dimana makna dikembangan berdasarkan
pengalaman
4. Pertumbuhan konseptual berasal dari negoisasi makna, saling berbagi tentang
persepektif ganda dan pengubahan representasi melalui pembelajaran
kolaboratif
5. Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata ujian dapat diintegrasikan dengan
tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah (penilaian autentik).
2
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 106.
4
2. Belajar harus mempertimbangkan se-optimal mungkin proses
keterlibatan siswa
3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan
dikonstruksi secara personal.
4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengetahuan situsi lingkungan belajar
5. Kurikulum bukanlah sekadar hal yang di pelajari melainkan
seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.
3
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 107.
5
B. Teori Belajar Konstruktivisme
a. Teori Konstruktivisme Piaget
Teori piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna
membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang di istilahkan
“schema/skema (jamak=skemata)”, konsep jejaring untuk memahami dan
menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di sekelilingnya. Konsep sekema
sendiri sebenarnya sudah banyak di kembangkan oleh para ahli linguistik, psikologi
kongnitif dan psikolingguistik yang di gunakan untuk menjelaskan dan memahami
adanya interaksi antara sejumlah faktor kunci yang berpengaruh terhadap proses
pemahaman. Secara ringkas dijelaskan bahwa menurut teori skema, diorganisasikan
menjadi unit-unit di dalam unit-unit pengetahuan ini atau skema ini disimpanlah
informasi sehingga skema dapat dimaknai sebagai suatu deskripsi umum atau suatu
sistem konseptual untuk memahami pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu
dinyatakan atau tentang bagaimana pengetahuan itu diterapkan.4
4
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 107.
6
Wheatley, pada sumber yang sama mendukung pendapat Tasker tersebut dengan
mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran sesuai konstruktivisme, yaitu:
1. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh
struktur kognitip siswa.
2. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian skema
melalui pengalaman nyata anak.5
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori
belajar konstruktivisme, Hanbury (1996) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitanya
dengan pembelajaran, yaitu:
6
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 109.
7
Dampak teori konstruktivisme piaget terhadap pembelajaran, yaitu:
Beberapa kunci pemikiran kognisi sosial dari vygotsky antara itu adalah:
1. Kebudayaan menciptakan dua macam konstribusi terhadap perkembangan
intelektual anak. Pertama, melalui kebudayan anak mendapatkan sebagian besar
kandungan hasil pemikiranya yaitu pengetahuanya. Kedua, Kebudayaan
disekelilingnya menyediakan bagian anak proses-proses atau memberi makna
terhadap hasil pemikiranya, hal ini oleh vygotsky disebut sebagai perangkat-
perangkat yang diperlukan bagi adaptasi intelektual. Pendekatanya menurut teori
pembelajaran model kognisi-kognisi sosial, kebudayaan mengajari siswa tentang
apa berpikir itu dan bagaimana berpikir itu
2. Perkembangan kognitif yang dihasilkan dari sebuah proses dialektika dimana
seorang siswa belajar melalui pengalaman pemecahan masalah akan dipakainya
7
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 109.
8
untuk saling berbagai dengan orang lain, biasanya dengan orang tua atau guru
tetapi kadang-kadang dengan teman sebanyaknya atau dengan anak-anak yang
lebih kecil
3. Pada awalnya sesorang yang berinteraksi dengan anak beranggapan bahwa dia
lebih dibebani tanggung jawab untuk memadu anak-anak dalam menyelesaikan
masalah, tetapi secara bertahap tanggung jawab ini akan lebih dibebankan kepada
anak
4. Bahasa adalah bentuk primer dari interaksi, melalui orang dewasa membagi
kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam kebudayaan kepada anak.
5. Sebagai hasil kemajuan belajar, anak-anak memiliki bahasanya sendiri yang
dipergunakanya sebagai perangkat primer bagi adaptasi intelektualnya bahkan
kadang-kadang anak-anak dapat menggunakan bahasanya sendiri untuk
mengarahkan perilakunya
6. Internalisasi mengacu kepada proses pembelajaran, dengan demikian dalam
melakukan internalisasi (internalizing) terhadap kebudayaan. 8
8
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 110.
9
Suyono, Belajar dan pengajaran , (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm 111.
9
seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang mengartikan
apa yang telah di ajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka
(lorsbach & tobin, 1992).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-
pengalamanya. tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan.
Dalam konteks ini, pengalaman tidak, hanya diartikan sebagai pengalaman fisik
seseorang sebagaimana kita pahami dalam kehidupan kita sehari-hari.
10
Aunurahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : ALFABETA, 2014), hlm 18.
10
keterlibatan fisik dan mental siswa secaera aktif belajar merupakan suatu proses
mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang di pelajari dengan
pengalaman-pengalaman yang di miiki seseorang sehinnnga pengetahuanya
tentang objek tertentu menjadi lebih kokoh.11
a. belajar berarti membentuk makna. makna dalam hal ini merupakan hasil
bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka lihat, dengar,
rasakan dan alami. kantruksi dalam artian ini terkait dengan pengertian yang
telah ia miliki
b. kontruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis.
setiap kali seseorang berhadapan dengan fenomena atau pengalaman-
pengalaman baru, siswa melakukan rekontruksi
c. secara subtansial belajara bukanlah aktifitas menghimpun tahta atau
informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-
pemikiran baru.
d. proses belajar yang sebenarnya terjadi ketika skema pemikiran seseorang
dalam keraguan yang menstimulir pemikiran–pemikiran lebih lanjut.
e. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkungannya.
f. hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah ia ketahui, baik berkenaan
dengan pengertian,konsep,pormula dan sebagainya.
11
Aunurahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : ALFABETA, 2014), hlm 18.
11
Karena siswa yang aktif berperan membangun pengetahuan dan
pengetahuan dan pemahamanya sendiri, maka setiap siswa harus mengetahui
kekuatan dan kelemahan yang ia miliki.
12
Aunurahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : ALFABETA, 2014), hlm 22.
12
D. Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural
1. Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya
pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu
teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya
belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi
faktor sekunder.13
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget
yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan
kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat
menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan
dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural
yang berkembang akhir-akhir ini.
2. Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul
tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang
dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu
itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya.
13
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
13
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan
dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun
keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai
dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial
yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder,
sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif,
juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan
Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan
bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain
itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan
dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
14
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
14
a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara
mandiri (intramental).
15
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
15
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi
dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan
lambang, atau semiotika.16
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin
tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan
mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada
kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam
penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu
sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori
intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian otomatis), logical
16
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
16
memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan kemampuan
memilih.17
17
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
17
Disini Vygotsky menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam
lingkungan yang berubah. Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan
tidak cukup untuk menjelaskan mengenai perkembangan seseorang. Untuk itu
perkembangan sebaiknya dipelajari dari konteks sosial dan budaya.
b. Pendidikan nonformal
c. Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa
segi antara lain:
1) Kurikulum
18
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
18
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan
sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan
Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor
22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan
di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk
mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional
melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan
kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.19
2) Siswa
3). Guru
19
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
19
1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang;
2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya
daripada tingkat perkembangan aktualnya;
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;
4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan
deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat
dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak,
proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari
berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati
secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.21
21
Renataliaa, “Teori Belajar Sosio-Kultural”, https://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-
kultural/ (diakses pada 25 Maret 2019, pukul 20.40)
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar Konstruktivistik dan
Sosiokultur, guru berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar siswa
aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan
keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, menejer yang mengelola
sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang
dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri
siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk
membangun ilmu pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar Konstruktik dan Sosiokultur, proses
belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan
aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna
sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam
hal ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih baik atau
benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk
beragam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan
dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan,
serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan.
Melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
B. SARAN
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, nampaknya masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis
berharap adanya saran dan kritikan para pembaca makalah ini yang sifatnya membangun,
demi perbaikan dimasa yang akan datang. Walaupun demikian, penulis sudah berusaha
untuk mempersembahkan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis mengucapkan
21
terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang turut serta mendorong dan membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini
Akhirnya, hanya kepada Allah jualah penulis berharap agar makalah ini benar-
benar bermanfa'at. Semoga amal ibadah dan kerja keras kita senantiasa mendapatkan
ridha, ampunan dan pahala dari Allah SWT. Amiin.
22