Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis

dan subtropis, seperti Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah dan

selatan, dan Asia.1 Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan

tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai.

Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian skabies pada tahun

2014 sebanyak 130 juta orang di dunia.2

Penyakit skabies banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

Indonesia merupakan Negara beriklim tropis. Prevalensi skabies di Indonesia

menurut data Depkes RI sudah terjadi cukup penurunan dari tahun ke tahun

terlihat dari data prevalensi tahun 2008 sebesar 5,60%-12,96%, prevalensi tahun

2009 sebesar 4,9-12, 95 % dan data terakhir yang didapat tercatat prevalensi

skabies di Indonesia tahun 2013 yakni 3,9–6 %. Walaupun terjadi penuruan

prevalensi namun dapat dikatakan bahwa Indonesia belum terbebas dari penyakit

skabies dan masih menjadi salah satu masalah penyakit menular di Indonesia.2

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara

berkembang terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya

tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian. Tingginya

kepadatan hunian dan interaksi atau kontak fisik antar individu memudahkan

transmisi dan investasi tungau skabies. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang

tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak

interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren.1

1
Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas

penanganannya rendah, namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Skabies menimbulkan

ketidaknyamanan karena menimbulkan lesi yang sangat gatal. Akibatnya,

penderita sering menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh

bakteri Group A Streptococci (GAS) serta Staphylococcus aureus. Komplikasi

akibat investasi sekunder GAS dan S. aureus sering terdapat pada anak-anak di

negara berkembang.1

1.2 Definisi

Skabies adalah infeksi parasit yang umum terjadi yang disebabkan oleh

tungau Sarcoptes scabiei var hominis.3 Skabies adalah infeksi parasit yang sangat

menular dan umum terjadi, dikarakterisikkan dengan rasa gatal yang intens dan

adanya terowongan pada superfisial. Infeksi skabies mempengaruhi laki-laki

maupun perempuan dari semua kelompok sosio-ekonomi dan etnis.4 Transmisi

utama adalah secara person-to-person melalui kontak langsung. Semua orang

rentan terhadap skabies dan beberapa aktivitas yang lebih banyak kontak kulit-ke-

kulit, seperti orang tua dengan anaknya, aktivitas seksual, keramaian yang terlalu

padat, dan lainnya, dapat meningkatkan kejadian investasi parasit.3

1.3 Sinonim

The itch, sky-bees, gudik, budukan, gatal agogo.5

1.4 Epidemiologi

Skabies termasuk penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan

subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika tengah, Amerika selatan, Australia

utara, Australia tengah, Kepulauan Karibia, India, dan Asia tenggara. Sebuah studi

2
epidemiologi di United Kingdom (UK) menunjukkan bahwa skabies lebih banyak

terdapat di area perkotaan. Skabies masih menjadi masalah utama di banyak

komunitas Aborigin di Australia, di mana berkaitan dengan tingkat kemiskinan

dan kepadatan penduduk. Hasil survei didapatkan prevalensi skabies 25% pada

orang dewasa, sedangkan prevalensi tertinggi terjadi pada anak sekolah yaitu 30-

65%.6

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial

ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat

promiskusitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik ekologik.5

1.5 Etiologi

Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei var hominis. Termasuk filum

Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya

adalah ahli biologi Diacinto Cestoni (1637-1718).5 Berbentuk globular,

semitranslusen, panjang kurang dari 0.3 mm, mempunyai 8 kaki, berwarna putih

kotor dan tidak bermata.5,7

1.6 Patofisiologi

Tungau dewasa yang mempengaruhi manusia adalah betina. Investasi dimulai

ketika tungau betina yang telah dibuahi menggali ke dalam kulit dan bergerak

secara linear di bawah lapisan epidermis yang paling superfisial (stratum

korneum), menyimpan 60-90 telur dan fecal pellet (scybala) di sepanjang jalan.

Lalu telur ini menetas, menajdi larva berkaki 6 dan membutuhkan 10-14 hari

untuk menjadi tungau dewasa dan mampu melakukan reproduksi dan mengulang

siklus investasi lagi.3,4,7

3
Ruam dan pruritus pada skabies adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas

terhadap tungau dan detritus. Masa inkubasi dari investasi ke pruritus dapat

berkisar dari hari ke bulan. Sensitisasi terjadi pada individu yang pertama kali

terinvestasi, dan biasanya membutuhkan waktu 2-6 minggu untuk menjadi peka

dan menimbulkan gejala lalu akan timbul gatal dalam 24 jam. Tetapi individu

yang sebelumnya yang sudah hipersensitif terhadap skabies, gatal dapat timbul

dalam waktu 1 hingga 3 hari. Ada beberapa individu yang terinvestasi tapi tidak

pernah mengalami hipersensitivitas terhadap tungau dan tidak pernah timbul

gejala, tetapi masih bisa menularkan infeksi; ini disebut asimtomatik “carier”.3,8

Gambar 1.1 Pemeriksaan Mikroskopik Scabies9


Craig N. Burkhart and Craig G. Burkhart. 2013.Scabies, Other Mites, and
Pediculosis, dalam Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology.
San Fransisco: Mc Graw Hill Education. Ed.7, chapter 208, pp. 2569-2572

1.7 Gejala Klinis dan Gambaran Lesi

1. Gejala klinis5,8

Gejala yang sangat menonjol adalah rasa sangat gatal terutama saat

malam hari sehingga mengganggu penderita. Gatal malam hari atau bisa

disebut pruritus nocturna ini disebabkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi

pada suhu yang lebih lembab dan panas.

4
Tempat predileksinya adalah sela-sela jari tangan, telapak tangan,

pergelangan tangan sebelah dalam, siku, ketiak. daerah mammae, daerah

pusar dan perut bagian bawah, daerah genitalis eksterna dan pantat. Pada

anak-anak terutama bayi dapat mengenai bagian lain seperti telapak kaki,

telapak tangan, sela jari-jari kaki dan juga muka (pipi).

2. Gambaran lesi5,9

Gambar 1.2 Gambaran Klinis Scabies a) nodul dan papul pruritus di penis
karena infeksi scabies; b); manifestasi klinis scabies disertai eksematisasi pada
tangan c) pruritus kronis pada Scabies.10
Gentiane Monsel, Pascal Delaunay, Olier Chosidow.2016. Arthropods, dalam
Rook’s Textbook of Dermatology. Garsington Road,Oxford. Ed.9, chapter 34,
pp. 34.39-34.47

Lesi awal skabies termasuk vesikula kecil dan papula eritematosa,

beberapa di antaranya berubah menjadi terowongan-terowongan, ciri khas

dari skabies. Terowongan-terowongan tersebut berbentuk linier atau

berbentuk “S” yang berwarna merah muda keabu-abuan dan sedikit

bersisik dan berujung di vesikel atau papul. Di sinilah tungau bisa

ditemukan. Terowongan itu paling mudah ditemukan di tangan, terutama

5
di sela-sela jari (Gambar 1.4) dan pergelangan tangan (Gambar 1.3) pada

orang dewasa dan di telapak tangan dan telapak kaki pada bayi. Namun

terowongan ini sukar dilihat karena rasa sangat gatal sehingga pasien

menggaruk yang menyebabkan rusaknya terowongan karenanya.

Gambar 1.3 Scabies Berkrusta, plak hyperkeratosis dengan beribu tungau.9


Craig N. Burkhart and Craig G. Burkhart. 2013.Scabies, Other Mites, and
Pediculosis, dalam Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology.
San Fransisco: Mc Graw Hill Education. Ed.7, chapter 208, pp. 2569-2572

1.8 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan :

1. Anamnesis5,8

Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah

keluarga, sehingga anggota keluarga yang juga terinfeksi. Bisa juga di

asrama ataupun pondokan. Sehingga anamnesis yang baik diperlukan

untuk mendapat informasi ada tidaknya keluarga atau teman dekat yang

sakit seperti penderita.

2. Gejala-gejala klinis dan gambaran lesi3,8

6
Riwayat gatal yang sangat dan bertambah gatal saat malam hari. Adanya

papula, vesikel atau terowongan di sela jari, pergelangan tangan,

payudara, aksila, abdomen, atau genital. Pada anak-anak, lesi dapat berada

di lokasi manapun termasuk kepala, leher, atau kaki.

3. Pemeriksaan laboratorium5,8

Sarcoptes scabei didapatkan dengan membuka terowongan atau vesikula

atau pustula dengan pena vaksinasi sambil mengorek dasarnya. Lalu

diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin eosin (H.E.)

1.9 Diagnosis Banding3,5

Ada pendapat yang mengatakan bahwa penyakit skabies ini merupakan the

greatest imitator, karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan

keluhan gatal. Skabies harus dipertimbangkan ulang dengan diagnosa banding

pada pasien dengan gejala gatal yang sangat terutama pada malam hari,

dermatitis, terutama jika ada anggota keluarga dan teman dekat memiliki

keluhan yang sama.

Gambar 1.4 Diagnosis Banding Skabies9


Craig N. Burkhart and Craig G. Burkhart. 2013.Scabies, Other Mites, and
Pediculosis, dalam Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology.
San Fransisco: Mc Graw Hill Education. Ed.7, chapter 208, pp. 2569-2572

7
1.10 Penatalaksanaan

Perawatan diarahkan untuk membunuh tungau dengan scabicide dan jika

perlu menggunakan antihistamin oral yang tepat dan topikal kortikosteroid

untuk meredakan gejala. Penting untuk menjelaskan kepada pasien secara

tepat bagaimana caranya menggunakan obat perawatan untuk mereka, dan

penjelasan secara tertulis juga berguna untuk pasien. Semua anggota keluarga

dan teman dekat yang sering kontak fisik dari individu yang terkena harus

dirawat juga12,13.

A. Medikamentosa8 :

Setelah mandi dengan sabun hijau (resep no. 5) seluruh tubuh diolesi

dengan:

1. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur (resep no. 1) selama

3-4 hari, kemudian diulang setelah 1 minggu.

2. Salep yang mengandung benzoas benzilicus (resep no. 2) selama 3

malam kemudian dapat diulangi setelah 1 minggu.

3. Salep yang mengandung gamma benzene hexachlorida (resep no. 3

atau no. 4) selama 1 malam kemudian dapat diulangi setelah 1

minggu.

Salep resep no. 2 jangan diberikan pada anak-anak dan bayi, karena

dirasakan sangat panas sekali pada kulitnya

Salep resep no. 3 dan no. 4 jangan diberikan pada bayi, anak-anak dan

wanita hamil karena bila diserap kulit dapat bersifat neurotoksik.

8
Resep no. 1
R/ Acidum salicylicum 2%
Sulfur precipitatum 4%
Vaselin flavum ad.
m.f. ung.
S.salep pagi malam

Resep no. 2
R/ Benzoas benzylicus
Emulgidum 4,375%
Oleum sesami 4,375%
Aqua ad 100 ml
m.f.c.
S.salep malam

Resep no. 3
R/ Scabicide tube No. I
S. salep satu malam

Resep no. 4
R/ Scabex pot No. I
S. salep satu malam

Resep no. 5
R/ Sapo viridis 100 gram
S. sabun mandi

4. Malathion 0,5% dalam basis air befungsi sebagai skabisid dioleskan pada

kulit dalam 24 jam. Aplikasi kedua bisa diulang beberapa hari kemudian.

5. Krim Permethrin 5% (terbaik, dapat untuk semua umur dan wanita hamil).

Dioleskan pada seluruh tubuh dari leher ke bawah dan dicuci setelah 8-14

9
jam, merupakan obat yang paling efektif bila terjadi kegagalan pengobatan

dengan gamma benzene hexachloride 1%.

B. Non medikamentosa8 :

1. Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi dengan

sabun

2. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah kontak dengan penderita

harus diperiksa dan bila juga penderita skabies juga diobati bersamaan agar

tidak terjadi penularan kembali.

3. Keluhan gatal dapat diberi antihistamin dengan setengah dosis biasanya.

Infeksi sekunder dapat diberi antibiotik dan kemoterapi.

Gambar 1.5 Prinsip Umum Penatalaksanaan Scabies11


Salavastru C et all.2017.European Guideline for The Management of Scabies. European
Academy of Dermatology and Venereology.Europe. pp 1-6.

10
1.11 Prognosis dan Komplikasi4,5

Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain higiene, serta

semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit

ini dapat diberantas dan prognosisnya baik. Infeksi sekunder yang disebabkan

oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcis pyogenes dapat terjadi dan

antibiotik harus dipertimbangkan sebagai indikasi.

11
BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Usia : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Sidotopo, Surabaya

BB/TB : 81 kg/ 153 cm

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status : Sudah Menikah

Suku : Jawa

Tanggal periksa : 11 Desember 2018

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Gatal di kedua tangan.

2.2.2 Keluhan Tambahan

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya pada hari

Selasa 11 Desember 2018 dengan keluhan gatal pada kedua tangan sejak 2

minggu lalu, semakin terasa gatal saat malam hari sampai tidak bisa tidur.

Kemudian pasien berobat ke dokter umum, lalu diberi 2 obat bentuknya krim dan

12
salep bening. Gatal hilang setelah pengobatan 1 minggu namun kumat lagi setelah

obat habis. Pasien juga mengatakan bahwa anak ke-3 nya juga mengalami keluhan

gatal-gatal seluruh badan dan belum diobati sejak 3 minggu yang lalu. Pasien

mengaku kadang saling tukar handuk dengan anaknya.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Anak ke-3 pasien mengalami keluhan yang sama dan belum diobati.

DM (+), Asma (-), Rhinitis alergi (-)

2.2.6 Riwayat Alergi

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat.

2.2.6 Riwayat Sosial

Pasien tinggal di daerah Sidotopo, Surabaya, di mana merupakan daerah

padat hunian. Pasien memiliki 3 anak, yang pertama sudah tinggal berbeda rumah.

Di rumahnya pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya yang berumur 12

tahun dan 17 tahun. Rumahnya hanya memiliki 1 kamar dan mereka sering tidur

bergantian 1 kasur, 1 WC dan tempat untuk bersantai yang digabung dengan

tempat tidur. Pasien mandi 2x sehari menggunakan sabun Lifebuoy. Mandi dan

mencuci pakaian menggunakan air PDAM

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Statuts Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Kepala : Dalam batas normal

13
Leher : Dalam batas normal

Thoraks : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas Superior : Lihat status dermatologis

Ekstremitas Inferior : Dalam batas normal

Punggung : Dalam batas normal

Inguinal : Dalam batas normal

Genital : Dalam batas normal

2.3.2 Status Dermatologis

Lokasi : pada Ekstremitas superior regio manum dextra et sinistra

Efloresensi : tampak multipel papula, vesikula, kunikulus, erosi

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan (-), karena dilihat dari gejala klinis dan anamnesa diagnosis

sudah dapat ditegakkan, selain itu pasien juga menolak karena takut dengan benda

tajam.

2.5 Resume

Pasien Tn. M datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya pada

hari Selasa 11 Desember 2018 dengan keluhan gatal pada kedua tangan, semakin

terasa gatal saat malam hari sampai tidak bisa tidur. Kemudian pasien berobat ke

dokter umum, lalu diberi 2 obat bentuknya krim dan salep bening. Gatal hilang

setelah pengobatan 1 minggu namun kumat lagi setelah obat habis. Pasien juga

mengatakan bahwa anak ke-3 nya juga mengalami keluhan gatal-gatal seluruh

badan dan belum diobati sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengaku kadang saling

tukar handuk dengan anaknya. Pasien tinggal di daerah Sidotopo, Surabaya, di

14
mana merupakan daerah padat hunian. Pasien memiliki 3 anak, yang pertama

sudah tinggal berbeda rumah. Di rumahnya pasien tinggal bersama istri dan kedua

anaknya yang berumur 12 tahun dan 17 tahun. Rumahnya hanya memiliki 1

kamar dan mereka sering tidur bergantian 1 kasur, 1 WC dan tempat untuk

bersantai yang digabung dengan tempat tidur. Pasien mandi 2x sehari

menggunakan sabun Lifebuoy. Mandi dan mencuci pakaian menggunakan air

PDAM. Pada status dermatologis pasien di ekstremitas superior regio manum

dekstra et sinistra didapatkan efloresensi multipel papula, vesikula, kunikulus,

erosi yang tersebar merata.

2.6 Diagnosis

Skabies

2.7 Diagnosis Banding

(-)

2.8 Planning diagnosis

(-)

2.9 Planning terapi

 Non-medikamentosa :

 Menjaga kebersihan diri

 Mencuci baju, sprei, handuk dengan air panas

 Handuk tidak boleh dipakai bergantian, saat mengeringkan badan

dengan cara ditepuk-tepuk, jangan terlalu menggosok terlalu keras.

 Tidak boleh menggaruk atau meletus vesikel karena akan

menimbulkan bekas luka di kulit.

15
 Medikamentosa

 Antihistamin : Cetirizine 1x1 tab

 Krim Permethrin 5% 30 g (dioleskan pada seluruh tubuh dari leher ke

bawah, lalu dibilas setelah 8-14 jam, ulangi lagi setelah 1 minggu bila

masih ada keluhan

2.10 Monitoring

 Keluhan pasien

 Perkembangan Lesi (adakah perbaikan dan adakah lesi baru)

 Edukasi: pemakaian obat teratur sesuai petunjuk dan diaplikasikan

kepada seluruh orang di rumah; semua baju, sprei, bantal, handuk dicuci

dengan air panas; tidak bertukar handuk dan baju.

2.11 Prognosis

Baik, jika pasien bisa melakukan pengobatan dengan baik dan mengikuti

cara pemakaian obat dengan benar, serta tidak sering menggaruk agar tidak

menimbulkan bekas.

16
2.12 Foto Kasus

Gambar 2.1 Pemeriksaan Fisik Status Lokalis

17
BAB 3
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya dengan

keluhan gatal pada kedua tangan sejak 2 minggu yang lalu. Kemudian pasien

berobat ke dokter umum, lalu diberi 2 obat bentuknya krim dan salep bening.

Gatal hilang setelah pengobatan 1 minggu namun kumat lagi setelah obat habis.

Pasien juga mengatakan bahwa anak ke-3 nya juga mengalami keluhan gatal-gatal

seluruh badan dan belum diobati sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat alergi obat (-

), alergi makanan (-), asma (-), rhinitis alergi (-). Dari pemeriksaan fisik

didapatkan multipel papul, vesikel, kunikulus dan erosi yang menyebar secara

merata di regio manum dextra et sinistra. Berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik, terdapat 3 dari 4 tanda kardinal Skabies yaitu gatal malam hari,

berkelompok (di sekitar pasien ada yang mengalami keluhan yang sama), pada

kulit ditemukan lesi terowongan, sehingga dapat ditegakkan diagnosis yaitu

skabies.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabies var, hominis dan produknya. Ditandai gatal malam

hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang

tipis, hangat dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfik tersebar di seluruh

badan.2 Gejala awal ini terdiri dari adanya lesi yang bermacam-macam. Pruritus

yang bersifat progresif, yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas normal,

merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien. Munculnya lesi primer kadang-

kadang dapat diperoleh hanya dari anamnesis langsung. Beberapa pasien datang

berobat dengan perubahan sekunder yang luas pada kulit, seperti dermatitis yang

18
meluas, infeksi bakterial sekunder, self-induced dermatitis yang disebabkan oleh

pengobatan yang tidak sesuai.2 Teori tersebut mendukung diagnosis dari

anamnesis, yaitu keluhan utama berupa gatal. Gatal yang dirasakan penderita

lebih hebat pada malam hari.

Untuk menegakkan diagnosis, dikenal ada 4 cardinal sign pada infeksi

skabies, yaitu adanya pruritus nocturnal, menyerang sekelompok orang, biasanya

mengenai seluruh anggota keluarga, adanya terowongan (kunikulus). Adanya

terowongan pada tempat-tempat predileksi yang berwana putih atau keabu-abuan,

biasanya ditemukan Sarcoptes scabiei. Apabila kita dapat menemukan

terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau

dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin

diagnosis pasti. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi

karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat. Jika timbul infeksi sekunder ruam

kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Akan tetapi, kriteria

yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita

pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.2

Teori tersebut juga mendukung diagnosis bahwa pasien memiliki keluhan

gatal yang lebih hebat pada malam hari sehingga membuat penderita sulit tidur.

Selain itu, pasien mengaku anak ke-3 pasien juga mengalami gatal-gatal sama

seperti pasien. Mendukung teori mengenai scabies menyerang sekelompok orang.

19
BAB 4

KESIMPULAN

Kesimpulan dari pasien ini berdasarkan data-data yang diperoleh dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat ditegakkan diagnosis skabies.

Pemilihan terapi yang diberikan kepada pasien adalah permethrin 5% 30 g

krim, aplikasi hanya sekali, dioleskan pada malam hari seluruh tubuh dari leher

hingga ujung kaki dan dicuci setelah 8 – 14 jam. Bila pada pengolesan pertama

belum sembuh maka dapat diulangi lagi 1 minggu kemudian. Selain itu, diberikan

terapi antihistamin Cetirizine 1x sehari 3-7 hari. Pasien diminta kontrol lagi 1

minggu kemudian.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Amajida Fadia Ratnasari, Saleha Sungkar. 2014. Prevalensi Skabies dan


Faktor-faktor yang berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur. Jakarta:
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Ahwath Riyadhy Ridwan, Sahrudin, Karma Ibrahim. 2017. Hubungan


Pengetahuan, Personal Hygiene, dan Kepadatan Hunian dengan Gejala
Penyakit Skabies pada Santri di Pondok Darul Muklisin Kota Kendari.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

3. Carol Soutor, Maria Hordinsky. 2013. Clinical Dermatology 1st Edition,


104-108. Minnesota: McGraw-Hill Education, LCC, 2013.

4. Margaret Bobonich, Mary Nolen. 2015. Dermatology for Advanced


Practice Clinicians 1st Edition, 196-199. Philadelphia: Wolters Kluwer.

5. Aisah, Siti, dan Ronny P.Handoko. 2017. Skabies Dalam Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin, oleh Siti Aisah B. dan Ronny P. Handoko, 137-140.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Sari Yunita, Rina Gustia, Eliza Anas. 2015. Faktor-faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2015. Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

7. Ali, Asra. 2015. Dermatology A pictorial Review 3rd Edition, 290. Texas:
McGraw-Hill Education.

8. Murtiastutik, Dwi, Evy Ervianti, dan Sawitri. 2005. Skabies Dalam


Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 49-52.
Surabaya: Universitas Airlangga.

9. Craig N. Burkhart and Craig G. Burkhart. 2013.Scabies, Other Mites, and


Pediculosis, dalam Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of Clinical
Dermatology. San Fransisco: Mc Graw Hill Education. Ed.7, chapter 208,
pp. 2569-2572

21
10. Gentiane Monsel, Pascal Delaunay, Olier Chosidow.2016. Arthropods,
dalam Rook’s Textbook of Dermatology. Garsington Road,Oxford. Ed.9,
chapter 34, pp. 34.39-34.47
11. Salavastru C et all.2017.European Guideline for The Management of Scabies.
European Academy of Dermatology and Venereology.Europe. pp 1-6.

12. Herbert P. Goodheart, Mercedes E. Gonzalez. 2016. Photoguide to


Common Pediatri and Adult Skin Disorders 4th Edition, 847-854.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

13. Robin Graham-Brown, Karen Harman, Graham Johnston. 2017.


Dermatology Lecture Notes 11th Edition, 44-48. United Kingdom:
Blackwell Science Ltd.

22

Anda mungkin juga menyukai