Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Perusahaan

1. Sejarah PT. Mandala Karya Prima

PT. Mandala Karya Prima (MKP) didirikan pada tahun 2006

merupakan sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang memiliki

kerjasama operasional pertambangan dengan PT. Mandiri Intiperkasa

(MIP) sebagai pemilik lokasi tambang batubara yang berlokasi di desa

Sesayap, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Provinsi

Kalimantan Utara.

PT. MKP mulai mengerjakan proyek penambangan di PT. MIP

sejak tahun 2006, dengan ruang lingkup pekerjaan pada kegiatan

pembersihan lahan (land clearing), pengupsan tanah pucuk (top soil),

pengupasan lapisan batuan penutup (overburden) ,penambangan batubara

(coal getting) dan adapun kegiatan penambangan dilakukan dengan sistem

tambang terbuka.

2. Data Umum Perusahaan

Nama Perusahaan : PT. Mandala Karya Prima (MKP)

Alamat : Job Site PT. Mandiri Intiperkasa (MIP), desa Sesayap,

Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Provinsi

Kalimantan Utara.
B. Keadaan Geologi Umum

1. Kondisi Morfologi Regional

Keadaan topografi wilayah kegiatan dan sekitarnya merupakan

perbukitan rendah dengan ketinggian 30-90 meter diatas permukaan air

laut, serta lembah, sungai dan rawa. Morfologi di daerah ini dipengaruhi

oleh struktur lipatan dan patahan. Jenis litologi dan kondisi kekerasan

batuannya ditinjau dari bentuk relief dan ronanya terbagi atas satuan

morfologi perbukitan bergelombang sedang dan satuan morfologi sungai

dan rawa.

a. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Sedang

Morfologi ini terletak pada ketinggian antara 30-90 meter dari

permukaan laut dan kemiringan lereng berkisar antara 18%-47%.

Batuan dasar berupa satuan batupasir dan batulempung pasiran, dengan

bagian atasnya tertutup atau bercampur dengan tufa klastik.

b. Satuan Morfologi Lembah Sungai dan Rawa

Satuan morfologi lembah sungai dan rawa, daerahnya relatif

datar dan membentuk cekungan di beberapa tempat yang memiliki

elevasi yang berkisar antara 0.5 -3.5 meter dari permukaan laut.

Kemiringan lereng berkisar antara 2%-22%. Susunan litologinya terdiri

dari sisipan-sisipan batulempung tufaan dan batulanau. Cekungan ini

berupa rawa genangan dan rawa permanen. Rawa genangan terjadi pada

musim penghujan sedangkan rawa permanen tetap berair sepanjang

tahun, hal ini disebabkan oleh elevasinya yang rendah, setara dengan
permukaan laut, rawa permanen juga dipengaruhi oleh pasang surut air

laut.

2. Kondisi Stratigrafi Regional

Wilayah PT. Mandiri Intiperkasa di daerah Sesayap, Kabupaten

Tana Tidung dan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara secara geologis

termasuk dalam cekungan Tarakan. Menurut Samuel (1980), cekungan

Tarakan terbagi menjadi 4 subcekungan yaitu: di bagian utara terdiri dari

sub-cekungan Tidung dan sub-cekungan Tarakan Utara. Di Bagian selatan

cekungan ini terbagi atas cekungan Berau dan sub-cekungan Muara.

Daerah rencana tambang termasuk dalam sub-cekungan Tidung

yang secara stratigrafi merupakan bagian dari stratigrafi Simenggaris-

Sesayap. Formasi-formasi yang menyusun stratigrafi Simenggaris-sesayap

azdalah formasi Sembakung, formasi Naintupo/Jelai, Formasi Meliat,

Formasi Tabul, Formasi Sajau(Bunyu)/Sinjin(Tarakan). Sedangkan

formasi-formasi pembawa batubara pada sub-cekungan ini (Rosandi,

Teknik geologi ITB, Studi Kelayakan PT. Mandiri Intiperkasa, 2006)

adalah:

 Formasi Meliat, tersusun atas litologi batulempung dan batulanau

dengan sisipan-sisipan tipis batubara, batupasir dan batugamping.

Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah dan diperkirakan

diendapkan pada lingkungan pro delta hingga laut.

 Formasi Tabul, tersusun oleh litologi batulempung- batulanau dan

batupasir dengan sisipan-sisipan batubara. Formasi ini berumur


Miosen Tengah sampai Miosen Akhir dan diendapkan secara selaras di

atas Formasi Meliat. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah

rawa.

 Formasi Tarakan, tersusun dari pengulangan batupasir–batulempung

dan batubara. Bagian bawah formasi ini mengandung batubara dengan

ketebalan 0.5-1 meter dengan penebalan ke arah atas (berkisar 3-5

meter). Formasi ini berumur Pliosen dan diendapkan pada lingkungan

pengendapan dataran delta bawah-dataran delta atas.

 Formasi Bunyu, tersusun oleh litologi perulangan batubara,

batulempung dan batupasir. Formasi ini berumur Pliosen-Plistosen,

dengan ketebalan lapisan batubara dari 5-20 m. Formasi ini

diendapkan pada lingkungan delta.


Gambar 4. Stratigrafi Regional Lembar Tarakan & Sebatik (Hidayat, S.
dkk, 1995)
Sumber : Dept Engineering PT.MIP

3. Struktur Geologi Regional

Berdasarkan pemetaan geologi yang dilakukan oleh Hidayat, S.

dkk. (1995) diketahui bahwa pola struktur geologi regional di daerah ini

mempunyai arah Barat Laut-Tenggara. Struktur geologi yang berkembang


pada daerah ini adalah sesar mendatar dan lipatan berupa sinklin serta

antiklin.

C. Geologi Lokal dan Sumber Daya Batubara

1. Kondisi Morfologi Lokal

Kondisi alami daerah studi merupakan daerah rawa yang cukup

luas, namun terdapat beberapa kondisi alami yang berupa bukit. Daerah

tangkapan hujan pada daerah studi terbagi atas empat wilayah. Aliran air

tentunya akan berpusat menuju daerah rawa. Semakin tinggi permukaan

air rawa maka variasi daerah tangkapan hujan akan berkurang. Hal ini

dipengaruhi oleh perubahan kemiringan topografi karena kenaikan

permukaan air. Dikarenakan topografi yang relatif datar, sehingga arah

aliran air lebih cenderung didominasi oleh airtanah.

2. Kondisi Stratigrafi Lokal

Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan pada wilayah

PT. Mandiri Intiperkasa berupa kegiatan pemetaan geologi, kegiatan

pemboran dan kegiatan-kegiatan lain, secara litostratigrafi daerah rencana

tambang dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan yaitu, satuan Formasi

Tabul, satuan batuan Intrusi dan Satuan endapan alluvial.

Formasi Tabul merupakan formasi pembawa batubara yang

terdapat di daerah rencana tambang dengan variasi litologi meliputi

batupasir, batulanau, batulempung dan batubara. Formasi ini diendapkan

pada lingkungan rawa, berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Satuan

batuan Formasi Tabul telah mengalami perlipatan dengan arah relative


Barat Laut–Tenggara dan terpotong oleh beberapa sesar mendatar dengan

arah relatif Barat Daya-Timur Laut.

Dari hasil data pemboran yang dilakukan memperlihatkan bahwa

litologi yang dominan pada daerah penyelidikan adalah batulempung

dengan sisipan lensa-lensa batupasir, lensa-lensa batulanau dan lapisan

batubara. Perincian masing-masing litologi yang terdapat di daerah

rencana tambang PT. Mandiri Intiperkasa adalah sebagai berikut:

a. Batulempung

Warna abu-abu hitam, mengandung tumbuh-tumbuhan dan coaly clay

(interbed) berwarna coklat kehitaman, kekerasan lunak sampai sedang.

b. Batupasir

Warna abu-abu sampai abu-abu terang, kuning kemerahan. Ukuran

butir sangat halus- sedang, membundar, pemilahan baik. Kekerasan

sedang-keras, didominasi oleh mineral kuarsa, plagioklas, lensa karbon

atau laminasi karbon, mika dan pirit.

c. Batulanau

Warna abu-abu sampai abu-abu terang atau abu-abu kecoklatan. Ukuran

butir sangat halus- halus, membundar, pemilahan baik. Kekerasan

sedang, porositas buruk, mengandung mineral kuarsa, sisipan laminasi

karbon ber-pirit, laminasi batupasir berbutir sangat halus.

d. Batubara

Warna hitam, keras, brittle, kadang-kadang mengandung pirit.

e. Batuan Intrusi
Satuan-satuan batuan yang disebutkan di atas diintrusi oleh batuan

andesit dan batuan beku yang mirip dengan batuan granit. Intrusi ini

diperkirakan yang menyebabkan naiknya kualitas batubara.

Gambar 5. Stratigrafi Lokal PT MIP


Sumber : Dept Engineering PT.MIP
3. Kondisi Struktur Geologi Lokal

Struktur geologi pada daerah rencana tambang tergolong rumit

akibat adanya lipatan dan sesar mendatar yang disusul oleh intrusi batuan

beku. Endapan batubara pada dasarnya terbagi menjadi dua oleh suatu

struktur geologi, diperkirakan berupa patahan dan terletak di bagian Barat

dari endapan. Struktur geologi di bagian Timur dari patahan ini berupa

antiklin dan sinklin yang mempunyai arah Barat Laut – Tenggara, dengan

kemiringan batubara pada arah Utara dan Selatan. Di bagian Barat patahan

jurus pelapisan batubara berarah Utara dan Selatan dengan kemiringan ke

arah Barat dengan sudut yang besar.

Gambar 6. Peta geologi Lokal


Secara keseluruhan diinterpretasikan terdapat 5 patahan yang

memotong lapisan batubara berdasarkan hasil pemetaan singkapan dan

interpretasi penampang geologi. Struktur sinklin dan antiklin yang

berkembang pada daerah rencana tambang menyebabkan adanya

perbedaan yang mencolok pada kemiringan lapisan batubara yang

dijumpai. Lapisan batubara yang dekat dengan sumbu lipatan tersebut

mempunyai kemiringan yang relatif lebih besar dari lapisan batubara yang

terletak lebih jauh dari sumbu lipatan.

4. Sumber Daya Batubara

Endapan batubara yang terdapat pada wilayah ini termasuk ke

dalam Formasi Tabul. Dengan memperhatikan ciri-ciri lapisan batubara

yang diamati dari singkapan dan dari pemboran serta kemenerusannya

pada penampang geologi dapat diperoleh gambaran penyebaran batubara

potensial dan dapat diketahui potensi sumber daya dan jumlah

cadangannya.

Penyebaran endapan batubara yang berkembang di daerah rencana

tambang pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi, yaitu struktur

perlipatan berupa antiklin dan sinklin serta sesar mendatar dan intrusi

batuan beku.

D. Kualitas Batubara

Batubara PT. Mandala Karya Prima memiliki beragam kualitas akibat

adanya struktur geologi yang bekerja dapat meningkatkan kualitas batubara


yang ada. Berikut ini data kualitas batubara di PT. Mandala Karya Prima

bulan oktober 2105.

Tabel 2. Kualitas Batubara PT. MKP

Sumber : Dept Engineering PT. MKP

E. Iklim dan Curah Hujan

Daerah Sesayap memiiki iklim dengan curah hujan yang relative

tinggi. Data curah hujan rata – rata daerah Sesayap dan sekitarnya untuk tahun

2006 –2014 dapat dilihat pada T a be l 2. 2 . dengan nilai rata - rata 237,79

mm/bulan , nilai maksimum 483,00 mm/bulan pada bulan Agustus 2013

dan nilai minimum 125,05 mm/bulan pada bulan April 2011. Berikut grafik

curah hujan tahunan dapat dilihat pada gambar 2.6.


Gambar 7. Grafik Curah Hujan Tahunan 2006-2014

Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2006-2014 PT. MKP

Curah Hujan (mm)


Tahun Total
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des
2006 199.36 217.19 155.64 220.37 214.42 271.90 320.16 245.40 111.24 90.62 98.46 76.39 2221.15
2007 256.41 135.34 92.05 156.62 328.75 197.64 159.04 142.83 254.53 356.27 377.79 199.51 2656.78
2008 299.35 421.96 292.43 346.81 362.38 248.51 335.78 141.14 319.23 122.53 165.99 189.09 3245.20
2009 244.84 92.19 159.57 326.01 308.83 154.37 225.61 376.13 337.75 291.15 384.53 129.99 3030.97
2010 346.62 162.75 101.74 402.11 328.86 255.46 225.61 178.34 210.52 295.73 160.42 263.13 2931.29
2011 308.43 208.64 236.54 25.05 299.55 242.59 252.76 261.48 177.75 218.63 171.54 122.62 2525.58
2012 144.84 166.18 275.30 119.84 218.63 171.54 97.47 290.20 168.37 417.87 162.71 304.00 2536.95
2013 289.08 398.50 195.50 332.50 168.00 203.00 398.50 483.00 271.00 235.50 382.00 272.50 3629.08
2014 222.00 116.50 222.00 238.00 131.00 205.50 415.00 276.00 155.00 152.00 316.00 455.00 2904.00
Total 2310.93 1919.25 1730.77 2167.31 2360.42 1950.51 2429.93 2394.52 2005.39 2180.30 2219.44 2012.23
Rata2/Bln 256.77 213.25 192.31 240.81 262.27 216.72 269.99 266.06 222.82 242.26 246.60 223.58
Total 25681.00
Curah Hujan Rata-rata Pertahun 2853.44

Sumber :PT.MKP

F. ASPEK TEKNIS

1. Metode Penambangan

Menurut BA Kennedi dalam buku Surface Mining 2nd Edition,

sistem tambang terbuka ialah sistem penambangan yang segala kegiatan

atau aktivitas penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan

permukaan bumi dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara

luar. Secara garis besar tambang terbuka ada empat jenis, yaitu : Open

pit/open cast/open mine/open cut, Kuari (quarry), Strip Mine, dan Alluvial
Mine. Namun Jenis sistem penambangan yang sering dipakai oelh

perusahaan adalah Open Pit,

Disebut open pit apabila penambangannya dilakukan dari

permukaan yang relatif mendatar menuju kearah bawah dimana endapan

bijih berada. Sedangkan open cast/open cut/open mine apabila penggalian

endapan bijih dilakukan pada suatu lereng bukit.

Tambang terbuka (open pit mining) pada batubara bertujuan untuk

mengambil endapan batubara dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak

ditimbun kembali) selama pengambilan batubara masih berlangsung.

Untuk mencapai endapan batubara yang umumnya terletak di kedalaman,

diperlukan pengupasan tanah/batuan penutup dalam jumlah yang besar.

Secara umum, tambang terbuka dinilai lebih menguntungkan

dibanding metode tambang bawah tanah dalam hal recovery.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk memilih cara

penambangan adalah :

a. Keadaan endapan bahan galian (ukuran, bentuk, kemiringan,

kedalaman, penyebaran kadar endapan dan lain-lain).

b. Sifat fisik dan kimia endapan bahan galian.

c. Keadaan topografi dan morfologinya.

d. Keadaan geologi daerah.

e. Kemungkinan proses pengolahannya.

f. Kemungkinan perluasan produksi dan mekanisasi.

g. Cara reklamasi daerah bekas penambangan.


2. Tahapan Penambangan

Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh

PT. Mandala Karya Prima menggunakan sistem tambang terbuka dengan

metode strip mine mining. Operasi penambangan berlangsung 24 jam yang

terdiri dari 2 shift sistem kerja. Shift pertama bekerja mulai dari jam 06.00

WITA sampai jam 18.00 WITA, kemudian dilanjutkan shift kedua dari

jam 18.00 WITA sampai jam 06.00 WITA kembali.

a. Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Sebelum melakukan aktivitas penambangan pekerjaan pertama

kali yang harus dilakukan ialah pembersihan lahan yang akan

ditambang menggunakan peralatan mekanis. Kegiatan land clearing

dilakukan menggunakan alat mekanis berupa bulldozer. Persiapan

kegiatan land clearing harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Lahan yang akan di land clearing terlebih dahulu telah di survei

dan bebas dari kemungkinan sengketa karena belum diselesaikan

proses tanam tumbuh.

2) Apabila terdapat pohon dengan diameter ≥ 30cm dan kuantitas

pohon cukup banyak maka disarankan menggunakan fasilitas chain

saw terlebih dahulu.

3) Apabila telah selesai proses penebangan pohon dengan chain saw

selanjutnya digunakan bulldozer untuk tahap final land clearing.


4) Dalam proses land clearing bulldozer tidak diperbolehkan

memotong tanah terlalu dalam yang akan mengakibatkan

berkurangnya lapisan top soil.

5) Material (pohon dan sejenisnya) yang di land clearing sedapat

mungkin harus dikumpulkan ke dalam satu tempat untuk

memudahkan proses pemindahan.

Gambar 8. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Sumber : Dept Engineering PT. MKP

b. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)

Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan

tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah

yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat digunakan dan

ditanami kembali untuk kegiatan reklamasi.


Gambar 9. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Sumber : Dept Engineering PT. MKP

c. Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden)

Material lapisan tanah penutup dilokasi penambangan

PT. Mandala Karya Prima merupakan material lunak (soft rock).

Berdasarkan kondisi lapangan material overburden didominasi oleh

sandstone. Untuk penggalian, pemuatan, dan pengangkutan material

overburden tersebut alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Alat Gali Muat dan Angkut di PT. Mandala Karya Prima

Type Equipment Productivity (Bcm/Jam)


(Digger)
Overburden Mud
(Lumpur/Gambut)

Komatsu PC2000-8 570 384

Komatsu PC1250SP-8 407 274

Hitachi EX1900-6 570 384

Hitachi EX1200-6 407 274


Zaxis ZX470 190 128

Volvo EC460 190 128

Type Equipment Truckcount (Bcm)


(Hauller)
Overburden Mud
(Lumpur/Gambut)

Komatsu HD 785-7 38 21

Komatsu HD 465-7 23 14

Caterpillar OHD777D 38 21

Caterpillar OHD775F 28 17

Volvo Artic Dump Truck 14 7

Sumber: Dept. Engineering PT. MKP

d. Penggalian dan pemuatan Overburden

Penggalian digunakan dengan menggunakan Hitachi EX1200-,

Hitachi EX1900-6, Komatsu PC1250SP-8, dan Komatsu PC2000-8.

Selanjutnya material tersebut akan dimuat ke DumpTruck, Caterpillar

OHD775F, Caterpillar OHD777D, Komatsu HD 465-7 dan HD 785-7.

Metode pemuatan (Loading) yang sering diterapkan adalah top

loading, dimana posisi alat muat lebih tinggi dibandingkan dengan

posisi alat angkutnya. Metode ini memiliki keuntungan diantaranya

operator alat muat lebih leluasa menempatkan material yang hendak

diangkut pada vessel alat angkutnya. Selain itu waktu siklus untuk alat

muat pun juga akan semakin singkat. Proses penggalian dan pemuatan

material overburden dapat dilihat pada Gambar 10.


Gambar 10. Penggalian dan pemuatan Overburden
Sumber : Dokumentasi Penulis

e. Pengangkutan Lapisan Tanah Penutup (Hauling Overburden)

Selanjutnya material overburden diangkut menuju areal

disposal dengan menggunakan alat angkut Volvo Artic Dump Truck,

Caterpillar OHD775F, Caterpillar OHD777D, Komatsu HD 465-7 dan

HD 785-7. Material overburden akan ditumpuk di area disposal.

Proses pengangkutan material overburden menuju disposal dapat

dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pengangkutan Overburden


Sumber : Dokumentasi Penulis
1) Penambangan Batubara (Coal Getting)

Kegiatan coal getting dilakukan setelah lapisan tanah penutup

diatas lapisan batubara telah dibersihkan. Setelah lapisan tanah

penutup dibuang atau diambil baru dilakukan kegiatan

pengambilan batubara dengan pemuatan ke alat angkutnya. Untuk

lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu dilakukan

penggaruan.

Gambar 12. Penambangan Batubara (Coal Getting)


Sumber : Dokumentasi Dept Engineering PT. MKP

3. Sifat Fisik Material

Earth Moved adalah salah satu bidang ilmu teknik yang

mempelajari pemindahan tanah. Dalam perkembangan berikutnya

terutama di bidang pertambangan pemindahan tanah didalamnya termasuk

: material yang terletak diatasnya : vegetasi, top soil dan lain sebagainya.

(Prodjosumanto, P., 1993. Pemindahan Tanah Mekanis: ITB)


Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan alat dalam

pekerjaan ini adalah sifat fisik tanah atau batuan, yaitu : (Prodjosumanto,

P., 1993. Pemindahan Tanah Mekanis: ITB)

a. Pengembangan Dan Penyusutan Material

Pengembangan material adalah perubahan berupa penambahan

dan penyusutan volume material (tanah) atau unconsolidated material

(material terganggu), berikut dibawah ini adalah ilustrasi yang

menggambarkan perubahan tersebut.

Contoh material adalah : Sandstone.

1.00 1.25 0.99

Gambar 13. Ilustrasi Pengembangan dan Penciutan Material

Definisi :

1) Bank Condition (Keadaan Asli)

Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami

gangguan teknologi, butiran-butiran material yang terkandung

masih terkonsolidasi dengan baik. Satuan volume dalam keadaan

asli dapat disebut juga dengan Bank Cubic Meter (BCM)


2) Loose Condition (Keadaan terurai/lepas/gembur)

Material yang telah mengalami gangguan (tergali) dari

tempat aslinya dan akan mengalami perubahan volume , yaitu

mengembang. Satuan volume material dalam keadaan terurai dapat

juga disebut dengan Loose Cubic Meter (LCM).

3) Compact Condition (Keadaan Padat)

Material yang mengalami proses pemadatan (pemampatan),

sehingga terjadi perubahan volume, yaitu berupa penyusutan

rongga udara antar butir-butir material tersebut. Dengan demikian

volumenya berkurang namun beratnya akan tetap sama. Satuan

volume yang dipadatkan dapat disebut juga dengan Compact Cubic

Meter (CCM).

b. Massa Jenis Material

Massa jenis material (density) adalah salah satu sifat yang

dimiliki oleh setiap material. Pemilihan alat untuk menggali,

mengangkat atau memindahkan dipengaruhi oleh massa jenis material

tersebut.

c. Kohesivitas

Kohesivitas material adalah daya lekat atau kemampuan saling

mengikat diantara butiran material. Material dengan kohesivitas stinggi

akan mudah menggunung atau munjung (heaped) dan material pasir

mempunyai nilai kohesivitas berbeda dengan material lempung.


Material dengan kohesivitas tinggi ditunjukkan secara visual

dengan ciri mudah menggunung, contoh : material pasir (sand).

Sedangkan lempung (clay) sebaliknya mempunyai kohesivitas rendah,

sehingga cenderung rata (struck) bila menempati suatu ruang, misal

mangkok/bucket.

d. Bentuk Material

Perubahan bentuk material terjadi akibat adanya gangguan fisik

dari luar. Perubahan bentuk ini berpengaruh terhadap ruang yang

dimiliki oleh suatu alat dalam proses penggalian maupun

pengangkutan, contoh : butiran yang cenderung membulat (rounded)

akan lebih meminimalkan gaya gesek dibandingkan dengan butiran

material dengan multi segi (poligon).

e. Kekerasan Material

Merupakan suatu sifat meterial yang menentukan sukar atau

mudahnya material tersebut untuk dikoyak (ripped), digali (dig), atau

dikupas (stripped). Nilai Kekerasan Material biasanya diukur dengan

menggunakan ripped meter atau seismic test meter dengan satuan m/s,

yaitu sama dengan satuan untuk kecepatan gelombang seismik pada

batuan.
Tabel 5. Ripabilitas Berbagai Jenis Material (Sumber : Handbook of Ripping )

f. Daya Dukung Tanah

Daya dukung material (bearing capacity) merupakan

kemampuan material untuk mendukung alat yang berada di atasnya.

Tabel 6. Daya Dukung Material (Kaufman,W. Walter,

”Design Of Surface Mine Haulage Road Manual” 1977)

Apabila suatu alat berada di atas tanah atau batuan, maka

dengan otomatis alat tersebut akan memberikan daya tekan (ground

pressure), sedangkan tanah atau batuan akan memberikan reaksi atau


perlawanan yang disebut Daya Dukung (Load Capacity). Bila daya

tekan lebih besar dari dari pada daya dukung materialnya maka alat

tersebut akan terbenam. Nilai daya dukung material dapat diketahui

dengan mengamati/mengukur secara langsung di lapangan.

G. ASPEK MEKANIS

Penggunaan alat mekanis merupakan suatu upaya yang sangat

memberikan pengaruh bagi kelangsungan aktifitas penambangan, pasalnya

alat mekanis memberikan peran penting bagi peningkatan produksi,

khususnya dalam menggali dan mengangkut material dengan kapasitas besar

sehingga perusahaan tidak mesti menggunakan alat sederhana/kecil lagi yang

berkapasitas terbatas/kecil. Pemilihan alat mekanis tentunya memiliki

pertimbangan dan perhitungan tertentu. Adapun pengelompokan alat mekanis

sebagai berikut : (Prodjosumanto, P., 1993. Pemindahan Tanah Mekanis. ITB)

1. Alat Gali-Muat (Excavator)

Alat Gali-Muat merupakan alat yang digunakan untuk menggali

material keras/lunak dari hasil pembongkaran (ripping/blasting) dan

sekaligus memuatnya ke alat angkut. Dalam pengoperasiannya terdapat

istilah waktu edar (cycle time) alat muat, adalah waktu/siklus perputaran

dimana alat muat dimulai dari mengisi bucket sampai menumpahkannya

ke alat angkut dan kembali kosong secara berulang-ulang. Semakin kecil

cycle time alat muat maka semakin besar pula produktifitasnya.


(a) (b)
Gambar 14. Jenis Excavator (a) Backhoe, (b) Shovel (Handbook Hitachi, 2009)

Karakteristik penting alat ini adalah: bermesin diesel dan full

hydraulic system. Dalam konfigurasi tipe Back Hoe (Gambar 8.a) : ukuran

boom lebih panjang, sehingga jangkauan lebih jauh dengan ukuran bucket

lebih kecil. Sedangkan Shovel (Gambar 14.b) : ukuran boom pendek

dengan ukuran bucket lebih besar. Masing-masing jenis alat tersebut

mempunyai nilai keuntungan dan kerugian tersendiri, yang terpenting

adalah ketepatan dalam pemilihan alat akan mempengaruhi kinerja di

lapangan

2. Alat Angkut (Dump Truck)

Alat Angkut merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut

bahan galian dari lokasi tambang ke proses berikutnya, misalnya crushing

plant, pabrik pengolahan bahan galian, atau langsung ke konsumen.

Berikut beberapa jenis alat angkut tambang: (Prodjosumanto, P., 1993.

Pemindahan Tanah Mekanis.ITB)

Alat yang mempunyai kemampuan memindahkan material pada

jarak menengah sampai dengan jarak jauh (500 meter – up). Berikut

penggolongan dump truck :


a. Berdasarkan sistem penggeraknya, antara lain;

1) Rigid Dump Truck

Truck dengan type seperti ini memiliki Gardan atau

Differential (handbook caterpillar) tepat di bawah vessel/bak,

dimana sistem penggerak terletak pada roda belakang.

Gambar 15. Rigid Dump Truck (http://www.Alatberat.com)

2) Articulated Dump Truck

Truck dengan type seperti ini memiliki Gardan atau

Differential (handbook caterpillar) tepat di bawah kabin operator,

dimana sistem penggerak terletak pada roda depan.

Gambar 16. Articulated Dump Truck (http://www.Alatberat.com)


3) Trailer Dump Truck

Truck dengan type seperti ini memiliki sistem penggerak

terletak pada roda depan dan roda belakang, tergantung

pengoperasiannya.

Gambar 17. Truck Trailer Tambang (http://www.Alatberat.com)

b. Berdasarkan metode penumpahannya, antara lain;

1) Rear Dump Truck

Mekanisme dari alat ini, yaitu material yang berada pada

vessel akan menumpahkan material ke arah belakang truck dengan

salah satu bagian vessel yang terangkat oleh sistem hidrolik.

2) Side Dump Truck

Mekanisme dari alat ini, hampir sama dengan Rear Dump

Truck, tetapi menumpahkan material ke arah samping truck.

3) Bottom Dump Truck

Mekanisme dari alat ini, yaitu material yang berada pada

vessel ditumpahkan langsung ke bawah truck, bagian dasar dari

vessel terbuka ke bawah dan terbelah dua.


c. Berdasarkan muatannya berupa material (tanah):

1) On High Way Dump Truck :

a) Muatannya dibawah 20 m3.

b) Ada yang menggunakan roda penggerak depan dan belakang

(Four wheel drive) dan ada yang hanya Rear Wheel Drive atau

penggerak roda belakang.

2) Off High Way Dump Truck :

a) Muatannya lebih dari 20 m3.

b) Beroperasi pada wilayah pertambangan dan konstruksi.

Pada umumnya alat angkut juga memiliki waktu edar/cycle

time, yaitu waktu/siklus perputaran dimana alat angkut dari manuver

awal, pemuatan, pangangkutan, penumpahan pada disposal, sampai

kembali lagi pada posisi semula. Semakin kecil cycle time alat angkut

maka semakin besar pula produktifitasnya.

H. ASPEK PRODUKSI

Dalam upaya peningkatan produksi alat gali-muat dan alat angkut,

maka berikut merupakan faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan

produktifitas :

1. Kapasitas Alat

2. Pola Pemuatan

3. Keadaan Jalan Angkut

4. Tahanan Gulir (Rolling Resistance)

5. Ketersediaan Alat
6. Efisiensi Kerja

7. Keselarasan Alat (Match Factor)

1. Kapasitas Alat

Kapasitas alat adalah jumlah material yang diisi, dimuat atau

diangkut oleh suatu alat berat. Pabrik pembuat alat berat akan

memberikan spesifikasi unit alat termasuk kapasitas teoritisnya.

Kapasitas alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau

dimuat, baik berupa tanah maupun batuan lepas. Dengan demikian

karakteristik material harus difahami betul agar dalam mengestimasi

kapasitas alat sebenarnya tidak meleset.

Dalam perhitungan perencanaan, jumlah material umumnya

dinyatakan dengan volume aslinya di tempat (bank /insitu), walaupun

yang diangkut atau dimuat sebenarnya adalah material yang sudah

lepas (loose). Oleh sebab itu perubahan material dari kondisi asli

(bank) menjadi lepas (loose) merupakan bagian dari perhitungan

tersebut.

1) Volume Material

Dikenal ada tiga bentuk volume material yang

mempengaruhi perhitungan pemindahannya, yaitu dinyatakan

dalam Bank Cubic Meter (BCM), Loose Cubic Meter (LCM) dan

Compacted Cubic Meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena

adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari


densitas aslinya. BCM adalah volume material pada kondisi

aslinya di tempat (insitu) yang belum terganggu.

2) Pemberaian (Swell)

Adalah persentase pemberaian volume material dari volume

asli yang dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang

harus dipindahkan dari kedudukan aslinya. Ketika digali, material

akan lepas dan terberai sedemikian rupa dan tidak akan kembali ke

bentuk semula. Pemberaian tejadi karena terbentuk rongga-rongga

udara diantara partikel-partikel material lepas tersebut. Misalnya,

satu kubik material pada kondisi asli (bank) setelah digali

volumenya mengembang atau bertambah 30%, artinya volume

bertambah 1.3 kali volume aslinya, namun beratnya tetap sama

sebelum dan sesudah digali. Rumus-rumus yang berkaitan dengan

pemberaian material sebagai berikut:

3) Densitas Material (Materials Density)

Densitas adalah berat per unit volume dari suatu material,

yang nilainya berbeda karena dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya,

antara lain; ukuran partikel, kandungan air, pori-pori dan kondisi

fisik lainnya. Material yang padat akan mempunyai berat yang

lebih besar per volume yang sama dibanding material yang tidak

padat.

Densitas ( =
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya

penggalian, yaitu dari kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose,

densitas material akan berkurang (per volume yang sama)

dibanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori udara.

Untuk mengkonversi densitas material dari bank ke loose

digunakan rumus, sbb:

(1 + % berat) =

4) Faktor Isi (Fill Factor)

Adalah presentase volume yang sesuai atau sesungguhnya

dapat diisikan ke dalam bak truck atau mangkok dibandingkan

dengan kapasitas teoritisnya. Suatu bak truck mempunyai faktor isi

87%, artinya 13% volume bak tersebut tidak terisi. Mangkok

excavator, backhoe, dragline dsb., biasanya memiliki faktor isi

lebih dari 100% karena dapat diisi munjung (heaped). Faktor

pengisian mangkok alat muat (F) dapat dinyatakan sebagai

perbandingan nyata (Vn) dengan volume munjung teoritis (Vt),

seperti yang dinyatakan dalam persamaan ;

𝐕𝐧
F= x 100 %
𝐕𝐭

dimana Vn = ( )x

Keterangan :
Vn = Volume nyata (m3)
Vt = Volume teoritis (m3)
F = Bucket Fill Factor (%
Untuk memudahkan dalam pengamatan lapangan dapat dilihat pada gambar

2.10.
a

b
c
Keterangan :
d
a. Fill Factor 100-110 %
b. Fill Factor 90-100 %
c. Fill Factor 85-90 %

Gambar 18. Ilustrasi Fill Factor Pada Mangkok/Bucket (Caterpillar, 2004)

2. Pola Pemuatan

Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam bak alat

angkut ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan

alat angkut, apakah kedudukan alat muat tersebut berada lebih tinggi

atau kedudukan kedua-duanya sama.

1) Top Loading

Teknik pemuatan ini dilihat dari posisi vessel dump truck

yang sejajar dengan track excavator atau kedudukan alat muat

lebih tinggi dari bak/vessel dump truck (alat muat berada di atas

material atau berada di atas jenjang). Cara ini hanya dipakai pada

alat muat backhoe. Selain itu operator lebih leluasa untuk melihat

bak dan menempatkan material. (Prodjosumanto, P., 1993.

Pemindahan Tanah Mekanis: ITb)


Gambar 19. Teknik Pemuatan “Top Loading” (BA Kennedi : 1972)

2) Bottom Loading

Teknik pemuatan ini dilihat dari posisi tyre dump truk

yang sejajar dengan track excavator atau kedudukan alat muat

sama dengan alat angkut. Cara ini hanya dipakai pada alat muat

shovel. (Prodjosumanto, P., 1993. Pemindahan Tanah Mekanis:

ITB)

Gambar 20. Teknik Pemuatan “Bottom Loading” (BA Kennedi : 1972)


3. Jalan Angkut (Ramp)

Menurut “Walter W. Kaufman and James C. Ault”pemilihan

alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh jarak,

lebar, kemiringan, dan grade yang dilalui. Fungsi ramp adalah untuk

menunjang operasi tambang terutama dalam kegiatan pengangkutan.

Secara geometri yang perlu diperhatikan dan dipenuhi dalam

penggunaan jalan angkut :

a. Lebar jalan angkut lurus, dan

b. Lebar jalan angkut tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada

jalan lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung

berdasarkan :

 Lebar jejak ban,

 Lebar tonjolan alat angkut bagian depan dan belakang pada saat

membelok

 Jarak antar alat angkut pada saat bersimpangan,

 Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.

Gambar 21. Lebar Jalan Angkut Tikungan dua Jalur (BA Kennedi : 1972)
Keterangan :

W = lebar jalan angkut pada tikungan (m)

n = jumlah jalur

U = jarak jejak roda kendaraan (m)

Fa = lebar juntai depan, meter (jarak as roda depan dengan bagian depan truk x sin

α, (m)

Fb = lebar juntai belakang, meter (jarak as roda belakang dengan bagian

belakang truk x sin α, (m))

α = sudut penyimpangan roda depan

C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (m)

Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)

Kemiringan jalan angkut (grade) merupakan suatu faktor

penting yang harus diamati secara detail dalam kegiatan kajian

terhadap kondisi jalan tambang. Hal ini dikarenakan kemiringan jalan

angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik

dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan

jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Walter W.

Kaufman and James C. Ault: 1977)

𝐡
Grade (α) = × 100%
𝐱

Keterangan :

h : Beda tinggi antara dua titik yang diukur.

x : Beda Jarak antara dua titik yang diukur.


Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui

dengan baik oleh alat angkut besarnya berkisar antar 10% - 18%.

Akan tetapi untuk jalan naik maupun turun pada bukit, lebih aman

kemiringan jalan maksimum sebesar 8%.

1) Jari-jari untuk bermanuver

Jari-jari untuk bermanuver berhubungan dengan

konstruksi kendaraan atau alat angkut yang digunakan, dimana

jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda

depan berpotongan di pusat C dengan sudut sama terhadap sudut

penyimpangan roda depan. (Walter W. Kaufman and James C.

Ault: 1977) 𝑾
R=
𝐒𝐢𝐧 𝛂

Keterangan :

R = Jari-jari untuk bermanuver (m)

W = Jarak antara poros depan dan belakang (m)

α = Sudut penyimpangan roda depan (derajat )

4. Tahanan Gulir (Rolling Resistance)

Tahanan gulir (rolling resistance) merupakan seluruh gaya-

gaya luar (eksternal force) seperti gaya gesek antar bagian luar ban

kendaraan dengan permukaan tanah yang bersifat menahan dan

berlawanan arahnya dengan pergeraka alat berat di atas jalur jalan

atau permukaan tanah. Pada dasarnya tahanan gulir dapat dipengaruhi

oleh :
a. Kondisi jalan, yaitu kekerasan dan kemulusan permukaannya.

Semakin keras dan mulus, maka semakin kecil tahanan gulirnya,

b. Keadaan bagian kendaraan yang berhubungan langsung dengan

permukaan jalur jalan. Jika memakai ban karet, yang akan

berpengaruh adalah ukuran ban, tekanan, dan keadaan permukaan

ban. Jika memekai crawler track maka keadaan dan macam track

kurang berpengaruh, melainkan keadaan jalan yang lebih

berpengaruh. (Tabel 7)

Tabel 7. Estimasi Nilai Rolling Resistant Minimum Untuk Radial-Ply Tyres

KONDISI JALAN RR (%)

Keras, mulus dan terawat baik 1,5

Mulus-terawat baik, terdapat jejak ban 3

25 mm / 1” bekas jejak ban 4,0

50 mm / 2” bekas jejak ban 5,0

100 mm / 4” bekas jejak ban 8,0

200 mm / 8” bekas jejak ban 14,0

5. Efisiensi Kerja

Efesiensi kerja adalam penilaian terhadap pelaksanaan suatu

pekerjaan atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai

untuk bekerja dengan waktu yang tersedia. Waktu kerja efektif adalah

waktu yang benar-benar digunakan oleh operator bersama alat

mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Menggunakan

rumus,
Efesiensi kerja = x 100%

Besarnya waktu yang telah dijadualkan ini, dalam

kenyataannya belum dapat digunakan seluruhnya untuk produksi

(kurang dari 100%). Hal ini disebabkan karena adanya hambatan-

hambatan yang terjadi selama alat mekanis tersebut berproduksi,

sehingga menyebabkan operator tidak bekerja 60 menit dalam satu

jam. Berdasarkan pengalaman jika waktu kerja efektif yang

digunakan sebesar 83% maka sudah dapat dianggap sama dengan

efesiensi kerja yang baik sekali. (Tabel 8)

Tabel 8. Efisiensi Kerja (Prodjosumarto; 1996)

Kondisi Manajemen
Kondisi Kerja
Baik sekali Baik Sedang Buruk

Baik sekali 84% 81% 76% 70%

Baik 78% 75% 71% 65%

Sedang 72% 69% 65% 60%

Buruk 63% 61% 57% 52%

Keterangan : Nilai efisiensi kerja telah diubah dalam (%)

6. Ketersediaan Alat (Availability)

Faktor yang sangat penting dalam melakukan penjadualan

suatu alat ialah faktor availability dari setiap unit alat. Secara umum

ada dua cara untuk menghitung availability alat, yaitu :

a. Kesediaan Mekanis/Mechanical Availability (MA)

Merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanis yang

sesungguhnya dari alat yang sedang dipergunakan.


𝑾
𝑴𝑨 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%.
𝑾+𝑹

b. Kesediaan Fisik/Physical Availability (PA)

Merupakan faktor yang menunjukan berapa waktu suatu alat

dipakai selama waktu total kerjanya.

𝐖+𝐒
𝐏𝐀 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎%.
𝐖+𝐑+𝐒

Selain kedua cara sebelumnya, masih ada dua faktor lagi untuk

mengoreksi jam kerja alat yang sesungguhnya, yaitu:

a. Kesediaan Pemakaian/Used of Availabitity (UA)

Menunjukan berapa persen waktu yang dipergunakanoleh suatu

alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan.

𝑾
𝑼𝑨 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%.
𝑾+𝑺

b. Penggunaan Efektif/Effective Utilization (EU)

Menunjukan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia

dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif (efisiensi kerja)

𝑾
𝑬𝑼 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑾+𝑹+𝑺

Keterangan :

W = Working/jumlah jam kerja alat, (jam)

R = Repair/jumlah jam untuk perbaikan, (jam)


S = Stand by/waktu yang terbuang, (jam)

W+R+S = Seluruh jam dimana alat dijadwalkan beroperasi (24 jam).

7. Keselarasan Alat (Match factor)

Untuk menghitung jumlah truck, disamping berdasarkan

target seperti pada persamaan di bawah, dapat pula dihitung

berdasarkan data waktu edar tanpa komponen waktu tunggu. Jadi

rumusnya adalah :

𝐂𝐓𝐚
Na =
𝐂𝐓𝐦 𝐱 𝐧

Keseimbangan atau sinkronisasi kerja antara truck dengan alat

muat, misalnya power shovel atau Excavator, dapat diukur dengan

menggunakan Faktor Keseimbangan atau Match Factor (MF) yang

dirumuskan sebagai berikut :

𝐍𝐚 𝐱 𝐂𝐓𝐦 𝐱 𝐧
MF =
𝐍𝐦 𝐱 𝐂𝐓𝐚
Keterangan ;

MF = Match Factor

Na = Jumlah Alat Angkut

Nm = Jumlah Alat Muat

CTm = Cycle Time Alat Gali-muat (detik)

CTa = Cycle Time Alat Angkut (detik)

n = Passing/jumlah Pengisian Bucket

Adanya keserasian harga match factor dapat dibagi dari

kriteria sebagai berikut;


a. MF < 1, jumlah alat angkut kurang, akibatnya alat muat banyak

menunggu, sementara alat angkut sibuk. Besarnya waktu tunggu

alat muat (Wtm) dapat

𝐍𝐦 × 𝐂𝐓𝐚
Wtm = − n. CTm
𝐍𝐚

dirumuskan sebagai berikut ; (Handbook PT. Madani Talatah

Nusantara; 2009)

b. MF > 1, jumlah alat angkut lebih, sehingga muncul waktu tunggu

dimuat untuk alat angkut, sementara alat muat sibuk. Besarnya

waktu tunggu alat muat (Wta) dapat dirumuskan sebagai berikut ;

(Handbook PT. Madani Talatah Nusantara; 2009)

𝐍𝐚 × 𝐧.𝐂𝐓𝒎
Wta = − Cta
𝐍𝐦

c. MF = 1, alat angkut dan alat muat sama-sama sibuk, tidak ada

yang menunggu.

I. Fuel Ratio

Pada aktifitas penambangan peranan penting alat mekanis sangatlah vital

dalam segi produktivitas. Produktivitas suatu aktifitas penambangan

tergantung terhadap alat mekanis yang bekerja didalam area tersebut. Semakin

tinggi waktu efektif kerja alat mekanis maka semakin tinggi produktivitas

yang dihasilkan.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa jam efektif berbanding

lurus dengan produktivitas yang dihasilkan. Dalam kegiatan menghasilkan


produktivitas alat mekanis membutuhkan bahan bakar untuk pengoperasian.

Perbandingan antara pemakaian bahan bakar yang dibutuhkan selama satu jam

beroperasi dan produktivitas yang dihasilkan selama satu jam merupakan

pengertian dari fuel ratio. Adapun cara mendapatkan fuel ratio seperti :

Fuel Ratio =

Anda mungkin juga menyukai