Anda di halaman 1dari 20

PENCEGAHAN DEKUBITUS

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawat dalam Mencegah Dekubitus.


A.Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek penting dalam pelayananan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan
integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan kulit klien
akan menjadi salah satu indikator Kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kerusakan
integriritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan pembedahan, namun juga dapat
disebabkan karena tertekannya kulit dalm waktu byang lama yang menyebabkan iritasi dan akan
berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Kozier, 1993)

Dekubitus merupakan problem yang serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya biaya,
lama perawatan dirumah sakit karena memperlambat program rehabilitasi bagi penderita (Potter,
Perry, 1993). Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri yang berkepanjangan, rasa
tidak nyaman, tergangu dan frustasi yang menghinggapi para pasien dan meningkatkan biaya
dalam penaganan.

Estimasi biaya penanganan dikemukanan oleh Bryant et al (1992) mencapai 5000 dolar – 27000
dolar. Di Amerika, dekubitus akan meningkatkan biaya medis dan perawatan hamper mencapai
1,385 juta dolar Amerika (http:// www. Medlineplus. com). Dekubitus Juga dapat menyebabkan
komplikasi berat yang mengarah ke sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis serta
meningkatkan pravalensi mortalitas pada klien lanjut usia. Karenanya angka kejadian dekubitus
menjadi salah satu factor indicator penying mutu pelayanan Rumah skit (DEPKES, 1998)

Insidensi dan pravelensi terjadinya dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan
perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11%
terjadi ditanan perawtan acute care, 15-25% ditatanan perawat jangka panjang/ longterm care,
dan 7-12% ditatanan perawatan rumah// homecare (Mukti, 2002)
Penelitian di Indonesia dilaporkan dari Annas, HA cit Purwaningsih (2000) menyebutkan bahwa
dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar
sebanyak 12 orang (15,8%) mendapatka dekubitus. Setyajati (2001) juga melakukan penelitian
yang menghitung angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di RS Muwardi Surakarta,
pada Bulan oktober 2002 angka kejadian dekubitus sebanyak 38,18 %. Penelitian tentang angka
kejadian dekubitus juga dilakukan oleh Purwaningasih (2000) di Ruang Al, B1, C1, D1 dan
ruang B3 IRNA I RSUP DR. sardjito pada bula oktober 2001, didapatkan hasil dari 40 pasien
tirah baring, angka insiden mencapai 40 %. Angka ini relative tinggi dan akan semakin
meningkatkan jika tidak dilakukan upaya dalam mencegahnya.
Perawat sebagai kesehatan yang memiliki tanggung jawab utama dalam mencegah kejadian
dekubitus perlu mnerapkan pengetahuan terbaik yang dimilikinya dalam mencegah
berkembangnya kejadina dekubitus (Moore, et al, 2004). Berbagi studi mengindikasikan bahwa
perawat tidak memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup dalam kegiatan pencegahan
dekubitus ( Buss, et al, 2004). Penelitian ini telah dilakukan oleh Halfens dan Eggink (1995) dan
menyebutkan bahwa sebagian besar perawat yang bekarja dirumah sakit umum tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup dalam memahami isi panduan penanganan dan pencegahan dekubitus.
Selanjutnya pieper dan Mott (1995) menemukan bahwa pengetahuan registered nurse tentang
dekuditus tidaklah tinggi hanya mencapi 36% dari total pertanyaan yang dijawab dengan benar.
Penelitian yang dilakukan oleh Bostrom dan Kenneth (1992) menyimpulkan bahwa sikap, nilai
dan kepercayaan perawat tidak menempatkan penbcegahandekubitus menjadi ptioritas yang
tinggi dalam pelayanan keperawatan.

Moore, et,al (2004) di Inggris telah melakukan penenlitian tentang hal-hal yang mengahalangi
sikap, perilaku dan persepsi perawat dalam mencegah dekubitus, hasil yang diperoleh
menyebutkan bahwa sikap yang positif tidak cukup untuk menjamin perubahan perilaku akan
berjalan dalm praktek klinik. Selain itu kurangnya waktu, staf, pengetahuan dan informasi yang
memadai juga dapat menjadi penghalang bagi perawat dalam mencegah dekubitus, karenanya
penting untuk merubah pengetahuan, siakp, nilai dan tindakan perawt dalm upaya mencegah
kejadian dekubitus (Buss, et, al, 2004).
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus, diantaranya adalah
dengan perbaikan keadaan umum penderita, pemeliharaan dan perawatan kulit yang baik,
papan/alas tempat tidur yang baik, pencegahan terjadinya luka dan berbaring yang berubah-
ubah(Bauwhuizen, 1996). Selain pencegahan dekubitus juga dapat dilakukan dengan mengkaji
resiko klien terkena dekubitus, massase tubuh maupun edukasi pada klien dan support system.
Pengetahuan ini harus diniliki perawat, diikuti dengan sikap positif dan dipratekkan dalam
tindakan. Antara pengetahuan, sikap dan perilaku selayaknya berjalan secara sinergis karena
terbentuknya perilaku baru, akan dimulai dari domain kognitif/pengetahuan, yang selanjutnya
akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikpa dank an dibuktikan dengan adanya tindakan
atau praktek. Namun pengetahuan dan sikap tidak slalu akan diikuti oleh adnya tindakan atau
perilaku (Notoatmojo, 2002).

Dari latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku perawat dalam mencegah dekubitus.

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalh dalam penelitian ini adalah”faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku perawat dalam upaya pencegahan dekubitus?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum

a. Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap perilaku perawat dalam upaya pencegahan


dekubitus.

b. Mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku perawat dalam upaya pencegahan dekubitus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh factor pendorong ( dukungan pimpinan dan kebujakan rumah sakit)
terhadap perilaku perawat dalam mencegah dekubitus.

b. Menegetahui pengaruh factor pendukung (ketersediaan waktu dan ketersediaan alat) terhadap
perilaku perawat dalam mencegah dekubitus.

c. Mengetahui factor dominan yang mempenagruhi perilaku perawat dalam mencegah dekubitus
D. Manfaat penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi perawat tentang
pentingnya pengetahuan dan sikap yang positif dalam mencegah dekubitus.

2. Manfaat bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit dalam
menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pencegahan dekubitus.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi
peneliti dalam menyusunkarya tulis ilmiah

E. Tinjauan Pustaaka
A. Dekubitus

1. Pengertian

Dekubitus adalah suatu keadaan dimanan timbul ulkus sebagai akibat penekanan yang lama
mengenai suatu tempat pada permukaan tubu penderita (Bouwhuizen, 1996). Istilah lain yang
sering dipakai dalah pressure sore atau pressure ulcers. Dekubitus dapat terjadi karena
terjepitnya pembuluh darah antara tulang pasien dan tenpat tidurnya. Akibat terjapitnya
pembuluh darah tersebut, maka jaringan yang terdapat pada daerah itu tidak bisa nmemperoleh
darah yang diperlukan dengan demikina juga tidak bisa memperoleh darah yang diperlukan
dengan demikian juga tidak bisa memperoleh darah yang diperlukan dengan demikian juga tidak
bisa memperoleh bahan makanan dan oksigen, akibatnya jaringan tersebut mengalami kematian.
Orang yangs ehat akan melakukan gerakan spontan sebagai reaksi terhadap stimulasi yang
diterima oleh otak, sekalipun orang tersebut dalam keadaan tidur, karena itu, kompresi
tidakperbah berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi kerusakan jaringan
B. Pengetahuan, sikpa, dan perilaku

Pengertian
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan
yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi. Pertama jaringan kulit
memerah. Jika sel mati (nekrosis) akibat kurang nutrisi kulit rusak dan pembentukan ulkus.
Akibatnya luka baring menjadi lebih besar dan dalam.Tempat – tempat yang paling sering
mengetahuidekubitus,antaralain:
a.Siku e. Pinggul
b.Tumit f. Mata Kaki
c.Bahu g. Telinga
d.Sakrum
Dekubitus umum terjadi pada :
a.Pasien Lansia
b.Pasien yang sangat kurus
c.Pasien kegemukan (Obesitas)
d.Pasien yang tak dapat bergerak
e.Pasien Inkohtivensia
f.Pasien Lemah

Pencegahan Dekubitus
Karena dekubitus lebih mudah dicegah dari diobati, maka sedini mungkin harus dicegah dengan
cara :
a.Merubah posisi pasien sedikitnya 2 jam sekali.
b.Anjurkan pasien untuk duduk dikursi roda atau seri gery untuk menegakkan mereka setiap 10
menit untuk mengurangi tekaan atau membantu pasien melakukannya.
c.Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yang tepat dan adekuat. Karena kerusakan kulit lebih
mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi pasien buruk.
d.Segera membersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat iritatif terhadap kulit.
e.Inspeksi daerah dekubitus umum terjadi, laporkan adanya area kemerahan dengan segera.
f.Jaga agar kulit tetap kering
g.Jaga agar linen tetap sering dan bebas dari kerutan
h.Beri perhatian khusus pada daerah – daerah yang beresiko terjadi dekubitu.
i.Masase sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan losion
j.Jangan gunakan losion pada kulit yang rusak
k.Beri sedikit bedak tabur pada area pergesekan tapi jangan biarkan menumpuk.menggumpal
l.Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring
m.Lakukan latihan serak minimal 2x sehari untuk mencegah kontraktur
n.Gunakan kasur busa, kasur kulit atau kasur perubah tekanan.

PengobatanIntervensi
Tahap – tahap kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan terjadi dalam 4 tahap, maka dari itu
pengobatan atau intervensi keperawatan pada tiap tahap/dapat membatasi proses dan
menghindari kerusakan lebih lanjut. Tahap satui, yang ditandai dengan :
1. Kulit menjadi kemerahan, akan berubah warna biru ke abu – abuan disekitar daerah yang
mengalami tekanan. Pada orang yang berkulit gelap daerah tersebut terlihat lebih kering.
a. Beritahui perawat
b. Masase dengan sambur bagian luar daerah yang kemerahan
c. Jaga agar area sekitar kulit yang rusak tetap bersih dan kering
d. Kurangi semua tekanan berlebihan pada area tersebut
e. Menganjurkan diet bergizi dan cairan yang adekuat
f. Jaga agar kulit yang rusak tetap tertutup sesuai instruksi, biasanya dengan balutan steril kering
atau penutup proteksif lainnya.
g. Lakukan pengobatan dengan lampu panas sesuai instruksi dokter
h. Tempatkan pasien pada matras egrate, agar berat badan terdistritansi ke seluruh permukaannya
dan memberikan sirkulasi udara.
i. Laporkan indikasi infeksi seperti bau atau drainase, pendarahan dan perubahan ukuran.
j. Pokumatasikan adanya area yang potensia rusak pada catatan pasien menggunakan kata – kata
dan diagram.

Tahap dua, yang ditandai dengan :


1. Kulit memerah dan terdapat lesi seperti suka melepuh didaerah tersebut, kulit bisa rusak atau
tidak.
Tindakan
a. Pindahkan tekanan dengan mengganti posisi pasien
b. Masase dengan lembut daerah sekitar area yang memerah untuk mencegah pembentukan luka
baring.
c. Laporkan ke perawat
d. Dokumentasikan pada catatan perawatan
Tahap tiga, yang diotandai dengan :
1. Semua lapisan kulit rusak,
Tindakan.
a. Perawatan yang diabaikan sama dengan perawatan tahap – tahap dan dilanjutkan dengan tepat
jika berlanjut ke tahap 3.
b. Untuk mencegah infeksi perawar dapat mencari daerah luka dengan bahan bakteriostatik
misalnya : Phisonex, cara klens, dan Bioleks, pengobatan spesifik bervariasi sesuai dengan
instruksi dokter.
c. Jika ada jaringan mati (nevkrotik) salep yang mengangkat jaringan mati (debinderment) dari
luka, tersebut dapat diinstruksikan. Pengobatan ini dilakukan oleh dokter atau perawat.
d. Pada beberapa fasilitas, lesi terbuka ditutup tidak terlalu ketat dengan kasa yang direndam
dengan Ed. Carrington, yang menjaga agar lesi tetap lambat dan meningkatkan penyembuhan
dan debidemen sendiri.
e. Suka dijaga agar tetap lembab dengan menutupinya menggunakan hidrokoloid seperti
kembaran tipis dinoderm. Kmudian diplester
f. Ganti balutan setiap 3 sampai 5 hari, kecuali jika balutan tersebut bocor.
g. Pada kasus yang parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk menutupi daerah ulkus.
Tahap empat, ditandai dengan :
1. Ulkus meluas, menembus kulit jaringan subtenta, dan dapat melibatkan tentang, otot dan
struktur – struktur lainnya.
Tindakan
a. Lanjutkan tindakan yang dighuanakn pada tahap sebelumnya
b. Pengkajian yang konstan terhadap kerusakan kulit meliputi pengukurn luas luka dan
mengobservasi dan mengevaluasi penyembuhan.
Sumber : Buku Asisten Keperawatan
Luka dekubitus adalah kerusakan jaringan lokal pada bagian tubuh dengan permukaan tulang
yang menonjol akibat tekanan, pergesekan atau pergeseran. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia.

ETIOLOGI
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien.
A. Faktor Ekstrinsik
1. Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras
lainnya, seperti : tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama
sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis.
2. Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal.
3. Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan
keringat.
B. Fase Intrinsik
1. Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.
2. Hilangnya sensasi : paraplegia, hemiparesis, neuropati perifer.
3. Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik
4. Imobilitas : akibat paralisis, traksi, anestesia, sedasi, total bedrest.
5. Malnutrisi : gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
6. Dehidrasi
7. Anemia
8. Infeksi
9. Gangguan vaskuler : perokok, diabet
PATOFISIOLOGI
Tekanan normal kapiler adalah 32 mmHg, bila mendapat tekanan lebih besar dari 50 mmHg
pada daerah permukaan tulang yang menonjol secara terus menerus dalam waktu yang lama akan
menimbulkan kerusakan jaringan. Penekanan pada jaringan lunak akan menyebabkan iskemi bila
proses penekan terus berlanjut akan timbul nekrosis dan ulcerasi.
Gambar patofisiologi dekubitus

Klasifikasi Dekubitus
 Stadium 1 : eritema yang menetap
 Stadium 2 : kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya
lecet dan lepuh
 Stadium 3 : kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia
 Stadium 4 : kerusakan seluruh lapisan melibatkan otot, tendon, ligamen dan sendi.
Penanganan Dekubitus
1. Penerangan untuk pasien dan keluarga
2. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
3. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah
posisi selama 5 menit setiap 2 jam. Menggunakan alas tidur yang empuk, kulit dijaga kering
dan bersih jangan sampai kotor karena urin dan feses. Diusahakan segera mobilisasi aktif jika
telah memungkinkan.
4. Rawat luka dan debridement
5. Perbaiki keadaan umum
6. Operasi dilakukan pada stadium 3 dan 4
7. Rehabilitasi : melatih otot
Prosedur Operasi
1. Debridement jaringan non vital
2. eksisi bursa
3. ostektomi tulang yang non vital
4. hemostasis yang baik
5. memilih flap yang sesuai
6. hindari jahitan yang tegang
7. perawatan post operasi : hindari penekanan selama 3-6 minggu dan dilakukan pengawasan,
perbaikan nutrisi.
Flap yang Biasa Dipilih Untuk Rekonstruksi
 Defek ischium : gluteal fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap, posterior
hamstring musculocutaneous V-Y advancement flap, posterior thigh flap (fasciocutaneous),
tensor fascia lata flap.
 Defek Sacrum : lumbosacral flap (fasciocutaneous), unilateral / bilateral gluteal
fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap, unilateral / bilateral gluteal
musculocutaneous V-Y flap
 Defek Trochanter : tensor fascia lata flap
Komplikasi Operasi
 Hematom
 Infeksi
 Dehisensi
 Rekurensi

ULKUS DEKUBITUS
AUTHOR: ALFONS OCTAVIAN SABANDAR. DR
MEDICAL FACULTY-SEBELAS MARET UNIVERSITY IN SURAKARTA
FEBRUARY, 2008
PENDAHULUAN
Istilah ulkus dekubitus telah digunakan secara luas dalam dunia kedokteran sejak lama dan
sampai saat ini masih menjadi masalah serius. Dekubitus sendiri secara etimologi berasal dari
bahasa latin “decumbree” yang berarti “merebahkan diri” yang didefinisikan sebagai suatu luka
akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam1,2. Luka ini
terjadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit
sampai jaringan di bawah kulit akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya terjadi pada
penderita dengan penyakit kronik yang berbaring dalam jangka waktu lama1,3.
Ulkus dekubitus sering disebut sebagai Ischemic ulcers, Pressure ulcers, Pressure sore atau Bed
sore1,3,4,5.
Frekuensi ulkus dekubitus di berbagai negara masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, dalam
beberapa penelitian menunjukkan bahwa 3-10% pasien yang dirawat di rumah sakit menderita
dekubitus dan 2,7% peluang terbentuk dekubitus baru, namun angka tersebut terus
menunjukkan peningkatan hingga 7,7-26,9%. Penelitian lain memperlihatkan bahwa sekitar 28%
pasien di rumah sakit berpeluang untuk menderita ulkus dekubitus, dan 2/3 penderita dekubitus
tersebut terjadi pada pasien berusia lanjut1,4,5. Dekubitus juga terjadi dengan frekuensi yang
cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena imobilisasi yang lama dan berkurangnya
kemampuan sensorik1. Insiden dekubitus pada penderita dengan trauma medulla spinalis
mencapai 25-85% dengan angka kematian antara 7-8%3.
Ulkus dekubitus termasuk salah satu daftar penyebab kematian secara langsung (7-8%) pada
pasien-pasien paraplegia. Evaluasi secara luas telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa
1/3 pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit yang mengalami dekubitus selama perawatan,
dilaporkan meninggal dunia, dan lebih dari setengahnya akan meninggal dalam 12 bulan ke
depan. Secara umum pasien-pasien tersebut meninggal oleh karena proses penyakit primer,
namun adanya ulkus dekubitus menjadi faktor yang dapat memperberat penyakit primernya1,4.
Ulkus dekubitus telah menjadi hal yang serius baik di negara maju maupun berkembang karena
selain tingginya angka morbiditas dan mortalitas, adanya ulkus dekubitus juga mengakibatkan
meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitasi bagi penderita1,3,4,5,6.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya ulkus dekubitus terjadi akibat adanya faktor primer dan sekunder.

Faktor primer
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab dari ulkus dekubitus oleh karena adanya iskemia
dan hipoksia yang mengakibatkan terjadi penurunan asupan maupun distribusi O2 ke jaringan.
Teori iskemia berpendapat bahwa ulkus dekubitus merupakan akibat dari tekanan konstan dari
luar (tekanan eksternal) yang cukup lama yang merusak aliran darah lokal soft tissue. Tekanan
eksternal tersebut harus lebih tinggi dari tekanan intrakapiler arterial dan harus lebih tinggi dari
tekanan kapiler vena. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapiler arterial adalah 32 mmHg dan
tekanan ini dapat meningkat mencapai maksimal 60 mmHg yaitu pada keadaan hiperemia.
Tekanan mid kapiler adalah 20 mmHg, sedangkan tekanan pada vena kapiler adalah 13-15
mmHg. Pada saat tekanan eksternal melebihi tekanan intrakapiler arterial maupun tekanan vena
kapiler, maka tekanan tersebut akan merusak aliran pada jaringan dan menghambat aliran darah
balik, dan jika tekanan tersebut konstan selama 2 jam atau lebih akan menimbulkan destruksi dan
perubahan ireversibel dari jaringan1,3,4,5,6,7.
Substansia H yang mirip dengan histamine dilepaskan oleh sel-sel yang iskemik dan akumulasi
metabolit seperti kalium, adenosine diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat, diduga sebagai
faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak
sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode
kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu penelitian histologis memperlihatkan bahwa tanda-tanda
kerusakan awal terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edem dan
kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler infiltrat, agregat platelet yang
kemudian berkembang menjadi hemoragik perivaskuler3. Yang menarik, pada tahap awal ini, di
epidermis tidak didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki
kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam jangka waktu yang cukup
lama. Selain itu, perubahan patologis oleh karena tekanan eksternal tersebut terjadi lebih berat
pada lapisan otot daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus1. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Daniel dkk (1981) yang mengemukakan bahwa iskemia primer terjadi pada otot dan kerusakan
jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan3.
Lindan dkk menyebutkan bahwa pada pasien posisi supine, tekanan eksternal 40-60 mmHg
merupakan tekanan yang paling berpotensi untuk terbentuk ulkus pada daerah sacrum, maleolus
lateralis dan oksiput. Sedangkan pada pasien posisi prone, thoraks dan genu mudah terjadi ulkus
pada tekanan 50 mmHg. Pada pasien posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila tekanan berkisar 100
mmHg terutama pada tuberositas Ischii. Kesimpulannya, tekanan-tekanan tersebut lebih tinggi
dari tekanan kapiler yang mengindikasikan alasan area anatomi tersebut sering terjadi ulkus
dekubitus.
Kosiak (1959) membuktikan pada anjing, bahwa tekanan eksternal sebesar 60 mmHg selama 1
jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikroskopis pada semua lapisan jaringan
mulai dari kulit sampai tulang, sedangkan dengan tekanan 35 mmHg selama 4 jam, perubahan
degeneratif tersebut tidak terlihat3. Dulu faktor neurotropik disebutkan sebagai faktor penyebab
utama ulkus dekubitus, tetapi ternyata hal tersebut tidak terbukti3,4.
Faktor Sekunder
Faktor-faktor yang menunjang terjadinya ulkus dekubitus antara lain:

 gangguan saraf vasomotorik, sensorik ataupun motorik,


 kontraktur sendi dan spasisitas,
 gangguan sirkulasi perifer,
 malnutrisi dan hipoproteinemia,
 anemia,
 keadaan patologis kulit (gangguan hormonal, edema, autoimun),
 maserasi,
 infeksi,
 higiene kulit yang buruk,
 inkontinensia urin et alvi,
 kemunduran mental dan penurunan kesadaran1,2,3,4,5,6,7.

KLINIS
Riwayat penderita
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan
imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu diketahui dari riwayat penderita
meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok
serta keadaan sosial ekonomi penderita1,3,4,5,7.
Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku),
kelumpuhan, bau, nyeri1,4.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :

1. Lokasi ulkus dekubitus


Setiap bagian tubuh dapat terkena dekubitus, tetapi umumnya pada daerah tekanan dan
penonjolan tulang antara lain:

1. Tuberositas Ischii
Frekuensinya mencapai 30% dari lokasi tersering, terjadi akibat tekanan langsung pada keadaan
duduk. Juga karena foot rest pada kursi roda yang terlalu tinggi, sehingga berat badan tertumpu
pada daerah ischii.
2. Trochanter Mayor
Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi tersering. Terjadi karena lama berbaring pada satu sisi,
kursi roda terlalu sempit, osifikasi heterotropik, skoliosis, yang mengakibatkan berat badan
tertumpu ke sisi panggul yang lain.

3. Sacrum
Frekuensinya mencapai 15% dari lokasi tersering, terjadi pada penderita yang lama berbaring
posisi supine, tidak berubah posisi berbaring secara teratur, salah posisi pada waktu duduk di
kursi roda. Juga dapat terjadi karena penderita merosot di tempat tidur dengan sandaran miring,
terlalu lama kontak dengan urin, keringat ataupun feces.
4. Tumit
Frekuensinya mencapai 10% dari lokasi tersering. Keadaan spastik pada anggota gerak bawah
dapat menimbulkan tekanan dan gesekan tumit pada tempat tidur atau pada foot rest kursi roda.

5. Maleolous
Maleolus lateralis dapat terkena karena berbaring terlalu lama pada satu sisi, trauma pada waktu
pemindahan pasien, posisi foot rest kurang baik. Maleolus medialis juga dapat terkena karena
gesekan kedua maleolus kanan dan kiri akibat keadaan spastik otot aduktor.
6. Genu
Terjadi pada penderita yang lama berbaring pada posisi prone, sedangkan sisi lateral genu karena
lama berbaring pada satu sisi.
7. Lainnya meliputi cubiti, scapula dan processus spinosus vertebrae1,3,4,5,7.
Tanda infeksi pada ulkus dekubitus antara lain tepi luka eritema, berbau, discharge purulen dan
nekrosis tulang1,3,4.
2. Klasifikasi1,3,4,5,6,7
Berdasarkan Nasional Pressure Ulcers Advisory Panel System di Amerika Serikat, ulkus
dekubitus terbagi menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat kerusakan jaringan epidermis, dermis,
subkutaneus, otot, tulang dan sendi.
Derajat I

Menunjukkan kulit yang utuh (intak) dengan tanda-tanda impending ulkus. Awalnya berupa
eritema yang mengindikasikan adanya hiperemis reaktif. Ketika jaringan menjadi iskemia untuk
sementara, pembebasan tekanan menyebabkan hiperemis, kemungkinan sebagai mekanisme
proteksi dengan meningkatkan aliran darah untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan
melepaskan produk-produk metabolism berbahaya. Hiperemi reaktif akan menunjukkan
perubahan dalam 24 jam setelah pembebasan tekanan. Indurasi dan kalor mungkin dapat
ditemukan. Eritema tersebut bertahan lebih dari 1 jam setelah tekanan dibebaskan.
Derajat II

Hilangnya sebagian jaringan epidermis dan dermis (partial thickness). Pada tahap ini dapat
ditemukan abrasi, lepuh atau ulkus superficial.
Derajat III

Hilangnya seluruh jaringan kulit (full thickness) dengan perluasan ke arah jaringan subkutaneus
tetapi tidak melampaui fascia. Lesi ini tampak sebagai ulkus dengan atau tanpa kerusakan
jaringan sekitar.
Derajat IV

Menunjukkan perluasan melewati fascia melibatkan otot, tulang, tendon dan kapsul
sendi. Pada tahap ini dapat terjadi osteomielitis yang disertai destruksi tulang serta
dislokasi atau fraktur patologis.

Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan laboratorium darah (antal leukosit, differential count, kadar protein serum,
albumin, kadar elektrolit), urinalisa, mikrobiologi (kultur darah, urin, dan pus). Pemeriksaan
radiologis jika dicurigai terjadi osteomielitis, dislokasi maupun fraktur, bila perlu dilakukan
pemeriksaan MRI dan biopsi tulang. Biopsi luka pada luka kronis dilakukan jika dicurigai terjadi
perubahan degeneratif ke arah malignansi 1,3,4,5,9.
KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi pada ulkus dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat juga terjadi
pada ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik yang aerobik maupun anaerobik,


2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis dan arthritis
septik,
3. Septikemia,
4. Anemia,
5. Hipoalbuminemia,
6. Kematian1,3,4,5.
MANAJEMEN ULKUS DEKUBITUS
Pencegahan
1. Mengatasi faktor resiko utama :
1. Hilangkan tekanan : pasien melakukan perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang
24 jam. Melakukan push-up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. Pemakaian
berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolechic bed, tilt bed, air
matras : gel flotation pads, sheepskin, dan lain-lain,
2. Meminimalkan kelembaban dengan sering mengganti pakaian dan seprai,
3. Meminimalkan regangan dengan penempatan posisi yang nyaman dan sesuai,
4. Meminimalkan gesekan dengan cara pemindahan pasien yang hati-hati3,4,5,6,7.
2. Mengatasi faktor resiko sekunder :
1. Obati infeksi,
2. Perbaiki nutrisi yaitu dengan diet tinggi kalori, protein dan vitamin dengan tujuan untuk
mempertahankan balans nitrogen tetap positif dan dengan meningkatkan kadar protein
serum hingga 6 mg/100 ml atau lebih,
3. Menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol,
4. Kendalikan kadar gula pada pasien-pasien diabetes mellitus,
5. Mengontrol nyeri,
6. Mempertahankan volume darah tetap normal dan mengoreksi anemia untuk mencegah
vasokonstriksi pada luka dan untuk mengoptimalkan asupan oksigen dalam darah3,4,5,7.
Penanganan Ulkus Dekubitus
Terdapat berbagai macam jenis pembedahan pada ulkus dekubitus. Debridement merupakan
tindakan pembedahan untuk membersihkan dan mengangkat jaringan kulit ataupun otot yang
mati atau terinfeksi1,3,7,8,9. Tindakan debridement ini akan menyebabkan luka menjadi luas tetapi
luka tersebut menjadi lebih sehat dan penyembuhannya menjadi lebih cepat8. Dalam banyak
kasus, dilakukan pengambilan sebagian kecil jaringan tulang dari dasar luka untuk mengurangi
infeksi berulang1,8. Pada beberapa kasus, hip joint harus diangkat bersama dengan sebagian dari
os femur8.
Bedah rekonstruksi pada ulkus dekubitus meliputi tindakan pemindahan sebagian jaringan sehat
dari suatu area bagian tubuh penderita untuk menutupi luka di area yang lain. Kulit dan atau otot
(flap) ini umumnya diambil dari punggung, glutea atau femur1,8. Jaringan flap ini memiliki suplai
darah yang baik, digunakan untuk menutup luka dan membantu memelihara jaringan di sekitar
ulkus. Pada saat ulkus telah ditutup, area asal flap juga ditutup dan kadang-kadang diperlukan
skin graft untuk menutupi area tersebut8,9
Pada multiple ulkus dekubitus, umumnya dilakukan tindakan pembedahan lebih dari satu kali
secara bertahap dan pada kasus-kasus berat dapat dilakukan amputasi tungkai untuk memenuhi
kebutuhan jaringan pada proses rekonstruksi8.
Langkah-langkah penanganan ulkus dekubitus meliputi :

1. Pastikan perubahan posisi pasien secara bertahap setiap 2 jam.


2. Ulkus dekubitus Partial Thickness :
1. Atasi semua etiologi,
2. Penutupan luka, dapat ditambah dengan silver sulfadiazon,
3. Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara konservatif1,3,4,7.
3. Ulkus dekubitus Full Thickness :
1. Atasi semua etiologi.
2. Debridement untuk membuang semua jaringan mati.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi
dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi, oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan luka7.
Terdapat 3 metode debridement yaitu :
 Sharp debridement (dengan pisau, gunting, dan lain-lain)
 Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik dan fibrinolitik)
 Machanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)3.
3. Penutupan luka lembab-basah, antibiotik bila infeksi, penutup oklusif untuk luka pasca
debridement tidak terinfeksi, mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase,
antibiotik), mengobati bila terjadi osteomielitis (debridement agresif, antibiotik sistemik) dan
penggunaan Vacuum Assisted Clossure pada luka dekubitus tertentu1,7,8.
4. Jaringan yang terbuka ditutup dangan flap ataupun pada kasus sederhana dapat
dengan graft 1,7,8,9.

PROGNOSIS
Terjadinya proses penyembuhan ulkus dekubitus tergantung faktor-faktor primer maupun
sekunder serta penatalaksanaan ulkus itu sendiri. Meskipun perkembangan dan penerapan
berbagai prosedur serta pengobatan baru pada ulkus dekubitus, namun tidak ada penelitian yang
memperlihatkan penurunan insidensi maupun prevalensi dekubitus dalam 3 dekade terakhir4.
Perlu diingat pentingnya tindakan pencegahan karena pada dasarnya ulkus dekubitus dapat
dicegah.
KEPUSTAKAAN
1. Brandon J Wilhelmi. 2006. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and Principles.
http://www.emedicine.com/plastic/topic462.htm Diakses tanggal 2 februari 2008

2. Arwaniku. 2007. Ulkus Dekubitus


http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2007/05/pressure-sore-ulkus-dekubitus.html Diakses
tanggal 2 februari 2008

3. Djunaedi Hidayat, Sjaiful Fahmi Daili, Mochtar Hamzah. 1990. Ulkus


Dekubitus dalam Cermin Dunia Kedokteran. FK UI, Jakarta. Hal : 33-5

4. Don R Revis Jr. 2006. Pressure Ulcers, Nonsurgical Treatment and Principles.
http://www.emedicine.com/plastic/topic424.htm Diakses tanggal 2 februari 2008

5. Don R Revis Jr. 2005. Decubitus Ulcers.


http://www.emedicine.com/plastic/topic391.htm Diakses tanggal 2 februari 2008

6. Subhan Kadir. 2007. Dekubitus.


http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/decubitus/ Diakses tanggal 2 februari 2008

7. Gentur Sudjatmiko. 2007. Ulkus Dekubitus dalam Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik
Rekonstruksi. Mahameru Offset Printing, Jakarta. Hal : 95-8

8. Jorge de La Torre and Ann. Marie Oberheu. 2005. Reconstruction Surgery for Pressure
Sores.
http://images.main.uab.edu/spinalcord/pdffiles/PO-09-
05.pdf+reconstruction+of+pressure+ulcer&hl=id&ct=clnk&cd=13&gl=id Diakses tanggal 2
februari 2008

9. Don R Revis Jr. 2005. Skin, Grafts.


http://www.emedicine.com/plastic/topic392.htm Diakses tanggal 2 februari 2008
February 14, 2008 in Science | Permalink

Anda mungkin juga menyukai