Anda di halaman 1dari 20

PENGUKURAN AGEN BIOLOGI

DILINGKUNGAN KERJA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 :


ARIFAH 172410023
DIKY WAHYUDI 172410054
RICHIE JUNIANTO 172410046
RAHMI 172410012
PRATIWI JUWITA

Dosen :
Fitri Sari Dewi, MKKK

Sanitasi industry dan Good housekeeping


STIKES IBNU SINA BATAM
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Batam, 13 Oktober 2018

Kelompok II
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Lingkungan kerja sering mengandung bermacam-macam bahaya yang bersifat kimia,
fisik,biologis, dan psikologis (Suyono, 1995). Menurut Djunaedi (2003) dalam Mariz (2005)
Seiring peningkatan perkembangan industri dan adanya perubahan gaya hidup masyarakat
terutama pada masyarakat ibukota yang lebih menyukai hal-hal yang praktis membawa efek positif
pada usaha penyedia jasa. Jenis usaha penyedia jasa yang berkembang dan semakin menjamur
dikalangan masyarakat, salah satunya adalah usaha penyedia jasa pencucian mobil atau dikenal
dengan istilah car wash. Hal ini memberikan konsekuensi semakin banyak orang yang bekerja
dibidang jasa pencucian mobil, sehingga semakin banyak pula kemungkinan orang yang berisiko
terkena penyakit kulit akibat kerja. Penyakit kulit merupakan penyakit akibat kerja yang sering di
temukan biasanya oleh zat kimia, seperti asam/basa kuat, pelarut lemak, logam yang dapat
mengakibatkan iritasi, alergi, atau luka bakar; mekanik misalnya akibat gesekan atau tekanan pada
kulit; fisik misalnya akibat lingkungan kerja yang terlalu panas dan infeksi (Ridwan, 2009).

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit kulit merupakan penyakit akibat kerja yang paling
sering ditemukan, kira-kira 40 % dari seluruh penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit.
Walaupun tidak meyebabkan kematian, tapi penyakit kulit sangat mengganggu bagi kenyamanan
penderitanya. Oleh karena itu, penyakit kulit merupakan faktor yang sangat penting untuk
terjadinya penurunan produktivitas kerja dan meningkatnya angka cuti sakit. Insidens penyakit
mencapai 7/10.000 pekerja tetap; 25 % diantaranya harus cuti sakit dari pekerjaannya, dan
diperkirakan mengakibatkan kehilangan hari kerja rata-rata 2-10 hari kerja per tahun. (Ridwan,
2009).

Latar belakang yang mendasari timbulnya penyakit tersebut harus dibuktikan berhubungan
atau akibat langsung dari agen (zat berbahaya) di lingkungan pekerjaanya (Sudoyo, Aru W, 2009).
Menurut WHO (2002), di seluruh dunia banyak orang dewasa, dan beberapa anak-anak
menghabiskan sebagian besar kegiatan mereka di tempat kerja. Sementara di tempat kerja, orang-
orang menghadapi berbagai bahaya yang hampir sama banyaknya dengan berbagai jenis
pekerjaan, termasuk bahan kimia, agen biologis, faktor fisik, kondisi ergonomis, alergen, dan
berbagai faktor psikososial. Ini dapat menghasilkan berbagai hasil kesehatan termasuk: cedera,
kanker, gangguan pendengaran, dan pernapasan, muskuloskeletal, kardiovaskuler, reproduksi,
neurotoksik, kulit dangangguan psikologis. Beban penyakit akibat kerja berisiko sebesar 1,5% dari
beban global dalam Disability-adjusted life year (DALY) rates. Yang terpenting pada penyakit
akibat kerja adalah pemutusan kontak dengan agen yang menimbulkan penyakit akibat kerja yaitu
dengan cara memindahkannya, pemakaian alat pelindung, pemantauan kadar zat tersebut pada
lingkungan tempat kerja sehingga bahan tersebut tidak sampai melewati ambang batas (Sudoyo,
Aru W, 2009).
Kontak kulit dengan agen seperti air, sabun, dan bahan-bahan alergen lainnya yang menjadi
penyebab, hendaknya dibatasi dengan langkah-langkah pengendalian teknis; kunci pencegahan
yang efektif adalah eliminasi kontak kulit dengan zat-zat tersebut. Pakaian pelindung, apron,
sarung tangan atau krem pelindung, sepatu boot, dan topeng wajah yang mungkin diperlukan
hendaknya disediakan, dan penggunaanya dianjurkan atau diharuskan (Suyono, Joko. Wijaya,
Caroline, 1995). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelurahan Medan
Binjai, terdapat 6 tempat usaha penyedia jasa pencucian mobil dengan jumlah pekerja 32 orang
dan pada saat bekerja tidak menggunakan alat pelindung diri antara lain tidak menggunakan sepatu
boot.

Beberapa pekerja juga mengeluhkan gangguan kulit kaki yang mereka alami. Berdasarkan
hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui dan meneliti gambaran penderita kelainan kulit kaki
pada pekerja cuci mobil di Kelurahan Medan Binjai, Karena pada pekerja cuci mobil akan
bersentuhan langsung dengan tempat yang basah sehingga pekerja cuci mobil terkena penyakit
kulit akibat kerja

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian seperti berikut :
 Bagaimana gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil?
Berdasarkan pertanyaan penelitian dirumuskan masalah sebagai berikut :
 Bagaimana gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil.
.
3. Tujuan Penelitian
 Tujuan umum :
Untuk mengetahui gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil di Kelurahan
Medan Binjai.
 Tujuan khusus :
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin) pekerja cuci mobil
dengan kelainan kulit kaki.
2. Untuk mengetahui lama kontak pada pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit kaki.
3. Untuk mengetahui masa kerja pada pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit kaki.
4. Untuk mengetahui penggunaan alat pelindung diri pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit
kaki.
5. Untuk mengetahui prevalensi kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil

D. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Pada Peneliti Hasil penelitian ini menambah pengetahuan dan informasi peneliti tentang
keterkaitan angka kejadian kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil, dan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan koleksi bagi institusi pendidikan.
2. Pada Pekerja cuci mobil Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pekerja cuci
mobil agar menggunakan alat pelindung diri supaya tidak terkena penyakit kulit akibat kerja.
3. Bagi Perusahaan cuci mobil Supaya menyediakan sarana sanitasi dan alat pelindung diri kepada
pekerja cuci mobil serta membuat program penyuluhan kepada pekerja cuci mobil tentang
tindakan kebersihan diri.
BAB II
DEFINISI PENYAKIT AKIBAT KERJA

A. Pengertian PAK
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja (PAK),
menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan
atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia,
biologi, ataupun psikologi di tempat kerja.
WHO Membedakan 4 kategori Penyakit akibat kerja:
1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
B. Faktor-Faktor Penyebab PAK
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak
mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan
dalam 5 golongan:
1) Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2) Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
3) Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
4) Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja
5) Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

C. Diagnosis PAK.
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah
yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1) Tentukan Diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu,
dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru
dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.
2) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai
pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat
menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara khronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya).
3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut,
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,
maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan
ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan
sebagainya).
4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi, Apakah
ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang 4 mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih
sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6) Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada
faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami
pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian,
adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di
tempat kerja.
7) Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah
menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya
penyakit.

D. Faktor Biologi PAK


Penyakit ditempat kerja akibat factor biologi biasanya disebabkan oleh makhluk
hidup sehingga menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja yang terpajan. Potensi
bahaya yang menyebabkan reaksi alergi atau iritasi akibat bahanbahan biologis, seperti
debu kapas, dedaunan, bulu, bunga, virus, bakteri, dan sebagainya :
1) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu (i) bulat (kokus) sebenarnya tidak ada
bakteri yang betul-betul bulat , tetapi spheroid dan dapat dibedakan lagi dalam:
mikrokokus, diplokokus, streptokokus,tetrakokus, sarsina, stafilokokus, (ii) lengkung
ialah terbentuk lengkung pada pokoknya dapat dibagi menjadi bentuk koma(vibrio),
dan (iii) batang (basil) ialah dapat dibedakan lagi dalam betuk batang panjang dan
batang batang pendek dengan ujung datar atau lengkung . Banyak bakteri penyebab
penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak
dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi.
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri: anthrax (kulit dan paru), tuberculosis
(paru), burcelosis (sakit kepala,atralagia, enokkarditis), lepra, tetanus, thypoid, cholera,
dan sebagainya.

2) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter. Virus tidak
mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus: influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya (HIV), menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh, ditularkan melalui:
Tranfusi darah yang tercemar, Tertusuk/teriris jarum/pisau yag terkontaminasi,
Hubungan sexual, Luka jalan lahir waktu melahirkan. Pekerja berisiko (HIV), Pekerja
RS, Pekerja yang sering ganti-ganti pasangan.
3) Parasit
(i) Malaria ; gigitan nyamuk anopheles, (ii) Ansxylostomiosis, anemia khronis, (iii) ,
gatal-gatal dikulit. Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih
komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang
mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
4) Hewan
Seraangga : sengatan.
Binatang berbisa : gigitan / ular.
Binatang buas : Carnovora.
5) Tumbuhan
Debu kayu: Allergi & asma Debu kapas: allergi saluran nafas.
6) Organisme viable dan racun biogenic
Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik
termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan
media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan,
pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Leogionnaire’s disease.
7) Alergi biogenic
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu
dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal
dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga
dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti
rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh Occupational asthma : wool, bulu, butir
gandum, tepung bawang dsb.
Faktor-Faktor PAK Biologi:
1. Kontak dengan individu yang terinfeksi, sekresi, ekskresi, atau jaringan tubuh
manusia seperti hepatitis, AIDS, TBC, flu burung, flu babi, demam berdarah,
anthrax.
2. Akibat penularan dari binatang yang menginfeksi manusia secara langsung atau
kontak dengan sekresi, ekskresi, jaringan tubuh binatang yang terinfeksi atau via
vektor.
3. Akibat polusi udara yang mengandung mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit seperti pekerja kantor yang memakai AC sentral. pembersih cerobong
asap pabrik, pabrik penghasil debu-debu:
a. Inhalation fever, akibat paparan udara yang berat : metal fume fever, polymer
fume fever, organic dust fever, legionenelosis.
b. Allergi akibat polusi udara : asma kerja, pneumonitis hipersensitivitas.
Bakteri dan virus merupakan makhluk yang sangat mudah berkembang biak
dan penyakit yang disebabkannya sangat mudah menular. Saat ini sejumlah
penyakit menular dan mematikan telah berpindah dari hewan ke manusia dan
dari manusia ke hewan. Infeksi silang-spesies dapat berasal dari peternakan
atau pasar, dimana kondisi menciptakan pencampuran patogen. Yang memberi
patogen kesempatan untuk bertukar gen dan peralatan sampai dengan
membunuh inang yang sebelumnya asing. Penyakit Akibat Kerja dengan
Penyebab Faktor Biologi: Dermatitis pada Industri Pupuk Organik.

E. Biological Hazard
Bahaya Biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang
atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi, Bahaya
biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya
dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik
dan alergi biogenic.
1. Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik
termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan jamur
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang
beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”, Legionnaire’s disease.
2. Alergi Bionik.
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen
dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein
dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses
fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di
bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan
alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
3. Bahaya Infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya yaitu pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak,
penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax,
brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci.

F. Indentifikasi Resiko Bahaya Biologi ditempat Kerja.


Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal dan
memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem (peralatan, tempat kerja, prosedur,
aturan, dll.)
a. Manfaat Indentifikasi Bahaya :
a. Mengetahui bahaya-bahaya yang ada
b. Mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuensi terjadinya
c. Mengetahui lokasi bahaya
d. Menunjukan bahwa bahaya-bahaya tertentu telah diberikan perlindungan
e. Menunjukan bahwa bahaya-bahaya tetentu tidak akan menimbulkan akibat
kecelakaan, sehingga tidak perlu diberikan perlindungan
f. Analisis lebih lanjut
b. Jenis bahaya terdiri dari :
a. Fisika
- Bahaya mekanis (Kinetic Hazard, Static Hazard)
- Fisika murni (Non Mekanis) : Suhu, tekanan, listrik, kelembapan, debu.
b. Kimia (bahan padat, cair, gas)
c. Biologi (binatang berbisa, binatang buas, tumbuh-tumbuhan berbisa/jamur,
bakteri/virus)
d. Ergonomic (anatomi, fisiologi)
e. Fsikologi (stress, keseimbangan jiwa terganggu)
c. Asal bahaya :
a. Manusia.
Dalam hal ini dapat berupa Unsafe Condition (Human Error)
b. Lingkungan.
Dalam hal ini dapat berupa bahaya dari Lingkungan Alam dan Lingkungan
Buatan
c. Peralatan.
Dalam hal ini dapat berupa :
- Bahaya terpadu (Inherent) Sesuai Fungsinya
- Salah Penggunaan (Kegagalan Manusia)
- Tidak Memenuhi Syarat Keselamatan (Kegagalan Peralatan)
d. Bahan.
Dapat berasal dari :
- Bahan Baku, Produksi / Sampingan
- Zat Padat, Cair, Maupun Gas
d. Tanda Tanda adanya bahaya :
Tanda – tanda adanya suatu bahaya dapat diketahui dari :
- Riwayat insiden/kecelakaan human error, kerusakan alat, kesalahan
prosedur, lingkungan, dll.
- Gejala adanya bahaya
- Berupa : insiden berulang, operasi terputus, biaya yang berlebihan,
pemakaian tenaga yang berlebihan, banyak bahan yang terbuang, keluhan
karyawan, keluhan masyarakat, prosedur tidak karuan (interperence),
catatan rumah sakit, keterhambatan atau penundaan-penundaan)
- Langsung diketahui potensinya
Peralatan / sistem yang memang sudah jelas potensi bahayanya, walaupun
bahaya itu tidak pernah mengakibatkan kecelakaan.

Urutan peranan bahaya pada kecelakaan :


a. Bahaya Pemula (Initiating Hazards)
Bahaya yang menjadi asal mula yang memungkinkan timbulnya bahaya
penunjang dan bahaya primer.
b. Bahaya Penunjang (Contributory Hazards)
Bahaya yang menunjang mendukung atau yang menjadi perantara timbulnya
bahaya primer setelah adanya bahaya pemula.
c. Bahaya Primer (Primary Hazards)
Bahaya yang langsung menjadi sebab timbulnya kecelakaan maupun kerugian
(loss).

e. Tahap tahap Kegiatan Indentifikasi bahaya.


Identifikasi bahaya dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Menelusuri sumber bahaya
b. Mengenali bahaya potensial
c. Menentukan potensi bahaya
d. Menentukan biaya dan prioritas

f. Metode indentifikasi bahaya :


Metode identifikasi bahaya terdiri dari :
1. Metode tujuh langkah
Berupa “Pancingan” Tujuh Pertanyaan :
- Sesuatu yang menakutkan
- Bahaya yang mengancam teman sejawat
- Insiden yang dialami
- Ada bagian pekerjaan yang berbahaya
- Minta tolong
- Penolakan atau penundaan pekerjaan
- Perubahan prosedur kerja
2. Metode kartu indentifikasi
Digunakan oleh mereka yang mempunyai daya analisis terhadap bahaya-
bahaya yang ada, seperti :
- Pengawas
- Petugas K3
- Petugas lain yang ditunjuk
g. Penanggulangan bahaya biologi.
- Mengenal bahaya biologi yang ada ditempat Kerja
- Menghindari kontak langsung dengan sumber penular
- Melakukan tindakan asepsis yang bener
- Menjaga keberhasilan diri
- Menggunakan APD yang sesuai
h. Batasan pengukuran okupasi
- dirancang untuk mengontrol penyerapan kontaminan udara ke dalam tubuh
- diukur dalam
a. ppm (bagian dari uap / gas per sejuta bagian udara)
b. mg / m3 (miligram zat per meter kubik udara)
- dinyatakan sebagai konsentrasi zat udara rata-rata selama periode referensi
a. 15min jangka pendek
b. 8 jam jangka panjang
- Batas Paparan Maksimum (MEL)
a. Konsentrasi maksimum yang diizinkan
b. memiliki status hokum
c. tidak boleh dilampaui
d. mengurangi paparan hingga jauh di bawah MEL sedapat mungkin
- Standar Paparan Kerja (OES)
a. konsentrasi di mana tidak ada bukti bahaya
b. mewakili praktik yang baik
c. jika terlampaui, ambil langkah untuk mengurangi ke OES
d. OES merepresentasikan kontrol yang memadai
- Batas jangka panjang
a. konsentrasi rata-rata tertimbang waktu
b. conc. x waktu pencahayaan rata-rata lebih dari 8 jam
c. dirancang untuk mengontrol efek kronis
- batas jangka pendek
a. konsentrasi rata-rata tertimbang waktu
b. conc. x waktu paparan rata-rata lebih dari 15 menit
c. dirancang untuk mengontrol efek akut
i. Control filosofi

Sumber Transmisi Penerima


Eliminasi Melindungi Hapus pekerja
Subsitusi Jarak Mengurangi eskposur
Lampiran Pengeceran ventilasi Melampirkan pekerja
Proses pindah Kurangi tidak ada pekerja
LEV PPE

G. Dermatitis Pada Industri pupuk Organik.


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi) dan gatal. Tanda polimorfik
tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis. Sinonim dermatitis adalah eksem. Ada yang
membedakan antara dermatitis dan eksem, tetapi pada umumnya menganggap sama.
A. Penyebab Dermatitis.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik
(contoh : sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen),
misalnya dermatitis atopik.
B. Gejala Dermatitis.
Pada umumnya penderita dermatitismengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat
setempat, generalisata, bahkan universalis.
Pada stadium akut, biasanya kulit yang terkena eksim nampak kemerahan, mengalami
penebalan dan timbul bercak-bercak, adakalanya berair (basah).
Pada stadium subakut, bercak merah dan penebalan kulit nampak mereda, kemudian
bercak yang basah akan mengering dan menjadi keropeng (krusta).
Pada stadium kronis, eksim nampak kering, bersisik dan mengalami hiperpigmentasi
(menghitam). Tak jarang eksim mengalami perubahan bentuk menjadi bintik-bintik
menonjol, bahkan kadang mengalami erosi,
C. Jenis-jenis Dermatitis.
1. Dermatitis kontak iritan akut.
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas,
eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena,
berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah
bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin,
asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan
kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.
Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada
malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis.
2. Dermatitis kontak iritan kronis.
Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan
lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,
kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun,
pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi
oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak
cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain
baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan
dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus 10
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat
perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya
dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan
lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
D. Pengendalian yang Dapat dilakukan.
1. Eliminasi.
Eliminasi faktor biologi penyebab dermatitis di tempat kerja dapat dilakukan
dengan cara:
 Membersihkan tempat kerja secara rutin setelah pekerja usai bekerja;
 Mensterilkan bahan-bahan pengolahan pupuk secara optimal;
 Memastikan bahwa alat yang akan digunakan dan alat yang telah digunakan
adalah bersih;
 Penyemprotan fungisida, bakterisida, dan atau sejenisnya pada tempat kerja
setelah pekerja usai bekerja.
2. Subsitusi.
Substitusi bisa dilakukan dengan:
 Mengganti bahan baku pupuk;
 Mengganti peralatan pengolahan pupuk;
 Mengganti atau memindahkan tempat pengolahan pupuk;
 Mengganti atau memindahkan pekerja yang memiliki sensitivitas kulit yang
tinggi dengan pekerja yang memiliki sensitivitas lebih rendah terhadap agen
biologi, lalu menempatkan pekerja yang memiliki sensitivitas tinggi
tersebut ke sektor atau bagian lain dari aktivitas industri.
3. Engineering Control.
Pada pengendalian faktor biologi, mungkin tidak terlalu melibatkan engineering
control. Namun engineering control dalam industri pengolahan pupuk organik ini
dapat dilakukan dengan cara:
 Mendesain peralatan yang memperpanjang jarak antara pekerja dengan
objek kerja (bahan baku pupuk);
 Melapisi peralatan kerja dan tangan pekerja dengan disinfektan;
 Menyediakan mesin penggilingan atau pengaduk atau pencampur otomatis
yang aman untuk mengurangi masa keterpaparan atau kontak langsung
pekerja dengan bahan baku pupuk organik yang umumnya kaya akan
mikrobiologi yang sangat mungkin menyebabkan dermatitis.
4. Administrative Control.
 Membuat dan memasang media-media pengingat dan peringatan mengenai
cara kerja yang baik dan benar, misalnya poster, stiker, atau selebaran;
 Meng-upgrade pekerja secara rutin mengenai SOP dan petunjuk teknis kerja
melalui berbagai bentuk kemasan cara, misalnya sosialisasi atau diskusi
bersama;
 Menetapkan waktu kerja maksimal, untuk meminimalisir lamanya waktu
maksimal kontak pekerja dengan agen biologi penyebab dermatitis;
5. Alat Pelindung Diri.
 Menyediakan masker bagi para pekerja;
 Menyediakan sarung tangan untuk para pekerja;
 Menyediakan sepatu boot untuk para pekerja;
 Menyediakan seragam kerja yang berlengan panjang dan celana panjang,
hal in untuk mengurangi kemungkinan kontaknya agen biologi
(mikroorganisme) dengan kulit pekerja;
 Menyediakan semacam lotion disinfektan kulit sebelum pekerja memulai
pekerjaannnya, ini untuk meningkatkan imunitas kulit pekerja;
 Meyediakan tempat membersihkan diri beserta sabun anti-mikroba dan
kelengkapan lainnya di area tempat kerja, untuk memudahkan pekerja yang
ingin segera membersihkan diri usai bekerja. Hal ini juga bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran pekerja akan pentingnya membersihkan diri
setelah bekerja.
BAB III
PENUTUP

Menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi,
ataupun psikologi di tempat kerja. Di tempat kerja, ada banyak faktor yang dapat mengakibatkan terjangkitnya
Penyakit Akibat Kerja pada diri pekerja. Faktor-faktor tersebut ialah faktor fisik, faktor kimiawi, faktor biologis,
faktor fisiologis, dan faktor psikososial. Faktor biologis dapat meliputi hewan, tanaman, serangga, maupun
mikroorganisme serta bisa juga serbuk kayu.

Untuk mengurangi atau meminimalisir kemungkinan faktor-faktor tersebut mengakibatkan Penyakit


Akibat Kerja, maka perlu dilakukannya beberapa rangkaian tindakan pengendalian, di antaranya ialah sebagai
berikut:

1. Eliminasi;
2. Substitusi;
3. Engineering Control;
4. Administrative Control; dan
5. Pengadaan Alat Pelindung Diri disertai panduan penggunaan dan pemeliharaannya.

Dengan diterapkannya tindakan pengendalian tersebut dengan baik, diharapkan bahwa derajat kesehatan
para pekerja pun akan baik dan terpelihara. Sehingga dengan itu produktivitas kerja pun semakin
meningkat yang nantinya berdampak pula pada peningkatan income perusahaan/industry.
DAFTAR PUSAKA

Anda mungkin juga menyukai