DILINGKUNGAN KERJA
Dosen :
Fitri Sari Dewi, MKKK
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok II
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Lingkungan kerja sering mengandung bermacam-macam bahaya yang bersifat kimia,
fisik,biologis, dan psikologis (Suyono, 1995). Menurut Djunaedi (2003) dalam Mariz (2005)
Seiring peningkatan perkembangan industri dan adanya perubahan gaya hidup masyarakat
terutama pada masyarakat ibukota yang lebih menyukai hal-hal yang praktis membawa efek positif
pada usaha penyedia jasa. Jenis usaha penyedia jasa yang berkembang dan semakin menjamur
dikalangan masyarakat, salah satunya adalah usaha penyedia jasa pencucian mobil atau dikenal
dengan istilah car wash. Hal ini memberikan konsekuensi semakin banyak orang yang bekerja
dibidang jasa pencucian mobil, sehingga semakin banyak pula kemungkinan orang yang berisiko
terkena penyakit kulit akibat kerja. Penyakit kulit merupakan penyakit akibat kerja yang sering di
temukan biasanya oleh zat kimia, seperti asam/basa kuat, pelarut lemak, logam yang dapat
mengakibatkan iritasi, alergi, atau luka bakar; mekanik misalnya akibat gesekan atau tekanan pada
kulit; fisik misalnya akibat lingkungan kerja yang terlalu panas dan infeksi (Ridwan, 2009).
Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit kulit merupakan penyakit akibat kerja yang paling
sering ditemukan, kira-kira 40 % dari seluruh penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit.
Walaupun tidak meyebabkan kematian, tapi penyakit kulit sangat mengganggu bagi kenyamanan
penderitanya. Oleh karena itu, penyakit kulit merupakan faktor yang sangat penting untuk
terjadinya penurunan produktivitas kerja dan meningkatnya angka cuti sakit. Insidens penyakit
mencapai 7/10.000 pekerja tetap; 25 % diantaranya harus cuti sakit dari pekerjaannya, dan
diperkirakan mengakibatkan kehilangan hari kerja rata-rata 2-10 hari kerja per tahun. (Ridwan,
2009).
Latar belakang yang mendasari timbulnya penyakit tersebut harus dibuktikan berhubungan
atau akibat langsung dari agen (zat berbahaya) di lingkungan pekerjaanya (Sudoyo, Aru W, 2009).
Menurut WHO (2002), di seluruh dunia banyak orang dewasa, dan beberapa anak-anak
menghabiskan sebagian besar kegiatan mereka di tempat kerja. Sementara di tempat kerja, orang-
orang menghadapi berbagai bahaya yang hampir sama banyaknya dengan berbagai jenis
pekerjaan, termasuk bahan kimia, agen biologis, faktor fisik, kondisi ergonomis, alergen, dan
berbagai faktor psikososial. Ini dapat menghasilkan berbagai hasil kesehatan termasuk: cedera,
kanker, gangguan pendengaran, dan pernapasan, muskuloskeletal, kardiovaskuler, reproduksi,
neurotoksik, kulit dangangguan psikologis. Beban penyakit akibat kerja berisiko sebesar 1,5% dari
beban global dalam Disability-adjusted life year (DALY) rates. Yang terpenting pada penyakit
akibat kerja adalah pemutusan kontak dengan agen yang menimbulkan penyakit akibat kerja yaitu
dengan cara memindahkannya, pemakaian alat pelindung, pemantauan kadar zat tersebut pada
lingkungan tempat kerja sehingga bahan tersebut tidak sampai melewati ambang batas (Sudoyo,
Aru W, 2009).
Kontak kulit dengan agen seperti air, sabun, dan bahan-bahan alergen lainnya yang menjadi
penyebab, hendaknya dibatasi dengan langkah-langkah pengendalian teknis; kunci pencegahan
yang efektif adalah eliminasi kontak kulit dengan zat-zat tersebut. Pakaian pelindung, apron,
sarung tangan atau krem pelindung, sepatu boot, dan topeng wajah yang mungkin diperlukan
hendaknya disediakan, dan penggunaanya dianjurkan atau diharuskan (Suyono, Joko. Wijaya,
Caroline, 1995). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelurahan Medan
Binjai, terdapat 6 tempat usaha penyedia jasa pencucian mobil dengan jumlah pekerja 32 orang
dan pada saat bekerja tidak menggunakan alat pelindung diri antara lain tidak menggunakan sepatu
boot.
Beberapa pekerja juga mengeluhkan gangguan kulit kaki yang mereka alami. Berdasarkan
hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui dan meneliti gambaran penderita kelainan kulit kaki
pada pekerja cuci mobil di Kelurahan Medan Binjai, Karena pada pekerja cuci mobil akan
bersentuhan langsung dengan tempat yang basah sehingga pekerja cuci mobil terkena penyakit
kulit akibat kerja
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian seperti berikut :
Bagaimana gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil?
Berdasarkan pertanyaan penelitian dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil.
.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum :
Untuk mengetahui gambaran penderita kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil di Kelurahan
Medan Binjai.
Tujuan khusus :
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin) pekerja cuci mobil
dengan kelainan kulit kaki.
2. Untuk mengetahui lama kontak pada pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit kaki.
3. Untuk mengetahui masa kerja pada pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit kaki.
4. Untuk mengetahui penggunaan alat pelindung diri pekerja cuci mobil dengan kelainan kulit
kaki.
5. Untuk mengetahui prevalensi kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil
D. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Pada Peneliti Hasil penelitian ini menambah pengetahuan dan informasi peneliti tentang
keterkaitan angka kejadian kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil, dan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan koleksi bagi institusi pendidikan.
2. Pada Pekerja cuci mobil Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pekerja cuci
mobil agar menggunakan alat pelindung diri supaya tidak terkena penyakit kulit akibat kerja.
3. Bagi Perusahaan cuci mobil Supaya menyediakan sarana sanitasi dan alat pelindung diri kepada
pekerja cuci mobil serta membuat program penyuluhan kepada pekerja cuci mobil tentang
tindakan kebersihan diri.
BAB II
DEFINISI PENYAKIT AKIBAT KERJA
A. Pengertian PAK
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja (PAK),
menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan
atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia,
biologi, ataupun psikologi di tempat kerja.
WHO Membedakan 4 kategori Penyakit akibat kerja:
1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
B. Faktor-Faktor Penyebab PAK
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak
mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan
dalam 5 golongan:
1) Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2) Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
3) Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
4) Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja
5) Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
C. Diagnosis PAK.
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah
yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1) Tentukan Diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu,
dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru
dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.
2) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai
pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat
menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara khronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya).
3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut,
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,
maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan
ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan
sebagainya).
4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi, Apakah
ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang 4 mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih
sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6) Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada
faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami
pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian,
adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di
tempat kerja.
7) Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah
menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya
penyakit.
2) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter. Virus tidak
mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus: influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya (HIV), menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh, ditularkan melalui:
Tranfusi darah yang tercemar, Tertusuk/teriris jarum/pisau yag terkontaminasi,
Hubungan sexual, Luka jalan lahir waktu melahirkan. Pekerja berisiko (HIV), Pekerja
RS, Pekerja yang sering ganti-ganti pasangan.
3) Parasit
(i) Malaria ; gigitan nyamuk anopheles, (ii) Ansxylostomiosis, anemia khronis, (iii) ,
gatal-gatal dikulit. Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih
komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang
mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
4) Hewan
Seraangga : sengatan.
Binatang berbisa : gigitan / ular.
Binatang buas : Carnovora.
5) Tumbuhan
Debu kayu: Allergi & asma Debu kapas: allergi saluran nafas.
6) Organisme viable dan racun biogenic
Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik
termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan
media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan,
pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Leogionnaire’s disease.
7) Alergi biogenic
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu
dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal
dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga
dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti
rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh Occupational asthma : wool, bulu, butir
gandum, tepung bawang dsb.
Faktor-Faktor PAK Biologi:
1. Kontak dengan individu yang terinfeksi, sekresi, ekskresi, atau jaringan tubuh
manusia seperti hepatitis, AIDS, TBC, flu burung, flu babi, demam berdarah,
anthrax.
2. Akibat penularan dari binatang yang menginfeksi manusia secara langsung atau
kontak dengan sekresi, ekskresi, jaringan tubuh binatang yang terinfeksi atau via
vektor.
3. Akibat polusi udara yang mengandung mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit seperti pekerja kantor yang memakai AC sentral. pembersih cerobong
asap pabrik, pabrik penghasil debu-debu:
a. Inhalation fever, akibat paparan udara yang berat : metal fume fever, polymer
fume fever, organic dust fever, legionenelosis.
b. Allergi akibat polusi udara : asma kerja, pneumonitis hipersensitivitas.
Bakteri dan virus merupakan makhluk yang sangat mudah berkembang biak
dan penyakit yang disebabkannya sangat mudah menular. Saat ini sejumlah
penyakit menular dan mematikan telah berpindah dari hewan ke manusia dan
dari manusia ke hewan. Infeksi silang-spesies dapat berasal dari peternakan
atau pasar, dimana kondisi menciptakan pencampuran patogen. Yang memberi
patogen kesempatan untuk bertukar gen dan peralatan sampai dengan
membunuh inang yang sebelumnya asing. Penyakit Akibat Kerja dengan
Penyebab Faktor Biologi: Dermatitis pada Industri Pupuk Organik.
E. Biological Hazard
Bahaya Biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang
atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi, Bahaya
biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya
dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik
dan alergi biogenic.
1. Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik
termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan jamur
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang
beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”, Legionnaire’s disease.
2. Alergi Bionik.
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen
dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein
dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses
fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di
bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan
alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
3. Bahaya Infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya yaitu pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak,
penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax,
brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci.
Menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi,
ataupun psikologi di tempat kerja. Di tempat kerja, ada banyak faktor yang dapat mengakibatkan terjangkitnya
Penyakit Akibat Kerja pada diri pekerja. Faktor-faktor tersebut ialah faktor fisik, faktor kimiawi, faktor biologis,
faktor fisiologis, dan faktor psikososial. Faktor biologis dapat meliputi hewan, tanaman, serangga, maupun
mikroorganisme serta bisa juga serbuk kayu.
1. Eliminasi;
2. Substitusi;
3. Engineering Control;
4. Administrative Control; dan
5. Pengadaan Alat Pelindung Diri disertai panduan penggunaan dan pemeliharaannya.
Dengan diterapkannya tindakan pengendalian tersebut dengan baik, diharapkan bahwa derajat kesehatan
para pekerja pun akan baik dan terpelihara. Sehingga dengan itu produktivitas kerja pun semakin
meningkat yang nantinya berdampak pula pada peningkatan income perusahaan/industry.
DAFTAR PUSAKA