Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap


orang sadar atau tidak sadar. Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan
pembangunan di segala bidang. Pembangunan dalam konteks Negara selalu ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik yang merata.
Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial
yang terpadu, politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya,
kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya. Titik tolak pembangunan dimulai dari
tindakan mengurangi masalah dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan meningkatkan untuk
mencapai suatu tingkatan yang layak.
Bagi manusia, pembangunan tidak hanya dalam konteks pemenuhan kebutuhan yang
berkaitan dengan aspek sosial ekonomi tetapi juga haruslah melihat aspek keadilan terhadap
lingkungan. Lingkungan bagi umat manusia adalah salah satu modal dasar dalam pembangunan.
Lingkungan sehat, bersih, lestari, secara tidak langsung akan mempengaruhi keberlanjutan
produktifitas manusia di masa yang akan datang. Artinya, dalam konteks tersebut selain
keberlanjutan dari sisi ekonomi dan sosial, maka diperlukan juga keberlanjutan pada sisi
ekologis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang di bahas dalam makalah
ini sebagai berikut :

1. Apa itu Pembangunan Berkelanjutan?


2. Bagaimana Program Kali Bersih?
3. Bagaimana Perencanaan Antisipatif Terhadap Bencana Tsunami,Gempa Dan Banjir?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu Pembangunan Berkelanjutan.


2. Untuk mengetahui bagaimana Program Kali Bersih.
3. Untuk mengetahui bagaimana Perencanaa Antisipatif Terhadap Bencana Tsunami,
Gempa dan Banjir.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat,


dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987).
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan
terdiri dari tiga tiang utama yang saling bergantung dan memperkuat yaitu :
a. Ekonomi
b. sosial, dan
c. lingkungan

Gambar 1 : Skema Interaksi Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Jonathon Porritt, ekolog Inggris tidak sependapat dengan pola ketekaitan ketiga pilar di
atas, oleh karena menganggap ”ekonomi adalah subsistem kehidupan sosial, dan kehidupan
sosial merupakan subsistem biosfer atau sistem total kehidupan di bumi. Tidak satu
subsistempun mampu melampaui kapasitas sistem biosfer”. Pola overlapping ketiga pilar
tersebut di atas diragukan, oleh karena meyakini bahwa terdapat batas ultimate biosfer dalam

3
menopang kehidupan sosial dan ekonomi manusia di bumi sebagaimana digambarkan Porrit
sebagai berikut :

Gambar 2 : Representasi Pilar Ekonomi dan Sosial yang Dibatasi oleh Pilar Lingkungan

Namun pendapat Porrit disanggah, bahwasanya menempatkan keberlanjutan lingkungan


di atas kepentingan ekonomi dan sosial dalam kehidupan manusia sulit diwujudkan oleh adanya
kendala finansial, teknologi, dan kapasitas sumberdaya manusia. Dialektika tersebut
menyimpulkan bahwa ketiga pilar disepakati sebagai dimensi keberlanjutan, namun keterkaitan
ketiganya perlu diintegrasikan dalam posisi tidak absolut, oleh karena dalam kehidupannya,
manusia dihadapkan pada keterbatasan dan kendala. Oleh karenanya, konsep keberlanjutan yang
dipahami sebagai integrasi tiga pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling memperkuat
disimpulkan dapat menjadi basis dalam pengkajian pembangunan yang berkelanjutan.
Deskripsi di atas memberikan kesimpulan bahwasanya pembangunan berkelanjutan
merupakan upaya terus-menerus yang merupakan bagian dari proses menuju kualitas kehidupan
generasi kini dan mendatang yang lebih baik secara ekonomi dan sosial dalam batas daya-
dukung suportif sumberdaya alam dan daya-tampung asimilatif lingkungan.

2.1.1 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan


Graham Haughton and Colin Hunter (1994) menekankan tiga prinsip dasar pembangunan
kota berkelanjutan, yakni :
1. Prinsip kesetaraan antar generasi (intergeneration equity) yang menjadi asas
pembangunan berkelanjutan dengan orientasi masa mendatang.

4
2. Prinsip keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan distribusi
sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi kemiskinan yang dianggap
sebagai faktor degradasi lingkungan.
3. Prinsip tanggung-jawab transfrontier yang menjamin pergeseran geografis dampak
lingkungan yang minimal dengan upaya-upaya kompensasi. Dalam konteks perkotaan
diharapkan tidak terjadi pemanfaatan sumberdaya alam dan penurunan kualitas
lingkungan pada wilayah di luar perkotaan bersangkutan secara berlebihan yang
berdampak terhadap laju pertumbuhannya.

Lokakarya Indonesia Decentralized Environmental and Natural Resources Management


Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute (URDI) juga mengusulkan
beberapa prinsip pembangunan kota berkelanjutan di Indonesia yang diantaranya selaras
dengan yang diutarakan oleh Graham Haughton et al. Prinsip-prinsip berikut perlu disesuaikan
kembali dengan kondisi setempat (sumber : Lampiran F, Bahan Lokakarya, Penguatan Aksi bagi
Pembangunan Perkotaan secara Berkelanjutan di Indonesia, Laporan Akhir Tahap Persiapan.
Kerjasama antara Indonesia Decentralized Environmental & Natural Resources Management
Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute (URDI), serta partisipasi aktif
dari lembaga/pihak terkait lainnya, Desember 2004) yaitu :
1. Memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang yang diwujudkan secara konsisten dan
kontinyu melalui rencana, program, dan anggaran disertai mekanisme insentif-disinsentif
secara partisipatif.
2. Mengintegrasikan upaya pertumbuhan ekonomi dengan perwujudan keadilan sosial,
kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta keragaman budaya.
3. Mengembangkan dan mempererat kerjasama dan kemitraan antar-sektor, dan antar-
daerah.
4. Memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak sumberdaya lokal serta
mengurangi secara bertahap ketergantungan terhadap sumberdaya dari luar (global) dan
sumberdaya tidak terbarukan.
5. Meminimalkan tapak ekologis (ecological footprint) suatu kota dan memelihara dan
bahkan meningkatkan daya dukung ekologis setempat.

5
6. Menerapkan keadilan sosial dan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola
konsumsi dan gaya hidup yang ramah lingkungan demi kepentingan generasi mendatang.
7. Memberikan rasa aman dan melindungi hak-hak publik.
8. Pentaatan hukum yang berkeadilan.
9. Menciptakan iklim yang kondusif yang mendorong masyarakat yang belajar terhadap
perbaikan kualitas kehidupan secara terus-menerus.

Terkait dengan pilar pembangunan berkelanjutan, konsepsi pembangunan kota


berkelanjutan juga berlandaskan pada empat pilar utama, yakni dimensi ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang didukung oleh pilar governance.

Gambar 3 : Pilar Pembangunan Kota Berkelanjutan


Sumber : Forum Sustainable Urban Development (SUD)

Pilar governance sebagai perangkat pengaturan, pelaksanaan, dan kontrol sebagai prinsip
analisis 5R, meliputi :
1. Kewajiban dan tanggungjawab (responsibility) untuk melaksanakan dan
mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan.
2. Hak (right) untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan kota keberlanjutan
yang menjadi kepentingan publik secara luas.
3. Risiko (risk), sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pembangunan kota
berkelanjutan kini dan pada masa mendatang.
4. Manfaat (revenue) penyelenggaraan kebijakan dan program pembangunan kota
berkelanjutan bagi publik kini dan pada masa mendatang.

6
5. Hubungan (relation), sebagai manifestasi koordinasi para pemangku kepentingan untuk
mengoptimalkan perwujudan pembangunan kota berkelanjutan.

Munasinghe mengkolaborasi elemen pokok ketiga pilar, yakni pilar ekonomi oleh elemen
pertumbuhan, efisiensi, dan stabilitas; pilar sosial oleh elemen pemberdayaan, peranserta, dan
kelembagaan; dan pilar lingkungan oleh elemen keanekaragaman, sumberdaya alam, dan
pencemaran.

Gambar 4 : Diagram Elemen Pokok Pembangunan Berkelanjutan


Sumber : Munasinghe, M., Sustainable Development Triangle, ‘Sustainable Development’, edited by Cleveland, C. J. (2007).

Forum Sustainable Urban Development mengelaborasikan ketiga pilar menurut elemen


yang relatif setara dengan yang dikembangkan Munasinghe. Pilar ekonomi dielaborasi sebagai
elemen penggunaan sumberdaya alam secara bijaksana, mendorong pemanfaatan ekonomi lokal,
pengembangan nilai tambah ekonomi, dan pengutamaan sumber daya lokal dibanding impor.
Pilar sosial dielaborasi menurut elemen jaminan kehidupan, pemerataan akses terhadap
pelayanan dasar, demokrasi dan partisipasi, interaksi sosial yang positif, dan berkembangnya
nilai (human values) bagi kehidupan yang berkualitas. Pilar lingkungan dielaborasi menurut
elemen kuantitas dan kualitas sumber daya alam dan lingkungan dan keanekaragaman.
Dalam konteks kota dan perkotaan, maka pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya
memposisikan ketiga pilar untuk saling memperkuat (mutual reinforcing) sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 1. Kota sebagai ekosistem binaan relatif tidak memiliki sumberdaya
alam yang memadai untuk mendukung kehidupannya secara mandiri serta menghasilkan limbah

7
yang lebih besar oleh konsentrasi penduduk dan aktivitasnya, sehingga threshold daya-dukung
suportif dan daya-tampung asimilatif secara internal cenderung terlampaui oleh perkembangan
dan pertumbuhan kota.
Dengan demikian konsep pembangunan kota berkelanjutan perlu mempertimbangkan
peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya-dukung dan daya-tampung
melalui upaya prevention, proses, minimisasi, substitusi, dan rekayasa lainnya serta keterkaitan
dukungan dari wilayah lain. Oleh karena dimensi lingkungan tidak selalu berposisi sebagai
variabel independen dalam menciptakan kualitas kehidupan kota, maka dimensi sosial menjadi
penting dalam membangun arah keberlanjutan melalui proses social engineering dalam
manifestasi peran serta masyarakat. Jika pembangunan pada awalnya berorientasi secara penuh
terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan
ekologis, dimana pada daur selanjutnya diimbangi dengan keadilan sosial dan berikutnya dengan
pelestarian budaya. Sebagai proses tranformasi yang kontinyu, maka daur pembangunan akan
mengalami improvement terhadap nilai-nilai keberlanjutan secara terus-menerus. Walaupun nilai
keberlanjutan secara ideal tidak dapat ditetapkan, namun esensi dari proses keberlanjutan adalah
nilai-nilai penghargaan yang lebih baik terhadap peningkatan kualitas kehidupan ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Gambar berikut mengilustrasikan progres nilai-nilai keberlanjutan yang
selayaknya dicapai pada setiap fase pembangunan.
Tabel 1 : Transformasi Pembangunan Kota Berkelanjutan

2.1.2. Masalah-Masalah Utama Yang Dihadapi Dimensi Lingkungan, Sosial Dan


Ekonomi

8
1. Dimensi Ekologi/Lingkungan
Salah satu tema/masalah pokok dalam dimensi ini adalah perubahan iklim.
Selama 50 tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa pemanasan global yang sekarang
ini kita rasakan terjadi terutama karena ulah manusia sendiri. Emisi dari gas-gas rumah
kaca seperti CO2 dan N2O dari aktivitas manusia adalah penyebabnya. Konsentrasi gas
CO2 di atmosfer naik 30% selama 150 tahun terakhir. Kenaikan jumlah emisi CO2 ini
terutama disebabkan karena pembakaran sumber energi dari bahan fosil (antara lain
minyak bumi). Selain itu, perubahan dalam penggunaan sumber daya alam lainnya juga
memberikan kontribusi pada kenaikan jumlah CO2 di atmosfer: 15% oleh penggundulan
dan pembakaran hutan dan lahan untuk diubah fungsinya (misalnya dari hutan lindung
menjadi hutan produksi) (WRI 2000, UBA 2002, TIME Magazine 2006).
Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat dilihat
dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu disebabkan dari
berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya pengelolaan sampah dan
limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang tidak mengalir didalam
saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau menyengat tidak dapat
dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau kumuh akan menghambat dan
menjadi ancaman dalam proses pembangunan berkelanjutan.

2. Dimensi Sosial
Masalah utama dalam dimensi ini adalah pertumbuhan jumlah
penduduk,Kesenjangan antara negara miskin dan kaya juga semakin besar pada tahun-
tahun belakangan ini (UNDP, 2002). Kemiskinan merupakan salah satu contoh
ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat miskin, dan terdapat dimana-
mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Ketidakadilan struktur
sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke
pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah) dan rumah sehat.

3. Dimensi Ekonomi

9
Masalah utama pada dimensi ekonomi adalah perubahan global dan globalisasi.
Kemajuan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi semakin
mendukung arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan region
menjadi sangat mudah. Dalam era globalisasi, semua negara harus mempersiapkan diri
setangguh mungkin agar tidak terlindas oleh negara yang lebih kaya dan maju.
Jadi pembangunan berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi
tidak bisa jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial
tidak bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan
modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi
menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang
harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada
dalam keadaan yang berbahaya.(Prof. Dr. Emil Salim,2003,dalam orasi ilmiah).

2.1.3. Sasaran Pembangunan Berkelanjutan


Adapun sasaran pembangunan berkelnjutan adalah :
1. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini
maupun masa yang mendatang (inter temporal).
2. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity)
yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan pertumbuhan
perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem
lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan
serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
3. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin
kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.
4. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar
generasi.

10
5. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya. Sutamihardja (2004)

2.2 Program Kali Bersih

Program Kali Bersih adalah salah satu program yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi peruntukkannya. Yang menjadi latar belakang
pelaksanaan Program Kali Bersih (Prokasih) adalah Amanat kebijakan Nasional sebagaimana
ditetapkan dalam UUD 1945, GBHN, Undang-undang Nomor 4/1982 dan Undang-undang lain
yang berkenaan dengan lingkungan hidup dirangkumkan dan dirumuskan menjadi 3 butir
amanat, yaitu :
1. Lingkungan hidup harus dikelola karena sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia termasuk kegiatan pembangunan;
2. Pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam setiap kegiatan pembangunan, sehingga
lingkungan hidup tetap mampu mendukung pembangunan secara berkelanjutan bagi
kesejahteraan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang.
3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu menghadapi tantangan dimasa
mendatang yang makin berat.

2.2.1. Permasalahan Kali


Permasalahan Yang Dihadapi :
1. Kelestarian perairan sungai dapat terancam oleh penurunan kualitas airnya (dapat dilihat
dari : kekeruhan, kebusukan dan kehitaman air).
2. Kebutuhan air bersih untuk berbagai keperluan cenderung meningkat dari tahun ke tahun,
seiring dengan peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk serta peningkatan tingkat
kesejahteraan, dan peningkatan pembangunan sektor ekonomi, yang berdasarkan data
statistik menunjukan kecenderungan meningkat.

2.2.2.TujuanProgram Kali Bersih


Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas air sungai sampai mencapai tingkat mutu
air yang terbaik, mengelola fungsi sempadan sungai sebagaimana mestinya, meningkatkan

11
kedayagunaan dan kemanfaatan lingkungan sungai bagi kepentingan umum secara berkelanjutan,
melalui upaya tindak kerja seraya meningkatkan sumber daya dan kapasitas kelembagaan di
bidang pengendalian pencemaran air.
Sungai merupakan salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari sudah selayaknya dilakukan berbagai upaya untuk
menjaga kelestarian dan kealamiannya. Sungai yang melewati sebagian besar kota-kota besar di
Indonesia kondisinya sangat memprihatinkan.

2.2.3. Upaya Program Kali Bersih


a. Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung (Kali Ciliwung) yang melintasi daerah ibukota DKI Jakarta yang air
sungainya sudah hitam legam, berbau tidak sedap dan tidak layak konsumsi. Namun ironisnya
masih banyak warga kumuh berpenghasilan rendah di sekitar bantaran Kali Ciliwung yang masih
tetap menggunakan air sungai tersebut untuk mandi, mencuci, dan buang air. Tentu saja hal itu
tidak boleh didiamkan begitu saja.
Mesti ada tindak lanjut pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta seluruh warga masyarakat
harus melakukan beberapa upaya untuk melestarikan sungai sebagai berikut:
1. Melestarikan Hutan di Hulu
Agar sungai agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pohon-
pohon atau pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal
pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan mambawa tanah, pasir, dan
sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir yang sehingga menyebabkan pendangkalan
sungai.
2. Tidak Buang Air di Sungai
Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah. Kesan pertama
dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan menjijikkan. Ekskresi juga
merupakan salah satu medium yang paling baik untuk perkembangan bibit penyakit dari
mulai penyakit ringan sampai ke penyakit yang berat dan kronis.
3. Tidak membuang sampah ke sungai
Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali akan menyebabkan aliran air menjadi
mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu

12
terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak
terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.
4. Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri
Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah cair
adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan layak untuk
dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses perubahan secara kimia
yang tentu saja akan menambah biaya operasional perusahaan. Pemerintah melalui
kementrian lingkungan hidup telah membuat tata cara serta aturan untuk pembuangan
limbah yang benar-benar ketat. Limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja bisa
menimbulkan berbagai gangguan masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap,
pencemaran terhadap air tanah, gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan
kesehatan lain yang merugikan.

2.2.4. Langkah Konservasi Sumber Sumber Air


Langkah lain upaya yang dilakukan untuk konservasi sumber-sumber air adalah dengan
cara sebagai berikut:
1. Adanya usaha menetralisir pembuangan limbah industri yang berbahaya
2. Penanaman pohon yang dapat menyerap dan menyimpan air
3. Pemberlakukan UU lingkungan hidup secara konsisten
4. Mengurangi pemakaian pestisida , diterjen , dan bahan kimia yang berbahaya.

2.2.5. Penataan Kawasan Kumuh


a. Kali Code

Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang tinggi memberikan berbagai permasalahan mengenai penataan dan pengelolaan
kawasannya. Salah satunya mengenai penataan dan pengelolaan air, di Yogyakarta penataan tata
ruang air masih belum maksimal dan salah satunya adalah penataan kawasan Kali Code.

Kali Code yang bermata air di kaki Gunung Merapi ini merupakan salah satu sungai yang
memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya daerah yang dilalui oleh Kali Code ini. Dengan mata air yang berada di salah satu

13
gunung yang aktif di dunia, mata air ini dimanfaatkan untuk pengairan persawahan di Sleman ,
Bantul dan dipergunakan juga sebagai sumber air minum. Dalam pengelolaan Sumber Daya Air,
ada tiga wilayah/daerah teknis atau hidrologis yaitu Cekungan Air Tanah (CAT), Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS) (Kodoatie & Sjarief, 2010).

Dalam pembangunan kawasan Kali Code disayangkan aspek lingkungan sekitar DAS
masih belum diperhatikan dengan baik. Proyek pengelolaan DAS yang kurang berhasil atau
gagal sama sekali, sering sekali disebabkan karena perencana proyek tersebut kurang mampu
dalam menentukan sasaran (Asdak, 1995). Pemanfaatan daerah bibir sungai yang sangat
eksploitatif membuat daerah tersebut rentan terhadap bencana banjir, longsor dan melemahnya
daya tanah aluvial pada daerah tersebut. Pada daerah ini tingkat pertambahan penduduknya juga
termasuk cepat dan semakin padat setiap tahunnya. Bangunan yang didirikan hanya di atas tanah
yang merupakan hasil dari tepi sungai maupun badan sungai yang ditimbun tanah, artinya
bangunan-bangunan disekitar Kali Code kebanyakan adalah squatter (tidak legal dan tidak layak
huni). Tingkat kepadatan penduduk pada wilayah ini cukup tinggi, tercatat di RT 69/RW 19
Dusun Karang Anyar Kelurahan Bronto Kusuman yaitu sebesar 481 jiwa/ha.

Penduduk yang terlalu padat akan membuat setiap orang menggunakan persediaan yang
ada di bumi seperti air, tanah, bahan bakar, logam, bahan makanan, dan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan semua sumber tersebut habis jika tidak digunakan seefisien dan sebijaksana
mungkin. Jarak antara rumah hingga badan sungai terbilang sangat dekat sehingga sebagian

14
besar rumah warga berada di kawasan rawan longsor. Selain itu, ditinjau dari segi kesehatan dan
kualitas lingkungan, kepadatan yang cukup tinggi tersebut menyebabkan komunitas Code rentan
terhadap beberapa jenis penyakit. Densitas ruang tinggi dikawasan bantaran ini menyebabkan
ruang terbuka sangat minim sekali, bahkan hampir tidak ada open space yang dapat difungsikan
sebagai ruang community center bahkan untuk sekedar lahan untuk bermain anak-anak.
Kebutuhan akan ruang ini seakan-akan dikesampingkan asalkan kebutuhan primer mereka yaitu
kebutuhan adanya naungan tempat tinggal terpenuhi.

Ruang terbuka publik di pusat kota sebagai urban void merupakan lambang dan wadah
berkumpulnya masyarakat serta merupakan representasi dari ikatan antara individu dengan
lingkungan sekitarnya (Trancik, 1986). Kondisi ini makin diperparah karena setiap tahun
penduduk dikawasan ini terus bertambah yang tidak diimbangi dengan efektifitas penggunaan
lahan.Dan dari segi kualitas air Kali Code juga sudah buruk hal ini dikarenakan masih kurangnya
kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan masih banyaknya sisa
endapan erupsi merapi yang terbawa oleh arus air dari hulu yang terendapkan di Kali Code, Hal
ini juga menyebabkan pendangkalan sungai yang menambah resiko banjir pada wilayah bantaran
kali. Setiap pembangunan harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan sebagai berikut (Devas
and Rakodi, 1993):

1. Meminimalisasi dampak dari pembangunan dan kegiatan-kegiatan pada perubahan


ekologi.
2. Meminimalisasi resiko akibat adanya perubahan-perubahan terhadap bumi, seperti
kerusakan lapisan ozon, pemanasan global yang disebabkan karbondioksida,
perubahan iklim lokal yang disebabkan banjir, kekeringan, penebangan liar.
3. Meminimalisasi polusi udara, air, dan Tanah.
4. Adanya jaminan dan pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan

15
Karena hal-hal tersebut semestinya dilakukan revitalisasi (revitalisasi adalah proses, cara,
dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.) Terhadap
kawasan Kali Code. Hal yang pertama harus diperbaiki adalah kualitas air yang berada pada
daerah Kali Code dengan sistem pengawasan sungai dari hulu hingga hilir karena hal ini terkait
mengenai penataan ruang air untuk sungai dibutuhkan pengawasan dari daerah yang dilalui oleh
aliran sungai tersebut. Pembersihan sungai menjadi hal yang harus dilakukan untuk
menghilangkan kesan kumuh di daerah tersebut maka harus diadakan pendekatan sosial kepada
masyarakat mengenai hal ini. Dan untuk memperbaiki kualitas air yang dibuang disungai bisa
dengan menerapkan taman ekoteknologi (ecotech garden).

Taman ekoteknologi adalah teknik mengolah limbah grey water menggunakan tanaman
hias air (Ratna Hidayat, 2010). Aliran limbah rumah tangga non kaskus (grey water) yang masuk
kedalam selokan dialirkan ke sebuah selokan atau bak penampungan di pekarangan rumah
warga, yang ditanami tanaman hias air. Tanaman hias ini nantinya akan mampu menyerap unsur
nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada limbah tersebut maka zat-zat pencemar yang
dihasilkan oleh grey water, seperti BOD (biological oxygen demand), COD (chemical oxygen
demand), bakteri patogen, deterjen, dan bau akan berkurang dengan cepat.
Kompleksitas masyarakat, perbedaan kebudayaan, ideologi, etika, persepsi moral dan
latar belakang pendidikan sangat mempengaruhi dalam penataan ruang. Di tambah lagi

16
kebudayaan cenderung dinamis dan tidak seragam, sehingga dalam perencanaan penataan ruang
diperlukan pendekatan sosial.

Pemerintah sebagai selaku pemegang kebijakan merupakan faktor penting dari penataan
wilayah ini. Revitalisasi kawasan kali code dapat dilakukan dengan membuat kawasan
permukiman yang lebih tertata pada daerah bantaran kali code. Pada kawasan bantaran sungai
dapat dilakukan pembangunan dengan arah horizontal agar wilayah permukiman tidak terlalu
padat dan tidak terlalu dekat dengan bibir sungai. Sehingga warga bantaran kali code tidak
kehilangan tempat tinggal pada daerah tersebut, praktisnya pemerintah harus dapat menyediakan
rumah susun pada radius sekitar 4-5 meter dari bibir sungai.
Selain itu, cara terbaik untuk konservasi sungai Code adalah melalui pariwisata, sehingga
orang yang berkunjung di sungai Code akan membelanjakan uang atau sesuatu bagi masyarakat
di sekitar sungai Code (Merti Code, 2007). Kesenian daerah atau seni tradisional merupakan
sesuatu yang dapat di lihat atau dinikmati oleh wisatawan dan jika wisatawan akan belajar
kesenian maka kesenian dan kerajianan akan hidup, dan program pengentasan kemiskinan akan
berjalan dengan sendirinya. Kesenian tradisional atau daerah adalah materi belajar atau sesuatu
yang dapat dikerjakan oleh wisatawan Sedangkan souvenir atau kerajinan yang dibuat oleh
masyarakat Code merupakan sesuatu yang dapat dibeli.

Menurut Merigi (2007) bahwa Sungai Code Utara masih alami, dimana kawasan dan
kawasan tersebut memiliki pondokan dan banyak tempat pepohonan atau vegetasi besar dan

17
kecil yang sudah diberi nama untuk studi anak-anak. Di lokasi tersebut terdapat hutan bambu
yang rimbun, pohon besar untuk berteduh, namun kondisinya kurang terawat. Dilokasi tersebut
terdapat air terjun yang bisa digunakan untuk PLT Mikro Hidro. Potensi lainnya adalah
masyarakat Code utara yang sudah terstruktur dalam pengeloaan lingkungan, Hal ini tebrukti
dengan pengelolaan sampah organik dan non organik, adanya pengelolaan air bersih secara
komunal untuk pembelajaran bagi dinas-dinas dan instansi lain. Di kawasan tersebut juga
memiliki potensi hiburan rakyat atau kesenian tradisional, makanan khas masyarakat pinggir kali
Code. Suasana di pinggiran sungai Code Utara masih cukup alami sehingga lokasi atraksi
tersebut memiliki karakter atraksi kawasan perdesaan atau suasana pinggiran kota kecil. Gunn
(2004) menyampaikan bahwa sejumlah potensi kegiatan wisata di kawasan perdesaan atau kota
kecil (small town) yang sekaligus dilakukan analisis kesesuaian dengan kondisi lingkungan
sungai Code serta tingkat rekayasa yang berkaitan dengan investasi.

Sedangkan untuk penghijauan daerah disekitar bibir sungai diberikan tanaman dengan
akar yang kuat agar mampu mengikat tanah agar tingkat erosi dapat dikurangi atau membeton
bibir sungai terlebih dahulu sebelum pada bagian atasnya diberi wadah/ pot yang mampu
menampung tanah untuk media menanam vegetasi pada tepian sungai tersebut agar lebih indah
dan pada kedua tepi juga dapat diberikan jalan setapak agar masyarakat dapat menikmati sungai
yang mengalir dengan jernih.

Namun segi pendanaan menjadi kendala utama yang mungkin jalannya hal ini namun hal
tersebut masih dapat diatasi bila para stakeholders( stakeholders dapat dikelompokan menjadi 6
grup, yaitu penyedia pelayanan, pengatur, organisasi pendukung, perencana, operator dan
pemakai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta benar-benar ingin menjadikan Kali Code yaitu
sungai yang membelah kota Yogyakarta dari utara ke selatan sebagai kali/ sungai yang mampu
dibanggakan oleh masyarakat Yogyakarta sendiri. Dan selain mempunyai nilai rekreasi kepada
masyarakat sekitar khususnya warga yogyakarta, selain itu pengelolaan air yang baik akan
berbanding lurus semakin membaiknya kesehatan masyarakat bantaran sungai.
Dari segi ekonomis ada potensi dari bidang kepariwisataan untuk menambah minat turis
lokal maupun mancanegara untuk datang ke Yogyakarta karena pada daerah kali code itu dapat
digunakan untuk melakukan pertunjukan-pertunjukan musik maupun seni. Bila memungkinkan
Daerah Istimewa Yogyakarta bisa juga merintis transportasi air melalui sungai tersebut dengan

18
pariwisata sebagai tujuan utamanya dan wisata seperti ini sangat berhasil mengundang
wisatawan sebagai contoh sungai Cheonggyecheon di Kota Seoul, Korea Selatan yang telah
berhasil merevitalisasi sungai yang pada tahun 1970 masih sangat kumuh dan sangat tidak layak
untuk dihuni menjadi sungai yang indah yang mampu menjadi tempat rekreasi yang sangat
digemari oleh masyarakatnya bahkan turis asing. Revitalisasi kawasan kali code dapat
memberikan banyak keuntungan yang nyata kepada masyarakat dari banyak aspek meski
pendanaan yang akan dikeluarkan tidak sedikit.

2.3. Perencanaan Antisipatif terhadap Tsunami, Gempa dan Banjir.

2.3.1. Tsunami

Pengertian tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan karena gempa dasar laut
sehingga mencapai ketinggian satu meter bahkan hingga puluhan meter di garis dari pantai. Hal
inilah seringkali mengakibatnya bahwa bencana ini lebih banyak mendaatkan dampak kematian
lebih besar di bandingkan dengan bencana lainnya.
Peristiwa tsunami pada tahun 2004 masih segar di dalam ingatan, tingkat kekuatiran
masyarakat sangat tinggi. Masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di desa-desa atau kota-
kota dekat pantai sering melarikan diri ke wilayah perbukitan setelah sebuah gempa bumi
terjadi karena mereka takut menjadi korban tsunami. Pada umumnya, kerusakan pada
infrastruktur melebihi jumlah korban jiwa. Ada alat-alat sistem peringatan yang dipasang di
banyak area pantai namun ada laporan-laporan bahwa tidak semua peralatan itu berfungsi
dengan baik.

2.3.1.1. Upaya Antisipasi Mengurangi Bahaya Tsunami

Banyaknya korban jiwa karena tsunami disebabkan banyak faktor seperti kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gempa dan tsunami, terbatasnya peralatan, peramalan,
peringatan dan masih banyak lagi. Untuk mengurangi bahaya bencana tsunami diperlukan
perhatian khusus terhadap 3 hal yaitu:

19
1. Struktur Pantai (Coastal Structures)

Didaerah pantai dimana gempa biasa terjadi sebaiknya dibangun struktur bangunan
penahan ombak berupa dinding pantai (sea wall or coastal dike) yang merupakan bangunan
pertahanan (defense structure) terhadap tsunami. Struktur ini akan efektif, bila ketinggian
tsunami relatif tidak terlalu tinggi. Jika ketinggian tsunami melebihi 5 meter, prasarana ini
kurang begitu berfungsi. Pohon-pohon pantai seperti tanaman bakau (mangrove) juga cukup
efektif untuk mereduksi energi tsunami, terutama untuk tsunami dengan ketinggian kurang dari 3
meter.

2. Penataan Wilayah (City Planning)

Korban terbanyak bencana tsunami adalah perkampungan padat didaerah pantai


disamping daerah wisata pantai. Cara paling efektif mengurangi korban bahaya tsunami adalah
dengan memindahkan wilayah pemukiman pantai ke daerah bebas tsunami (tsunami-free area).
Menurut catatan, sudah banyak peristiwa tsunami yang menyapu habis pemukiman nelayan
disekitar pantai, mereka terperangkap dan tidak sempat menyelamatkan diri ketika tsunami
datang. Kedatangan tsunami yang begitu cepat sangat tidak memungkinkan penduduk didaerah
pesisir pantai untuk meloloskan diri. Perkiraan tentang daerah penggenangan tsunami (tsunami
inundation area) diperlukan untuk merancang daerah pemukiman yang aman bagi penduduk.

3. Sistem Yang Terpadu (Tsunami Prevention System)

Sistem pencegahan tsunami (tsunami prevention system) akan meliputi hal hal sebagai
berikut: peramalan, peringatan, evakuasi, pendidikan masyarakat, latihan, kebiasaan untuk selalu
waspada terhadap bencana, dan kesigapan pasca bencana.

Kedatangan tsunami sama dengan kejadian gempa itu sendiri, masih sulit diprediksi.
Pada 15 Juni 1896, wilayah Sanriku-Jepang pernah dihantam gelombang tsunami tanpa
peringatan sama sekali. Ketinggian gelombang tsunami mencapai 21 meter dan menewaskan
lebih dari 26.000 orang yang sedang berkumpul mengadakan festifal keagamaan. Pemasangan
seismograp bawah laut (ocean-bottom seismograph) akan memberikan data cukup detail tentang

20
data seismik yang akan berguna untuk memprediksi apakah tsunami akan terbentuk dari kejadian
seismik tersebut atau tidak.Beberapa tahun terakhir, Japan Marine Science and Technology
Center (JAMSTEC) telah menempatkan seismograp bawah laut di beberapa wilayah perairan
Jepang untuk melakukan deteksi dini akan munculnya tsunami akibat gempa bawah laut. Dengan
pemasangan seismograp bawah laut ini, kedatangan tsunami bisa dideteksi dalam hitungan
menit.

Peringatan awal akan datangnya tsunami akan memberikan peluang kepada masyarakat
didaerah rawan untuk mengadakan persiapan penyelamatan diri. Memang tidak setiap gempa
bumi akan mendatangkan tsunami, tetapi sikap atau kebiasaan untuk selalu waspada terhadap
bencana tsunami sebaiknya selalu melekat di setiap masyarakat. Pemasangan sirine atau
pengeras suara di pantai-pantai yang sering dipadati oleh kunjungan masyarakat akan sangat
efektif untuk memberikan peringatan dini kepada pengunjung akan bahaya tsunami begitu
getaran gempa terasa. Pemasangan papan pengumuman “daerah rawan tsunami” atau “awas
tsunami!!!” di pantai-pantai, di daerah rawan tsunami akan mengingatkan masyarkat yang berada
di daerah tersebut. Pembangunan tugu peringatan bahwa tsunami pernah terjadi didaerah tersebut
akan mengingatkan orang bahwa dia berada didaerah rawan tsunami dan harus selalu waspada.

Pendidikan ke masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami menjadi sangat penting.
Tidak semua orang punya pengalaman dengan tsunami sepanjang hidupnya. Dan untuk selamat
dari bencana tsunami, seseorang tidak harus pernah punya pengalaman dengan tsunami. Di
wilayah Sanriku-Jepang, yang merupakan daerah paling rawan tsunami di dunia, setiap tahun
diadakan latihan untuk memperingati tsunami yang telah menelan ribuan korban didaerah itu.
Dengan kegiatan demikian diharapkan kesadaran masyarakat akan adanya bahaya tsunami selalu
meningkat.(Sumber:Tim Penulis Mahasiswa Fasilkom UI)

2.3.2. Gempa Bumi


Gempa bumi atau seisme adalah getaran pada permukaan bumi yang disebabkan oleh
tenaga dari dalam bumi. Menurut para ahli seismologi, terjadinya gempa bumi dapat dibedakan
atas 3 macam yaitu, gempa vulkanik, gempa runtuhan, dan gempa tektonik.

1. Pengertian dan Proses Terjadinya Gempa Vulkanik

21
Gempa vulkanik yaitu gempa bumi sebagai akibat letusan gunung api. Gunung api yang
akan meletus selalu diiringi dengan gempa yang menggetarkan permukaan bumi disekitarnya,
hal ini disebabkan oleh pergerakan magma yang akan keluar dari perut bumi ketika gunung akan
meletus. Ketika magma bergerak kepermukaan gunung api, ia akan bergerak dan memecahkan
bebatuan gunung api. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya getaran yang cukup kuat dan
berkepanjangan sehingga menimbulkan gempa bumi.

2. Pengertian dan Proses Terjadinya Gempa Reruntuhan


Gempa runtuhan disebut juga tanah terban. Gempa ini terjadi di daerah yang terdapat
banyak rongga-rongga dibawah tanah, seperti :
a. Daerah kapur yang banyak terdapat sungai atau gua dibawah tanah tidak dapat menahan
menahan atap gua
b. Daerah pertambangan yang banyak terdapat rongga-rongga dibawah tanah untuk mengambil
bahan tambang. Gempa runtuhan atau tanah terban ini jarang terjadi.

3. Pengertian dan Proses Terjadinya Tektonik


Sampai saat ini yang dianggap sebagi fenomena alam gempa bumi yang sebenarnya
adalah gempa tektonik.
Gempa tektonik adalah gempa bumi yang terjadi karena adanya pergeseran antara
lempeng-lempeng tektonik yang berada jauh dibawah kulit permukaan bumi.
Pergeseran lempeng-lempeng tektonik itu menimbulkan energi yang luar biasa besarnya,
sehingga menimbulkan goncangan yang dapat kita rasakan dipermukaan bumi.

2.3.2.1. Upaya Dalam Mitigasi Gempa Bumi


Untuk mengurangi dan meredam korban dan kerugian harta benda akibat fenomena alam
yang berasal dari proses geologi yang menyebabkan terjadinya gempa bumi, perlu dilakukan
upaya Mitigasi. Mitigasi adalah istilah gabungan yang digunakan untuk semua tindakan yang
dilakukan sebelum munculnya suatu bencana (tindakan-tindakan pra-bencana) yang meliputi
kesiapan, dan tindakan-tindakan pengurangan resiko.)

2.3.2.2. Penanggulangan Sesudah Terjadi Bencana Gempa Bumi

22
Dalam tahapan penanggulangan bencana, pemulihan merupakan salah satu komponen
penting setelah terjadinya bencana. Sesudah bencana terjadi, biasanya korban perlu ditangani
dengan cepat.
Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada tahap pemulihan bencana gempa, adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan evakuasi dan mendirikan tenda-tenta pengungsian bagi korban
2. Melakukan penyelamatan
3. Menyediakan bantuan medis
4. Menyediakan MCK, air minum dan makanan
5. Menyediakan pendidikan darurat
6. Melakukan upaya pemulihan psikologis para korban
7. Memperbaiki dan membangun kembali gedung, sarana dan failitas lainnya.

2.3.3. Banjir

Banjir dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam jumlah yang tinggi,
atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar dari kondisi normal akibat hujan yang
turun di hulu atau di suatu tempat tertentu terjadi secara terus menerus, sehingga air tersebut
tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No.04 thn 2009). Banjir merupakan peristiwa dimana
daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan
oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga
cekung. Selain itu, terjadinya banjir juga dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan
yang meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase atau sistem aliran
sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah,
sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat naiknya
permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan
yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain (Ligal, 2008).

2.3.3.1 Macam Macam Jenis Banjir


Banjir di Indonesia Bencana banjir yang terjadi terbagi menjadi berbagai jenis yaitu
sebagai berikut :

23
1. Banjir air
Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau got, sehingga air akan
meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang
turun terus-menerus hingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2. Banjir “Cileuncang”
Banjir cileuncang ini disebabkan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang
sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera
mengalir melalui saluran atau got-got di sekitar rumah warga. Jika banjir air bisa terjadi dalam
waktu yang cukup lama, maka banjir cileuncang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat
hujan tiba).
3. Banjir bandang
Banjir yang satu ini juga mengangkut material lain berupa lumpur. Banjir seperti ini
jelas lebih berbahaya daripada banjir air, karena seseorang tidak akan mampu berenang di
tengah-tengah banjir jenis ini untuk menyelamatkan diri. Tak hanya itu, banjir bandang mampu
menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasanya terjadi di
area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut
terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan
sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu bisa
merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.
4. Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut.
5. Banjir lahar dingin
Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika terjadi erupsi gunung berapi. Lahar dingin ini
mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan bisa meluber
ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo.
Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik,
malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.

2.3.3.2. Solusi Persoalan Banjir

24
Solusi persoalan banjir dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem drainase kota yang
dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah banjir. Melalui penerapan lubang resapan
dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam
tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan
tidak banjir. Lebih jauh lagi, sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya
dan seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat
dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau,
bersih, indah, nyaman dan aman.
Minimnya ruang terbuka hijau, membuat limpahan air hujan langsung terbuang. Masalah
ini dapat diatasi jika setiap bangunan memiliki sumur resapan, sehingga air tidak melimpah ke
sungai dan saluran air, sekaligus juga menjadi cadangan air tanah.
Penghijauan Lingkungan sebagai area resapan air dan paru-paru kota. Selain itu, ada juga Sewer
System yang dilengkapi tanki raksasa. Tanki raksasa itu digunakan sebagai penampung cadangan
guna mengantisipasi debit air yang berlebih. Solusi banjir juga dapat dilakukan dengan
pembangunan waduk dank anal. Serta yang tidak kalah penting adalah menghargai lingkungan
sekitar kita dan juga daerah aliran sungai seperti jangan membuang dampah di daerah aliran
sungai. Karena itu penting memiliki rencana strategis dalam menangani masalah banjir demi
mengurangi dan menghindari daerah dari bencana banjir.
Perencanaan antisipatif terhadap berbagai macam "ganggungan" (disruption), baik karena
alam (tsunami, gempa, banjir) maupun manusia (bom, kebakaran). Dalam ilmu perencanaan ini
disebut perencanaan interaktif yang memahami perlunya menjadi fleksibel terhadap keadaan
yang terus-menerus berubah (Kuncoro, 2004 bab 3). Pendekatan ini merupakan solusi
ketidakefektifan perencanaan dampak di daerah-daerah yang mengalami kontraksi perekonomian
(laju pertumbuhan negatif dan deindustrialisasi). Sekaligus kesadaran bahwa perencanaan harus
mengantisipasi dampak dan bukan bereaksi atas dampak yang muncul. Pendekatan ini
mempertimbangkan kekuatan semua sektor ekonomi, mengantisipasi prospek penurunan kinerja
ekonomi daerah, merencanakan proyek ekonomi yang potensial, dan menyajikan informasi yang
dibutuhkan oleh organisasi dan pemimpin masyarakat untuk melakukan aksi apa pun di daerah.

25
BAB III

SIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas maka diambil kesimpulan :

1. Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,


masyarakat, dsb) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
2. Program Kali Bersih adalah salah satu program yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi peruntukkannya.
3. Pengertian tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan karena gempa dasar laut
sehingga mencapai ketinggian satu meter bahkan hingga puluhan meter di garis dari
pantai. Untuk mengurangi bahaya bencana tsunami diperlukan perhatian khusus
terhadap 3 hal yaitu struktur pantai, penataan wilayah, dan system yang terpadu.
4. Gempa bumi atau seisme adalah getaran pada permukaan bumi yang disebabkan
oleh tenaga dari dalam bumi. Untuk mengurangi dan meredam korban dan kerugian
harta benda akibat fenomena alam yang berasal dari proses geologi yang
menyebabkan terjadinya gempa bumi, perlu dilakukan upaya Mitigasi. Mitigasi
adalah istilah gabungan yang digunakan untuk semua tindakan yang dilakukan
sebelum munculnya suatu bencana (tindakan-tindakan pra-bencana) yang meliputi
kesiapan, dan tindakan-tindakan pengurangan resiko.
5. Banjir dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam jumlah yang
tinggi, atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar dari kondisi normal
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu terjadi secara terus
menerus, sehingga air tersebut tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada,
maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Solusi persoalan
banjir dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem drainase kota yang dapat
memberikan alternatif penyelesaian masalah banjir. Melalui penerapan lubang
resapan dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air
dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi
kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak banjir.

26
DAFTAR RUJUKAN

1. Anneahira. 2010. Macam-Macam Banjir.


Http://Www.Anneahira.Com/Macam-Macam-Banjir.Html
2. Anggi Sudrajat.2015. Konservasi Kali Code Yogyakarta.
Http://Arsitekanggisudrajat.Blogspot.Co.Id/2015/04/Konservasi-Kali-Code-
Yogyakarta.Html
3. Anggy Nur Weyga. 2010. Penyebab Dan Solusi Dari Banjir.
Http://Www.Scribd.Com.
4. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
5. Bayu Panji Aji.2012.Persoalan Banjir dan Solusi Penanganannya.
http://bayupanjiaji.blogspot.com/2012/04/persoalan-banjir-dan-solusi.html
6. Graham Haughton and Colin Hunter SUSTAINABLE CITIES: Regional Studies
Association/Jessica Kingsley, London and Bristol
7. Laporan Brundtland dari PBB, 1987
8. Laporan dari KTT Dunia 2005
9. Lampiran F, Bahan Lokakarya, Penguatan Aksi bagi Pembangunan Perkotaan secara
Berkelanjutan di Indonesia, Laporan Akhir Tahap Persiapan.
10. Merti Code, 2007, Forum Pembinaan Perikanan Tangkap Di Perairan Umum Dalam
Rangka Pengembangan Kawasan Sungai Code Yogyakarta
11. Merigi, Karmolis (Pusat Studi Jerman), 2007, “Peluang Code Utara Sebagai Objek Studi
Sungai Dan Lingkungan” dalam Merti Code, Focus Grup Discussion (Strategi Pemasaran
Ekowisata Code Utara) 2 September 2007
12. Munasinghe, M., Sustainable Development Triangle, ‘Sustainable Development’, edited
by Cleveland, C. J. (2007).
13. N. DEVAs and C. RAKODI, 1993,Managing Fast-growing Cities: New Approaches to
Urban Planning and Management in the Developing World: Harlow: Longman Scientific
and Technical
14. Prof. Dr. Emil Salim,2003,dalam orasi ilmiah
15. Robert J. Kodoatie, Roestam Sjarief, 2010, Tata Ruang Air, Penerbit Andi

27
16. Sutamihardja, 2004, Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana; IPB
17. Syafrezani, sampaguita. (2010). Tanggap Bencana Alam Gempa Bumi.
Bandung:Angkasa.
18. Tim Penulis Indonesia Investment.8, September, 2018.Bencana Alam di Indonesia.
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243
19. Tim Penulis Mahasiswa Fasilkom UI
https://awastsunami.wordpress.com/about/
20. Time Magazine, 2006, Special Report Global Warming, April 3, 2006, P. 23-37.
21. United Nation Development Programme (Undp), 2002, Human Development Report
2002 – Deepening Democracy In A Fragmented World, Oxford, New York.
22. Umweltbundesamt (Uba), 2000, Nachhaltige Entwicklung In Deutschland. Die Zukunft
Dauerhaft Umweltgeecht Gestalten, Berlin.
23. World Resource Institute (Wri), 2000, World Resources 2000-2001: People And
Ecosystems – The Fraying Web Of Life, Washington D.C.
24. Mudjarad Kuncoro,2004.Perencanaan dan Pembangunan Daerah Teori dan Aplikasi.
25. M. Fani Cahyandito. Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Dan Ekologi, Sustainability
Communication Dan Sustainability Reporting.
Http://Pustaka.Unpad.Ac.Id/Wp-
Content/Uploads/2009/06/Jurnal_Lmfe_Pemb_Berkelanjutan-Ekonomiekologi-
Sust_Comm-Sust_Rep_Fani.Pdf
26. Trancik, R. (1986). Finding lost space:Theories of Urban Design, New York: John Wiley
& Sons inc.
27. Trisno Widodo, 2013. Program Kali Bersih (Prokasih) Harus Dilakukan Secara Nyata.
Http://Guru.Or.Id/Program-Kali-Bersih-Prokasih-Harus-Dilakukan-Secara-Nyata.Html

28

Anda mungkin juga menyukai