PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang di bahas dalam makalah
ini sebagai berikut :
1
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Jonathon Porritt, ekolog Inggris tidak sependapat dengan pola ketekaitan ketiga pilar di
atas, oleh karena menganggap ”ekonomi adalah subsistem kehidupan sosial, dan kehidupan
sosial merupakan subsistem biosfer atau sistem total kehidupan di bumi. Tidak satu
subsistempun mampu melampaui kapasitas sistem biosfer”. Pola overlapping ketiga pilar
tersebut di atas diragukan, oleh karena meyakini bahwa terdapat batas ultimate biosfer dalam
3
menopang kehidupan sosial dan ekonomi manusia di bumi sebagaimana digambarkan Porrit
sebagai berikut :
Gambar 2 : Representasi Pilar Ekonomi dan Sosial yang Dibatasi oleh Pilar Lingkungan
4
2. Prinsip keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan distribusi
sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi kemiskinan yang dianggap
sebagai faktor degradasi lingkungan.
3. Prinsip tanggung-jawab transfrontier yang menjamin pergeseran geografis dampak
lingkungan yang minimal dengan upaya-upaya kompensasi. Dalam konteks perkotaan
diharapkan tidak terjadi pemanfaatan sumberdaya alam dan penurunan kualitas
lingkungan pada wilayah di luar perkotaan bersangkutan secara berlebihan yang
berdampak terhadap laju pertumbuhannya.
5
6. Menerapkan keadilan sosial dan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola
konsumsi dan gaya hidup yang ramah lingkungan demi kepentingan generasi mendatang.
7. Memberikan rasa aman dan melindungi hak-hak publik.
8. Pentaatan hukum yang berkeadilan.
9. Menciptakan iklim yang kondusif yang mendorong masyarakat yang belajar terhadap
perbaikan kualitas kehidupan secara terus-menerus.
Pilar governance sebagai perangkat pengaturan, pelaksanaan, dan kontrol sebagai prinsip
analisis 5R, meliputi :
1. Kewajiban dan tanggungjawab (responsibility) untuk melaksanakan dan
mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan.
2. Hak (right) untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan kota keberlanjutan
yang menjadi kepentingan publik secara luas.
3. Risiko (risk), sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pembangunan kota
berkelanjutan kini dan pada masa mendatang.
4. Manfaat (revenue) penyelenggaraan kebijakan dan program pembangunan kota
berkelanjutan bagi publik kini dan pada masa mendatang.
6
5. Hubungan (relation), sebagai manifestasi koordinasi para pemangku kepentingan untuk
mengoptimalkan perwujudan pembangunan kota berkelanjutan.
Munasinghe mengkolaborasi elemen pokok ketiga pilar, yakni pilar ekonomi oleh elemen
pertumbuhan, efisiensi, dan stabilitas; pilar sosial oleh elemen pemberdayaan, peranserta, dan
kelembagaan; dan pilar lingkungan oleh elemen keanekaragaman, sumberdaya alam, dan
pencemaran.
7
yang lebih besar oleh konsentrasi penduduk dan aktivitasnya, sehingga threshold daya-dukung
suportif dan daya-tampung asimilatif secara internal cenderung terlampaui oleh perkembangan
dan pertumbuhan kota.
Dengan demikian konsep pembangunan kota berkelanjutan perlu mempertimbangkan
peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya-dukung dan daya-tampung
melalui upaya prevention, proses, minimisasi, substitusi, dan rekayasa lainnya serta keterkaitan
dukungan dari wilayah lain. Oleh karena dimensi lingkungan tidak selalu berposisi sebagai
variabel independen dalam menciptakan kualitas kehidupan kota, maka dimensi sosial menjadi
penting dalam membangun arah keberlanjutan melalui proses social engineering dalam
manifestasi peran serta masyarakat. Jika pembangunan pada awalnya berorientasi secara penuh
terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan
ekologis, dimana pada daur selanjutnya diimbangi dengan keadilan sosial dan berikutnya dengan
pelestarian budaya. Sebagai proses tranformasi yang kontinyu, maka daur pembangunan akan
mengalami improvement terhadap nilai-nilai keberlanjutan secara terus-menerus. Walaupun nilai
keberlanjutan secara ideal tidak dapat ditetapkan, namun esensi dari proses keberlanjutan adalah
nilai-nilai penghargaan yang lebih baik terhadap peningkatan kualitas kehidupan ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Gambar berikut mengilustrasikan progres nilai-nilai keberlanjutan yang
selayaknya dicapai pada setiap fase pembangunan.
Tabel 1 : Transformasi Pembangunan Kota Berkelanjutan
8
1. Dimensi Ekologi/Lingkungan
Salah satu tema/masalah pokok dalam dimensi ini adalah perubahan iklim.
Selama 50 tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa pemanasan global yang sekarang
ini kita rasakan terjadi terutama karena ulah manusia sendiri. Emisi dari gas-gas rumah
kaca seperti CO2 dan N2O dari aktivitas manusia adalah penyebabnya. Konsentrasi gas
CO2 di atmosfer naik 30% selama 150 tahun terakhir. Kenaikan jumlah emisi CO2 ini
terutama disebabkan karena pembakaran sumber energi dari bahan fosil (antara lain
minyak bumi). Selain itu, perubahan dalam penggunaan sumber daya alam lainnya juga
memberikan kontribusi pada kenaikan jumlah CO2 di atmosfer: 15% oleh penggundulan
dan pembakaran hutan dan lahan untuk diubah fungsinya (misalnya dari hutan lindung
menjadi hutan produksi) (WRI 2000, UBA 2002, TIME Magazine 2006).
Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat dilihat
dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu disebabkan dari
berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya pengelolaan sampah dan
limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang tidak mengalir didalam
saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau menyengat tidak dapat
dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau kumuh akan menghambat dan
menjadi ancaman dalam proses pembangunan berkelanjutan.
2. Dimensi Sosial
Masalah utama dalam dimensi ini adalah pertumbuhan jumlah
penduduk,Kesenjangan antara negara miskin dan kaya juga semakin besar pada tahun-
tahun belakangan ini (UNDP, 2002). Kemiskinan merupakan salah satu contoh
ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat miskin, dan terdapat dimana-
mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Ketidakadilan struktur
sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke
pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah) dan rumah sehat.
3. Dimensi Ekonomi
9
Masalah utama pada dimensi ekonomi adalah perubahan global dan globalisasi.
Kemajuan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi semakin
mendukung arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan region
menjadi sangat mudah. Dalam era globalisasi, semua negara harus mempersiapkan diri
setangguh mungkin agar tidak terlindas oleh negara yang lebih kaya dan maju.
Jadi pembangunan berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi
tidak bisa jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial
tidak bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan
modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi
menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang
harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada
dalam keadaan yang berbahaya.(Prof. Dr. Emil Salim,2003,dalam orasi ilmiah).
10
5. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya. Sutamihardja (2004)
Program Kali Bersih adalah salah satu program yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi peruntukkannya. Yang menjadi latar belakang
pelaksanaan Program Kali Bersih (Prokasih) adalah Amanat kebijakan Nasional sebagaimana
ditetapkan dalam UUD 1945, GBHN, Undang-undang Nomor 4/1982 dan Undang-undang lain
yang berkenaan dengan lingkungan hidup dirangkumkan dan dirumuskan menjadi 3 butir
amanat, yaitu :
1. Lingkungan hidup harus dikelola karena sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia termasuk kegiatan pembangunan;
2. Pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam setiap kegiatan pembangunan, sehingga
lingkungan hidup tetap mampu mendukung pembangunan secara berkelanjutan bagi
kesejahteraan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang.
3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu menghadapi tantangan dimasa
mendatang yang makin berat.
11
kedayagunaan dan kemanfaatan lingkungan sungai bagi kepentingan umum secara berkelanjutan,
melalui upaya tindak kerja seraya meningkatkan sumber daya dan kapasitas kelembagaan di
bidang pengendalian pencemaran air.
Sungai merupakan salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari sudah selayaknya dilakukan berbagai upaya untuk
menjaga kelestarian dan kealamiannya. Sungai yang melewati sebagian besar kota-kota besar di
Indonesia kondisinya sangat memprihatinkan.
12
terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak
terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.
4. Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri
Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah cair
adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan layak untuk
dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses perubahan secara kimia
yang tentu saja akan menambah biaya operasional perusahaan. Pemerintah melalui
kementrian lingkungan hidup telah membuat tata cara serta aturan untuk pembuangan
limbah yang benar-benar ketat. Limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja bisa
menimbulkan berbagai gangguan masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap,
pencemaran terhadap air tanah, gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan
kesehatan lain yang merugikan.
Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang tinggi memberikan berbagai permasalahan mengenai penataan dan pengelolaan
kawasannya. Salah satunya mengenai penataan dan pengelolaan air, di Yogyakarta penataan tata
ruang air masih belum maksimal dan salah satunya adalah penataan kawasan Kali Code.
Kali Code yang bermata air di kaki Gunung Merapi ini merupakan salah satu sungai yang
memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya daerah yang dilalui oleh Kali Code ini. Dengan mata air yang berada di salah satu
13
gunung yang aktif di dunia, mata air ini dimanfaatkan untuk pengairan persawahan di Sleman ,
Bantul dan dipergunakan juga sebagai sumber air minum. Dalam pengelolaan Sumber Daya Air,
ada tiga wilayah/daerah teknis atau hidrologis yaitu Cekungan Air Tanah (CAT), Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS) (Kodoatie & Sjarief, 2010).
Dalam pembangunan kawasan Kali Code disayangkan aspek lingkungan sekitar DAS
masih belum diperhatikan dengan baik. Proyek pengelolaan DAS yang kurang berhasil atau
gagal sama sekali, sering sekali disebabkan karena perencana proyek tersebut kurang mampu
dalam menentukan sasaran (Asdak, 1995). Pemanfaatan daerah bibir sungai yang sangat
eksploitatif membuat daerah tersebut rentan terhadap bencana banjir, longsor dan melemahnya
daya tanah aluvial pada daerah tersebut. Pada daerah ini tingkat pertambahan penduduknya juga
termasuk cepat dan semakin padat setiap tahunnya. Bangunan yang didirikan hanya di atas tanah
yang merupakan hasil dari tepi sungai maupun badan sungai yang ditimbun tanah, artinya
bangunan-bangunan disekitar Kali Code kebanyakan adalah squatter (tidak legal dan tidak layak
huni). Tingkat kepadatan penduduk pada wilayah ini cukup tinggi, tercatat di RT 69/RW 19
Dusun Karang Anyar Kelurahan Bronto Kusuman yaitu sebesar 481 jiwa/ha.
Penduduk yang terlalu padat akan membuat setiap orang menggunakan persediaan yang
ada di bumi seperti air, tanah, bahan bakar, logam, bahan makanan, dan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan semua sumber tersebut habis jika tidak digunakan seefisien dan sebijaksana
mungkin. Jarak antara rumah hingga badan sungai terbilang sangat dekat sehingga sebagian
14
besar rumah warga berada di kawasan rawan longsor. Selain itu, ditinjau dari segi kesehatan dan
kualitas lingkungan, kepadatan yang cukup tinggi tersebut menyebabkan komunitas Code rentan
terhadap beberapa jenis penyakit. Densitas ruang tinggi dikawasan bantaran ini menyebabkan
ruang terbuka sangat minim sekali, bahkan hampir tidak ada open space yang dapat difungsikan
sebagai ruang community center bahkan untuk sekedar lahan untuk bermain anak-anak.
Kebutuhan akan ruang ini seakan-akan dikesampingkan asalkan kebutuhan primer mereka yaitu
kebutuhan adanya naungan tempat tinggal terpenuhi.
Ruang terbuka publik di pusat kota sebagai urban void merupakan lambang dan wadah
berkumpulnya masyarakat serta merupakan representasi dari ikatan antara individu dengan
lingkungan sekitarnya (Trancik, 1986). Kondisi ini makin diperparah karena setiap tahun
penduduk dikawasan ini terus bertambah yang tidak diimbangi dengan efektifitas penggunaan
lahan.Dan dari segi kualitas air Kali Code juga sudah buruk hal ini dikarenakan masih kurangnya
kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan masih banyaknya sisa
endapan erupsi merapi yang terbawa oleh arus air dari hulu yang terendapkan di Kali Code, Hal
ini juga menyebabkan pendangkalan sungai yang menambah resiko banjir pada wilayah bantaran
kali. Setiap pembangunan harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan sebagai berikut (Devas
and Rakodi, 1993):
15
Karena hal-hal tersebut semestinya dilakukan revitalisasi (revitalisasi adalah proses, cara,
dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.) Terhadap
kawasan Kali Code. Hal yang pertama harus diperbaiki adalah kualitas air yang berada pada
daerah Kali Code dengan sistem pengawasan sungai dari hulu hingga hilir karena hal ini terkait
mengenai penataan ruang air untuk sungai dibutuhkan pengawasan dari daerah yang dilalui oleh
aliran sungai tersebut. Pembersihan sungai menjadi hal yang harus dilakukan untuk
menghilangkan kesan kumuh di daerah tersebut maka harus diadakan pendekatan sosial kepada
masyarakat mengenai hal ini. Dan untuk memperbaiki kualitas air yang dibuang disungai bisa
dengan menerapkan taman ekoteknologi (ecotech garden).
Taman ekoteknologi adalah teknik mengolah limbah grey water menggunakan tanaman
hias air (Ratna Hidayat, 2010). Aliran limbah rumah tangga non kaskus (grey water) yang masuk
kedalam selokan dialirkan ke sebuah selokan atau bak penampungan di pekarangan rumah
warga, yang ditanami tanaman hias air. Tanaman hias ini nantinya akan mampu menyerap unsur
nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada limbah tersebut maka zat-zat pencemar yang
dihasilkan oleh grey water, seperti BOD (biological oxygen demand), COD (chemical oxygen
demand), bakteri patogen, deterjen, dan bau akan berkurang dengan cepat.
Kompleksitas masyarakat, perbedaan kebudayaan, ideologi, etika, persepsi moral dan
latar belakang pendidikan sangat mempengaruhi dalam penataan ruang. Di tambah lagi
16
kebudayaan cenderung dinamis dan tidak seragam, sehingga dalam perencanaan penataan ruang
diperlukan pendekatan sosial.
Pemerintah sebagai selaku pemegang kebijakan merupakan faktor penting dari penataan
wilayah ini. Revitalisasi kawasan kali code dapat dilakukan dengan membuat kawasan
permukiman yang lebih tertata pada daerah bantaran kali code. Pada kawasan bantaran sungai
dapat dilakukan pembangunan dengan arah horizontal agar wilayah permukiman tidak terlalu
padat dan tidak terlalu dekat dengan bibir sungai. Sehingga warga bantaran kali code tidak
kehilangan tempat tinggal pada daerah tersebut, praktisnya pemerintah harus dapat menyediakan
rumah susun pada radius sekitar 4-5 meter dari bibir sungai.
Selain itu, cara terbaik untuk konservasi sungai Code adalah melalui pariwisata, sehingga
orang yang berkunjung di sungai Code akan membelanjakan uang atau sesuatu bagi masyarakat
di sekitar sungai Code (Merti Code, 2007). Kesenian daerah atau seni tradisional merupakan
sesuatu yang dapat di lihat atau dinikmati oleh wisatawan dan jika wisatawan akan belajar
kesenian maka kesenian dan kerajianan akan hidup, dan program pengentasan kemiskinan akan
berjalan dengan sendirinya. Kesenian tradisional atau daerah adalah materi belajar atau sesuatu
yang dapat dikerjakan oleh wisatawan Sedangkan souvenir atau kerajinan yang dibuat oleh
masyarakat Code merupakan sesuatu yang dapat dibeli.
Menurut Merigi (2007) bahwa Sungai Code Utara masih alami, dimana kawasan dan
kawasan tersebut memiliki pondokan dan banyak tempat pepohonan atau vegetasi besar dan
17
kecil yang sudah diberi nama untuk studi anak-anak. Di lokasi tersebut terdapat hutan bambu
yang rimbun, pohon besar untuk berteduh, namun kondisinya kurang terawat. Dilokasi tersebut
terdapat air terjun yang bisa digunakan untuk PLT Mikro Hidro. Potensi lainnya adalah
masyarakat Code utara yang sudah terstruktur dalam pengeloaan lingkungan, Hal ini tebrukti
dengan pengelolaan sampah organik dan non organik, adanya pengelolaan air bersih secara
komunal untuk pembelajaran bagi dinas-dinas dan instansi lain. Di kawasan tersebut juga
memiliki potensi hiburan rakyat atau kesenian tradisional, makanan khas masyarakat pinggir kali
Code. Suasana di pinggiran sungai Code Utara masih cukup alami sehingga lokasi atraksi
tersebut memiliki karakter atraksi kawasan perdesaan atau suasana pinggiran kota kecil. Gunn
(2004) menyampaikan bahwa sejumlah potensi kegiatan wisata di kawasan perdesaan atau kota
kecil (small town) yang sekaligus dilakukan analisis kesesuaian dengan kondisi lingkungan
sungai Code serta tingkat rekayasa yang berkaitan dengan investasi.
Sedangkan untuk penghijauan daerah disekitar bibir sungai diberikan tanaman dengan
akar yang kuat agar mampu mengikat tanah agar tingkat erosi dapat dikurangi atau membeton
bibir sungai terlebih dahulu sebelum pada bagian atasnya diberi wadah/ pot yang mampu
menampung tanah untuk media menanam vegetasi pada tepian sungai tersebut agar lebih indah
dan pada kedua tepi juga dapat diberikan jalan setapak agar masyarakat dapat menikmati sungai
yang mengalir dengan jernih.
Namun segi pendanaan menjadi kendala utama yang mungkin jalannya hal ini namun hal
tersebut masih dapat diatasi bila para stakeholders( stakeholders dapat dikelompokan menjadi 6
grup, yaitu penyedia pelayanan, pengatur, organisasi pendukung, perencana, operator dan
pemakai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta benar-benar ingin menjadikan Kali Code yaitu
sungai yang membelah kota Yogyakarta dari utara ke selatan sebagai kali/ sungai yang mampu
dibanggakan oleh masyarakat Yogyakarta sendiri. Dan selain mempunyai nilai rekreasi kepada
masyarakat sekitar khususnya warga yogyakarta, selain itu pengelolaan air yang baik akan
berbanding lurus semakin membaiknya kesehatan masyarakat bantaran sungai.
Dari segi ekonomis ada potensi dari bidang kepariwisataan untuk menambah minat turis
lokal maupun mancanegara untuk datang ke Yogyakarta karena pada daerah kali code itu dapat
digunakan untuk melakukan pertunjukan-pertunjukan musik maupun seni. Bila memungkinkan
Daerah Istimewa Yogyakarta bisa juga merintis transportasi air melalui sungai tersebut dengan
18
pariwisata sebagai tujuan utamanya dan wisata seperti ini sangat berhasil mengundang
wisatawan sebagai contoh sungai Cheonggyecheon di Kota Seoul, Korea Selatan yang telah
berhasil merevitalisasi sungai yang pada tahun 1970 masih sangat kumuh dan sangat tidak layak
untuk dihuni menjadi sungai yang indah yang mampu menjadi tempat rekreasi yang sangat
digemari oleh masyarakatnya bahkan turis asing. Revitalisasi kawasan kali code dapat
memberikan banyak keuntungan yang nyata kepada masyarakat dari banyak aspek meski
pendanaan yang akan dikeluarkan tidak sedikit.
2.3.1. Tsunami
Pengertian tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan karena gempa dasar laut
sehingga mencapai ketinggian satu meter bahkan hingga puluhan meter di garis dari pantai. Hal
inilah seringkali mengakibatnya bahwa bencana ini lebih banyak mendaatkan dampak kematian
lebih besar di bandingkan dengan bencana lainnya.
Peristiwa tsunami pada tahun 2004 masih segar di dalam ingatan, tingkat kekuatiran
masyarakat sangat tinggi. Masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di desa-desa atau kota-
kota dekat pantai sering melarikan diri ke wilayah perbukitan setelah sebuah gempa bumi
terjadi karena mereka takut menjadi korban tsunami. Pada umumnya, kerusakan pada
infrastruktur melebihi jumlah korban jiwa. Ada alat-alat sistem peringatan yang dipasang di
banyak area pantai namun ada laporan-laporan bahwa tidak semua peralatan itu berfungsi
dengan baik.
Banyaknya korban jiwa karena tsunami disebabkan banyak faktor seperti kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gempa dan tsunami, terbatasnya peralatan, peramalan,
peringatan dan masih banyak lagi. Untuk mengurangi bahaya bencana tsunami diperlukan
perhatian khusus terhadap 3 hal yaitu:
19
1. Struktur Pantai (Coastal Structures)
Didaerah pantai dimana gempa biasa terjadi sebaiknya dibangun struktur bangunan
penahan ombak berupa dinding pantai (sea wall or coastal dike) yang merupakan bangunan
pertahanan (defense structure) terhadap tsunami. Struktur ini akan efektif, bila ketinggian
tsunami relatif tidak terlalu tinggi. Jika ketinggian tsunami melebihi 5 meter, prasarana ini
kurang begitu berfungsi. Pohon-pohon pantai seperti tanaman bakau (mangrove) juga cukup
efektif untuk mereduksi energi tsunami, terutama untuk tsunami dengan ketinggian kurang dari 3
meter.
Sistem pencegahan tsunami (tsunami prevention system) akan meliputi hal hal sebagai
berikut: peramalan, peringatan, evakuasi, pendidikan masyarakat, latihan, kebiasaan untuk selalu
waspada terhadap bencana, dan kesigapan pasca bencana.
Kedatangan tsunami sama dengan kejadian gempa itu sendiri, masih sulit diprediksi.
Pada 15 Juni 1896, wilayah Sanriku-Jepang pernah dihantam gelombang tsunami tanpa
peringatan sama sekali. Ketinggian gelombang tsunami mencapai 21 meter dan menewaskan
lebih dari 26.000 orang yang sedang berkumpul mengadakan festifal keagamaan. Pemasangan
seismograp bawah laut (ocean-bottom seismograph) akan memberikan data cukup detail tentang
20
data seismik yang akan berguna untuk memprediksi apakah tsunami akan terbentuk dari kejadian
seismik tersebut atau tidak.Beberapa tahun terakhir, Japan Marine Science and Technology
Center (JAMSTEC) telah menempatkan seismograp bawah laut di beberapa wilayah perairan
Jepang untuk melakukan deteksi dini akan munculnya tsunami akibat gempa bawah laut. Dengan
pemasangan seismograp bawah laut ini, kedatangan tsunami bisa dideteksi dalam hitungan
menit.
Peringatan awal akan datangnya tsunami akan memberikan peluang kepada masyarakat
didaerah rawan untuk mengadakan persiapan penyelamatan diri. Memang tidak setiap gempa
bumi akan mendatangkan tsunami, tetapi sikap atau kebiasaan untuk selalu waspada terhadap
bencana tsunami sebaiknya selalu melekat di setiap masyarakat. Pemasangan sirine atau
pengeras suara di pantai-pantai yang sering dipadati oleh kunjungan masyarakat akan sangat
efektif untuk memberikan peringatan dini kepada pengunjung akan bahaya tsunami begitu
getaran gempa terasa. Pemasangan papan pengumuman “daerah rawan tsunami” atau “awas
tsunami!!!” di pantai-pantai, di daerah rawan tsunami akan mengingatkan masyarkat yang berada
di daerah tersebut. Pembangunan tugu peringatan bahwa tsunami pernah terjadi didaerah tersebut
akan mengingatkan orang bahwa dia berada didaerah rawan tsunami dan harus selalu waspada.
Pendidikan ke masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami menjadi sangat penting.
Tidak semua orang punya pengalaman dengan tsunami sepanjang hidupnya. Dan untuk selamat
dari bencana tsunami, seseorang tidak harus pernah punya pengalaman dengan tsunami. Di
wilayah Sanriku-Jepang, yang merupakan daerah paling rawan tsunami di dunia, setiap tahun
diadakan latihan untuk memperingati tsunami yang telah menelan ribuan korban didaerah itu.
Dengan kegiatan demikian diharapkan kesadaran masyarakat akan adanya bahaya tsunami selalu
meningkat.(Sumber:Tim Penulis Mahasiswa Fasilkom UI)
21
Gempa vulkanik yaitu gempa bumi sebagai akibat letusan gunung api. Gunung api yang
akan meletus selalu diiringi dengan gempa yang menggetarkan permukaan bumi disekitarnya,
hal ini disebabkan oleh pergerakan magma yang akan keluar dari perut bumi ketika gunung akan
meletus. Ketika magma bergerak kepermukaan gunung api, ia akan bergerak dan memecahkan
bebatuan gunung api. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya getaran yang cukup kuat dan
berkepanjangan sehingga menimbulkan gempa bumi.
22
Dalam tahapan penanggulangan bencana, pemulihan merupakan salah satu komponen
penting setelah terjadinya bencana. Sesudah bencana terjadi, biasanya korban perlu ditangani
dengan cepat.
Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada tahap pemulihan bencana gempa, adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan evakuasi dan mendirikan tenda-tenta pengungsian bagi korban
2. Melakukan penyelamatan
3. Menyediakan bantuan medis
4. Menyediakan MCK, air minum dan makanan
5. Menyediakan pendidikan darurat
6. Melakukan upaya pemulihan psikologis para korban
7. Memperbaiki dan membangun kembali gedung, sarana dan failitas lainnya.
2.3.3. Banjir
Banjir dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam jumlah yang tinggi,
atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar dari kondisi normal akibat hujan yang
turun di hulu atau di suatu tempat tertentu terjadi secara terus menerus, sehingga air tersebut
tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No.04 thn 2009). Banjir merupakan peristiwa dimana
daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan
oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga
cekung. Selain itu, terjadinya banjir juga dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan
yang meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase atau sistem aliran
sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah,
sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat naiknya
permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan
yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain (Ligal, 2008).
23
1. Banjir air
Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau got, sehingga air akan
meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang
turun terus-menerus hingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2. Banjir “Cileuncang”
Banjir cileuncang ini disebabkan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang
sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera
mengalir melalui saluran atau got-got di sekitar rumah warga. Jika banjir air bisa terjadi dalam
waktu yang cukup lama, maka banjir cileuncang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat
hujan tiba).
3. Banjir bandang
Banjir yang satu ini juga mengangkut material lain berupa lumpur. Banjir seperti ini
jelas lebih berbahaya daripada banjir air, karena seseorang tidak akan mampu berenang di
tengah-tengah banjir jenis ini untuk menyelamatkan diri. Tak hanya itu, banjir bandang mampu
menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasanya terjadi di
area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut
terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan
sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu bisa
merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.
4. Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut.
5. Banjir lahar dingin
Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika terjadi erupsi gunung berapi. Lahar dingin ini
mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan bisa meluber
ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo.
Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik,
malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.
24
Solusi persoalan banjir dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem drainase kota yang
dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah banjir. Melalui penerapan lubang resapan
dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam
tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan
tidak banjir. Lebih jauh lagi, sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya
dan seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat
dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau,
bersih, indah, nyaman dan aman.
Minimnya ruang terbuka hijau, membuat limpahan air hujan langsung terbuang. Masalah
ini dapat diatasi jika setiap bangunan memiliki sumur resapan, sehingga air tidak melimpah ke
sungai dan saluran air, sekaligus juga menjadi cadangan air tanah.
Penghijauan Lingkungan sebagai area resapan air dan paru-paru kota. Selain itu, ada juga Sewer
System yang dilengkapi tanki raksasa. Tanki raksasa itu digunakan sebagai penampung cadangan
guna mengantisipasi debit air yang berlebih. Solusi banjir juga dapat dilakukan dengan
pembangunan waduk dank anal. Serta yang tidak kalah penting adalah menghargai lingkungan
sekitar kita dan juga daerah aliran sungai seperti jangan membuang dampah di daerah aliran
sungai. Karena itu penting memiliki rencana strategis dalam menangani masalah banjir demi
mengurangi dan menghindari daerah dari bencana banjir.
Perencanaan antisipatif terhadap berbagai macam "ganggungan" (disruption), baik karena
alam (tsunami, gempa, banjir) maupun manusia (bom, kebakaran). Dalam ilmu perencanaan ini
disebut perencanaan interaktif yang memahami perlunya menjadi fleksibel terhadap keadaan
yang terus-menerus berubah (Kuncoro, 2004 bab 3). Pendekatan ini merupakan solusi
ketidakefektifan perencanaan dampak di daerah-daerah yang mengalami kontraksi perekonomian
(laju pertumbuhan negatif dan deindustrialisasi). Sekaligus kesadaran bahwa perencanaan harus
mengantisipasi dampak dan bukan bereaksi atas dampak yang muncul. Pendekatan ini
mempertimbangkan kekuatan semua sektor ekonomi, mengantisipasi prospek penurunan kinerja
ekonomi daerah, merencanakan proyek ekonomi yang potensial, dan menyajikan informasi yang
dibutuhkan oleh organisasi dan pemimpin masyarakat untuk melakukan aksi apa pun di daerah.
25
BAB III
SIMPULAN
26
DAFTAR RUJUKAN
27
16. Sutamihardja, 2004, Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana; IPB
17. Syafrezani, sampaguita. (2010). Tanggap Bencana Alam Gempa Bumi.
Bandung:Angkasa.
18. Tim Penulis Indonesia Investment.8, September, 2018.Bencana Alam di Indonesia.
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243
19. Tim Penulis Mahasiswa Fasilkom UI
https://awastsunami.wordpress.com/about/
20. Time Magazine, 2006, Special Report Global Warming, April 3, 2006, P. 23-37.
21. United Nation Development Programme (Undp), 2002, Human Development Report
2002 – Deepening Democracy In A Fragmented World, Oxford, New York.
22. Umweltbundesamt (Uba), 2000, Nachhaltige Entwicklung In Deutschland. Die Zukunft
Dauerhaft Umweltgeecht Gestalten, Berlin.
23. World Resource Institute (Wri), 2000, World Resources 2000-2001: People And
Ecosystems – The Fraying Web Of Life, Washington D.C.
24. Mudjarad Kuncoro,2004.Perencanaan dan Pembangunan Daerah Teori dan Aplikasi.
25. M. Fani Cahyandito. Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Dan Ekologi, Sustainability
Communication Dan Sustainability Reporting.
Http://Pustaka.Unpad.Ac.Id/Wp-
Content/Uploads/2009/06/Jurnal_Lmfe_Pemb_Berkelanjutan-Ekonomiekologi-
Sust_Comm-Sust_Rep_Fani.Pdf
26. Trancik, R. (1986). Finding lost space:Theories of Urban Design, New York: John Wiley
& Sons inc.
27. Trisno Widodo, 2013. Program Kali Bersih (Prokasih) Harus Dilakukan Secara Nyata.
Http://Guru.Or.Id/Program-Kali-Bersih-Prokasih-Harus-Dilakukan-Secara-Nyata.Html
28