Anda di halaman 1dari 4

KOLERA

Awalnya diduga penyebaran penyakit disebabkan oleh udara yang dikenal dengan teori miasma.
Miasma ada di udara dalam bentuk uap atau kabut beracun yang berisikan partikel dari materi yang
membusuk, yang disebut miasmata.
Teori tersebut dipatahkan oleh John Snow (1813-1858), yang membuktikan bahwa kolera adalah
ATMOSFER penyakit yang dibawa oleh air, kemudian disempurnakan oleh Robert Koch dengan membuktikan kolera
ditularkan oleh bakteri Vibrio Cholerae yang terdapat di dalam air. Dengan investigasi yang ia lakukan John
Snow mengemukakan bahwa sumber dari penyakit Kolera adalah pompa air Broad Street yang telah
terkontaminasi oleh limbah.

Kolera menular dari satu pasien ke pasien lain


Kasus kolera pertama di tahun itu terjadi kepada seorang pelaut bernama John Harnold, yang datang
dari Hamburg. Sebelumnya John Snow sudah mengetahui wabah kolera sudah terjadi di Hamburg
sebelumnya. Ini adalah bukti kuat bahwa penyakit kolera itu dibawa oleh pelaut tersebut.
John Snow menemukan kemiripan pada setiap pasien bahwa gejala penyakit kolera yaitu sakit di
usus, yang merupakan saluran pencernaan. Ini membuat John Snow mengambil kesimpulan bahwa “racun
SOSIOSFER
kolera” (belum ada istilah bakteri pada saat itu) masuk melalui mulut, dari sesuatu yang dimakan atau
diminum oleh pasien
John Snow juga menemukan bahwa wabah kolera sering dimulai di pertambangan. Dari yang dia
amati, daerah pertambangan itu juga biasanya tidak higienis. Tidak ada tempat untuk buang air besar.
Kemudian orang makan di dekat tempat yang kotor tersebut, sering kali tanpa cuci tangan terlebih dahulu.

Pengetahuan yang terbatas :


 Tau nya teori miasma
Sanitasi yang buruk :
BIOSFER
 Tinja langsung dibuang ke saluran air permukaan
 Sumber air yang kotor

Vibrio cholerae atau bakteri kolera hidup pada sumber air. Lingkungan padat penduduk yang tidak
memiliki sanitasi memadai biasanya rawan oleh penyakit kolera. Bakteri kolera bisa bertahan di air untuk
LITOSFER jangka waktu yang lama dan mencemari sumur-sumur yang digunakan oleh masyarakat umum.
Tercemarnya sumber air juga merupakan dari dampak rusaknya litosfer
.
Snow menguji teorinya dengan meneliti kehidupan orang-orang yang terkena kolera di distrik Soho,
London. Penyelidikan Snow menghasilkan bahwa semua orang yang terkena kolera di distrik itu mengambil
air minum dari pompa di jalan yang sama, yang airnya sudah terkontaminasi limbah yang mengandung
kolera
HDROSFER
Perlu adanya sistem pembuangan limbah domestic maupun limbah industri yang baik agar air baku
tetap terjaga dan tidak tercemar oleh limbah, dan juga untuk mengkonsumsi air putih baiknya harus
didihkan terlebih dahulu agar bakteri, jamur atau virus yang terdapat di dalam air dapat mati.

Vibrio cholerae tidak berbahaya bagi janin, tetapi berbahaya bagi ibu yang sedang mengandung dan
dapat menyebabkan kematian.Vibrio cholerae tidak bersifat invasif (tidak masuk ke dalam aliran darah),
PRENATAL sehingga pada umumnya tetap berada di saluran usus penderita. Akibatnya penderita akan kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, walaupun secara histologi usus tetap normal (Novotny et al., 2004).

MINAMATA

 Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses penghirupan uap merkuri secara langsung
 Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan
ATMOSFER
 Keracunan oleh merkuri nonorganik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.

 Penyakit Minamata menyebabkan cacat.


 Pada Ibu yang mengandung dan mengkonsumsi makanan yang mengandung merkuri, maka akan
mempengaruhi janin dan bisa melahirkan bayi yang cacat.
SOSIOSFER
 Dampak kerusakan fisik
 Penderita Minamata mengalami diskriminasi sosial dan tidak di terima di lingkungan sosial.
 Limbah merkuri masuk kedalam biosfer perairan di Minamata
 Akumulasi merkuri dalam tubuh biota laut juga terpusat pada organ tubuh yang berfungsi untuk
reproduksi, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan biota laut terutama
BIOSFER dalam mengembangkan keturunannya.
 Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses rantai makanan jika memakan asupan seperti
ikan dan biota perairan yang sudah tercemar merkuri.

 Merkuri merupakan benda cair


 Masuk kedalam tanah dan air dan membentuk HgCl
 Merkuri dapat membentuk senyawa organomerkuri, dan yang paling umum adalah methyl merkui
yang dihasilkan oleh mikro organisme dalam tanah dan air.
 Merkuri dapat bereaksi dengan nitrogen tanah membentuk methyl mercuryHg(NO2)3. Methyl
LITOSFER
merkuri dapat terendap dengan skala waktu yang cukup lama di dalam tanah karena merkuri stabil
dan tidak dapat dipisahkan bahkan dicampurkan dengan zat lain
 Proses metabolisme sebagian dari alkil merkuri akan diubah menjadi senyawa merkuri anorganik
dan akan terakumulasi pada organ hati dan ginjal.

Logam merkuri atau limbah dibuang ke perairan di Minamata. Metil merkuri masuk ke tubuh ikan
atau biota perairan lalu akan terakumulasi. Manusia mengkonsumsi ikan yang mengandung merkuri. Metil
merkuri yang masuk ke tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat. Masyarakat Minamata yang
HDROSFER
mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut diidentifikasi terserang Retardasi mental, penyakit
syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa, bicara ngawur, dan bahkan banyak yang meninggal dunia.

Dalam hal ini hubungan timbal balik antara tragedi pada Minamata Disease dengan lingkungan
prenatal ialah pada proses lingkungan prenatal bagian makro, sehingga keadaan ibu yang dipengaruhi oleh
keadaan gizi. Keadaan gizi pada masyarakat di Minamata, Kumamoto saat itu memakan ikan 3 kg setiap
harinya yang terdapat metil-merkuri. Sehingga dari senyawa tersebut dapat menembus lingkungan prenatal
PRENATAL
bagian mikro, yang menembus plasenta secara permeabilitas.
Oleh karena itu, plasenta yang merupakan tempat – tempat pertukaran produk metabolisme akan
terdapat kandungan metil-merkuri dari pabrik Chisso

ITAI - ITAI

Penyakit itai-itai disebabkan oleh keracunan cadmium akibat pertambangan di Prefektur Toyama.
Cadmium yang dihasilkan terbawa oleh udara kemudian masuk kedalam tubuh bisa melalui saluran
pernafasan. Selain itu, cadmium juga dapat berasal dari asap rokok dan kendaraan karyawan pertambangan
di Prefektur Toyoma tersebut. Logam Cd akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah
atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap amonia (NH3) dan sulfur
ATMOSFER
hidroksida. Menurut WHO jumlah Cd yang dapat diterima oleh tubuh manusia adalah sebanyak 400-500
mikrogram setiap kilogram berat badan setiap hari. Keracunan kronis Cd akan ditimbun di dalam
bermacam-macam organ tubuh terutama di dalam ginjal, hati, dan paru-paru, tetapi juga ditimbun di dalam
pankreas, jantung, limpa, alat kelamin dan jaringan adiposa

Kamioka Pertambangan di Toyama terkenal pada pertambangan kelas atas. Meningkatnya jumlah
produksi membuat pencemaran Sungai Jinzu dan anak-anak sungainya semakin meningkat. Sungai ini
digunakan untuk kehidupan sehari hari. Air iyang digunakan untuk mengairi sawah membuat Beras yang
dihasilkan menyerap logam berat darinya, terutama kadmium. Kadmium pun akhirnya terakumulasi dalam
SOSIOSFER
tubuh orang-orang yang memakan nasi yang terkontaminasi. (Palar, 2004).
Karena penyakit itai-itai menyerang sistem pencernaan, reproduksi, dan tulang dari makanaan yang
tercemar logam berat maka lingkungan menjadi media penularan penyakit itai-itai tersebut

Penyakit itai-itai di Jepang atau yang dikenal “itai-itai desease” disebabkan oleh keracunan kadmium
yang terdapat di Lembah Sungai Jinzu, Pertambangan Prefektur, Pulau Honsu.

Akibat dari Keracunan Kadmium populasi ikan di sungai mulai mati, sehingga tidak bisa dikonsumsi
oleh manusia lagi. Padi irigasi, air sungai tidak terakumulasi dengan baik, kadmium dan logam berat
BIOSFER
lainnya terakumulasi di dasar sungai dan di air sungai kemudian digunakan untuk mengairi sawah. Beras
menyerap logam berat, terutama kadmium. Hal tersebut berpengaruh pada gizi manusia serta lemah dan
rapuhnya tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit, dan gaya berjalan pincang karena cacat tulang
yang disebabkan oleh kadmium. Penderita penyakit ini banyak terjadi pada wanita pascamenopause.
Pembuangan Cadmium ke sungai secara besar-besaran mengakibatkan keadaan Cadmium jauh lebih
besar dari yang biasanya. Litosfer yang tadinya aman untuk tempat tinggal manusia menjadi tidak aman lagi
karena sewaktu-waktu manusia dapat terkontaminasi zat Cadmium yang terdapat di sungai.
Zat cadmium yang terdapat di sungai menyebabkan dampak yang sangat besar, sehingga
LITOSFER
mengakibatkan berkurangnya kesejahteraan manusia yang tinggal di Litosfer, karena kekurangan ikan yang
dapat dikonsumsi, makanan baku yang tidak dapat dipanen pada waktunya dan terutama mengakibatkan
penyakit pada manusia

Sungai menjadi penghantar pentakit itai-itai karena pertambangan pada saat itu membuang limbah
ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini kemudian meningkatkan pencemaran Sungai Jinzū dan anak
sungainya. Karena keracunan kadmium, ikan di sungai mulai mati. Air sungai ini juga digunakan untuk
HDROSFER mengairi sawah sehingga padi menyerap logam berat, terutama kadmium dan terakumulasi dalam orang
yang makan nasi yang sudah terkontaminasi. Akibatnya masyarakat terkena penyakit itai-itai dimana kaum
perempuan pada umumnya lebih mudah terskena penyakit ini.

Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi komponen prenatal, karena yg dikonsumsi oleh ibu hamil
akan menjadi makanan bagi janin yang ada di perut ibu, sehingga dapat menyebabkan janin mengalami
keracunan serta dapat menyebabkan cacat lahir dan terganggu perkembangannya.
Dan juga efek dari cadmium sangat dominan pada ibu yang memiliki anak banyak, karena
PRENATAL
konsentrasi cadmium kian meningkat dalam tubuh seiring proses kehamilan setiap anak. Sehingga anak
bungsu yang memiliki ibu terpapar cadmium memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami gangguan mental
ataupun fisik yang disebabkan oleh cadmium

DDT

Berdasarkan video silent spring, aktivitas manusia dibidang pertanian, terutama dengan
penyemprotan DDT akan menyebabkan sebagian gas menguap dan menyebar di atmosfer. Di atmosfer gas
ATMOSFER DDT ini akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah. Penyemprotan DDT
turut menjadi penyumbang gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan pemanasan global.

DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida. Sayangnya, tidak
seorangpun yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT. Pemakaian DDT
dalam jumlah yang banyak menyebabkan permasalahan di lingkungan. Racun pembunuh serangga yang
amat ampuh dan digunakan secara luas membasmi nyamuk malaria, yakni DDT
(dichlorodiphenytrichloroethane) memiliki dampak sampingan amat merugikan.
DDT memiliki sifat larut dalam lemak. Karena itu, residunya terus terbawa dalam rantai makanan,
dan menumpuk dalam jaringan lemak. Dari situ, sisa DDT mengalir melalui air susu ibu kepada anaknya,
baik pada manusia maupun pada binatang. Binatang pemangsa mendapat timbunan sisa DDT dari binatang
SOSIOSFER
makanannya. Rantainya seolah tidak bisa diputus.
Pengamatan terhadap burung pemangsa menunjukkan, DDT menyebabkan banyak burung yang
memproduksi telur mengahasilkan telur dengan kulit tipis, sehingga mudah pecah. Selain itu semakin
banyak anak burung pemangsa yang lahir cacat. Penyebaran residu DDT bahkan diamati sampai ke kawasan
kutub utara dan selatan. Anjing laut di kutub utara, banyak yang melahirkan anak yang cacat, atau mati pada
saat dilahirkan. Diduga, residu DDT pada manusia juga berfungsi serupa, yakni menurunkan kemampuan
reproduksi. Atau menyebabkan cacat dan gangguan kejiwaan pada janin.

Ketika DDT memasuki rantai makanan, ia memiliki waktu paruh hingga 8 tahun, yang berarti
setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah 8 tahun. Ketika tercerna oleh
hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat ia
akan bergerak ke atas dalam rantai makanan, hewan predatorlah yang mengalami ancaman paling
BIOSFER berbahaya.
Populasi dari bald eagle dan elang peregrine menurun drastic karena DDT, menyebabkan mereka
menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini tidak akan bertahan lama pada masa
inkubasi.

Jika DDT itu masuk ke tanah maka akan menyebabkan tanah itu tercemar. Jika tanah itu ditumbuhi
tanaman, maka DDT akan memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu paruh hingga delapan tahun, yang
LITOSFER artinya setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Dan jika
manusia mengkonsumsinya akan membahayakan kesehatan
Jika DDT mencemari perairan dapat menimbulkan efek yang beruntun dan sangat berbahaya,
karena air merupakan salah satu sumber awal dari segalanya, jika air yang terkontaminasi dikonsumsi oleh
HDROSFER
manusia atau hewan dapat menjadi racun, jika diserap oleh tumbuhan juga akan menjadi racun, dan akan
mempengaruhi kesehatan rantai makanan diatasnya.

Penggunaan DDT berpengaruh terhadap Prenatal manusia Sendiri, dimana Zat DDT yang masuk
dalam tubuh dapat Menyebabkan penyakit Sehingga dapat mengganggu Kesehatan Sang Ibu Pada Saat
sedang mengandung sehingga dapat mengganggu sang Janin.
PRENATAL Janin yang sudah terpapar DDT akan mempengaruhi tumbuh kembangnya baik ketika masih dalam
kandungan maupun ketika sudah lahir. Hal ini tentu akan berpengaruh terjadap kehidupan manusia
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai