Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

Dibimbing Oleh Aulia Siska,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh :
Nama Anggota Kelompok :
1. Lovya Yesyana
2. Mela Amalia
3. Agung Dzulfikar

6A PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA BLITAR
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang mana atas
berkat dan pertolongan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing Aulia
Siska,S.Kep.,Ns.,M.Kep. yang turut membimbing kami sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan. Terima kasih
juga kepada teman-teman yang turut andil dalam penyelesaian makalah ini.
Sholawat serta salam senantiasa saya haturkan kepada suri tauladan kita
Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat
nanti. Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman mengenai Keperawatan Kegawat Daruratan dengan harapan agar
para mahasiswa bisa lebih memperdalam pengetahuan tentang Combustio dalam
Keperawatan Kegawat Daruratan.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Kegawat Daruratan .Dengan segala keterbatasan yang ada ,penulis telah berusaha
dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
untuk menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan
terimakasih yang sebanyak-banyaknya.

Jombang, 09 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata
pengantar………………………………………………………………………….
Daftar isi……………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang……………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi………...………………………………………………………………2
2.2 Anatomi
IMA……………………………………………………………………….
2.3 Definisi
IMA…………………………………………………………………………..
2.4 Etiologi IMA
2.5 Patofisiologi IMA………………………………………………………………
2.6 Tanda dan gejala IMA
2.7 Pemeriksaan Diagnostik IMA……………………………………………….
2.8 Komplikasi IMA ………………………………………………………………
BAB III KONSEP ASKEP
KONSEP ASKEP
3.1 pengkajian
3.2 diagnosa keperawatan menggunakan (SDKI)
3.3 intervensi keperawatan menggunakan (NIC NOC)
BAB IV KASUS
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………
5.2 Saran……………………………………………………………………………
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Seorang dengan luka
bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka
dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai
harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka
bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang
luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang
diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara
dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam
perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar
serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan
khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi)
dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang
besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan
yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka
bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. (Djohansjah, M. 2000)
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar
yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan

4
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka
bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya
komplikasi multi organ yang menyertai. (Djohansjah, M. 2000)
Prevalensi luka bakar di Amerika Serikat 2,5 juta / tahun. 12 000 orang
meninggal karna luka bakar dan cedera inhalasi akibat luka bakar. Populasi
yang beresiko terhadap luka bakar di antaranya Anak-anak dan usia
lanjut. Remaja laki-laki dan pria usia kerja. Kejadian luka bakar sering
didapat di rumah. Kegiatan yang memberikan resiko luka bakar
: Memasak, Memanaskan atau menggunakan alat-alat listrik, Kecelakaan
industri. 75 % kejadian luka bakar di AS merupakan akibat perbuatan sendiri.
Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru belajar jalan. Bermain korek
api pada anak usia sekolah. Cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki.
(Smeltzer & Bare, 2000).
Menurut World Fire Statistics Centre (2008) pada tahun 2003 hingga
2005 tercatat negara yang memiliki prevalensi terjadinya luka bakar terendah
adalah Singapura sebesar 0,12% per 100.000 orang.
Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari
250 jiwa per tahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak-
anak dan lansia cukup tinggi diIndonesia serta ketidak berdayaan
anak-anak danlansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka usia
anak-anak dan lansia menyumbang angka kematian tertinggi akibat luka
bakar yang terjadidi Indonesia. Pasien mengalami luka bakar diakibatkan
terkena air panas dibagian bokong luas luka bakar > 15% sehingga Luka
bakar yang pasien alami adalah luka bakar grade II yang artinya kerusakan
meliputi epidermis dan sebagian dermis, beupa reaksi inflamasi disertai
proses edukasi, nyeri karena ujung-ujung syaraf teriritasi. Luka bakar pada
pasien ini termasuk dalam Derajat II dangkal (superfisial) yaitu kerusakan
mengenai bagian superfisial dari dermis, Organ-organ kulit seperti

5
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh,
penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Berdasarkan catatan journal of burn care and rehabilitation edisi 1992,
diperkirakan ada 2,4 juta kasus luka bakar dalam setahun di Amerika Serikat.
Dari jumlah tersebut ada 650.000 yangditangani oleh ahli medis dan 75.000
ditangani di rumah dan 12.000-nya berakhir dengan kematian (Mer, 2003).
Data lain dari the national institute for burn medicine menyebutkan bahwa
sebagian besar pasien luka bakar di Amerika Serikat (75%) disebabkan
kelalaian korban. Penyebab luka bakar antara lain: air panas, korek api, arus
listrik, dan merokok pada penggunaan obat bius dan alkohol (Smeltzer &
Bare, 2000). Penelitian di Belanda menunjukkan 70% kejadian luka bakar
terjadi di lingkungan rumah tangga, 25% di tempat industri, dan kira-kira 5%
akibat kecelakaan lalu lintas.
Penyembuhan luka bakar melalui beberapa fase yakni fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase maturasi. Proses epitelisasi terjadi selama fase
proliferasi. 2 Lapis sel-sel yang mati karena trauma melindungi sel-sel hidup
di lapisan yang lebih dalam dari epitel. Lapis-lapis perbaikan luka terbentuk
dengan adanya integrasi antara kolagen yang disintesis oleh fibroblast dengan
substansi dasar. Selama pemulihan luka,sel-sel pada tepian luka menggepang
menjadi lembaran tipis yang menyebar menutupi celah dalam epitel.
Sedangkan pada tepi luka, pembelahan sel dimulai agak belakangan untuk
menyediakan sel yang diperlukan untuk pemulihan epitel sampai tebalnya
normal. (Smeltzer & Bare, 2000)
Berdasarkan hasil penelitian Shazita Adiba, Secara klinis proses
epitelisasi luka bakar yang dibalut madu berlangsung lebih cepat
dibandingkan luka yang dibalut kasa tulle. Namun secara statistik tidak di
dapatkan perbedaan yang bermakna pada proses epitelisasi luka bakar derajat
dua dangkal (p=0,310) yang diberi madu dan kasa tulle.Prognosis klien yang
mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran
luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan
inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain

6
yang menyertai. Madu adalah cairan kental manis yang dihasilkan oleh
lebah. Bahan ini telah lama digunakan sebagai obat, dan penelititan yang
dilakukan pada dekade terakhir telah menunjukkan manfaat yang besar dari
madu.8-10 Selain memiliki efek anti mikroba, madu juga memiliki efek anti
inflamasi dan meningkatkan fibroblastik serta angioblastik.11 Analisis
mengenai kandungan madu menyebutkan bahwa unsur terbesar komponen
madu adalah glukosa dengan kadar fruktosa paling besar (76,8%), disamping
mineral dan vitamin.12

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Combustio?
2. Apa Patofiologi dari Combustio?
3. Apa Terapi dari Combustio?
4. Bagaimana Managemen Asuhan Keperwatan Kegawat Daruratan pada
klien dengan Luka Bakar ?

1.3 Tujuan
Tujuan umum dari penulisan ini adalah agar pembaca dan penulis
mampu dan memahami mengenai pasien dengan Luka Bakar dan asuhan
keperawatannya.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai penahanan
penting dalam sistem fisiologi tubuh. Kulit berfungsi sebagai indra perasa yang
menerima rangsangan panas, dingin rasa sakit, halus dan sebagainya. Kulit
yang berfungsi menjaga stabilitas suhu badan dan mencegah penguapan air
yang berlebihan. Dalam hal pencegahan infeksi, kulit merupakan pelindung
yang menghalangi masuknya mikroba dan bahan-bahan asing lain yang
mempunyai sifat patogenik. Kulit sebagai alat ekskresi kelenjar minyak
(anonim, 2008)
Combustio adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001)
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti
api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah
(frosh bite). (Mansjoer 2000)

2.2 Etiologi
Combustio disebabkan oleh 3 golongan yaitu :
1. Panas (thermis) misalnya :
a. Api
b. Air panas
c. Minyak panas
d. Logam panas
e. Pasir
f. Aliran listrik

8
g. Suhu yang tinggi
2. Zat kimia (chemist) misalnya :
a. Lisol
b. Alkohol
c. Kreolin
d. Nitrat
e. Prostek
f. Pepsida
g. Asam kuat
3. Sinar (radiasi) misalnya :
a. Sinar matahari
b. Sinar leser
c. Sinar X (rontgen)
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara luka :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka-luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti : diabetes, jantung, ginjal, dll.
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
Fase luka bakar
a) Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi

9
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
b) Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –
organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
c) Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. (Brunner &
suddarth, 2002)

2.3 Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel
darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia.
Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan
serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan
tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang
terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan
fisiologi. diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi.

10
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan
menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan
hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa
kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
a. Peningkatan mineralo kortikoid
1) Retensi air, natrium dan klorida
2) Ekskresi kalium
b. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan
protein dari pembuluh darah.
c. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel. Kehilangan volume cairan
akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang
selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga
mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan
perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar,
yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga
timbul berbagai macam komplikasi.
Burn shock (syok hipovolemik). Burn shock atau shock luka bakar
merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas
karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh
terhadap kondisi ini (Brunner & suddarth, 2002) adalah berupa :
1.) Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran
kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta
edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung,

11
hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan
edema menyeluruh.
2.) Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal
dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan
menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat
atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal
akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat
ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3.) Respon gastro intestinal
Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah
penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya
perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah
dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal
akan kembali normal pada 24 – 48 jam setelah luka bakar.
4.) Respon imunologi
a.) Respon barier mekanik
Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari
organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b.) Respon imun seluler.

12
Pathways

Bahan kimia Thermis Radiasi Listrik

Biologis Luka bakar Psikologis Kurang


pengetahuan

Pada wajah Diruang tertutup Ansietas


Kerusakan kulit
Nyeri

Kerusakan mukosa Keracunan gas


Penguapan
CO Resiko tinggi terhadap
infeksi

CO mengikat Hb Peningkatan
Oedema laring
pembulu darah
kapiler Kerusakan integritas
Hb tidak mampu kulit
Ob. Jalan nafas mengikat O2
Ektravasasi cairan (H,
O, elektrolit, protein)
Hipoxia otak
Gagal nafas

Tekanan onkotik

Jalan nafas
tidak efektif Cairan intravaskuler

Kekurangan
Hipovolemia dan volume cairan
hemokonsentrasi

Gangguan
Gangguan sirkulasi makro perfusi jaringan

13
2.4 Manifestasi kliniks
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang combustio maka perlu
mempelajari :
1. Luas luka bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “role of nine” yaitu
dengan tubuh 9% yaitu yang terjadi antara :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Dada dan perut : 18%
c. Punggung hingga pantat : 18%
d. Anggota gerak atas masing-masing : 18%
e. Anggota gerak bawah masing-masing : 18%
f. Perineum : 18%

14
2. Derajat luka bakar
a) Grade I
Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit
kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi “menyengat”. Jaringan
yang rusak hanya epidermis, lama sembuh ± 5 hari dan hasil kulit
kembali normal.
b) Grade II
a. Grade IIa
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan
kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau
kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh ± 7 – 14 hari dan hasil
kulit kembali normal atau pucat.
b. Grade IIb
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar
keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama
sembuh ±14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada
cikatrix atau hipertrofi.
c) Grade III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat,
abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit tampak
terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak
disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi
cikatrik dan hipertropi.
d) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
3. Pengelolaan luka bakar
a. Luka bakar ringan
1.) Luka bakar grade I dan grade II luasnya 15% pada orang
dewasa
2.) Luka bakar grade I dan grade II luasnya 10% pada anak

15
3.) Luka bakar grade III luasnya kurang 2%
b. Luka bakar sedang
1.) Luka bakar grade II luasnya 15-25% pada orang dewasa
2.) Luka bakar grade II luasnya 15-20% pada anak
3.) Luka kabar grade II luasnya kurang 10%
c. Luka bakar berat
1.) Luka bakar grade II luasnya lebih dari 25% pada orang dewasa
2.) Luka bakar grade II luasnya lebih dari 20% pada anak
3.) Luka bakar grade III luasnya lebih dari 10%
4.) Luka bakar grade IV mengenai tangan, wajah, mata, telinga,
kulit, genetalia serta persendian ketiak, semua penderita dengan
inhalasi luka bakar dengan komplikasi berat dan menderita
DM.
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan dignostik
a) Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit,
Ureum, Kreatinin, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap,
Analisa gas darah (bila diperlukan), dan lain – lain.
b) Rontgen : Foto Thorax, dan lain-lain.
c) EKG
d) CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar lebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.
2. Pemeriksaan diagnostik:
a) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan
henti jantung.
c) Gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
d) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

16
e) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
h) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
3. Obat-obatan
a) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
kultur.
c) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d) Antasida : kalau perlu
2.6 Penatalaksanaan
1. Resusitasi A, B, C.
a. Pernafasan:
1) Udara panas, mukosa rusak, oedem dan obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin, iritasi,
Bronkhokontriksi, obstruksi, gagal nafas.
b. Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah
ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal
ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan Baxter.
a. Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
b. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 32 cc x BB x % LB.
c. Kebutuhan faal:
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

17
d. Monitor urine dan CVP.
e. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang
jaringan nekrotik.
a) Tulle.
b) Silver sulfa diazin tebal.
c) Tutup kassa tebal.
d) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f. Obat – obatan:
 Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang. (Smeltzer,
Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001).
American college of surgeon membagi dalam:
1. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue
yang luas.
2. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
3. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
Marylin E. Doenges. (2000)

2.7 Terapi Komplementer untuk penanganan luka bakar


1. Penggunaan Madu
Efek penggunaan madu dan tulle sebagai kontrol terhadap proses
epitelisasi luka bakar derajat dua dangkal dianalisis dengan uji Mann-
Whitney. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan

18
yang signifikan antara proses epitelisasi dengan madu dan dengan tulle
sebagai kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan secara klinis proses epitelisasi luka
bakar balut madu lebih cepat dibandingkan dengan balut kasa tulle.
Namun secara staistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada
proses epitelisasi luka bakar derajat dua dangkal yang dibalut madu dan
kasa tulle.
Alasan yang dapat menjelaskan perbedaan ini adalah jenis madu yang
digunakan. Kualitas madu bagi penyembuhan luka sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, komposisi nektar, jenis bunga, cuaca
dan iklim, cara pengolahan, dan beberapa faktor lain. Sebagian besar
peneliti tidak menyebutkan jenis madu yang digunakan. Tetapi bila
dilihat dari tempat pelaksanaan penelitian, sebagin besar dilakukan di
negara sub-tropis, dimana kelembaban udara jauh lebih rendah dan
memiliki jenis tanaman yang berbeda dengan daerah tropis sehingga
berdampak pada kandungan madu dan manfaatnya di bidang medis.
Berbagai penelitian terdahulu menyebutkan bahwa madu efektif
sebagai alternatif pengobatan untuk berbagai macam luka termasuk luka
bakar. Namun tidak dijelaskan bagaimana peranan madu dalam proses
penyembuhan luka bakar. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui derajat kesembuhan (re-epitalisasi) luka
bakar derajat dua dangkal dengan menggunakan madu dan kasa tulle
sebagai media pembalut luka.

19
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

(Brunner And Suddart, (2001).


1. Pengkajian Primer
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang
mengancam nyawa dan meliputi A, B, C, D, E. Mencatat tanda vital awal (
baseline recording ) penting untuk memantau respon penderita terhadap
terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda – tanda vital, produksi urine dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan
a. Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen dan feel.
Look atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan
napas, berupa agitasi: ( hipoksemia), penurunan kesadaran
(hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas, keburuan
pada area kulit perifer dan kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan
di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya
darah. Tahapan kedua listen atau mendengar, yang di dengar yaitu
bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas tambahan
obstruksi parsial, antara lain snoring, gurgling, stridor, dan suara parau
(laring), dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total
dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada tahap ini perawat merasakan
aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
b. Breathing
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu melihat apakah pasien
bernapas, pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak,
keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap listen (mendengar) yang
di dengar ada tidaknya vesikuler dan suara tambahan napas. Tahap
terakhir yaitu feel merasakan pengembangan dada saat bernapas,

20
lakukan perkusi dan pengkajian suara paru dan jantung dengan
menggunakan stetoscope.
c. Circulation
Pengkajian circulation yaitu berhubungan dengan jantung, peredaran
darah untuk memastikan apakah ada jantung bekerja atau tidak, pada
tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat
diraba. Berdenyut selama beberapa kali permenit, ada tidaknya sianosis
pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, ada
tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan
nadi saat dikaji (nadi radialis, brakhialis, dan carotis)
d. Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS ( glasgow Coma Scale ) dan
keadaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu
isokor, mengecil:miosis, melebar:dilatasi. Dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran
e. Exsposure
Setelah mengurus prioritas – prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus diperiksa dari ubun – ubun sampai ujung jari – jari kaki
sebagai bagian dari mencari cidera.

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past
illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik sperti foto thoraks dan lain – lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya di evaluasi dan distabilkan
secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda – tanda dan

21
gejala – gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik
sebagai indikator utama syok.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara
signifikan hingga pasien kehilangan 30 % dari volume darah. Sebaiknya
nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Pasien yang
mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa
memperhatikan drajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume
darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien
hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung
lebih berkaitan pada respon terapi di bandingkan klasifikasi awal.
3. Pengkajian Umum
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar)
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya

22
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:

23
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah


nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

24
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi
asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and
documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka
bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau
keterdatasan pengembangan dada.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi
asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada atau leher.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak
adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons
inflamasi.
e. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan
edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
f. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran

25
darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan
edema.
g. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi
normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan
permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar
dalam).
j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis
situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan
nyeri.
k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak
mengenal sumber informasi.
3. Tindakan Keperawatan
a. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur,
ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
b. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik
dan kondisi sekitar luka.
c. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya
pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
d. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi
nafas, batuk rejan.
e. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang
cidera
f. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah
kepala, sesuai indikasi
g. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
h. Awasi 24 jam keseimbangan cairan, perhatikan variasi/perubahan.

26
i. Lakukan program kolaborasi meliputi :
- Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
- Kaji ulang seri rontgen
- Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
- Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
j. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
k. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan
hemates sesuai indikasi.
l. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
m. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
n. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
o. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang
diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

27
BAB IV
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Identitas pasien Identitas Keluarga


Nama : Tn. E Nama : Tn A
Umur : 32 Tahun Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki Pekerjaan :Wiraswsta
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2015 Hub. dng pasien: Kakak
No. Medrek : 150204 Alamat : Purwakarta
Diagnosa Medis : Combustio gr 2-3 41%
Alamat : Kp. Karang Layung, Purwakarta
Jam Data Masalah Keperawatan Jam Tindakan Keperawatan Paraf
15.00 Primary Survey
15.00 Airway
 Sekret (-)
Clear
 Darah (-)
 Sisa Makanan (-)
15.05 Breathing Pola napas tidak efektif 15.10 - Mengatur posisi head
 Rochi (-) up 30 ˚
 Wheezing (-) - Memberikan O2 NRM
 Retraksi dada (+) canul 8 liter/menit

 PCH (-) - Obs tanda – tanda vital

 Dispnea (+)
 RR 25 x/menit
 Pergerakan dada
simetris
 Klien tampak sesak
 SPO2 98 %
15.10 Circulation Gangguan Perfusi 15.15 - Mengganti cairan infus

28
 Klien mengeluh pusing Jaringan RL 20 gtt/menit
 TD 130/70 mmhg - Memberikan
 Nadi 88 x/menit Ceftriaxone 2x1 gr/IV\

 RR 25 x/menit - Memberikan

 Akral dingin Ranitidine 2x

 Kulit kering 50mg/IV

 Bibir kering
 CRT < 2 detik
 Konjungtiva ananemis
 Terpasang infus RL 20
gtt/menit
 Hb 16,1 g/dL
15.10 Disability
Kesadaran : compose
Clear
mentis
GCS : 15
15.10 Exsposure 15.10 - Memberikan Tramadol
 Klien mengeluh nyeri 3x 100mg/IV
 Klien tampak meringis - Mengkaji tanda-tanda
 Terdapat luka bakar(+) infeksi (rubor, kalor,
: fasialis 2%, leher 2%, dolor, tumor dan
dada dan perut 13%, 1. Nyeri fungsio laesa)
lengan kanan bawah 2. Resiko Infeksi - R/ tampak kemerahan
3%, paha kanan 4.5 %, disekitar luka
paha kiri 4.5, tungkai - Membalut luka bakar
bawah kanan 6%, dengan kasa steril
tungkai bawah kiri 6%
, total luka bakar : 41%
 Lekosit:23.100/mm3

29
Jam DX.P EVALUASI
15.45 Pola Napas Tidak Efektif
S : Klien mengatakan sesak napas
1 O : Klien tampak sesak, terpasang O2 NRM 8 liter/menit, RR 24 x/menit, retraksi dada (+)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Gangguan perfusi Jaringan
S : Klien mengeluh pusing
P : klien tampak berbaring, akral dingin, CRT < 2 detik, konjungtiva ananemis, TD 130/70, N
2
90 x/menit, terpasang infus RL 20 gtt/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Nyeri
S : Klien mengeluh nyeri di area luka bakar
O : klien tampak meringis, Tampak luka bakar 41 %, area sekitar luka tampak kemerahan,
3
luka bakar tampak menghitam
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Resiko Infeksi
S:-
4 O : area sekitar luka tampak kemerahan, luka bakar tampak menghitam, leukosit 23.100 mm3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

30
Jam Secondary Survey
17.00 Anamnesa
Alergi :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi baik itu makanan ataupun obat
Medikasi :
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat minum obat sebelumnya
Past Ilness :
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit DM dan Hipertensi.
Last Meal :
Klien mengatakan minum ± 2 jam yang lalu 1 gelas, klien belum makan.
Event/Environtmen :
5 jam SMRS di daerah pleret, klien berjalan di atap rumah bangunan tingkat II, tiba-tiba klien
tersangkut kabel listrik, yang melintasi bangunan tersebut, klien kemudian kejang dan terjatuh, klien
lalu pingsan, kulit wajah sebelah kanan, leher, dada, lengan kanan, dan kedua tungkai tampak
menghitam dan mengelupas, kemudian klien dibawa ke RS. Banyu Asih, diberikan infus RL 600cc dan
di rujuk ke RSHS.
Pemeriksaan Fisik Head to toe :
Setelah Dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh di dapatkan data abnormal pasien terpasang NGT,
terpasang kateter warna urine kuning pekat ± 200 cc, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada trauma pada
tulang belakang, tidak ada pembesaran hepar/limfa, BU (+) 7 x/menit, perkusi dullness, kekuatan otot
5, tidak ada edema pada ekstremitas.

Hasil laboratorium Tanggal 16 Januari 2015, jam 17.00


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 16.1 g/dl L: 13.5-17.5
Ht 47 % L: 40-52
Leko 23.100 /mm3 4400-11300
Erit 5.32 juta/ul L: 4.5- 6.5
Trombo 227.000 /mm3 150.000- 450.000

31
Index eritrosite
MCV 87.4 fL 80-100
MCH 30.3 pg 26-34
MCHC 34.6 % 32-36

Hitung jenis lekosit:


Basopile 0 0-1
Eosinofil 0 1-6
Batang 0 3-5
Segmen 88 40-70
Limfosit 4 30-45
Monosit 8 2-10

Kimia klinik:
SGOT 408
SGPT 264
Ureum 30 mg/dL 15-50
Kreatinin 1.00 mg/dL L:0.7-1.2
Natrium 137 mEq/L 135-145
Kalium 3-7 mEq/L 3.6-5.5

Lain-lain
Analisa Gas Darah
PH 7.386 L: 7.34-7.44
PCO2 36.4 mm Hg L: 35-45
PO2 88.9 mm Hg L:69-116
HCO3 21.5 mEq/L 22-26
TCO2 42.1 mmol/L 22-29
Base excess -2.7 mEq/L (-2)-(+3)
Saturasi O2 96.8 % 95-98

32
Jam Therapy
- O2 Non Rebriting 8 liter/menit
- Infus RL 20 gtt/menit
- Injeksi:
Ceftriaxone 2x1 gr/IV
Ranitidine 2x 50mg/IV
Tramadol 3x 100mg/IV

Jam DX.P EVALUASI


18.00 Pola Napas Tidak Efektif
S : Klien mengatakan sesak napas
1 O : Klien tampak sesak, terpasang O2 NRM 8 liter/menit, RR 24 x/menit, retraksi dada (+)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Gangguan perfusi Jaringan
S : Klien mengeluh pusing
P : klien tampak berbaring, akral dingin, CRT < 2 detik, konjungtiva ananemis, TD 130/70,
2
N 90 x/menit, terpasang infus RL 20 gtt/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Nyeri
S : Klien mengeluh nyeri di area luka bakar
3 O : klien tampak meringis, Tampak luka bakar 41 %, area sekitar luka tampak kemerahan,
luka bakar tampak menghitam
A : Masalah teratasi sebagian

33
P : Lanjutkan Intervensi
Resiko Infeksi
S:-
4 O : area sekitar luka tampak kemerahan, luka bakar tampak menghitam, leukosit 23.100 mm3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

34
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
berdasarkan ukuran luas luka bakar dan berdasarkan berat ringannya.
Berdasarkan penyebabnya luka bakar terdiri dari luka bakar yang disebabkan
oleh radiasi, air panas, listrik, bahan/ zat kimia, api dan sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain presentase luasnyaa, kedalaman, umur klien riwayat
pengobatan yang lalu dan trauma yang menyertai atau bersamaan.
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Luka bakar perlu ditangani secara seksama untuk mencegah
kejadian yang mengancam jiwa. Prinsip utama penanganan luka bakar
meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan cairan
dan elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.

5.2 Saran
Diharapkan kepada perawat lebih paham pada keperawatan kegawat
daruratan pada pasien Combustio, beserta cara pencegahan dan
pengobatannya, sehingga dapat menjalakan asuhan keperawatan untuk
kesembuhan pasien. Perawat juga harus lebih fokus dalam menjalankan
intervensi keperawatan pada pasien Combustio.

35
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (2001). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth


Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (2001). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press.
Surabaya.
Doenges M.E. (2000). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume
2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I.
Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1999). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2008). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga Universitas Press. Surabaya
: EGC
Donna, (1991) . Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Irna Bebah RSUD Dr. Soetomo. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

36

Anda mungkin juga menyukai