Anda di halaman 1dari 6

HAKIKAT BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional.Bahasa dipahami sebagai system
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan
sebagai sarana berinteraksi manusia.Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili
banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Setelah kemerdekaaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional.Bahasa
Indonesia dulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang
mendiami kepulauan nusantara.Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku,bahasa melayu
juga menjadi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang
digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa.Pada tahun tersebut
para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaaan menetapakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan Indonesia,keputusan ini dicetuskan melalui sumpah pemuda.Dan baru setelah
kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahas Indonesia diakui secara Yuridis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat bahasa ?
2. Bagaimaan sejarah perkembangan bahasa indonesia
3. Apa kedudukan dan fungsi bahasa indonesia
4. Bagaimana ragam bahasa indonesia tersebut ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat bahasa
Bahasa sebagai sebuah system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri Kridalaksana
(1993:21).
Hakikat bahasa adalah sebagai berikut :
1. Bahasa itu sistematik
Sistematik berarti beraturan atau berpola. Dalam hal bunyi, tidak sembarangan bunyi bisa dipakai
sebagai suatu symbol dari suatu rujukan dalam berbahasa.
Contoh dari tataran fonologi dalam bahasa Indonesia terdapat satu buah bunyi bermakna [o] ‘paham’
; selain itu, rangkaian dua bunyi vocal [ee] ‘buang air besar’; rangkaian tiga bunyi [bah] ‘air besar yang
mengalir deras’.
Bukti lain, dalam struktur morfologis bahasa Indonesia, prefiks me- bisa berkombinasi dengan sufiks
–kan dan –I, contohnya kata membuktikan dan melapisi. Akan tetapi tidak bisa berkombinasi dengan ter-.
Contohnya, menertawa, yang ada adalah menertawakan atau tertawa. Karena bahasa itu beraturan dan
berpola.
2. Bahasa itu manasuka(arbiter)
Manasuka atau arbiter adalah acak, bisa muncul tanpa alasan. Kata-kata adalah symbol dalam
bahsa, sebuah kata dapat muncul tanpa hubungan logis dengan yang disimbolkannya. Orang Minahasa
menamai beras dengan sebutan kan, itu terserah komunitas orang Minahasa, biarlah orang Jawa
menamakannya sego, atau orang Ranau di Sumatra Selatan menyebutnya mi. Bukti-bukti diatas menjadi
bukti bahwa bahsa memiliki sifat arbiter, manasuka, atau acak semuanya. Pemilihan bunyi dan kata
dalam hal ini benar-benar sangat bergantung pada konvensi aau kesepakatan pemakai bahasa suatu
bahsa.
3. Bahasa itu bunyi
Bahasa mewujud dalam bentuk bunyi. Kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan manusia
memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis, tetapi system tulis tidak bisa menggantikan cirri
bunyi dalam bahasa. System penulisan hanyalah alat untuk menggambarkan bunyi di atas kertas yang
memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai pelestari ujaran dan pelestari kebudayaan manusia. Realitas
yang menunjukan bahwa bahasa itu bunyi, mengakibatkan telaah tentang bahasa atau linguistic memiliki
cabang telaah bunyi yang disebut dengan istilah fonetik dan fonologi.
4. Bahasa itu simbol
Symbol adalah lambang sesuatu, bahasa juga adalah lambang sesuatu. Titik-titik air yang jatuh dari
langit diberi symbol dengan bahasa dengan bunyi tertentu. Bunyi tersebut jika ditulis adalah hujan. Hujan
adalah symbol linguistic yang bisa disebut kata untuk melambangkan titik-titik air yang jatuh dari langit itu.
Symbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa berupa goresan tinta berupa gambar di atas kertas. Gambar
adalah bentuk lain dari symbol yang dapat dikomukasikan kepada orang lain.
5. Bahasa itu mengacu pada dirinya
Bunyi-bunyi yang digunakan manusia bisa digunakan untuk menganalisis bunyi itu sendiri. Dalam
istilah linguistic, kondisi seperti itu disebut dengan metalaguange, yaitu bahasa bisa dipakai untuk
membicarakan bahasa itu sendiri. Linguistik menggunakan bahasa untuk menelaah bahasa secara
ilmiah.
6. Bahasa itu manusiawi
Bahasa itu manusiawi dalam artian bahwa itu adalah kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia.
Manusialah yang berbahasa sedangkan hewan dan tumbuhan tidak.
7. Bahasa itu komunikasi
Fungsi terpenting bahasa adalah komunikasi dan interaksi. Komunikasi mencakup makna
mengungkapkan dan menerima pesan, caranya bisa dengan berbicara, mendengar, menulis atau
membaca. Komunikasi tidak hanya berlangsung antar manusia yang hidup pada satu jaman, komunikasi
itu bisa dilakukan antar manusia pada jaman yang hidup pada jaman yang berbeda, tentu saja meskipun
hanya satu arah. Contohnya nabi Muhammad SAW telah meninggal beberapa ratus tahun silam, tetapi
ajaran-ajarannya telah berhasil dikomunikasikan kepada umat manusia pada masa sekarang.

B. Sejarah perkembangan bahasa indonesia


Berbicara tentang sejarah perkembangan Bahasa Indonesia, kita tidak bisa lepas dari sejarah
bangsa Indonesia secara keseluruhan, mulai dari jaman Kerajaan Sriwijaya sampai sekarang ini,
khususnya Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan titik tolak perkembangan
bahasa Indonesia.
sebelum sumpah pemuda
1. Zaman Kerajaan
Pada abad VII sampai dengan abad XII, Kerajaan Sriwijaya menguasai perpolitikan dan ilmu
pengetahuan di Asia Tenggara dengan adanya Perguruan Tinggi Agama Budha. Perguruan tinggi
tersebut mempunyai bahasa pengantar dalam kuliah yakni bahasa Melayu. Buktinya, di Palembang,
Jambi dan Bangka, ditemukan batu bersurat (piagam) bertanggal tahun Syaka 604, 605,608 (kira-kira
sesuai dengan tahun 682,683,686 Masehi) yang menggunakan bahasa Melayu tertua.Waktu itu, bahasa
Melayu yang digunakan dibedakan atas 3 bagian, yaitu :
a. Bahasa Melayu Pasar, yang dipakai di bidang perdagangan;
b. Bahasa Melayu Tinggi (Riau) dipakai dalam administrasi pemerintahan, kantor dan sekolah;
c. Bahasa Melayu Dialek yang muncul di daerah tertentu, misalnya bahasa Melayu Dialek Ambon, bahasa
Melayu Dialek Jakarta dan bahasa Melayu Diatek Medan.
2. Zaman Kolonial (Penjajahan) Belanda
Pada zaman ini bahasa Melayu Indonesia berkembang sesuai dengan kondisi di bawah penjajahan
Belanda. Ch. A. Van Ophuysen menyusun ejaan resmi bahasa Melayu pada tahun 1901. Hal ini semakin
memantapkan kedudukan bahasa Melayu. Sebelumnya Gubernur Belanda telah menetapkan bahasa
Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah “Bumiputera”. Selanjutnya pemerintah Belanda mendirikan
Taman Bacaan Rakyat pada tahun 1908, yang kemudian diubah menjadi Balai Pustaka pada tahun
1917.
Pada tanggal 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberi kebebasan kepada
anggota Dewan Rakyat (Volkstrad) menggunakan bahasa Melayu dalam perundingan. Ketetapan ini
merupakan reaksi Kerajaan Belanda atas gagasan yang dicetuskan anggota-anggota Dewan Rakyat
bangsa Indonesia yang didorong oleh hasrat untuk memperjuangkan diakuinya bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional.
3. Zaman Pergerakan Kemerdekaan
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 mengumandangkan ke seluruh Tanah Air bahkan ke seluruh
dunia bahwa Indonesia: Berbangsa Satu yaitu Bangsa Indonesia, Bertanah Air Satu yaitu Tanah Air
Indonesia dan yang ketiga (terpenting) Menjungjung Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Butir
ketiga, merupakan suatu karunia ilahi yang telah mengilhami putra-putri Indonesia untuk bersatu. Setiap
orang Indonesia menyadari bahwa bahasa Indonesia telah berjasa mempercepat persatuan bangsa. Kini
bangsa Indonesia telah memiliki bahasa kebangsaan, bahasa kesatuan dan bahasa yang dapat
mempersatukan kehendak dan perasaan.
Pada tahun 1933 resmi berdiri suatu angkatan sastrawan yang menamakan dirinya Pujangga Baru.
Nama ini diambil dari nama majalah sastra dan kebudayaan waktu itu yakni, Pujangga Baru. Pada masa
itu dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia yang sebenarnya telah mulai dari bahasa Melayu Balai
Pustaka yang masih khas Minangkabau berkembang menjadi bahasa modren yakni bahasa Indonesia.
Masyarakat pun semakin mengenal dan secara tidak langsung mereka belajar dari surat kabar yang
banyak bermunculan. Tokoh yang paling berperan, yaitu, S. Takdir Alisyahbana. Dia banyak mengarang
buku dan pernah menulis artikel tentang jurnalistik Melayu Tionghoa dalam majalah Pujangga Baru.
4. Zaman Penjajahan Jepang
Masa penjajahan Jepang merupakan masa penting. Bahasa Indonesia menjadi bahasa utama
karena bahasa Belanda (bahasa musuh) tak boleh lagi dipergunakan dalam percakapan sehari-hari dan
urusan-urusan remi. Sementara itu bahasa Jepang belum dikuasai. Maka satu-satunya alat komunikasi
adalah bahasa Indonesia.
5. Zaman Kemerdekaan
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, mulailah
suatu masa yang sangat penting. UUD-RI 1945, bab XV, pasal 36 berisi : Bahasa negara adalah bahasa
Indonesia. Pengesahan dalam Undang-Undang Dasar ini menjadikan bahasa Indonesia memperoleh
kedudukan secara hukum dan lebih pasti. Dunia mengetahui bahwa bangsa Indonesia yang baru
merdeka itu mempunyai bahasa sendiri. Kedudukan bahasa Indonesia mendapat kepastian sebagai
bahasa nasional, bahasa kesatuan, bahasa resmi dan bahasa negara.
Sastrawan-sastrawan muda yang sejak tahun 1942 sudah muncul, terkenal dengan nama “Angkatan
‘45”. Bahasa yang dipergunakan mereka bukan lagi bahasa Balai Pustaka, juga bukan bahasa Pujangga
Baru, melainkan bahasa Indonesia yang berkembang dengan corak baru. Kekhasan bahasa yang dipakai
waktu itu, lebih bebas dalam memilih kata maupun kalimat, kaya dengan ungkapan-ungkapan, dan
perbandingannya tidak berbau klise lagi.
Pada tahun 1950, bahasa Indonesia memasuki periode baru, dan semakin terus-menerus dibina dan
dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa
hukum dan bahasa ekonomi. Selanjutnya, pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia
menetapkan pemakaian ejaan baru. Pemerintah juga melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengubah Lembaga Bahasa Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa pada tanggal 1 Pebruari 1975. Berbagai usaha dilakukan lembaga ini untuk mengembangkan
bahasa Indonesia.
Penelitian-penelitian, penataran, penyuluhan, seminar dan konferensi-konferensi digalakkan. Televisi
Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) juga berperan dalam pembinaan bahasa
Indonesia melalui program-program siaranya.

C. Kedudukan dan fungsi bahasa indonesia


1. Kedudukan bahasa Indonesia
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam hunumgan ini, bahasa
Indonesia adalah alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri , yang membedakannya dari
kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk
menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasiona Halim (1979:4).
Di dalam kedudukannya sebagai sumber pemerkaya bahasa daerah, bahasa Indonesia berperanan
sangat penting. Sastra Indonesia merupakan wahana pemakaian bahasa Indonesia dari segi estetis
sehingga menjadi bahasa yang penting dalam dunia internasional Arifin dan Amran (2008:13-15).
2. Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai beberapa fungsi sebagai:

a. Informasi

b. Ekspresi diri

c. Untuk adaptasi dan integrasi

d. Alat kontrol sosial

e. Alat mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain

f. Alat komunikasi
g. Peranan dan fungsi bahasa Indonesia di dalam bernegara berperanan sangat vital diantaranya sebagai:

(1) Bahasa resmi kenegaraan.

(2) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.

(3) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta

kepentingan pemerintah dan di bidang kebudayaan mempunyai fungsi alat pengembangan kebudayaan.

(4) Bahasa pemersatu yaitu bahasa yang mempersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa

yang berbeda-beda.

(5) Bahasa baku yang berfungsi sebagai pemberi kekhasan.

3. Ragam bahasa indonesia


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang
biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di
dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa
baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul
dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak
resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional.Bahasa dipahami sebagai system
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan
sebagai sarana berinteraksi manusia.Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili
banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Bahasa sebagai sebuah system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri Kridalaksana
(1993:21).
B. Saran
Dalam pembahasan makalah ini penulis berharap semoga apa yang kita pelajari saat ini dapat berguna
bagi kita dan bisa juga kita hadiahkan buat generasi kita selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mitra
Gama Widya.

Arifin, Prof. Dr. E. Zaenal. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.

Anwar, Khairil. 1995. Sosio Kultural Masalah Bahasa.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai