Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit atau masa


hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi tubuh.(Handayani,2008). Secara morfologis anemia dibagi
menjadi 3, yaitu ; anemia makrositik (suatu keadaan anemia dimana ukuran
eritrosit bertambah besar dan jumlah hb meningkat), anemia mikrositik (suatu
keadaan anemia dimana mengecilnya eritrosit yang disebabkan oleh
defisiensi zat besi), dan anemia normositik (suatu keadaan anemia yang
disebabkan oleh kehilangan darah yang parah).(WHO,1989). Anemia
defisiensi zat besi merupakan salah satu masalah pokok gizi yang ada di
Indonesia.(Syaiful,2008).

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan anemia, antara lain ;


infeksi kronis, kekurangan asupan zat besi, asam folat, dan B12, malabsorbsi,
dan obat sitotoksik.(Patrick, 2005). Sedangkan penyebab utama pada remaja
adalah karena kurangnya asupan zat gizi melalui makanan sementara
kebutuhan zat gizinya tinggi untuk pertumbuhan dan menstruasi.(Hergerg,
2003). Kehilangan darah secara kronis juga dapat mengakibatkan terjadinya
anemia. Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alami setiap bulannya.
Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak maka akan terjadi
anemia defisiensi besi.(Arisman,2003). Selain itu pola konsumsi masyarakat
yang didominasi sayuran sebagai sumber zat besi tanpa mengkonsumsi
vitamin C merupakan salah satu penghambat penyerapan.(Sediaoetama,
2004).

Pada tahun 1993 – 2005, prevalensi anemia di dunia sampai mencapai


24.8% dari total penduduk dunia ( hampir 2 milyar penduduk dunia) terdiri
dari 25,4% pada usia sekolah, dan 30,2% pada wanita tidak hamil,.(WHO,
2008).

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, prevalensi


anemia defisiensi zat besi pada usia sekolah dan remaja (15-19 tahun) angka
prevalensinya 26,5%, wanita usia subur baik yang menikah maupun tidak
51,4%, dan pada wanita hamil 40%. Sedangkan SKRT tahun 2004
menunjukkan angka prevalensi 57,1% pada remaja putri dan 39,5% pada usia
19 – 45 tahun.

Sementara laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas)


tahun 2007 di 440 kota/kabupaten di 33 provinsi di Indonesia oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes disebutkan secara nasional
prevalensi anemia di perkotaan mencapai 14,8%. Sedangkan menurut Dinas
Kesehatan Provinsi sumatera selatan pada tahun 1998, prevalensi anemia
pada remaja mencapai 39,5%.

Dampak anemia bagi remaja putri antara lain cepat lelah, menurunnya
daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, menurunnya kebugaran tubuh,
konsentrasi dan prestasi belajar. Selain itu juga dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh serta mengganggu pertumbuhan fisik. Anemia pada remaja
putri tidak hanya berdampak pada saat itu saja tetapi juga akan berdampak
pada saat kehamilan seperti abortus, pendarahan saat melahirkan serta
melahirkan bayi BBLR.(Krummer, 2006).

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan


selama ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini
belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus
banyak mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Selain itu
penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pencegahan
infeksi cacaing dan pemberian tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin
C.
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa penyerapan zat besi yang
tidak bersumber dari hewani sangat membutuhkan bantuan dari asupan
vitamin C agar dapat diserap dengan baik. Hal tersebut sangat cocok dengan
karakteristik konsumsi anak – anak panti sosial yang jarang mengkonsumsi
daging karena tergantung pada banyaknya donatur. Penelitian ini berfokus
pada anak remaja putri di panti sosial dikarenakan, seperti remaja putri
lainnya merupakan golongan rentan gizi, dengan sering mengalami menstrusi
setiap bulannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, banyak faktor penyebab terjadinya


anemia pada remaja putri, antara lain ; kekurangan asupan zat gizi seperti
energi, protein, zat besi, vitamin C dan vitamin A sementara kebutuhan zat
gizi tersebut sangat tinggi untuk pertumbuhan dan menstruasi. Oleh karena
itu dilakukan penelitian mengenai hubungan asupan zat gizi dan lama
menstruasi dengan status anemia. Dengan pertanyaan penelitian : “Apakah
ada hubungan asupan zat gizi dan lama menstruasi dengan status anemia pada
remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja Palembang?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dan siklus menstruasi
dengan status anemia pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja Palembang.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status anemia pada remaja putri di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja Palembang.
b. Untuk mengetahui asupan zat gizi (energi, protein, zat besi, vitamin C
dan vitamin A) pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja Palembang.
c. Untuk mengetahui lama menstruasi pada remaja putri di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja Palembang.
d. Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dengan status anemia
pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja Palembang.
e. Untuk mengetahui hubungan lama menstruasi dengan status anemia
pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja Palembang.

D. Hipotesa
1. Ada hubungan asupan zat gizi dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja Palembang.
2. Ada hubungan lama menstruasi dengan status anemia pada remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja Palembang.

E. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
penelitian dibidang Gizi Masyarakat, sekaligus sebagai media untuk
menerapkan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.

2. Akademik
Dapat dijadikan sebagai informasi bagi pendidikan terutama di
bidang Gizi Masyarakat serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi
bagi penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang hubungan asupan zat gizi dan lama menstruasi
dengan status anemia pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa peralihan atau peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja digolongkan menjadi 3 golongan,
yaitu : remaja awal (13-14 tahun), remaja tengah (15-17 tahun) dan remaja
akhir (18-21 tahun). (Dr. Suparyanto, 2011)

a. Karakteristik Remaja
Masa remaja dimulai dari perubahan fisik yang cepat,
pertambahan berat dan tinggi badan yang sangat cepat, perubahan
bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti
pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan
dalamnya suara. Pada perkembangan ini, kemandirian akan tercapai
dan identitas mulai menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis). (Wikipedia, 2012).

b. Kesehatan Remaja
Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk
menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini
dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan
sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat
besi yang lebih banyak. Selain itu, ketidakseimbangan asupan zat gizi
juga menjadi penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasanya
sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang
membatasi konsumsi makanan dan banyak pantangan terhadap
makanan. Masalah kesehatan remaja berawal dari usia dini. Remaja
yang memiliki gejala sisa penyakit dan malnutrisi di usia dini akan
menjadi beban di usia remaja. Mereka yang memiliki gejala tersebut
tidak akan tumbuh dengan normal dan akhirnya menjadi remaja yang
kurang produktif. (Arisman,2003).

c. Kebutuhan Zat Gizi Remaja Putri


Kebutuhan zat gizi pada remaja putri dapat dilihat pada Tabel 1,
Tabel 1
Kecukupan Zat Gizi
Energi Protein Lemak Fe Vit. C Vit.A
Usia
(kkal) (g) (g) (mg) (mg) (RE)
13 – 15 tahun 2350 57 26 26 65 600
16 – 18 tahun 2200 50 26 26 75 600
Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2005

2. Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi tubuh.(Handayani,2008). Anemia defisiensi zat besi adalah
masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius, berpengaruh pada
perkembangan fisik dan psikis, prilaku dan kerja. Anemia ini merupakan
masalah gizi yang paling lazim di dunia karena lebih dari 700 juta manusia
terjangkit penyakit ini. Anemia mempunyai tanda dan gejala seperti kulit
dan konjungtiva pucat, lemah, nafas pendek, dan nafsu makan hilang.
(WHO,1989).

a. Klasifikasi Anemia
Menurut WHO (1989), Secara morfologis, anemia dapat
dikelompokkan menjadi 3, antara lain ;
1) Makrositik
Anemia makrositik adalah suatu keadaan dimana ukuran sel
darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel
juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik, yaitu anemia
megaloblastik dan non – megaloblastik. Anemia megaloblastik
disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat atau
gangguan sintesis DNA. Sedangkan non – megaloblastik
disebabkan oleh eritropoesis yang dipercepat dan peningkatan
luas permukaan membran.

2) Mikrositik
Anemia mikrositik adalah suatu keadaan dimana
mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh
defisiensi zat besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan hem
serta gangguan metabolisme zat besi.

3) Normositik
Pada anemia normositik tidak terjadi perubahan ukuran sel
darah merah, tetapi disebabkan oleh kehilangan darah yang parah,
meningkatnya volume plasma darah secara berlebihan, penyakit
hemolitik, dll.

b. Penyebab Anemia
Menurut Patrick Davey (2005), ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan anemia pada remaja, antara lain ;
1) Infeksi kronis yang disebabkan oleh parasit seperti kecacingan.
2) Kekurangan asupan zat gizi seperti energi, protein, zat besi,
vitamin C, vitamin A dan asam folat.
3) Malabsorbsi seperti asupan zat besi non-hem tanpa vitamin C
sehingga menghambat penyerapan zat besi.
4) Siklus menstruasi panjang.
5) Obat sitotoksik, seperti ; antasida ( Maalox untuk konstipasi,
Mylanta untuk mengurangi gejala kelebihan asam lambung, dll )
yang akan menyebabkan berkurangnya penyerapan zat
besi.(Richard, 1984).

Parameter yang digunakan dalam menentukan status anemia


adalah dengan mengukur kadar hemoglobin. (Winarno, 1992).

c. Hemoglobin
1) Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah Metaloprotein (protein yang
mengandung zat besi) didalam sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada
mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon
dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar
tubuh.(Wikipedia).

2) Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin mempunyai peran mengangkut oksigen dalam
darah ke jaringan tubuh. (dr. Brahm, 1996)

3) Teknik Pengukuran Kadar Hemoglobin


Ada beberapa teknik untuk mengukur kadar hemoglobin
antara lain dengan metode sahli dan metode cyanmethemoglobin.
Metode sahli memiliki kekurangan dalam ketelitian dan tingkat
kesalahan yang sangat tinggi. Sedangkan metode
cyanmethemoglobin merupakan metode yang paling sering
digunakan karena cara ini merupakan cara yang paling praktis
untuk mengukur kadar hemoglobin dan mempunyai tingkat
kesalahan yang lebih kecil, lebih praktis, lebih teliti, cepat
diperoleh hasil, standar yang dipakai bersifat stabil untuk waktu
yang lama (Dawiesah,1989).
4) Batas Normal Kadar Hemoglobin
Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin
adalah terlihat dalam Tabel 2 :
Tabel 2
Batas Normal Kadar Hb

Kelompok Hb ( gram/100 ml )
Dewasa :
Wanita 12
Wanita Hamil 11

Anak :
6 bulan s/d 6 tahun 11
6 tahun s/d 14 tahun 12

Sumber : Wirakusumah, 1999

d. Cara Pencegahan Anemia


Menurut WHO (1989), adapun beberapa cara pencegahan
anemia defiseiensi zat besi antara lain ;
1. Pemberian suplemen tablet zat besi.
2. Modifikasi makanan
3. Pengawasan infeksi virus, bakteri, dan parasit.
4. Fortifikasi makanan.
3. Energi
Satuan energi dinyatakan dlam kilokalori (kkal). Satu kalori adalah
jumlah panans yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebanyak
10c.(Almatsier,2001).

a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah
konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk
menutupi pengeluaran energi untuk melakukan berbagai
aktifitas.(Almatsier,2001).

b. Sumber Energi
Energi banyak terdapat di berbegai bahan makanan, antara lain ;
padi – padian, umbi – umbian, kacang – kacangan dan biji – bijian.

c. Akibat Kekurangan Energi


Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang dikeluarkan sehingga tubuh akan
mengalami keseimbangan energi negatif yang akan menyebabkan
berat badan kurang, gangguan pertumbuhan pada anak – anak bahkan
dapat menyebabkan kekurangan energi berat (marasmus) dan disertai
kekurangan protein (kwashiorkor).(Almatsier,2001).

d. Akibat Kelebihan Energi


Kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga
menyebabkan beret badan berlebih atau kegemukan.(Almatsier,2001).
4. Protein
Istilah protein berasal dari bahasa yunani, yaitu “proteos” yang
berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh
seorang ahli kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802 – 1880), karena ia
berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dlam setiap
organisme.(Almatsier,2001).

a. Fungsi Protein
Menurut Sunita Almatsier (2001), protein mempunyai fungsi antara lain
1) Pertumbuhan dan pemeliharaan sel tubuh.
2) Pembentukan ikatan – ikatan esensial tubuh seperti protein
apoferitin sebagai salah satu penyusun hemoglobin.
3) Mengatur keseimbangan air.
4) Memelihara netralitas tubuh.
5) Pembentukan antibodi.
6) Mengangkut zat – zat gizi.
7) Sumber energi.

b. Sumber Protein
Menurut Sunita Almatsier (2001), sumber protein terdiri dari 2
yaitu yang berasal dari hewani dan nabati. Protein hewani seperti
daging, ikan, telur dan susu. Sedangkan protein nabati seperti tempe
dan tahu. Protein hewani merupakan sumber yang baik, baik dari
jumlah maupun mutu.

c. Akibat Kekurangan Protein


Kekurangan protein sering ditemukan pada masyarakat golongan
ekonomi rendah. Kekurangan protein dapat menyebabkan marasmus
dan disertai dengan kekurangan energi yang disebut
KEP.(Almatsier,2001).
d. Akibat Kelebihan Protein
Konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan bahkan
dapat merugikan karena makanan yang tinggi protein biasanya tinggi
lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein juga
dapat menimbulkan masalah lain , terutama pada bayi karena akan
memberatkan fungsi ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan
mengeluarkan kelebihan nitrogen.(Almatsier, 2001).

5. Zat Besi (Fe)


Zat besi (Fe) adalah mineral terpenting bagi berfungsinya semua
organ vital dengan baik. (William Sears dan Martha Sears, 2003).

a. Jenis – Jenis Zat Besi (Fe)


Ada dua jenis zat besi di dalam makanan, yaitu: zat besi yang
berasal dari hem dan bukan hem. Zat besi yang berasal dari hem
merupakan penyusun hemoglobin dan mioglobin. Zat besi jenis ini
terdapat di dalam daging, ikan dan unggas. Zat besi dari hem
merupakan fraksi yang relatif kecil dari seluruh asupan zat besi (10 –
15% dari asupan). Jenis kedua adalah zat besi bukan hem yang
merupakan sumber yang paling penting, yang mempunyai kadar yang
berbeda – beda pada seluruh bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan. (WHO,1989).
Didalam makanan zat besi terdapat dalam bentuk ikatan organik,
tetapi ada pula dalam bentuk garam Fe, terutama dalam bentuk obat
(ferro dan ferri sulfate). Dalam bentuk ferro, zat besi lebih mudah
diserap didalam mukosa usus dibandingkan dalam bentuk ferri.
(Suhardjo,1989).
b. Fungsi Zat Besi
Menurut Dr. A. P. Bangun, MHA (2005), zat besi mempunyai
banyak fungsi antara lain ;
1. Untuk memproduksi sel darah merah dan sel otot.
2. Untuk mencegah terjadinya anemia.
3. Untuk menghasilkan energi dan oksigen didalam sel – sel darah
merah ke otak.

c. Penyerapan Zat Besi


Manusia hanya mampu menyerap dan mengeluarkan zat besi
dalam jumlah yang terbatas. Dalam keadaan normal, orang dewasa
diperkirakan menyerap dan mengeluarkan sekitar 0,5 – 2 mg/hari.
Sebagian penyerapan dilakukan di duodenum, dan sisanya dilakukan
di jejenum dan ileum. Bila tubuh memerlukan zat besi dengan segera,
maka zat besi melewati dinding usus halus langsung ke dalam darah.
Kelebihan zat besi akan disimpan dalam sel –sel mukosa usus halus
dalam bentuk senyawa ferritin.(Winarno, 1992).

d. Sumber Zat Besi


Zat besi banyak terdapat pada beberapa bahan makanan antara
lain ;tempe, kacang hijau, kacang merah, udang segar, hati sapi,
daging sapi, telur bebek, sayuran hijau dan lain –
lain.(Almatsier,2001).

f. Akibat Kekurangan Zat Besi


Kekurangan zat besi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama
terjadi bila simpanan zat besi kurang yang terliahat dari penurunan
ferritin dalam plasma hingga 12 𝜇𝑔/𝐿. Pada tahap ini belum terjadi
perubahan fungsional tubuh. Tahap kedua ditandai dengan habisnya
simpanan zat besi, menurunnya jenuh transferin hingga kurang dari
16% pada orang dewasa dan meningkatnya protoporfirin, yaitu bentuk
awalan (precursor) hem. Pada tahap ini nilai hemoglobin dalami darah
masih 95% dari normal. Hal ini dapat mengganggu metabolisme
energi sehingga menurunnya produktifitas kerja. Tahap ketiga terjadi
anemia defisiensi zatnya besi dimana kadar hemoglobin total dibawah
normal.(Almatsier,2001).
Kekurangan zat besi pada remaja dapat menyebabkan pucat,
lemah letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran
tubuh, menurunnya produktifitas kerja, menurunnya kekebalan tubuh
dan gangguan penyembuhan luka.(Almatsier, 2001).

6. Vitamin C
Vitamin C adalah suatu zat gizi yang luar biasa, dikenal sebagai
suatu senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses
penting, seperti : pembentukan kolagen, kartinin pengangkut lemak,
hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron untuk berbagai
reaksi enzimatik, pelindung integritas pembuluh darah, pembuat gusi
sehat, pelindung radiasi pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi
radikal bebas, senyawa antibaketia dan antivirus, serta pemacu imunitas.
(Sandra,1991).

a. Fungsi Vitamin C
Menurut Asmadi (2008), vitamin C mempunyai fungsi antara lain ;
1) Untuk zat pereduksi reaksi hidroksilasi.
2) Untuk sintesis hormon adrenal.
3) Untuk fungsi leukosit, metabolisme tirosin, dan asam folat.
4) Untuk membantu hepar menetralisir racun.
5) Untuk mencegah kanker.
6) Untuk zat antioksidan.
Sedangkan menurut Sediaoetama (2004), vitamin C berfungsi
untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu pembentukan
kolagen.

b. Sumber Vitamin C
Vitamin C banyak terdapat di daun singkong, daun katuk, daun
pepaya, jambu, pepaya, jeruk, nanas, dan lain – lain.(Almatsier,2001).

c. Akibat Kekurangan Vitamin C


Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan scorbut yang
ditandai dengan lemah, lelah , nafas pendek, kejang otot, tulang, otot
dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit kering kasar
danau gatal, warna merahkebiruan dibawah kulit, perdarahan gusi,
kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan mata kering serta rambut
rontok. Selain itu kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan luka
sukar sembuh, anemia, jumlah sel putih menurun, depresi serta
gangguan saraf.(Almatsier,2001).

7. Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan.
Secara luas, vitamin Amerupakan nama generik yang menyatakan semua
retinoid dan prekursor/ provitamin A karetonoid yang mempunyai aktifitas
sebagai retinol.(Almatsier,2001).

a. Fungsi Vitamin A
Menurut Sunita Almatsier (2001), vitamin A mempunyai peran
dalam fungsi faal tubuh, seperti ;
1) Penglihatan.
2) Diferensiasi sel.
3) Fungsi kekebalan.
4) Pertumbuhan dan perkembangan.
5) Reproduksi.
6) Pencegahan kanker dan penyakit jantung.
7) Pembentukan sel darah merah.

b. Sumber Vitamin A
Vitamin A terdapat di pangan hewani sedangkan karoten
terdapat di pangan nabati. Sumber vitamin A antara lain ; hati, kuning
telur, susu dan mentega. Sedangkan sumber karoten antara lain ;
sayuran berwarna kuning tua, buah berwarna kuning-
jingga.(Almatsier,2001).

c. Akibat Kekurangan Vitamin A


Menurut Sunita Almatsier (2001), kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan ;
1) Buta senja.
2) Gangguan penglihatan.
3) Infeksi karena kekebalan tubuh menurun.
4) Kulit kasar dan kering.
5) Gangguan pertumbuhan.

8. Menstruasi
Haid (menstruasi) ialah perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda
bahwa alat kandungan menunaikan faalnya. Panjang siklus haid ialah jarak
antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid yang baru. Hari
mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid
yang normal atau siklus dianggap sebagai siklus yang klasik ialah 28 hari,
tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga
pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar,
siklusnya selalu tidak sama. Lebih dari 90% wanita mempunyai siklus
menstruasi antara 24 sampai 35 hari. Lama haid biasanya antara 3 – 6 hari,
ada yang 1 – 2 hari dan diikuti darah sedikit sedikit kemudian, dan ada yang
sampai 7 – 8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap.
(Speroff,1996).

Klasifikasi Siklus Menstruasi


Menurut Cunningham (1997), Siklus menstruasi normal pada manusia
dapat dibagi menjadi dua segmen yaitu siklus ovarium dan siklus uterus.
Siklus ovarium digolongkan menjadi 2 antara lain :
1) Fase follikuler, umpan balik hormonal menyebabkan matang follikel pada
tengah siklus dan mempersiapkan untuk ovulasi. Kurang lebih panjang
fase folikuller antara 10 sampai 14 hari.
2) Fase luteal, waktu dari ovulasi sampai awal menstruasi, dengan waktu
kurang lebih 14 hari.

Sedangkan siklus uterus terdiri dari ;


1) Fase menstruasi atau deskuamasi
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan
perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum
basale, stadium ini berlangsung 4 hari.
2) Fase post menstruasi atau stadium regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara
berangsur - angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru
yang tumbuh dari sel sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium ± 0,5 mm, stadium sudah mulai waktu stadium menstruasi
dan berlangsung ± 4 hari.
3) Fase intermenstruum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid.
4) Fase pramenstruum atau stadium sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke
28. Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan
getah yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur
yang dibuahi.

4. Hubungan Konsumsi Fe dan Vitamin C Dengan Status Anemia


a. Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Anemia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2


Semarang oleh Dian Purwitaningtyas Kirana, seorang mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, menunjukkan bahwa
semakin tinggi asupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi
maka semakin tinggi pula nilai kadar hemoglobin yang berarti kejadian
anemia semakin rendah.

b. Hubungan Lama Menstruasi Dengan Status Anemia


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2
Semarang oleh Dian Purwitaningtyas Kirana, seorang mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, menunjukkan bahwa ada
hubungan lama menstruasi dengan status anemia di SMA Negeri 2
Semarang.
B. Kerangka Konsep
Menurut Patrick Davey (2005), banyak faktor penyebab terjadinya
anemia antara pada remaja putri antara lain ; infeksi kronis seperti infeksi
parasit seperti kecacingan, kekurangan asupan zat gizi seperti energi, protein,
zat besi, vitamin C, vitamin A dan asam folat, menstruasi dan obat sitotoksik,
seperti ; antasida ( Maalox untuk konstipasi, Mylanta untuk mengurangi gejala
kelebihan asam lambung, dll ) yang akan menyebabkan berkurangnya
penyerapan zat besi. Karena terbatasnya waktu peneliti hanya akan meneliti
hubungan asupan zat gizi dan lama menstruasi dengan status anemia.

Dengan kerangka konsep yang dilampirkan sebagai berikut:

Asupan Zat Gizi ;


Energi
Protein
Zat Besi
Vitamin C
Vitamin A

Status
Anemia

Lama
Menstruasi
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian
 Variabel Dependent : Status anemia
 Indenpendent : Asupan zat gizi (Energi, Protein, Zat Besi, Vitamin
C dan Vitamin A) dan Lama Menstruasi

2. Definisi Operasional
 Status Anemia
Adalah keadaan anemia berdasarkan keadaan hb dibandingkan dengan
standar yang telah ditentukan.
Cara Pengukuran : Metode Otomatic
Alat ukur : Hbmeter
Skala pengukuran : Ordinal
Hasil ukur : a. Anemia ( < 12 g%) (Depkes RI,1999)
b. Normal ( ≥ 12 g%)

 Asupan Energi
Kadar zat besi dalam makanan yang dikonsumsi pada waktu makan antara
lain sarapan, makan siang dan makan malam serta makanan selingan
selama 3 hari berturut – turut.
Cara Pengukuran : Recall 3 x 24 jam dengan metode wawancara,
kemudian hasil recall dihitung dengan
menggunakan DKBM dan hasilnya dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
Alat ukur : Form recall
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Baik ( ≥ 80% AKG)
b. Kurang ( < 80% AKG)
 Asupan Protein
Kadar zat besi dalam makanan yang dikonsumsi pada waktu makan antara
lain sarapan, makan siang dan makan malam serta makanan selingan
selama 3 hari berturut – turut.
Cara Pengukuran : Recall 3 x 24 jam dengan metode wawancara,
kemudian hasil recall dihitung dengan
menggunakan DKBM dan hasilnya dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
Alat ukur : Form recall
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Baik ( 50 g – 57 g)
b. Kurang ( < 50 g) (AKG,2005)

 Asupan Zat Besi


Kadar zat besi dalam makanan yang dikonsumsi pada waktu makan antara
lain sarapan, makan siang dan makan malam serta makanan selingan
selama 3 hari berturut – turut.
Cara Pengukuran : Recall 3 x 24 jam dengan metode wawancara,
kemudian hasil recall dihitung dengan
menggunakan DKBM dan hasilnya dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
Alat ukur : Form recall
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Baik ( ≥ 26 g)
b. Kurang (< 26 g) (AKG,2005)
 Asupan Vitamin C
Kandungan vitamin C dalam makanan yang dikonsumsi pada waktu
makan antara lain sarapan, makan siang dan makan malam serta makanan
selingan selama 3 hari berturut – turut.
Cara Pengukuran : Recall 3 x 24 jam dengan metode wawancara,
kemudian hasil recall dihitung dengan
menggunakan DKBM dan hasilnya dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Alat ukur : Form recall
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Baik (65 – 75 g)
b. Kurang (< 65 g) (AKG,2005)

 Asupan Vitamin A
Kadar zat besi dalam makanan yang dikonsumsi pada waktu makan antara
lain sarapan, makan siang dan makan malam serta makanan selingan
selama 3 hari berturut – turut.
Cara Pengukuran : Recall 3 x 24 jam dengan metode wawancara,
kemudian hasil recall dihitung dengan
menggunakan DKBM dan hasilnya dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
Alat ukur : Form recall
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Baik ( ≥ 600 RE)
b. Kurang (< 600 RE) (AKG,2005)
 Lama Menstruasi
Banyaknya hari remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya.
Cara Pengukuran : Skor 1 jika lama hari menstruasi termasuk kategori
normal (4 – 7 hari) dan jika lama hari menstruasi
termasuk tidak normal dimana masih
dikategorikan lagi menjadi pendek (< 4 hari) dan
panjang (> 7 hari) diberi skor 2 dan 0.
Alat ukur : Kuesioner
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : a. Normal (4 - 7 hari)
b. Tidak normal pendek (< 4 hari) dan panjang
(> 7 hari).(Dianawati,2003).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja
Palembang. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 10 hari, terhitung mulai
dari tanggal 27 Februari 2012 sampai dengan 7 Maret 2012.

B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan rancangan
penelitian cross sectional yaitu antara variabel bebas ( asupan zat gizi dan lama
menstruasi) dengan variabel terikat ( status anemia ) diukur pada waktu yang
bersamaan.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah semua remaja putri yang ada di Panti Sosial Bina
Anak dan Remaja Palembang yang berjumlah 40 orang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang berjumlah 30 orang remaja
di Panti Bina Anak dan Remaja Palembang dengan kriteria sebagai berikut
 Jenis kelamin wanita
 Usia 13 – 16 tahun
 Remaja putri yang tinggal di panti sosial tersebut
 Sehat
 Bersedia diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan darah
D. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder ;

1. Data primer
 Data identitas sampel
 Data asupan zat gizi
 Data recall 3 x 24 jam
 Data lama menstruasi
 Data status anemia remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja
Palembang

2. Data Sekuder
Data mengenai gambaran umum panti sosial dan literatur – literatur
yang mendukung.

Cara Pengumpulan Data


1. Data identitas sampel dengan wawancara
2. Data asupan zat gizi
3. Data lama menstruasi dengan wawancara
4. Data kadar hemoglobin remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja Palembang dengan melihat hasil pemeriksaan laboratorium
dengan Metode Cyanmethemoglobin
5. Data mengenai gambaran umum panti sosial dengan wawancara
E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Editing Data
Data yang diperoleh diteliti kembali apakah sudah cukup baik untuk
diproses lebih lanjut.

2. Coding Data
Semua hasil jawaban yang ada kemudian diklasifikasikan dalam
bentuk ringkas dengan menggunakan kode – kode.

3. Entry Data
Memindahkan data dari formulir recall yang sudah diberi kode ke
bentuk sorting card.

5. Cleaning Data
Setelah pemasukan data selesai, dilakukan proses untuk menguji
kebenaran data sehingga dapat masuk benar-benar bebas dari kesalahan.

Analisis Data
1. Analis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan seluruh variabel untuk
mendapatkan gambaran atau karakteristik sampel dengan cara membuat
tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari :
 Data status anemia
 Data asupan zat gizi
 Data lama menstruasi
2. Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan dependen. Untuk melihat adanya hubungan antara dua
variabel tersebut digunakan uji chi square yaitu untuk menguji kemaknaan
dengan tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan komputer.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
1. Pengertian
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) mempunyai tugas
memberikan pelayanan dan rehabilitas sosial yang meliputi : pembinaan
fisik, sosialisasi serta pembinaan lanjutan bagi para anak dan remaja
perempuan, terlantar, miskin, kurang mampu aktif dalam kehidupan
masyarakat.

2. Sejarah
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) Palembang yang
didirikan pada tahun 2004 dengan luas areal ± 4.470 m2 adalah satu –
satunya panti asuhan di kota Palembang yang memberikan pelayanan
rehabilitas dan pendidikan bagi anak – anak remaja serta bertanggung
jawab langsung kepada Dinas Sosial Kota Palembang.

3. Kedudukan, Tugas Dan Fungsi


a. Kedudukan
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) adalah Unit
Pelaksana Teknis Dinas di bidang rehabilitas sosial bagi anak remaja
di lingkungan Dinas Sosial Kota Palembang yang berada di bawah
Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitas Sosial (PRS) dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Sosial Kota
Palembang.

b. Tugas
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Kota Palembang pada
tingkat operasional yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial,
merubah sikap dan tingkah laku pelatihan dan sosialisasi serta
penyaluran ke masyarakat dan lapangan kerja.

c. Fungsi
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) mempunyai
fungsi antara lain :
1). Identifikasi, observasi, seleksi dan penerimaan calon klien
2). Konsultasi
3). Pengungkapan dan pemahaman masalah serta penyusunan rencana
pembinaan dan bimbingan
4). Pelayanan, penampungan, pengasramaan, dan perawatan
5). Pembinaan fisik dan mental kerohanian
6). Bimbingan sosial secara individu, kelompok dan masyarakat
7). Pemberian latihan keterampilan
8). Pelaksanaan usaha – usaha penyaluran kembali kepada keluarga
dan masyarakat
9). Pembinaan lanjutan

4. Sarana Dan Prasarana


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) mempunyai sarana
dan prasarana antara lain :
a. Gedung
1). Asrama I 41,20 m x 10 m
2). Asrama II 40,80 m x 60 m
3). Dapur 5mx5m
4). Bedeng pegawai dan teras 18 m x 10,2 m
5). Bak penampungan air I 4 m x 190 cm
6). Bak penampungan air II 220 cm x 210 cm
7). 3 wc dan kamar mandi anak panti 220 cm x 10 m
8). 2 wc dan 1 kamar mandi kantor 220 cm x 10 m
9). Luas tanah 25 m x 30 m
10). Luas bangunan 10 m x 7,5 m

b. Peralatan
1). Buku perpustakaan SD/SMP/SMA
2). Kesenian
3). Alat – alat olahraga seperti tennis meja, volley ball, dan badminton

5. Peralatan Yang Diberikan


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (PSBAR) memberikan peralatan
antara lain :
a. Pengasramaan
b. Pemberian bimbingan
1). Bimbingan fisik seperti olahraga, kesenian, dan kesehatan
2). Bimbingan mental seperti keagamaan,budi pekerti dan rohani
3). Bimbingan sosial
4). Pelayanan sosial
c. Pendidikan
1). SD
2). SMP
3). SMA
d. Bimbingan lanjutan
B. Analisis Univariat
1. Status Anemia
Status anemia pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Status Anemia
n %
Anemia (< 12 g/dl) 26 86,7
Normal ( ≥ g/dl) 4 13,3
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 26 remaja putri (86,7%) dalam
kategori anemia sedangkan 4 remaja putri (13,3%) dalam kategori normal.

2. Asupan Energi
Asupan energi pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Asupan Energi
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Asupan Energi
n %
Baik ( ≥ 80%) 7 23,3
Kurang (< 80%) 23 76,7
Total 30 100
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 4 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 23 remaja putri (76,7%) asupan
energinya dalam kategori kurang sedangkan 7 remaja putri (13,3%) asupan
energinya dalam kategori baik.
3. Asupan Protein
Asupan protein pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Asupan Protein
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Asupan Protein
n %
Baik (50 – 57 g) 6 20
Kurang (< 50 g) 24 80
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 5 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 24 remaja putri (80%) asupan
proteinnya dalam kategori kurang sedangkan 6 remaja putri (20%) asupan
proteinnya dalam kategori baik.

4. Asupan Zat Besi


Asupan zat besi pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Asupan Zat Besi
n %
Baik ( ≥ 26 g) 7 23,3
Kurang (< 26 g) 23 76,7
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 6 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 23 remaja putri (76,7%) asupan zat
besinya dalam kategori kurang sedangkan 7 remaja putri (23,3%) asupan
zat besinya dalam kategori baik.
5. Asupan Vitamin C
Asupan vitamin C pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin C
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Asupan Vitamin C
n %
Baik (65 – 75 g) 4 13,3
Kurang (< 75 g) 26 86,7
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 26 remaja putri (86,7%) vitamin C-
nya dalam kategori kurang sedangkan 4 remaja putri (13,3%) asupan
vitamin C-nya dalam kategori baik.

6. Asupan Vitamin A
Asupan vitamin A pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini :
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin A
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Asupan Vitamin A
n %
Baik ( ≥ 600 RE) 8 6,7
Kurang ( < 600 RE) 22 73,3
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 8 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 22 remaja putri (73,3%) asupan
vitamin A-nya dalam kategori kurang sedangkan 8 remaja putri (6,7%)
asupan vitamin A-nya dalam kategori baik.
7. Lama Menstruasi
Lama Menstruasi pada remaja putri di Panti Sosial Bina Anak dan
Remaja dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Lama Menstruasi
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Jumlah
Lama Menstruasi
n %
Normal ( 4 – 7 hari) 19 63,3
Pendek (< 4 Hari) 11 36,7
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 9 diatas menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri di


Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 11 remaja putri (36,7%) lama
menstruasinya dalam kategori tidak normal (pendek) sedangkan 19 remaja
putri (63,3%) lama menstruasinya dalam kategori normal.

8. Hubungan Asupan Energi Dengan Status Anemia


Hubungan asupan energi dengan status anemia pada remaja putri di
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini
:
Tabel 10
Hubungan Asupan Energi Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Asupan Energi Anemia Normal Total
n % n %
Baik ( ≥ 80%) 4 57,14 3 42,85 7
Kurang (< 80%) 22 95,65 1 4,34 23
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,031 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 10 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang asupan energinya kurang
yaitu sebanyak 22 orang (95,65%) dibandingkan dengan remaja putri yang
asupan energinya baik yaitu sebanyak 4 orang (57,14%).

Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan asupan energi


dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,031 lebih besar dari
p tabel = 0,05 artinya ada hubungan asupan energi dengan status anemia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudoyo (2007) yang menyatakan


bahwa sebagian kecil energi hasil metabolism glukosa digunakan untuk
penyedian zat besi hemoglobin dalam bentuk ferro.

9. Hubungan Asupan Protein Dengan Status Anemia


Hubungan asupan protein dengan status anemia pada remaja putri di
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini
:
Tabel 11
Hubungan Asupan Protein Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Asupan Protein Anemia Normal Total
n % n %
Baik (50 – 57 g) 3 50,00 3 50,00 6
Kurang (< 50 g) 23 95,83 1 4,16 24
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,018 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 11 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang asupan proteinnya kurang
yaitu sebanyak 23 orang (95,83%) dibandingkan dengan remaja putri yang
asupan proteinnya baik yaitu sebanyak 3 orang (50%).

Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan asupan


protein dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,018 lebih
besar dari p tabel = 0,05 artinya ada hubungan asupan protein dengan
status anemia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunita Almatsier (2001) yang


menyatakan bahwa salah satu fungsi dari protein yaitu untuk membantu
pembentukan protein apoferitin sebagai salah satu penyusun hemoglobin.

Menurut Tejasari (2005), salah fungsi protein yaitu sebagai


pengangkut zat gizi dan molekul lain seperti protein usus, yaitu ferritin
menangkap zat besi dan akan melepas jika di perlukan oleh tubuh serta
transferin, protein dalam saluran darah yang akan membawa zat besi ke
tempat penyimpanannya.

10. Hubungan Asupan Zat besi Dengan Status Anemia


Hubungan asupan zat besi dengan status anemia pada remaja putri di
Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini
:
Tabel 12
Hubungan Asupan Zat Besi Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Asupan Zat Besi Anemia Normal Total
n % n %
Baik ( ≥ 26 g) 4 57,14 3 42,85 7
Kurang (< 26 g) 22 95,65 1 4,34 23
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,031 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 12 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang asupan zat besinya kurang
yaitu sebanyak 22 orang (86,66%) dibandingkan dengan remaja putri yang
asupan zat besinya baik yaitu sebanyak 4 orang (57,14%).
Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan asupan zat
besi dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,031 lebih besar
dari p tabel = 0,05 artinya ada hubungan asupan zat besi dengan status
anemia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Dr. A. P. Bangun, MHA (2005)


yang menyatakan bahwa salah satu fungsi zat besi yaitu mencegah anemia.

Menurut WHO (1989), zat besi dalam bentuk hem merupakan


penyusun hemoglobin. Sedangkan menurut Tejasari (2005), zat besi
berfungsi dalam produksi hemoglobin.

11. Hubungan Asupan Vitamin C Dengan Status Anemia


Hubungan asupan vitamin C dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 13 dibawah
ini :
Tabel 13
Hubungan Asupan Vitamin C Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Asupan Vitamin C Anemia Normal Total
n % n %
Baik ( 65 – 75 g) 1 25,00 3 75,00 4
Kurang ( < 65 g) 25 96,15 1 3,84 26
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,04 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 13 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang asupan vitamin C-nya
kurang yaitu sebanyak 25 orang (96,15%) dibandingkan dengan remaja
putri yang asupan vitamin C-nya baik yaitu sebanyak 1 orang (25%).
Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan asupan
vitamin C dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,04 lebih
besar dari p tabel = 0,05 artinya ada hubungan asupan vitamin C dengan
status anemia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sediaoetama (2004) yang


menyatakan bahwa vitamin C berfungsi untuk membantu penyerapan zat
besi dan membantu pembentukan kolagen.

12. Hubungan Vitamin A Dengan Status Anemia


Hubungan asupan vitamin A dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 14 dibawah
ini :
Tabel 14
Hubungan Asupan Vitamin A Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Asupan Vitamin A Anemia Normal Total
n % n %
Baik ( ≥ 600 RE) 5 62,5 3 37,5 8
Kurang (< 600 RE) 21 95,45 1 4,54 22
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,048 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 14 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang asupan vitamin A-nya
kurang yaitu sebanyak 21 orang (95,45%) dibandingkan dengan remaja
putri yang asupan vitamin A-nya baik yaitu sebanyak 5 orang (62,5%).

Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan asupan


vitamin A dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,048 lebih
besar dari p tabel = 0,05 artinya ada hubungan asupan vitamin A dengan
status anemia.

Menurut Almatsier (2001), salah satu fungsi vitamin A adalah


membantu pembentukan sel darah merah. Sedangkan menurut WHO
(1989), anemia digolongkan menjadi 3, salah satunya anemia normositik
(anemia karena pendarahan) sehingga vitamin A dapat membantu
mencegah terjadinya anemia.

13. Hubungan Lama Menstruasi Dengan Status Anemia


Hubungan lama menstruasi dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja dapat dilihat pada tabel 15 dibawah
ini :
Tabel 15
Hubungan Lama Menstruasi Dengan Status Anemia
Remaja Putri Panti Sosial Bina Anak Dan Remaja

Status Anemia
Lama Menstruasi Anemia Normal Total
n % n %
Normal (4 – 7 hari) 19 100,00 0 0 19
Pendek (< 4 hari) 7 63,63 4 36,36 11
Total 26 86,66 4 13,33 30
p hitung = 0,012 p tabel = 0,05
Sumber : Data Primer, 2012

Pada tabel 15 diatas menunjukkan bahwa persentase anemia


cenderung lebih besar pada remaja putri yang lama menstruasinya pendek
(< 4 hari) yaitu sebanyak 7 orang (63,63%) dibandingkan dengan remaja
putri yang lama menstruasinya normal (4 - 7 hari) yaitu sebanyak 19 orang
(100%).

Setelah dilakukan uji statistik Chi – Square hubungan lama


menstruasi dengan status anemia maka didapat nilai p hitung = 0,012 lebih
besar dari p tabel = 0,05 artinya ada hubungan lama menstruasi dengan
status anemia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hergerg (2003) yang menyatakan


bahwa penyebab utama anemia pada remaja adalah karena kurangnya
asupan zat gizi melalui makanan sementara kebutuhan zat gizinya tinggi
untuk pertumbuhan dan menstruasi.

Menurut Arisman (2003), Kehilangan darah secara kronis juga dapat


mengakibatkan terjadinya anemia. Pada wanita, terjadi kehilangan darah
secara alami setiap bulannya. Jika darah yang keluar selama menstruasi
sangat banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja Palembang tahun 2012, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan status anemia menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 26 remaja putri (86,7%) dalam
kategori anemia sedangkan 4 remaja putri (13,3%) dalam kategori
normal.
2. Berdasarkan asupan energi menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 23 remaja putri (76,7%) asupan
energinya dalam kategori kurang sedangkan 7 remaja putri (13,3%)
asupan energinya dalam kategori baik.
3. Berdasarkan asupan protein menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 24 remaja putri (80%) asupan
proteinnya dalam kategori kurang sedangkan 6 remaja putri (20%)
asupan proteinnya dalam kategori baik.
4. Berdasarkan asupan zat besi menunjukkan bahwa dari 30 remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 23 remaja putri (76,7%) asupan
zat besinya dalam kategori kurang sedangkan 7 remaja putri (23,3%)
asupan zat besinya dalam kategori baik.
5. Berdasarkan asupan vitamin C menunjukkan bahwa dari 30 remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 26 remaja putri (86,7%)
vitamin C-nya dalam kategori kurang sedangkan 4 remaja putri
(13,3%) asupan vitamin C-nya dalam kategori baik.
6. Berdasarkan asupan vitamin A menunjukkan bahwa dari 30 remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 22 remaja putri (73,3%)
asupan vitamin A-nya dalam kategori kurang sedangkan 8 remaja putri
(6,7%) asupan vitamin A-nya dalam kategori baik.
7. Berdasarkan lama menstruasi menunjukkan bahwa dari 30 remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja, 11 remaja putri (36,7%)
lama menstruasinya dalam kategori tidak normal (pendek) sedangkan
19 remaja putri (63,3%) lama menstruasinya dalam kategori normal.
8. Ada hubungan asupan energi dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,031).
9. Ada hubungan asupan protein dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,018).
10. Ada hubungan asupan zat besi dengan status anemia pada remaja putri
di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,031).
11. Ada hubungan asupan vitamin C dengan status anemia pada remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,04).
12. Ada hubungan asupan vitamin A dengan status anemia pada remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,048).
13. Ada hubungan lama menstruasi dengan status anemia pada remaja
putri di Panti Sosial Bina Anak dan Remaja (p hitung = 0,012).

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja Palembang tahun 2012, dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Untuk menurunkan prevalensi anemia pada remaja putri di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja perlu dilakukan penyuluhan tentang anemia
yang dilakukan petugas puskesmas bekerja sama dengan pihak panti
sebagai penyelenggara makanan. Seperti penyuluhan mengenai
makanan apa saja yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari.
2. Pihak puskesmas (dokter, petugas gizi) bekerja sama dengan pihak
panti dalam pemberian tablet Fe kepada remaja putri di Panti Sosial
Bina Anak dan Remaja, serta menganjurkan kepada remaja putri untuk
mengkonsumsi tablet Fe secara teratur sebelum atau sesudah
menstruasi.

Anda mungkin juga menyukai