Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber aktioksidan alami, salah satunya adalah mangrove. Tumbuhan

mengandung metabolit sekunder yang dapat berpotensi sebagai antioksidan,

diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid, dan terpenoid.

Senyawa antioksidan dari tumbuhan dapat diperoleh dengan cara ekstrasi

menggunakan pelarut. Perbedaan polaritas dari pelarut menghasilkan perbedaan

jumlah dan jenis senyawa metabolit sekunder yang di dapat.

Mangrove tumbuh dan berkembang pada wilayah pantai dan memiliki

adaptasi yang unik untuk menghadapi tekanan lingkungan, yaitu berupa salinitas

tinggi, temparatur tinggi dan radiasi sinar matahari yang kuat. Sanitasi dan radiasi

sinar ultraviolet yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel

tumbuhan. Tumbuhan yang dapat hidup pada daerah ekstrim seperti ini, memiliki

senyawa yang melindunginya dari kerusakan (Weny, Suleman, dan Rahmawati,

2017). Mangrove memiliki potensi dan manfaat sebagai sumber bahan pangan.

Buah mangrove jenis Sonneratia alba dapat diolah menjadi sirup dan permen.

Istilah antioksidan dan radikal bebas merupakan istilah yang cukup

populer dikalangan ahli gizi dan tenaga kesehatan profesional lainnya. Dalam

beberapa tahun ini, itilah tersebut semakin sering digunakan dan mulai menyita

perhatian publik, khususnya masyarakat yang memiliki kepedulian kepada

kesehatan dan gaya hidup sehat. Beberapa penelitian telah mengungkapkan


mengenai peran dari stress oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas dalam

berbagai penyakit yang berbahaya. Sebagai contohnya penyakit kanker, penyakit

yang berhubungan dengan kardiovaskular, dan penyakit degenaratif. Antioksidan

alami diperoleh dari ekstrk bahan alami, sedangkan yang sintetik berasal dari

hasil sintesis kimia (Rarasrum, Ade, dan Mila, 2017).

Radikal bebas merupakan atom atau gugus apa saja yang memiliki satu

atau lebih elektron berpasangan. Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua

elektron dapat berpasangan. Suatu radikal bebas dapat bermuatan positif atau

negatif, maa spesies semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron tidak

berpasangan (Ayu, 2015)

Efek negatif dari radikal bebas terhadap tubuh kita dapat dicegah dengan

senyawa yang dikenal sebagai antioksidan. Aktioksidan memiliki kemampuan

memberikan elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai dari radikal

bebas. Antioksidan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan alami dan

antioksidan sintetis. Antioksidan alami berasal dari hasil ekstra bahan alami yang

berpotensi menangkap radikal bebas, sedangkan antioksidan sintetik diperoleh

dari hasil sintesis secara kima. Namun adanya kehawatiran terhadap efek samping

penggunaan antioksidan sintetik menyebabkan banyak penelitian tentang potensi

antioksidan alami yang berasal dari tanaman. Antioksidan sintetis yang

diproduksi secara reaksi kimia dianggap kurang aman dan dapat meningkatkan

terjadinya karsinogenesis, sehingga penggunaan aktioksidan alami mengalami

peningkatan dan dipandang lebih aman karena diperoleh dari ekstrak bahan alami.
Pada hasil penelitian Masyawati, Nazruddin dan Nelson, menjelaskan

bahwa eksplorasi kandungan kimia dan bioaktivitas tumbuhan mangrove sangat

diperlukan untuk menemukan agen-agen terapi baru dan informasi yang sangatlah

dibutuhkan oleh masyarakat. Ada dua alasan penting mengapa diperlukan adanya

studi mengenai kandungan kimia tumbuhan mangrove. Pertama, mangrove

merupakan slah satu hutan tropis yang mudah berkembang dan belum banyak

termanfaatkan. Kedua, aspek kimia tumbuhan mangrove sangat penting karena

potensinya untuk mengembangkan agrokimia dan senyawa bernilai medis

(Madyawati, Nazaruddin dan Nelson, 2015).

Buah Mangrove (Sonneratia Alba) adalah salah satu jenis mangrove tidak

beracun, tidak memerlukan penanganan khusus dan langsung dapat dimakan.

Buah muda berasa asam dapat dimakan langsung dan dapat dibuat sirup atau jus.

Buah yang sudah tua merupakan bahan baku untuk pembuatan kue seperti dodol

dan waji.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Parubak tahun 2007 yang

menyatakan bahwa Kulit Batang Akway mengandung flavonoid yang bisa juga

digunakan sebagai antioksidan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalahnya

adalah apakah ekstrak etanol Buah Mangrove (Sonneratia alba) mengandung

antioksidan dengan menggunakan metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil)?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan

antioksidan pada ekstrak etanol Buah Mangrove (Sonneratia alba) dengan

menggunakan metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil).

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bentuk penerapan ilmu

pengetahuan dibidang farmasi serta dapat memanfaatkan dalam mengolah

tumbuhan sebagai obat tradisional dan penggunaannya secara nasional serta

sebagai informasi bagi masyarakat yang didukung oleh data yang ilmiah

tentang khasiat Buah Mangrove (Sonneratia alba) sebagai antioksidan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian mengenai kandungan

antioksidan yang dimiliki oleh buah mangrove yang dalam hal ini jenis

Sonneratia alba dalam menangkal radikal bebas. Pada penelitian ini

menggunakan metode DPPH sebagai metode dalam menentukan kemampuan

antioksidan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tumbuhan Buah Mangrove

1. Klasifikasi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Lythraceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba (Heyne, K. 1987)

2. Morfologi tumbuhan

Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian

pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak:

sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar.

Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm. Bunga : Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1

cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga

per kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8;

berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-

2,5 cm. Benang sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah

rontok. Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus
kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan

membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.

3. Kandungan Kimia

Diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti flavanoid, steroid,

fenol hidrokuinon dan tanin. Pada bagian buah memiliki kandungan senyawa

flavanoid. Buah Mangrove memiliki 24 komponen diantaranya 8 steroid, 9

triterpenoid, dan 3 flavonoid, dan 4 turunan karboksil benzena. Diantara senyawa-

senyawa tersebut senyawa triterpenoid yang memiliki kandungan paling tinggi

(Minqing et al,2009)

4. Kegunaan

Secara tradisional tumbuhan Mangrove digunakan sebagai ramuan bedak

dingin (Heyne K, 1987), sebagai tapal (daun-daun yang dihancurkan dengan

garam) untuk mengobati luka, memar, keseleo, dan bengkak. Daun-daunnya yang

dihaluskan juga dapat digunakan untuk mengobati cacar. Fermentasi air buah

digunakan sebagai obat untuk menghentikan pendarahan, air buah yang setengah

matang dapat digunakan sebagai obat batuk dan bubur buah Mangrove dipercaya

dapat mengobati kejang-kejang atau salah urat (Soeroyo. 1989). Getah buah

Mangrove dapat digunakan sebagai anti sinar ultraviolet (Kusmana et al. 2008)

B. Metode Ekstraksi Bahan Alam

1. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat

dalam sampling. Proses ekstraksi ini didasarkan atas perpindahan massa

komponen zat padat yang ada dalam sampling ke dalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke

dalam pelarut.

2. Jenis-jenis Ekstraksi

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi cara

dingin dan ekstraksi cara panas. Ekstraksi cara dingin dilakukan dengan cara

maserasi, perkolasi dan sokhletasi. Ekstraksi cara panas dilakukan dengan cara

refluks dan destilasi uap air.

a. Ekstraksi cara dingin

1) Maserasi

Penyarian yang sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

75 bagian cairan penyari selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari

cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari disaring pada bejana

penampung dan ampasnya diperas, ditambahkan lagi cairan penyari secukupnya,

diaduk, lalu disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian, sari yang diperoleh

ditutup dan disimpan selama 2 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dan

filtratnya dipekatkan. Dimana cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel

sehingga terjadi difusi, peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel .

2) Perkolasi

Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian

bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif, sel-sel yang

dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh

kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan gaya

kapiler yang cenderung untuk menahan.

b. Ekstraksi secara panas

1) Refluks

Refluks adalah metode yang digunakan untuk mengekstraksi bahan alam

yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan

mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba. Sampel

atau bahan yang akan diekstraksi ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu

alas bulat dan diisi dengan cairan penyari yang sesuai misalnya dietil eter sampai

serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas pemukaan simplisia, atau 2/3

volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif dan ditempatkan

diatas water bath atau heating mantel lalu dipasang kondensor pada labu alas

bulat yang dikuatkan dalam klem pada statif. Aliran air dan pemanas dijalankan

sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan

penyaringan, filtrat ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya

ditambahkan dengan pelarut dan dilakukan perlakuan seperti semula. Ekstraksi

dilakukan selama 3-4 jam.Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan

dengan alat rotavapor.

2) Destilasi uap air

Metode destilasi uap air digunakan untuk mengekstraksi simplisia yang

mengandung minyak menguap dan memiliki titik didih dan tekanan normal tinggi
digunakan untuk mencegah kerusakan zat aktif paada pemanasan yang terlalu

tinggi.

3) Sokhletasi

Penyarian simplisia secara berkesinambungan dimana cairan penyari

dipanaskan hingga menguap. Uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-

molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam

klonsong, selanjutnya cairan penyari bersama-sama dengan kandungan kimia

akan turun kembali ke labu alas bulat atau labu penampung. Proses ini

berlangsung hingga penyarian zat aktif dianggap sempurna yang ditandai dengan

beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon.

C. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau

reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah

terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif. Akibatnya kerusakan sel akan dihambat.

Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, status antioksidan

merupakan paramater penting untuk memeantau kesehatan seseorang. Tubuh

manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas,

yang secara kontinyu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah senyawa oksigen

reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan


menyerang komponen lipid, protein maupun DNA sehingga mengakibatkan

kerusakan-kerusakan yang disebut stres oksidatif.

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau

SOD, katalase dan glutatin peroksidase), vitamin (misalnya vitaminn E, C, A dan

β karoten) dan senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin,

feruloplasmin, dan lain-lain). Antioksidan enzimatis merupakan sistem

pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif. Antioksidan enzimatis

bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru.

Di samping antioksidan yang bersifat enzimatis, ada juga antioksidan non-

enzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi. Kedua

kelompok non-enzimatis ini disebut juga antioksidan sekunder karena dapat

diperoleh dari asupan makanan seperti vitamin C, E, A dan β karoten, glutation,

asma urat, bilirubin, albumin dan flavonoid. Senyawa-senyawa ini berfungsi

menangkap senyawa-senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai.

Komponen-komponen tersebut tidak kalah penting peranannya dalam

menginduksi status anti oksidan tubuh (Winarsi Hery, Dr, 2007).

D. Metode DPPH (1,1 – difenil – 2 – pikrilhidrazil) (Maria B., 2010)

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak

bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau

radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.
Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka

warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi

panjang gelombang 517 nm akan hilang.

Gambar 1. Reaksi Pengikatan Radikal oleh DPPH (Molyneux, 2004)

E. Spektrofotometri UV - Vis

Spektofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380

nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen

spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang

cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis

lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi

elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital

keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian

terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya

tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul,


artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan elektron-

elektron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yang lebih

tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-

tampak karena mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang

dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Absorbsi untuk transisi elektron seharusnya tampak pada panjang

gelombang diskrit sebagai suatu spektrum garis atau peak tajam namun ternyata

berbeda. Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada

daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar

dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan

vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan

dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena pelbagai transisi ini

berbeda energi sedikit sekali, maka panjang gelombang absorbsinya juga berbeda

sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu.

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi dari pada panjang gelombang disebut

spektrofotometer. Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi :

sumber radiasi, monokromator, tempat cuplikan, detektor dan meter atau

pencatat.

1. Sumber Radiasi

Sumber radiasi cahaya tampak yang paling umum dipakai adalah lampu

kawat pijar tungsten. Lampu tungsten merupakan campuran dari filament

tungstein dan gas iodine (halogen). Oleh sebab itu disebut sebagai lampu
“Tungstan-iodin”. Sumber radiasi ini dapat memancarkan radiasi kontinyu pada

daerah antara 380 nm – 780 nm.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mengurai radiasi kepanjang gelombang

penyusunnya dan memungkinkan untuk memisahkan setiap bagian spektrum

yang dikehendaki. Suatu monokromator terdiri dari susunan : celah masuk – filter

– prisma – kisi difraksi – celah keluar.

3. Wadah untuk sampel dan pelarut

Wadah untuk sampel dan pelarut disebut sel atau kuvet. Wadah ini harus

terbuat dari bahan yang dapat melewatkan radiasi pada daerah spektrum yang

akan dikehendaki. Untuk dapat dipakai pada daerah UV-Vis, bahannya harus

kuarsa datau leburan silica. Wadah yang dibuat dari kaca silika dapat digunakan

pada daerah 350 sampai 2 µm, sedangkan wadah plastik digunakan untuk daerah

cahaya tampak.

4. Detektor dan pencatat

Detektor adalah alat yang menangkap sinyal listrik dalam

spektrofotometri setelah radiasi melewati contoh yang dianalisis kemudian

merubah signal radiasi yang diterima menjadi signal elektronik. Kebanyakan

detektor menghasilkan sinyal listrik yang dapat mengaktifkan meter atau

pencatat. Setiap pencatat harus menghasilkan sinyal yang secara kuantitatif

berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenai (Maria B., 2010).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Batang pengaduk, beaker

gelas, botol penyemprot, Cawan porselin, Chamber, Corong, Gelas ukur,

Gunting, Kertas saring, Labu ukur, Penangas air, Pipet tetes, Pipet kapiler,

Seperangkat alat maserasi, Rotapavor.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah mangrove

(Sonneratia alba), Air suling, Etanol, DPPH

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasi laboratorium untuk melihat

aktivitas antioksidan ekstrak buah mangrove (Sonneratia alba) dengan metode

DPPH.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2018 di

Laboratorium Kimia Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan (POLTEKES)

Kemenkes Makassar.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah tanaman Mangrove


2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah buah mangrove (Sonneratia alba)

yang diperoleh langsung dari Kab. Sinjai (Hutan Mangrove Tongke-tongke).

Lokasi sampel berada di Desa Tongke Tongke Kec. Sinjai Kab. Sinjai, Sulawesi

Selatan.

E. Tekhnik Pengumpulan Data

1. Pengolaan Sampel

Sampel yang digunakan yaitu buah mangrove (Sonneratia alba) Buah

mangrove yang telah diambil dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan cara

dicuci dengan air mengalir, setelah itu dipotong kecil-kecil, dikeringkan dengan

cara diangin-anginkan dalam ruangan. Setelah kering, sampel ditimbang

sebanyak 100 gram. Kemudian diekstarksi dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol 96%.

2. Pembuatan ekstrak

Simplisia Buah Mangrove ditimbang 400 gram lalu dimasukkan dalam

wadah maserasi, kemudian direndam dengan pelarut etanol 96%. Selanjutnya,

dibiarkan selama 5 hari pada ruangan terlindung dari cahaya sambil diaduk (1 x

24 jam) selama 3 x 5 hari, diganti pelarut sebanyak 3x, disaring menggunakan

kertas saring untuk memisahakan filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh berupa

ekstrak cair. lalu dilakukan pemisahan dirotapavor hingga ditimbang dan

dilanjutkan dengan uji aktivitas antioksidan (DPPH).

3. Pembuatan larutan sampel


Dibuat larutan stok 10.000 ppm dengan cara menimbang ekstrak etanol

Buah Mangrove sebanyak 200 mg dan dilarutkan dalam 20 ml etanol 96%,

kemudian diaduk sampai homogen. Selanjutnya, dilakukan pengenceran:

a. Larutan stok ekstrak Buah Mangrove dipipet 0,2 ml kemudian dicukupkan

dengan etanol 96%sampai volume akhir 10 ml (200 ppm).

b. Larutan stok ekstrak Buah Mangrove dipipet 0,4 ml kemudian dicukupkan

dengan etanol 96% sampai volume akhir 10 ml (400 ppm).

c. Larutan stok Buah Mangrove dipipet 0,6 ml kemudian dicukupkan volumenya

dengan etanol 96% sampai volume akhir 10 ml (600 ppm).

d. Larutan stok ekstrak Buah Mangrove dipipet 0,8 ml kemudian dicukupkan

dengan etanol p.a sampai volume akhir 10 ml (800 ppm).

e. Larutan stok ekstrak Buah Mangrove dipipet 0,10 ml kemudian dicukupkan

dengan etanol p.a sampai volume akhir 10 ml (1000 ppm).

4. Pembuatan larutan DPPH

Larutan DPPH 500 ppm dibuat dengan cara menimbang DPPH sebanyak

25 mg kemudian dilarutkan dalam 50 ml etanol 96% dalam labu ukur.

5. Pembuatan larutan baku pembanding vitamin C

Dibuat Ditimbang seksama Vitamin C p.a. sebanyak 25 mg dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dan dicukupkan volumenya dengan etanol

sampai tanda, sehinggah diperoleh larutan baku pembanding vitamin C sebesar

250 ppm. Larutan ini kemuadian dipipet masing – masing 0,05 ml, 0,1 ml, 0,15

ml dan 0,2 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml diencerkan dan dicukupkan


volumenya sampai tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi masing –

masing 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm.

6. Penentuan panjang gelombang maksimum larutan baku

Larutan baku dengan konsentrasi 6 ppm dimasukkan kedalam tabung

reaksi dan divortex selama 30 detik, lalu didiamkan. Larutan diukur serapannya

pada panjang gelombang 516 nm (panjang gelombang maksimum).

7. Pengukuran serapan larutan vitamin C dan larutan sampel

Masing-masing larutan vitamin C dan larutan sampel diukur 1,0 ml

ditambahkan dengan 4,0 ml DPPH 40 ppm dan dibiarkan selama 30 menit dalam

wadah terlindung dari cahaya (dalam vial yang ditutup aluminium foil).

Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 516 nm. Sebagai blanko

diukur 1,0 ml etanol ditambahkan dengan 4,0 ml DPPH 40 ppm dan dibiarkan

selama 20 menit ditempat gelap kemudian diukur serapannya pada panjang

gelombang 516 nm.

F. Analisis Data

Aktivitas dihitung berdasarkan besarnya % pengikatan/ inhibisi larutan

vitamin C dan sampel terhadap radikal bebas (larutan DPPH). Besarnya

presentase pengikat radikal bebas dihitung dengan rumus :

𝐴 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜− 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% inhibisi = x 100 %
𝐴 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Kemudian ditentukan nilai IC 50 (50% inhibitory concentration) dengan

membuat kurva regresi terhadap % inhibisi DPPH sehingga diperoleh persamaan

garis regresi y= a + bx.


Selnjutnya IC50 dihitung denga nilai % pengikatan (Y) sebesar 50% nilai

konsentrasinya (X) dari rumus :

50−𝑎
IC50 = 𝑏
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis Antioksidan Esktrak Etanol Buah Mangrove

(Sonnetaria alba) Dengan Metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil) menggunakan

spektrofotometer UV – Vis, maka hasil analisis disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Baku Vitamin C, Ekstrak


Etanol Buah Mangrove

Sampel Persamaan Garis Regresi Nilai IC50(ppm)


Baku vitamin C y = 2.9664x + 7.445 14,35
Ekstrak etanol y = 0.0534x + 4.251 11,75

B. Pembahasan

Tumbuhan Mangrove mengandung metabolit sekunder yang dapat

berpotensi sebagai antioksidan, diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, senyawa

fenol, steroid, dan terpenoid.

Pada penelitian ini, sampel Buah Mangrove diekstraksi dengan cara

maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan

kemudian dipekatkan dengan rotavapor dilanjutkan di atas pemanas air sehingga

diperoleh ekstrak kental.

Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan secara spektrofotometri

dengan metode DPPH Metode DPPH adalah salah satu uji kuantitatif untuk

mengetahui seberapa besar aktivitas ekstrak etanol Buah Mangrove sebagai

antioksidan. Metode pengujian menggunakan DPPH yang merupakan metode


konvensional dan telah lama digunakan untuk penetapan aktivitas senyawa

antioksidan.

Untuk mengetahui tingkat peredaman warna sebagai akibat adanya senyawa

antioksidan yang mampu mengurangi intensitas warna ungu dari DPPH, maka

pengukuran reaksi warna dilakukan pada konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda.

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan semakin besar pula peredamannya yang

ditandai dengan terbentuknya warna kuning. Dikarenakan pada konsentrasi tinggi

senyawa yang terkandung akan semakin banyak dan menyebabkan semakin besar

pula aktivitas antioksidannya.

Uji aktivitas antioksidan DPPH berdasarkan reaksi pengikatan radikal

DPPH oleh senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen

sehingga akan dihasilkan DPPH-H (bentuk non radikal) dan menyebabkan

terjadinya penurunan intensitas warna ungu dari DPPH.

Data % aktivitas antioksidan yang diperoleh, dihitung nilai IC50 dengan

persamaan regresi linier. Nilai IC50 berbanding terbalik dengan kemampuan

antioksidan suatu senyawa yang terkandung dalam bahan uji. Semakin kecil nilai

IC50 menunjukkan semakin besar kemampuan antioksidannya.

Pada pengujian awal uji antioksidan ini ditentukan terlebih dulu panjang

gelombang maksimum DPPH sebagai perlakuan blanko. Dari hasil pengukuran

didapatkan panjang gelombang DPPH λmaks adalah 516 nm. Panjang gelombang

ini digunakan untuk pengukuran absorban larutan sampel (data selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran).


Dari data yang telah didapatkan nilai IC50 yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol Buah Mangrove memiliki

nilai IC50 sebesar 11,75 ppm, sedangkan nilai IC50 vitamin C adalah sebesar 14,35

ppm. Nilai IC50 yang paling kecil menunjukkan bahwa aktivitas antioksidannya

paling besar karena semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya

semakin besar. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa ekstrak Kulit Batang Akway

mempunyai nilai IC50 yang lebih besar yang menunjukkan bahwa aktivitas

antioksidan ekstrak Buah Mangrove tersebut lebih kecil dibanding asam askorbat.

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat

jika nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL (ppm), kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm,

sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 151-200

μg/mL (Supiyanti, dkk., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol Bauh

mangrove tergolong sebagai senyawa antioksidan kategori sangat kuat sedangkan

aktivitas antioksidan vitamin C sangat kuat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Nilai IC50 ekstrak etanol Buah Mangrove yaitu sebesar 11,75 ppm.

2. Potensi aktivitas ekstrak etanol Buah Mangrove berada dalam kategori sangat

kuat (nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL (ppm)).

B. Saran

Untuk memberikan data ilmiah tentang kekuatan antioksidan, maka perlu

dilakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan hasil ekstrak Buah Mangrove

menggunakan pelarut lain.


DAFTAR PUSTAKA

Bintang, M., 2010, Biokimia Tekhnik Penelitian, Erlangga, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi IV tentang


Ekstraksi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3: 1476-1477. Yay. Sarana


Wana Jaya, Jakarta

Irmawati, 2013, Keajaiban Antioksidan, PT. Gramedia, Jakarta.

Katzung, G. B., 2006, Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 10, EGC, Jakarta.

Molyneux, P., 2004, The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazil
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin J. Science
Technology, 26 (2) : 211-219.

Santosa, B. B., dkk., 2011, Jurnal Makara Sains Vol. 15, No. 1.

Supiyanti, W., Wulansari, E.D dan Kusmita, L., 2010, Uji Aktivitas Antioksidan
dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L), Majalah Obat Tradisional,15(2), 64-70.

Syakir, M., dkk., 2011, Jurnal Littri 17 (4), hal 169 – 173.

Steenis, C. G. G. J. Van., dkk, 2006, Flora, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G., 2005, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Winarsi, H., 2007, Antioksidan dan Radikal Bebas, PT. Gramedia, Jakarta.
Sampel buah mangrove
(Soneratia alba) sebanyak
100 gram

Dimaserasi dengan etanol


96% selama 5 hari dengan
pengadukan 1x24 jam

Ampas Ekstrak cair buah mangrove

Di uapkan dengan Rotavapor

Remaserasi Ekstrak kental

Uji Antioksidan
(DPPH)

Vitamin C Konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10
ppm
5, 10, 15 , 20 ppm

Spektrofotometri UV-Vis

Pengumpulan data

Analisis data

Kesimpulan
Lampiran 1. Perhitungan Persentase Inhibisi

𝐴𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝐴𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Rumus : % Inhibisi = X 100%
𝐴𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

A. Pengukuran Pertama % Inhibisi Sampel Ekstrak etanol

1. Ekstrak Buah Mangrove 200 ppm


0,92009−0,79338
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 13,77%

2. Ekstrak Buah Mangrove 400 ppm

0,92009−0,67352
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 26,79%

3. Ekstrak Buah Mangrove 600 ppm

0,92009−0,56458
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 38,63%

4. Ekstrak Buah Mangrove 800 ppm


0,92009−0,49994
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 45,66%

5. Ekstrak Buah Mangrove 1000 ppm


0,92009−0,41661
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 54,72%
B. Pengukuran Kedua % Inhibisi Sampel Ekstrak etanol

1. Ekstrak Buah Mangrove 200 ppm


0,92009−0,79376
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 13,73%

2. Ekstrak Buah Mangrove 400 ppm


0,92009−0,67943
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 26,16%

3. Ekstrak Buah Mangrove 600 ppm

0,92009−0,57720
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 37,27%

4. Ekstrak Buah Mangrove 800 ppm


0,92009−0,47949
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 47,89%

5. Ekstrak Buah Mangrove 1000 ppm


0,92009−0,39144
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 57,46%
C. Pengukuran Ketiga % Inhibisi Sampel Ekstrak etanol

1. Ekstrak Buah Mangrove 200 ppm


0,92009−0,80033
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 11,98%

2. Ekstrak Buah Mangrove 400 ppm


0,92009−0,67239
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 26,92%

3. Ekstrak Buah Mangrove 600 ppm

0,92009−0,55792
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 39,36%

4. Ekstrak Buah Mangrove 800 ppm


0,92009−0,49017
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 46,73%

5. Ekstrak Buah Mangrove 1000 ppm

0,92009−0,39259
% Inhibisi = X 100%
0,92009

= 57,33%
D. Pengukuran % Inhibisi Vitamin C

1. Vitamin C 5 ppm
0,91191−0,70263
% Inhibisi = X 100%
0,91191

= 22,95%

2. Vitamin C 10 ppm

0,91191−0,57852
% Inhibisi = X 100%
0,91191

= 36,56%

3. Vitamin C 15 ppm
0,91191−0,44669
% Inhibisi = X 100%
0,91191

= 51,02%

4. Vitamin C 20 ppm

0,91191−0,29569
% Inhibisi = X 100%
0,91191

= 67,57%
E. Perhitungan rata-rata % inhibisi ekstrak etil asetat

1. Ekstrak Buah Mangrove 200 ppm


13,77 + 13,73 +11,98
% Inhibisi = 3

= 13,16%

2. Ekstrak Buah Mangrove 400 ppm


26,79 + 26,16 +26,92
% Inhibisi = 3

= 26,63%

3. Ekstrak Buah Mangrove 600 ppm


38,63 + 37,27+39,36
% Inhibisi = 3

= 38,42%

4. Ekstrak Buah Mangrove 800 ppm

45,66 + 47,89 +46,73


% Inhibisi = 3

= 46,76%

5. Ekstrak Buah Mangrove 1000 ppm

54,72 +57,46 +57,33


% Inhibisi = 3

= 56,50%
Tabel 2. Hasil perhitungan % inhibisi DPPH

Sampel Konsentrasi (ppm) % inhibisi DPPH

5 ppm 22,95%

10 ppm 36,56%
Baku Vitamin C
15 ppm 51,02%

20 ppm 67,57%

200 ppm 13,16%

400 ppm 26,63%

Ekstrak Etanol Buah 600 ppm 38,42%


Mangrove
800 ppm 46,76%

1000 ppm 56,50%


80
70 y = 2.9664x + 7.445
R² = 0.998
60
50
% Inhibisa

40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi (ppm)

Gambar 2. Kurva linieritas larutan baku vitamin C (konsentrasi vs % inhibisi


DPPH)

70

60 y = 0.0534x + 4.251
R² = 0.9912
50
% Inhibisa

40

30

20

10

0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi (ppm)

Gambar 3. Kurva linieritas ekstrak Buah Mangrove (konsentrasi vs % inhibisi


DPPH)
Lampiran 3. Penentuan IC50

Perhitungan IC50

IC50 dihitung berdasarkan persamaan garis regresi, dengan rumus :

y-a
x= dimana nilai y = 50%
b

1. Baku vitamin C
Persamaan garis regresi : y = 2,9664x + 7,445
Dimana : y = 50 %
a = 7,445
b = 2,9664
50 – 7,445
maka IC50 (x) = 2,9664

= 14,35 ppm
2. Ekstrak Buah Mangrove
Persamaan garis regresi : y = 0,0534x + 4,251
Dimana : y = 50 %
a = 0,0534
b = 4,251
50 – 0,0534
maka IC50 (x) = 4,251

= 11,75 ppm
Gambar 4. Proses maserasi, hasil maserasi dan rotavapor sampel Buah Mangrove
Gambar 5. Proses Fraksinasi, pengukuran dan alat spektrofotometri

Anda mungkin juga menyukai