Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN ASESMEN RISIKO INFEKSI AKIBAT DAMPAK KONSTRUKSI

INFECTION CONTROL RISK ASSESSMENT (ICRA)

I. PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai sarana penyedia kesehatan memiliki ciri multi profesi dan multi
aktivitas. Banyaknya varian profesi dan aktivitas menyebabkan rumah sakit memiliki risiko
terjadi infeksi nosokomial. Masyarakat yang ada dilingkungan rumah sakit akan berpotensi
terjadi paparan maupun tranmisi infeksi baik yang berasal dari pasien, pengunjung, petugas
maupun lingkungan rumah sakit.
Asesmen risiko infeksi diperlukan untuk mengidentifikasi, mengukur dan
menentukan prioritas tindakan untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi yang
mungkin terjadi. asesmen dilakukan melalui suatu metode yang melibatkan seluruh elemen
yang ada di rumah sakit. Kesadaran dan keterlibatan semua pihak terhadap pentingnya
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit akan memberikan kontribusi positif
bagi rumah sakit, pasien, pengunjung dan staf.

II. TUJUAN
Sebagai acuan langkah-langkah dalam melaksanakan identifikasi terhadai risiko infeksi
yang terjadi di rumah sakit.

III. DEFINISI
Infection Control Risk Assessment (ICRA) atau asesmen risiko infeksi adalah suatu
metode untuk mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi di
lingkup rumah sakit. Pelaksanaan asesmen risiko infeksi harus meliputi 3 area yaitu:
probalitas, dampak klinis dan level tindakan yang sesuai dengan level/ band. Penentuan
prioritas dilakukan dengan matrix grading risiko.

IV. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup pelaksanaa ICRA adalah seluruh unit kerja di area Rumah Sakit Wijaya
Surabaya. dalam proses asesmen risiko infeksi harus melibatkan perwakilan dari seluruh
unit kerja. Staf yang terlibat harus mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan
di unit kerja masing-masing. Dalam pelaksanaan ICRA, proses identifikasi meliputi
beberapa kategori, yaitu:
1. Geografi
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan oleh kondisi geografis, seperti
badai, banjir, atau gempa.
2. Peningkatan Populasi
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan meningkanya jumlah populasi
tertentu, seperti peningkatan kasus TB, kasus difteri atau kasus yang lain.
3. Aktivitas Pencegahan

1
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan oleh tingkat kepatuhan terhadap
hand hygiene, etika batuk, contact precaution.
4. Aktivitas isolasi
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan oleh tingkat kepatuhan
penggunaan APD, droplet precaution, dan airborne precaution.
5. Prosedur Tindakan
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatka oleh tingkat kepatuhan petugas
terhadap prosedur tindakan yang harus dilaksanakan.
6. Kejadian infeksi nosokomial
Adakah peningkatan kasus/ kejadian infeksi nosokomial yang ditetapkan oleh tim PPI
7. Lingkungan.
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan oleh proses dekontaminasi,
sterilisasi, clean up ruangan, maupun construction activities.
8. Kesehatan Staf
Adakah peningkatan kasus/ kejadian yang diakibatkan oleh proses pajanan, tingkat
kepatuhan screening.

V. TATA LAKSANA
1. Asesmen risiko infeksi terkait pelayanan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali.
2. Pelaksanaan asesmen risiko infeksi dilaksanakan oleh Tim PPI dikoordinir oleh IPCN.
3. Pelaksanaan asesmen risiko infeksi terkait pelayanan pasien harus melibatkan unit
kerja atau departemen terkait PPI.
4. Staf yang dilibatkan dalam pelaksanaan asesmen risiko infeksi diharapkan seorang
yang mempunyai daya analisis dan kewenangan tertentu untuk mengambil sebuah
keputusan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (minimal kepala Unit
atau penanggungjawab).
5. Setiap staf yang terlibat dalam diskusi, mengidentifikasi tren potensial terjadi infeksi di
unit kerja masing-masing.
6. Pada saat pelaksanaan asesmen risiko infeksi, tim PPI melakukan beberapa pertanyaan
sebagia berikut:
a. Apakah ada tren infeksi yang terjadi pada tahun ini?
b. Apakah ada tren infeksi yang terjadi pada tahun yang lalu?
c. Apakah yang menjadi prioritas utama dalam upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi di masing-masing unit kerja/ departemen?
7. Jawaban atas pertanyaan tersebut didiskusikan oleh tim yang terlibat dalam asesmen
risiko infeksi.
8. Setelah diketahui trend potensial infeksi dilakukan skoring berdasarkan probabilitas,
dampak klinis dan level tindakan yang sesuai dengan level/ band.
9. Skoring dilakukan sebagai berikut:
a. Probalilitas: skor diberikan berdasarkan frekuensi kejadian.

2
b. Dampak klinis: skor diberikan berdasarkan luasnya dampak kejadian terhadap
kesehatan, financial, hukum dan kebijakan. Pengukuran dilakukan berdasarkan
matrix grading.
c. Level tindakan upaya pencegahan: skor diberikan berdasarkan level tindakan
dengan batasan level waktu dan pengambil keputusan tertentu.
10. Setelah dilakukan skoring, kemudian dibuat kesimpulan berupa masalah yang paling
berpotensi terjadi risiko infeksi. kesimpulan mengacu pada 8 prioritas pencegahan
risiko infeksi, yaitu:
a. Kepatuhan terhadap prosedur isolasi dan pencegahan.
b. Infeksi aliran darah primer.
c. Infeksi saluran kemih
d. Infeksi luka operasi
e. Pneumonia nosokomial
f. Antimicrobial resistant organism
g. Kepatuhan terhadap hand hygiene
h. Dekontaminasi dan sterilisasi
i. Construction activities.
11. Setelah ditentukan prioritas masalah kemudian dibuat rencana kerja untuk menurunkan
risiko infeksi terhadap masalah yang paling berpotensi tersebut. Rencana kerja tersebut
akan menjadi dasar dalam penyusunan program kerja tahunan Komite PPI.
12. Hasil asesmen risiko infeksi dilaporkan secara tertulis kepada direktur.
13. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melaksanakan infection control risk
assessment untuk contructive :
1. ICRA terkait konstruksi dilaksanakan bila ada pengembangan atau pembangunan
gedung baru di rumah sakit.
2. Pelaksanaan ICRA terkait konstruksi melibatkan Komite PPI, K3RS, Unit
pemeliharaan dan Sanitasi serta kontraktor.
3. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melakukan ICRA konstruksi:

LANGKAH 1:

Melakukan identifikasi tipe dari Aktivitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D)

TIPE DESKRIPSI
TIPE A Aktivitas INSPEKSI dan NON-INVASIF
Termasuk dibawah ini, tidak hanya terbatas pada:
 Pencopotan langit-langit untuk inspeksi visual, misalnya terbatas 1 genting per 50 square
kuadrat
 Pengecatan (bukan pengarsiran)
 Lapis dinding (wallcover), pekerjaan elektrik, pekerjaan perledengan dan aktivitas yang
tidak menimbulkan debu, memotong dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
inspeksi visual.

3
TIPE B Ukuran kecil, aktivitas jangka pendek yang menciptakan debu minimal
Termasuk dibawah ini, tidak hanya terbatas pada:
 Instalasi telepon dan kabel komputer
 Akses kepada ruang chase
 Membelah dinding atau langit-langit dimana migrasi debu dapat dikontrol
TIPE C Pekerjaan yang menciptakan debu moderat atau debu level tinggi atau membutuhkan
demolisi atau pemindahan dari komponen bangunan yang fix atau komponen yang
assembled
Termasuk dibawah ini, tidak hanya terbatas pada:
 Pengarsiran dinding untuk dicat atau melapisi dinding (wall covering)
 Pencopotan lapisan lantai, ubin atap dan casework
 Konstruksi dinding baru
 Kerja sambungan minor atau pekerjaan elektrik di langit-langit
 Aktivitas perkabelan yang besar
 Aktivitas apa saja yang tidak dapat diselesaikan dalam satu shift kerja
TIPE D Demolisi besar dan proyek konstruksi
Termasuk dibawah ini, tidak hanya terbatas pada:
 Aktivitas yang membutuhkan shift kerja berturutan
 Membutuhkan demolisi berat atau pemindahan sistem perkabelan lengkap
 Konstruksi baru

LANGKAH 2:

Melakukan identifikasi grup Risiko Pasien yang terkena dampak, menggunakan tabel dibawah ini.
Kalau lebih dari satu grup risiko yang terkena dampak, pilih grup yang lebih tinggi risikonya:

Risiko Rendah Risiko Medium Risiko Tinggi Risiko Paling Tinggi

 Area  Kardiologi  CCU  Area untuk pasien


perkantoran  Echocardiogra  UGD immunosuppressed
phy  Kamar  Unit Kebakaran
 Endoskopi Persalinan  Lab Cardiac Kateterisasi
 Kedokteran  Laboratorium  ICU
Nuklir  Unit Medis  Kamar isolasi bertekanan
 Neonatal negative
 Terapi Fisik  Bedah Rawat  Onkologi
 Radiologi/MR Jalan  Kamar operasi termasuk
I  Pediatri untuk operasi Caesar
 Terapi  Farmasi
pernafasan  Unit Post
Anestesi
 Unit Bedah

4
LANGKAH 3:

Melakukan crosschek antara grup risiko dengan tipe proyek konstruksi untuk menentukan kelas
precaution.

Matrix IC – Class of Precautions: Proyek Konstruksi oleh Risiko Pasien


Tipe Proyek Konstruksi

Grup Risiko Px Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D

Rendah I II II III

Medium I II III IV

Tinggi I II III IV

Paling Tinggi II III III IV

Catatan: Persetujuan PPI dibutuhkan apabila Aktivitas Konstruksi dan Level Risiko menunjukkan Kelas
III atau kelas IV dimana prosedur kontrol diperlukan.

Deskripsi dari Kebutuhan Kontrol Infeksi Precaution oleh Kelas


Selama Proyek Konstruksi Sampai Proyek Selesai

KELAS 1. Eksekusi pekerjaan dengan metode 1.Bersihkan area kerja begitu selesai
yang meminimalkan debu bertebaran
I dari (operasional) konstruksi mengerjakan tugas
2. Segera ganti ubin atap langit-langit
yang
dipindah untuk inspeksi visual

KELAS 1. Sediakan sarana aktif untuk mencegah 1. Bersihkan/seka permukaan dengan


debu airborne menyebar ke atmosfir desinfektan/cleaner
II 2. Kabut air dipermukaan kayu untuk 2. Sebelum ditranspor, masukkan
mengontrol debu waktu memotong limbah konstruksi dalam kontainer
yang tertutup rapat
3. Tutup pintu tak dipakai dengan duct- 3. Basahi pel/atau vakum dengan unit
tape filtrasi udara HEPA sebelum
4. Tutup dan sekat ventilasi udara meninggalkan area kerja
5. Letakkan alas debu (untuk kaki) pada 4. Saat selesai, kembalikan sistem
tempat masuk dan keluar area kerja HVAC di tempat pekerjaan dilakukan
6. Pindah atau isolasi sistem HVAC di
area dimana pekerjaan dilaksanakan

5
KELAS 1. Pindah atau isolasi sistem HVAC di 1. Jangan memindahkan barier dari area
area dimana pekerjaan dilaksanakan kerja sampai proyek selesai di
III untuk mencegah kontaminasi sistem inspeksi oleh PPI dan dibersihkan
duktus oleh UPS.
2. Lengkapi semua barier kritis seperti 2. Pindahkan material barier dengan
sheetrock, plywood, plastik; untuk hati-hati untuk meminimalisasi
menutup area dari area non-kerja, atau penyebaran kotoran dan debris dari
implementasikan metode kubus kontrol konstruksi
(penutup plastik yang blokade koneksi 3. Vakum area kerja dengan Vakum
ke area kerja dengan vakum HEPA filtrasi HEPA
untuk memvakum sebelum keluar) 4. Basahi area pengepelan dengan
3. Pertahankan tekanan udara negatif di desinfektan/cleaner
area kerja memakai unit filtrasi udara 5. Saat selesai, kembalikan sistem
HEPA HVAC di tempat pekerjaan dilakukan
4. Sebelum ditranspor, masukkan limbah
konstruksi ke dalam kontainer yang
tertutup rapat
5. Tutupi wadah/gerobak transpor.
Beri selotip kecuali sudah ada
penutupnya

KELAS 1. Isolasi sistem HVAC di area dimana 1. Jangan memindahkan barier dari area
pekerjaan dilaksanakan untuk kerja sampai proyek selesai di
IV mencegah kontaminasi sistem duktus inspeksi oleh PPI dan dibersihkan
oleh UPS.
2. Lengkapi semua barier kritis seperti
sheetrock, plywood, plastik; untuk 2. Pindahkan material barier dengan
menutup area dari area non-kerja, atau hati-hati untuk meminimalisasi
implementasikan metodekubus kontrol penyebaran kotoran dan debris dari
(penutup plastik yang blokade koneksi konstruksi
ke area kerja dengan vakum HEPA
untuk memvakum sebelum keluar) 3. Sebelum ditranspor, masukkan limbah
konstruksi ke dalam kontainer yang
3. Pertahankan tekanan udara negatif di tertutup rapat
area kerja memakai unit filtrasi udara
HEPA 4. Tutupi wadah/gerobak transpor.

4.Tutup lubang, pipa, saluran dan Beri selotip kecuali sudah ada
kebocoran (punctures) penutupnya

5. Bangun satu ruang ante dan wajibkan 5. Vakum area kerja dengan Vakum
semua personel untuk melewati filtrasi
ruangan ini, sehingga mereka bisa HEPA
divakum dengan HEPA vakum cleaner,
sebelum meninggalkan area kerja atau 6. Basahi area pengepelan dengan
personel dapat memakai baju pelindung desinfektan/cleaner
atau gaun penutup dari kertas yang 7. Saat selesai, kembalikan sistem
dapat dilepas setiap meninggalkan area

6
kerja HVAC di

6.Semua personel memasuki area kerja tempat pekerjaan dilakukan


diwajibkan memakai penutup sepatu.
Penutup sepatu harus diganti setiap kali
pekerja meninggalkan area kerja.

LANGKAH 4

Melakukan identifikasi area di sekeliling area proyek, lakukan asesmen dampak potensial

Unit Dibawah Unit Diatas Lateral Lateral Belakang Depan

Grup Risiko Grup Risiko Grup Risiko Grup Risiko Grup Risiko Grup Risiko

*Langkah 5

Lakukan identifikasi aktivitas spesifik di area kamar pasien, kamar medikasi dan lain-lain

*Langkah 6

Lakukan identifikasi masalah berkaitan dengan: ventilasi, perledengan, perlistrikan dalam hal
kemungkinan/probabilitas terjadi

*Langkah 7

Lakukan identifikasi ukuran-ukuran isi, memakai asesmen sebelumnya Apa tipe barier?

(misalkan barier dinding solid); Apakah filtrasi HEPA dibutuhkan?

*Langkah 8

Pertimbangkan risiko poyensial dari kerusakan air. Adakah risiko berhubungan dengan integritas
struktural? (misalnya, dinding, langit-langit dan atap).

*Langkah 9

Jam kerja: Bisakah atau apakah pekerjaan dilakukan diluar jam pelayanan?

*Langkah 10

Apakah perencanaan membuat jumlah yang cukup untuk kamar isolasi/alur udara negatif?

7
*Langkah 11

Apakah perencanaan membuat cukup jumlah dan tipe wastafel cuci tangan?

*Langkah 12

Apakah IPCN dan IPCN Link setuju dengan dengan jumlah minimum wastafel untuk proyek ini?

* Langkah 13

Apakah IPCN setuju dengan rencana untuk membersihkan dan mengganti kamar utilitas?

*Langkah 14

Rencanakan diskusi masalah containment (isi) dengan tim proyek. Misal alur lalulintas, urusan rumah
tangga, pemindahan debris (bagaimana, dan kapan).

DIREKTUR UTAMA,

dr. Indramawan Setyojatmiko

8
9

Anda mungkin juga menyukai