Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi merupakan salah satu faktor penyebab penyakit yang paling
sering terjadi. Infeksi disebabkan oleh agen-agen infeksius yang berkembang
biak dengan cepat dan seringkali tidak disadari dengan cepat, sehingga
penanganannya menjadi terlambat. Agen-agen infeksius penyebab penyakit di
dunia ini sangat banyak sekali, seiring berkembangnya zaman, agen-agen
infeksi berkembang pesat dan selalu bertambah. Virus, bakteri, jamur, parasit,
riketsia dan clamidia merupakan agen infeksius yang paling sering
menyebabkan penyakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja agen-agen infeksius itu?
2. Bagaimana mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi oportunistik?
4. Bagaimana proses penularan infeksi?
5. Apa saja tanda-tanda infeksi?
6. Bagaimana tindakan pengendalian terhadap infeksi?
7. Bagaimana perubahan jaringan oleh respon pejamu terhadap infeksi?
C. Tujuan
1. Apa saja agen-agen infeksius itu?
2. Bagaimana mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi oportunistik?
4. Bagaimana proses penularan infeksi?
5. Apa saja tanda-tanda infeksi?
6. Bagaimana tindakan pengendalian terhadap infeksi?
7. Bagaimana perubahan jaringan oleh respon pejamu terhadap infeksi?

1
BAB II
ISI

A. Agen-Agen Infeksius
1. Virus
Virus adalah organisme patogen terkecil, berukuran 20-300 nm yang
mengandung RNA/DNA serta memiliki selubung protein atau capsid.
Organisme ini tidak mampu bermetabolisme atau bereplikasi mandiri,
memerlukan organel sel terinfeksi untuk berkembangbiak, maka dari itu
virus dikelompokkan ke dalam organisme intrasel obligat, memerlukan sel
hidup untuk bereplikasi.
Setelah masuk ke dalam sel pejamu, mikroorganisme ini mengubah
biosintetik dan metaboliknya ke sintesis viral-encoded asam nukleat dan
protein. Mikroorganisme ini merupakan penyebab tersering timbulnya
penyakit pada manusia, sering tanpa gejala, dan berkembang tanpa
diketahui. Hal demikian menyebabkan perbedaan antara infeksi virus
(replikasi di tubuh pejamu) dan penyakit virus (replikasi disertai kerusakan
jaringan) sangat kritis.
Sel yang terinfeksi virus akan mengalami perubahan, yang secara
mikroskopik dapat dilihat sebagai ciri sel terinfeksi virus berupa:
a. Pembengkakan sel, sitoplasma sel menggelembung seperti balon
(ballooning cells)
b. Inclusion body, merupakan materi hasil produksi metabolisme virus,
mikroskopik tampak sebagai materi halus merata berbatas tegas pada inti,
dijumpai pada infeksi virus rabies pada sel neuron.
c. Koilosit, sel dengan inti sedikit membesar dan tampak keruh seperti
berpasir, secara elektron mikrograf merupakan komponen virus, serta
sitoplasma lebar memiliki rongga jernih (halo) sekeliling inti dengan
dinding sitoplasma tebal dan tegas. Ciri sel koilosit ini tampak pada
infeksi papiloma virus manusia (human papilloma virus-HPV).
d. Sel detia, sel berinti banyak dengan sitoplasma lebar, biasanya terlihat
pula inclusion body, terlihat pada infeksi virus herpes simplex, atau dapat

2
berupa sel dengan inti sangat besar dan mengandung inclusion body,
seperti pada infeksi cytomegalo virus (CMV).
e. Ground glass, bangunan seperti dasar gelas yang terlihat di sitoplasma
sel, mudah ditemukan pada sel hati terinfeksi virus hepatitis, yang secara
imunohistokimia merupakan komponen selubung virus.

Berikut ini adalah struktur virus:


1) Kepala Virus
Pada bagian kepala terdiri dari asam nukleat (DNA dan RNA)
dan diselubungi oleh kapsid. Kapsid adalah selubung yang berupa
protein dan terdiri dari satu unit protein yang disebut dengan
kapsomer. Kapsid ini juga berfungsi sebagai pemberi bentuk bagi
virus, melindungi asam nukleat yang ada di dalam virus dari
kerusakan, serta menyediakan protein enzim agar virus mampu
menembus membran sel inang saat melakukan infeksi.
2) Leher Virus
Leher merupakan tempat yang menyambungkan antara bagian
kepala dan bagian ekor. Leher virus berfungsi sebagai penyangga
kepala.
3) Ekor Virus
Ekor adalah salah satu bagian terpenting. Karena, ekor inilah
yang akan menancap pada tubuh inang yang nantinya digunakan
sebagai tempat virus hidup. Ekor virus berbentuk seperti tabung yang
dilengkap serabut-serabut.
2. Bakteri

3
Bakteri merupakan prokariosit, DNA-nya tidak terletak di dalam
nukleus. Di dalam sitoplasma tidak terdapat organel lain selain ribosom,
yang berukuran lebih kecil dibandingkan sel-sel eukariotik. Bakteri selain
mikoplasma, dikelilingi oleh suatu dinding sel kompleks, yang berbeda
antara bakteri Gram positif dan Gram negatif. Banyak bakteri memiliki
flagella, pili atau kapsul eksternal pada dinding sel (Hartand Shears,2004).

Struktur bakteri antara lain sebagai berikut:


a. Membran sel
Membran sel atau membran sitoplasma tersusun atas protein dan
fosfolipid, tidak tersusun atas sterol seperti pada eukariot (kecuali
Mycoplasma). Membran sel berfungsi untuk melindungi bakteri dari
tekanan osmotik sel dan lingkungannya.
b. Dinding sel
Dinding sel memiliki beberapa fungsi seperti melindungi membran
sel dari rigid akibat tekanan osmotik dan mekanik, sebagai tempat
antigen, faktor virulensi bakteri dan endotoksin,dan juga membentuk
antibodi pada hospes.
c. Kapsul
Kebanyakan bakteri memiliki kapsul untuk melindungi dinding
selnya. Dalam proses infeksi, kapsul akan melindungi bakteri dari
fagositosis oleh sel darah putih dan membantu perlekatan pada jaringan.
d. Fili
Fili (fimbia) menyerupai rambut dan memiliki dua tipe yaitu sexpili
yang merupakan struktur khas yang memungkinkan terjadinya transfer
DNA melalui proses konjugasi dan Common pili yang memiliki ukuran
lebih pendek dan membantu dalam perlekatan pada sel hospes, pili akan

4
mencegah terjadinya fagositosis dan membantu untuk menghindar dari
respon antibodi hospes.
e. Flagel
Flagel memiliki ukuran lebih panjang dibandingkan fili dan
menyebabkan motilitas pada bakteri. Flagel dapat berupa monotrik (satu
flagel pada satu sisi atau kedua sisinya), lopotrik (banyak flagel pada satu
sisi atau keduanya), peritrik (terdapat disemua sisi permukaan).
3. Jamur
Istilah jamur (fungi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus
(mushroom) yang berarti tumbuh dengan subur. Organisme yang disebut
jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak
berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki
hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti
tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi
(Gandjar, et al., 2006).
Jamur (fungi) merupakan eukariota dengan dinding sel yang tebal dan
mengandung kitin (chitin); organisme ini tumbuh di dalam tubuh manusia
sebagai sel ragi bertunas dan struktur silinder yang ramping (hifa).
Klasifikasi jamur (fungi):
a. Oomycetes (Jamur Air)
Oomycetes atau jamur air merupakan kategori jamur yang sebagian
besar anggotanya tumbuh dan hidup di air, sebagian kecilnya hidup di
darat. Contoh: Saprolegnia sp., Achya sp., Phytophtora sp
b. Zygomycetes
Kelompok Zygomycetes disebut sebagai “jamur rendah” karena
memiliki ciri hifa yang tidak bersekat (coneocytic) dan berkembang biak
secara aseksual dengan zigospora. Contoh: Pilobolus, Mucor, Absidia,
Phycomyces.
c. Ascomycetes
Golongan jamur ini memiliki ciri sporanya yang terletak di dalam
kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar, yang di
dalamnya terbentuk spora yang disebut askuspora. Beberapa

5
ascomycetes hidup didasar hutan yang berhumus tebal dan membentuk
struktur reproduktif mangkuk yang indah. Contoh: Sacharomyces
Cereviceae (pembuatan roti) dan Penicillium Chrysogenum dan
Penicillium Notatum (pembuatan antibiotik penisilin).
d. Basidomycota
Basidomycota memiliki ciri khusus, yaitu bentuk tubuhnya seperti
payung. Beberapa jamur diantaranya dapat dikonsumsi dan lainnya dapat
mematikan. Contoh jamur yang dapat dikonsumsi yaitu: Volvariella
volvacea (jamur merang) dan Auricularia polytricha (jamur kuping) dan
yang tidak dapat dikonsumsi Puccinia graminis dan Amanita verma.
e. Deuteromycota
Deuteromycota memiliki hifa bersekat dan dinding sel tersusun dari
bahan kitin. Golongan ini banyak yang bersifat merusak dan
menyebabkan penyakit baik pada manusia, hewan bahkan tumbuhan.
Contoh: Epidermophyton floocosum (penyebab kutu air) dan
Epidermophyton microsporum (penyebab penyakit kurap).
4. Parasit
Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung dan
menumpang pada sel inang (pejamu). Parasit mendapatkan makanan dari sel
inang. Ada 4 jenis parasit, yaitu:
a. Endoparasit
Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia,
misalnya di dalam darah, otot, dan usus. Misalnya, Plasmodium sp.
b. Ectoparasit
Ectoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar
kulit dan kadang-kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit.
Misalnya, Sarcoptes scabiei.
c. Obligate parasit
Obligate parasit adalah parasit yang tidak bisa hidup bila tidak
menumpang pada host (pejamu).
d. Fakultatif parasit

6
Fakultatif parasit adalah parasit yang pada keadaan tertentu dapat
hidup sendiri di alam, tidak menumpang pada host. Misalnya,
Strongyloides stercoralis (cacing).
Pintu masuk endoparasit umumnya melalui mulut. Misalnya, protozoa
usus, Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis,
Hmenolepis nana, Trichostrongylus sp., Trichinella spiralis, Taenia
solium, Taenia saginata, Diphyllobothrium latum, dan Fasciola hepatica,
masuk ke dalam tubuh manusia bersama makanan yang terkontaminasi
parasit, berupa kista, telur, larva ataupun parasit dewasanya.
Beberapa cacing seperti Necartor americanus, Ankylostoma
duodenale, Strongyloides sp. Dan Schistoma sp., larvanya dari tanah
masuk ke dalam tubuh menembus kulit yang utuh. Tanah tersebut telah
dicemari oleh feses manusia.
5. Riketsia
Rickettsia merupakan bakteri yang mempunyai sifat parasit obligat
intraseluler. Riketsia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berukuran kecil (0,3-0,5 x 0,8-2,0 µm)
b. Mempunyai bentuk coccobacilli
c. Merupakan bakteri gram negatif
d. Tidak berflagel (kecuali Rickettsia prowazekii)
e. Mengalami pembelahan ganda dalam sel pejamu.
6. Clamidia
Klamidia atau chlamydia adalah sebuah infeksi menular seksual
(IMS) yang disebabkan oleh bakteri bernama chlamydia trachomatis dan
dapat menyebar dengan mudah melalui seks vagina, oral, dan anal. Klamidia
dapat menyebabkan terjadinya infertilitas, pada wanita hamil jika klamidia
tidak segera diobati hingga tuntas, maka akan ditularkan kepada janin yang
ada didalam kandungannya. Selain menyebabkan infertilitas, klamidia juga
menyebabkan beberapa komplikasi diantaranya:
a. Pelvic inflammatory disease (PID) atau disebut juga radang panggul.
Radang panggul terjadi ketika bakteri chlamydia trachomatis telah
menyebar menginfeksi serviks, rahim, saluran tuba, dan ovarium.

7
Radang panggul dapat berlanjut dengan infertilitas, kehamilan ektopik
(sebuah keadaan serius ketika sel telur dibuahi di luar uterus), atau nyeri
panggul kronik.
b. Cystitis, terjadi ketika adanya peradangan pada kandung kemih.
c. Prostatitis, terjadi ketika kelenjar prostat membengkak.
d. Reiter’s syndrome, menyebabkan radang sendi, mata memerah, dan
masalah pada saluran kemih.
B. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi
Mekanisme pertama adalah pertahanan permukaan tubuh, yaitu kulit dan
mukosa saluran cerna, saluran napas, saluran kemih, dan saluran kelamin. Pada
kulit, yang berperan adalah jaringan epidermis. Pertahanan permukaan pada
saluran cerna adalah dekontaminasi. Proses dekontaminasi ini berlangsung
secara mekanis seperti muntah dan mencret yang merupakan upaya
mengeluarkan isi usus, secara biologis oleh flora normal usus, dan secara kimia
oleh air liur yang mengandung enzim musin serta oleh cairan asam lambung.
Pada saluran napas, saluran kemih, dan saluran kelamin, pertahanan
permukaan juga merupakan proses dekontaminasi. Pada jalan napas
dekontaminasi mekanik terjadi melalui batuk dan gerakan bulu getar selaput
lendirnya.
Mekanisme pertahanan kedua adalah eliminasi penyebab infeksi oleh
reaksi radang melalui vaskuler dan reaksi seluler. Inflamasi ini menyebabkan
pengumpulan sel leukosit dan cairan serum di daerah trauma.
a. Reaksi vaskuler
Reaksi vaskuler pada radang adalah vasodilatasi diikuti perubahan
permeabilitas pembuluh darah. Ini terjadi karena pada trauma atau
kerusakan jaringan dikeluarkan mediator kimia yang akan menyebabkan
darah mengalir lebih banyak ke daerah yang mengalami cedera sehingga
akan terjadi eksudasi plasma darah dan keluarnya leukosit dari pembuluh
darah. Semua ini akan menyebabkan pembengkakan (tumor), rasa hangat
(kalor), merah (rubor), dan nyeri (dolor) pada daerah radang.

8
b. Reaksi seluler
Reaksi seluler akibat kerusakan jaringan adalah hasil aktivasi fagosit
dan makrofag dalam sistem pertahanan tubuh seluler sehingga terjadi
fagositosis dan imunitas seluler. Selain oleh sel mononuklear (monosit dan
makrofag), fagositosis dilakukan juga oleh sel polimorfonuklear (sel
neutrofil dan eusinofil). Reaksi inflamasi berupa pelebaran kapiler dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah memungkinkan sel makrofag
keluar dari pembuluh darah menuju daerah radang. Pada infeksi, sel fagosit
juga bergerak menuju kuman oleh adanya zat kemotaksis. Kuman dimakan
oleh sel fagosit setelah terjadi adhesi kuman pada sel fagosit.
Mekanisme pertahanan ketiga adalah upaya membatasi invasi kuman
penyakit secara regional dengan limfadenitis. Setelah masuk ke dalam
tubuh, kuman akan terbawa oleh aliran limfa dan menyebabkan aktivasi
fagositosis di dalam sistem limfoid. Sistem limfoid yang terdekat dengan
kerusakan jaringan dan terdekat dengan masuknya kuman akan lebih dahulu
aktif dan secara klinis terlihat sebagai suatu limfadenitis regional. Ini
merupakan bagian dari usaha tubuh untuk mencegah meluasnya infeksi.
Mekanisme pertahanan keempat adalah pembasmian kuman oleh
sistem retikuloendotelial yang terdiri atas sel retikulum pada limfa dan
sistem limfatik yang mempunyai kemampuan fagositosis. Sel
retikuloenotelial berperan besar dalam proses penyembuhan.
C. Infeksi Oportunistik
Infeksi oportunistik (IO) merupakan penyebab kematian utama pada
penyandang AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dengan
persentase 90%. Pada tahun 2005, infeksi oportunistik yang dominan muncul
pada penyandang AIDS ialah tuberkulosis paru (50%), hepatitis (30%),
kandidiasis (25%), pneumonia (33%), diikuti oleh diare kronis, dan
tuberkulosis ekstra paru. Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya IO
pada pasien AIDS ialah status gizi, kadar sel T CD4+, faktor risiko penularan,
jenis kelamin dan rentang usia. Terapi penanggulangan AIDS masih terbatas
pada pencegahan kematian dengan mengurangi risiko infeksi oportunistik.

9
D. Proses Penularan Infeksi
Mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan melalui dua
cara:
1. Transmisi Langsung
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai
dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau
adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah
dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
2. Transmisi Tidak Langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik
berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
Berikut ini adalah transmisi tidak langsung:
a. Vehicle Borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat
bedah/kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.
b. Vektor Borne
Sebagai media perantara adalah vektor (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu adalah sebagai berikut:
a) Cara Mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum mikroba patogen,
lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan
masuk ke saluran cerna pejamu.
b) Cara Bologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakkan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya
mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c. Food Borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif
untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui saluran
cerna.

10
d. Water Borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang
meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis diharapkan terbebas dari
mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai
media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke
pejamu, melalui pintu masuk saluran cerna atau yang lainnya.
e. Air Borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya
udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu
yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin, bicara atau
bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu merupakan
partikel yang dapat terbang bersama partikel lantai/tanah. Penularan
melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup
seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada
laboratorium klinik.
f. Kontak Langsung
Infeksi dapat ditularkan secara langsung melalui kontak lokal kulit
antara klien dengan pejamu lain. Cara penularan ini sebagian besar
terdapat pada infeksi kutan dan termasuk skabies.
g. Jalur Kelamin
Infeksi ini dapat ditularkan melalui kontak hubungan seksual
dengan pejamu, misalnya gonorea, sifilis, herpes genitalis, HIV serta
hepatitis B.
h. Melalui Darah (blood-borne)
Infeksi juga dapat ditularkan melalui darah atau produk darah yang
terinfeksi, misalnya hepatitis B, HIV, dan Hepatitis C pada prosedur
transfusi darah.
E. Tanda-Tanda Infeksi
Menurut Septiari (2012) tanda-tanda infeksi adalah sebagai berikut :

11
1. Rubor (Kemerahan)
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami
infeksi karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga
menimbulkan warna kemerahan.
2. Calor (Panas)
Kalor adalah rasa panas pada daerah yang mengalami infeksi, hal
ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih
banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak
antibodi dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
3. Tumor (Bengkak)
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker seperti yang
umum dibicarakan akan tetapi pembengkakan yang terjadi pada area yang
mengalami infeksi karena meningkatnya permeabilitas sel dan
meningkatnya aliran darah.
4. Dolor (Nyeri)
Dolor adalah rasa nyeri yang dialami pada area yang mengalami
infeksi, ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi
mengeluarkan zat tertentu sehingga menimbulkan nyeri.
F. Tindakan Pengendalian Terhadap Infeksi
1. Pemberitahuan
Setiap negara di dunia memiliki suatu sistem pelaporan infeksi tertentu
untuk tujuan kesehatan masyarakat: ‘pemberitahuan’. Daftar penyakit,
mekanisme pelaporan, dan dasar hukum pemberitahuan yang dimiliki setiap
negara sangat bervariasi. Akan tetapi, semua memiliki kesamaan yaitu
bahwa laporan masyarakat dapat memberikan informasi medis mengenai
pasien kepada pelayanan kesehatan masyarakat, bahwa terdapat tindakan
kontrol yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya penyebaran infeksi
lebih lanjut.
Pengumpulan data infeksi yang telah dibuktikan secara laboratorium
dari ahli mikrobiologi klinis juga memberikan surveilans pada sebagian
besar negara yang telah memiliki pelayanan mikrobiologis. Beberapa
negara mempunyai dokter umum yang bertindak sebagai pengawas dan

12
mereka akan dengan cepat dan konsisten melaporkan kondisi-kondisi
seperti penyakit menyerupai influenza.
2. Pengontrolan Penyakit Menular
Wabah dan kasus penyakit infeksi yang serius (dalam artian dapat
berakibat fatal dan menular) akan diselidiki oleh spesialis kesehatan
masyarakat dan petugas lingkungan, bekerja sama dengan ahli mikrobiologi
dan konsultan penyakit infeksi. Sumber infeksi, cara penyebaran, kontak,
dan lingkungan pekerjaan akan diperiksa serta diberi tindakan yang tepat
termasuk isolasi dan pengobatan pasien, serta imunisasi dan kontrol karier
dan kontak.
3. Tindakan Pengendalian Internasional
Pada kasus cacar, kolera, sampar, dan yellow fever (secara resmi
disebut sebagai ‘penyakit yang membutuhkan pengaturan’), WHO (World
Health Organization) menyusun suatu pertukaran informasi untuk
memudahkan dilakukannya tindakan pencegahan dan kesehatan
masyarakat.

13
PEMBAHASAN KASUS PEMICU

A. Membaca Skenario dan Mengklarifikasi Kata Sulit


“Seorang perempuan berusia 25 tahun dirawat di Ruang Penyakit Bedah
dengan keluhan nyeri di bagian luka post operasi Laparatomi Eksplorasi hari
ke-3. Perawat akan melakukan penggantian balutan pada luka post operasi
tersebut, karena balutan tampak ada darah dan pus.”
Dari hasil analisa kasus diatas, terdapat kata yang sulit, yaitu:
1. Ruang penyakit bedah: ruangan untuk melakukan tindakan operasi
2. Post operasi: pasca/setelah dilakukan tindakan pembedahan
3. Laparatomi eksplorasi: tindakan pembedahan perut, membuka selaput perut
dengan operasi
4. Pus: Nanah
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses infeksi pada luka post operasi laparatomi eksplorasi?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien post laparatomi eksplorasi?
C. Brainstorming dan Pernyataan Sementara
Berdasarkan analisa kasus diatas, dapat kami simpulkan bahwa pasien telah
menjalani tindakan laparatomi eksplorasi namun 3 hari pasca operasi, luka
insisi pasien mengalami infeksi ditandai dengan balutan terdapat darah dan
nanah.
D. Problem Tree
1. Pengertian laparatomi eksplorasi
2. Penyebab infeksi pada luka post operasi laparatomi eksplorasi
3. Penatalaksanaan pasien laparatomi eksplorasi
E. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui laparatomi eksplorasi
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya infeksi pada luka post laparatomi
eksplorasi pada klien
3. Penatalaksanaan pasien laparatomi eksplorasi

14
F. Materi Pembahasan
1. Pengertian Laparatomi Eksplorasi
Laparatomi adalah tindakan pembedahan pada area perut (abdomen)
sampai membuka selaput perut. Sementara Laparatomi Eksplorasi
adalahtindakan bedah pada abdomen dan mencari kelainannya. Biasanya,
laparatomi eksplorasi dilakukan untuk mencari sumber perdarahan organ
dalam dan melakukan tindakan spesifik selanjutnya sesuai dengan kelainan
yang ditemukan. Ada 4 cara prosedur laparatomi, yaitu:
1) Midline incision
2) Paramedian, yaitu: sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm)
3) Transverse upper abdomen incision: insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan spelektomi.
4) Transverse lower abdomen incision: insisi melintang di bagian bawah ±
4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
2. Indikasi
Prosedur laparatomi dilakukan pada berbagai kondisi, seperti:
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar
2) Peritonitis atau radang pada lapisan tipis dinding perut
3) Perdarahan saluran pencernaan (internal blooding)
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5) Penyakit batu empedu
6) Abses hati
7) Usus buntu atau peradangan pada pankreas
8) Kanker atau tumor ganas padaorgan di dalam atau di sekitar rongga
perut
3. Komplikasi
Tindakan laparatomi, baik secara darurat maupun terjadwal dapat
berisiko terjadi komplikasi. Beberapa komplikasi yang kemungkinan dapat
terjadi pasca pembedahan, yaitu:
1) Ventilasi paru tidak adekuat
2) Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung

15
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
5) Penumpukan nanah di dalam organ tubuh (abses)
6) Infeksi pada luka operasi
7) Obstruksi usus
8) Perdarahan
9) Terbukanya jahitan pada dinding perut
4. Sebelum Laparatomi (Persiapan Pasien)
Sebelum dilakukan prosedur laparatomi, beberapa pemeriksaan
harus dilakukan kepada pasien guna memastikan prosedur yang akan
dilakukan tepat. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
1) Pemeriksaan fisik, meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan
fisik secara menyeluruh, serta pemeriksaan lain untuk memastikan
bahwa pasien siap untuk menjalani operasi.
2) Pemindaian, meliputi pemeriksaan foto Rontgen, CT-Scan, dan MRI
untuk membantu dokter merencanakan prosedur.
3) Pemeriksaan darah, pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kadar
elektrolit, gula darah, serta fungsi organ tubuh seperti jantung dan paru-
paru.
4) Dianjurkan untuk istirahat total seminggu sebelum dilakukan operasi.
5) Pasien diharuskan untuk berhenti merokok atau meminum alkohol,
mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, vitamin E,
warfarin satu minggu sebelum operasi untuk menghindari risiko
kesulitan pembekuan darah disekitar area operasi.
6) Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan
mengkonsumsi 6-8 gelas air putih sehari.
5. Post Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut.
Tujuan perawatan post laparatomi adalah:
1) Mengurangi risiko komplikasi pasca pembedahan

16
2) Mempercepat penyembuhan
3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin untuk pulih
4) Mempertahankan konsep diri pasien
5) Mempersiapkan pasien pulang
6. Komplikasi Post Laparatomi
1) Gangguan Perfusi Jaringan sehubungan dengan Tromboplebitis
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki
post operasi dan ambulatif dini.
2) Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.
Organisme yang sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,
organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan (pus).
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3) Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi dan eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai
akibat dari batuk dan muntah.
7. Proses Penyembuhan Luka
1) Fase Pertama
Berlangsung sampai hari ke-3. Batang leukosit banyak yang
rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh
dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.

17
2) Fase Kedua
Dari hari ke 3 – 14, pengisian oleh kolagen seluruh sel epitel timbul
sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
3) Fase Ketiga
Sekitar 2-10 minggu, kolagen terus-menerus ditimbun dan timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4) Fase Keempat
Fase terakhir, penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
8. Infeksi Luka Operasi
Luka operasi dapat mengalami dehisensi atau infeksi. Faktor
penyebab dehisensi pada luka operasi adalah:
1) Jahitan dipasang kurang tepat (terlalu berdekatan atau ditarik dan diikat
terlalu kencang)
2) Teknik operasi yang kurang baik (tidak mencapai lapisan fasia atau
jaringan nonvital ditinggalkan)
3) Tekanan intra abdomen meninggi
Pada pasien yang mengalami dilatasi usus, asites, batuk, muntah, dan
banyak mengedan.
4) Hematom luka
Perdarahan luka dapat menyebabkan terjadinya kegagalan
hemostasis. Hematom dapat mengalami infeksi karena hematom
merupakan medium yang baik dan subur bagi kuman sehingga infeksi
terjadi.
9. Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomi adalah:
1) Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2) Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi dan suhu, warna kulit, dan refil kapiler.
3) Pernapasan: Tingkat kesadaran.
4) Balutan

18
a) Apakah ada tube, drainage?
b) Apakah ada tanda-tanda infeksi?
c) Bagaimana penyembuhan luka?
5) Peralatan
a) Monitor yang terpasang
b) Cairan infus atau transfusi
6) Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi
7) Psikologis
Kecemasan, suasana hati setelah operasi.
10. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya
rasa nyeri di abdomen.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan atau
luka operasi laparatomi.
3. Potensial kekurangan cairan sehubungan dengan adanya demam,
pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.
11. Tindakan Keperawatan Post Operasi
1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output.
2. Observasi dan catat sifat dari drain (warna, jumlah) drainage
3. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati,
jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril
12. Evaluasi
1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi:
a) Suhu tubuh normal
b) Nadi normal
c) Perut tidak kembung
d) Peristaltik usus normal
e) Platus positif
f) Bowl movement positif
2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktivitas

19
3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi
4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa
5. Luka operasi baik

20
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil analisa kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Agen-agen infeksius adalah faktor penyebab penyakit yang paling sering
terjadi
2. Penularan infeksi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
3. Pada saat tubuh terserang infeksi, sistem imun dalam sel pejamu terganggu
4. Agen-agen infeksi berkembangbiak dan hidup pada sel pejamu (hospes),
mendapatkan makanan dan perlindungan di tubuh pejamu.
5. Infeksi ditandai dengan adanya rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor
(bengkak), dan dolor (nyeri).
B. Saran
Kami sadar bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kami sangat mengharapkan saran untuk perbaikan Makalah di masa yang akan
mendatang.

21
Daftar Pustaka

Jitowiyono Sugeng, S.Kep,Ns dan Weni Kristiyanasari, S.Kep,Ns. 2010. Asuhan


Keperawatan Post Operasi Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Muha
Medika

Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. 2008. Lecture Notes: Penyakit Infeksi.


Penerbit Erlangga.

Richard N. Mitchell, et al. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudarto Pringgoutomo, dkk. 2002. Patologi I (Umum) Edisi 1. Jakarta: Sagung


Seto.

Sjamsuhidajat R. Dan Wim De Jong. 2003. Buku-Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hermawan, Teguh Tendi. 2017. Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post
Operasi Laparatomi Dengan Nyeri Akut di Ruang Kenanga RSUD Prof. Dr.
Margon Soekarjo Purwokerto.

Putri, Aghnia Jolanda, dkk. 2010. Pola Infeksi Oportunistik yang Menyebabkan
Kematian pada Penyandang AIDS di RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010-2012.
Padang.
dr. Entjang, Indan. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi
Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan Sederajat. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti

22

Anda mungkin juga menyukai