DASAR TEORI
2.1.1.1 Porositas
Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan.
Secara definisi porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang
terdapat dalam batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara
keseluruhan, biasanya dinyatakan dalam fraksi. Besar-kecilnya porositas suatu
batuan akan menetukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis
porositas dapat dinyatakan sebagai berikut :
4
5
𝑉𝑏−𝑉𝑚 𝑉𝑝
𝜙= = ................................................................................... (2.1)
𝑉𝑏 𝑉𝑏
5 – 10 Jelek
10 – 15 Sedang
15 – 20 Baik
2.1.1.2 Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas merupakan
fungsi tingkat hubungan ruang antar pori-pori batuan. Henry Darcy (1856),
membuat hubungan empiris dengan bentuk diferensial sebagai berikut :
𝑘 𝑑𝑃
𝑄= − .......................................................................................... (2.2)
𝜇 𝑑𝐿
0 -5 Ketat (tight)
5 – 10 Cukup (fair)
2.1.1.3 Saturasi
Batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida.
Dari sejarah terjadinya minyak menunjukkan bahwa, pori-pori batuan mula-mula
diisi oleh air. Minyak dan gas kemudian bergerak menuju reservoir, mendorong
air sampai hanya tinggal sedikit, air yang tertinggal dinamakan connate water atau
initial water. Bila reservoir didapatkan, kemungkinan terdapat minyak, gas dan air
yang telah terdistribusikan keseluruh bagian reservoir.
Saturasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori - pori total
pada suatu batuan berpori.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑂𝑙𝑒ℎ 𝐺𝑎𝑠
𝑆𝑔 = 𝑥 100% .................................................. (2.5)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖−𝑃𝑜𝑟𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
2.1.1.4 Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kecendrungan dari adanya fluida
lain yang tidak saling mencampur. Apabila dua fluida bersinggungan dengan
benda padat, maka salah satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda
padat tersebut. Pada umumnya indikator untuk mengenal Wettabilitas, adalah dari
sudut kontak, yaitu :
1) θ < 90o (mengindikasikan kecenderungan kondisi batuan Water Wet)
2) θ > 90o (mengindikasikan kecenderungan kondisi batuan Oil Wet)
2.1.1.6 Kompresibilitas
Kompresibilitas batuan adalah perubahan volume batuan akibat perubahan
tekanan yang mempengaruhinya, yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan
overburden. Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompresibilitas
batuan yaitu :
1) Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume
material padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
2) Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
3) Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-
pori batuan perubahan tekanan.
2.1.2.1 Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
dengan total volumenya. Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik
(kg/m-3) Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa
jenis yang berbeda. Rumus untuk menentukan massa jenis adalah :
𝑚
ρ= ..................................................................................................... (2.7)
𝑣
𝜌𝑜𝑖𝑙
𝑆𝐺 = ........................................................................................... (2.9)
𝜌𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟
keterangan : Tx = Temperatur,ºF
P = Tekanan, psi
Pada temperatur minyak yang tetap, kelarutan gas tertentu akan bertambah
pada setiap penambahan tekanan. Pada tekanan yang tetap kelarutan gas akan
berkurang terhadap kenaikan temperatur. Persamaan yang digunakan yaitu :
𝑃
𝑅𝑠 = 𝑔 (( 18.2 + 1.4 ) 𝑥 100.0125 𝐴𝑃𝐼−0.00091 (𝑇−460) )1.2048 ............... (2.9)
T = Suhu, ºF
P = Tekanan, Psi
Injection
Fluids
Oil
Injection
Well
4 3 2 1
Driving Fluid Tapered Polymer Polymer Solution Surfactant Slug Additional Oil
(Water )
Gambar 2.5 Mekanisme waterflood
Slug for Transition
to Drive Water
for Mobility Control for Releasing Oil Recovery (Oil Bank)
15
Injeksi air merupakan salah satu metoda EOR yang paling banyak
dilakukan sampai saat ini. Biasanya injeksi air digolongkan ke dalam injeksi tak
bercampur. Alasan-alasan sering digunakan injeksi air ialah:
1) Mobilitas yang cukup rendah
2) Air cukup mudah diperoleh
3) Pengadaan air cukup murah
4) Air mudah diinjeksikan
5) Berat kolom air dalam sumur injeksi turut memberikan tekanan
6) Memiliki efisiensi pendesakan yang sangat baik.
Hydrocarbon Water
Water Wells
Transport Ttreatment
mengatasi masalah tersebut, maka Hall Plot menunjukkan bahwa gradient dari
kurva jumlah tekanan kepala sumur dikalikan dengan waktu terhadap volume
injeksi kumulatif dapat memperlihatkan kapasitas sumur injeksi dan gradient akan
tetap bernilai konstan apabila kapasitasnya tetap konstan.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan gradient pada Hall Plot
adalah fungsi yang berasal dari berbagai parameter reservoir yaitu permeabilitiy
thickness (kapasitas) adalah yang paling penting. Persamaannya adalah:
𝑟𝑒
𝜇𝑤𝐵𝑤 ln( )
𝑟𝑤
𝑚 = 0.00707 𝐾𝑤ℎ .................................................................................. ( 2.10 )
Gambar 2.9 merupakan contoh skematik dari Hall Plot yang digunakan
untuk mendemonstrasikan beberapa kondisi yang dapat didiagnosa dengan teknik
ini. Bagian kurva yang berlabel A merupakan proses pertama kali dilakukan
injeksi pada sumur (fill up) selama periode waktu ini, polanya menjadi terisi
fluida, radius injeksi (re) meluas dan tekanan pada jari-jari eksternal daerah
pengurasan (Pe) meningkat. Pada titik B, proses fill-up selesai dan re serta Pe
konstan. Jalur ke titik C menunjukan Hall Plot untuk sumur yang mengalami
kerusakan formasi. Jalur ke titik D menunjukan sumur injeksi normal. Jalur ke
titik E menunjukan pada sumur tersebut pernah dilakukakan stimulasi. Jalur ke
titik F menunjukan bahwa proses injeksi yang dilakukan keluar dari zona yang
ditentukan (channling).
24
𝐾𝑤ℎ
𝑇𝑚 = 𝜇𝑤
..............................................................................................(2.11)
1
𝑇𝑚~ 𝑚............................................................................................................(2.12)
25
𝑟𝑒
𝐵𝑤 ln( )
𝑟𝑤
𝑇𝑚 = (0.00707)(29.2)𝑚 ............................................................................ (2.13)
𝑟𝑒
4,844 𝐵𝑤 ln( )
𝑟𝑤
𝑇𝑚 = .............................................................................. (2.14)
𝑚
Oleh karena itu, ketika dilakukan dengan menggunakan Hall Plot dan
terjadi perubahan gradient pada kurva tersebut menjadi meningkat, maka dapat
diindikasikan terjadi formation damage pada sumur tersebut. Kedua gradient yang
berbeda ini merupakan kondisi ketika formation damage belum dan sudah terjadi
pada sumur yaitu m1 dan m2. Nilai transmissibilitas pertama (Tm1) berasal dari
gradient yang pertama (m1) yaitu ketika formation damage belum terjadi. Disini
terlihat jelas, bahwa gradient tidak berubah ketika belum terjadi damage. Nilai
transmissibity kedua (Tma) yang berasal dari gradient kedua (m2) merupakan nilai
yang berasal dari rata-rata nilai transmissibilitas ketika formation damage telah
terjadi dan belum terjadi.
Dengan didapatkannya kedua nilai transmissibilitas ini (Tm1 dan Tma),
maka formation damage dapat ditentukan seperti pada Gambar 2.11 Oleh karena
itu, masing-masing transmissibilitas selanjutnya disebut menjadi Tm1
(transmissibilitas pada zona undamage) dan Tma (transmissibilitas rata-rata pada
zona damage dan undamage).
Setelah kedua nilai transmissibilitas diketahui, maka kita mengasumsikan
radius dari reservoir yang terkena damage (ra). Nilai ra pada umumnya berkisar
tidak lebih dari tiga feet karena efek skin hanya terasa pada sumur itu saja.
Walaupun begitu, seberapa besarpun nilainya, tidak memberikan perubahan yang
cukup signifikan pada nilai skin factor yang didapatkan. Pada gambar di bawah
ini dapat dilihat dimana zona damage dan zona undamage.
26
Rw Ra Re
Tavg = Tm2
𝑟𝑒
𝑘𝑎𝑘𝑒 ln( )
𝑟𝑤
𝐾𝑎𝑣𝑔 = 𝑟𝑒 𝑟𝑎 ................................................................. (2.15)
𝑘𝑎 ln( )+ 𝑘𝑒 ln( )
𝑟𝑎 𝑟𝑤
27
Persamaan menjadi :
𝑟𝑒
𝑇𝑚𝑎𝑇𝑚1 ln( )
𝑟𝑤
𝑇𝑚𝑎𝑣𝑔 = Tma = 𝑟𝑒 𝑟𝑎 ............................................. (2.16)
𝑇𝑚𝑎 ln( )+ 𝑇𝑚1 ln( )
𝑟𝑎 𝑟𝑤
Kemudian didapatkan nilai dari Tma. Setelah didapatkan nilai Tma dan
menggunakan asumsi ra yang sudah ditentukan sebelumnya. Maka nilai
transmissibilitas dan ra disubstitusikan ke persamaan untuk mendapatkan nilai
skin:
(𝑘𝑒−𝑘𝑎) 𝑟𝑎
𝑆= ln (𝑟𝑤) ............................................................................. (2.17)
𝐾𝑎
Menjadi :
(𝑇𝑚1−𝑇𝑚𝑎) 𝑟𝑎
𝑆= ln (𝑟𝑤) ....................................................................... (2.18)
𝑇𝑚𝑎
2.7 Stimulasi
Stimulasi merupakan suatu proses perbaikan terhadap sumur untuk
meningkatkan harga permeabilitas formasi yang mengalami kerusakan sehingga
dapat memberikan laju produksi yang besar, yang akhirnya produktifitas sumur
akan menjadi lebih besar jika dibandingkan sebelum diadakannya stimulasi
sumur. Stimulasi dilakukan pada sumur-sumur produksi yang mengalami
penurunan produksi yang disebabkan oleh adanya kerusakan formasi (formation
damage) disekitar lubang sumur dengan cara memperbaiki permeabilitas batuan
reservoir. Metode stimulasi dapat dibedakan menjadi Acidizing dan Hydraulic
Fracturing.
Alasan dilakukanya stimulasi antara lain karena adanya hambatan alami
yaitu permeabilitas reservoir yang rendah sehingga menyebabkan fluida reservoir
tidak dapat bergerak secara cepat melewati reservoir dan hambatan akibat yaitu
yang sering disebut dengan kerusakan formasi (formation damage), kerusakan
fomasi ini kebanyakan disebabkan oleh operasi pemboran dan penyemenan yang
menyebabkan permeabilitas batuan menjadi kecil jika dibandingkan dengan
28
2.8 Acidizing
Acidizing atau Pengasaman dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
disekitar lubang sumur dapat meningkatan produktivitas sumur. Dalam hal ini
sangat penting untuk mengetahui jenis kerusakan sumur yang telah terjadi dan
hal-hal yang mungkin menyebabkan kerusakan tersebut.
fluida yang diinjeksikan akan kontak dengan beberapa subtrat lain seperti karat
dari casing atau material karbonat dari semen formasi. Sebelum kerusakan
diperbaiki hal ini harus dilakukan secara efektif sehingga asam dapat menjangkau
semua daerah yang rusak dan sebagai tambahan teknik pendispersian harus
dilakukan.
Prinsip kerja asam adalah melarutkan batuan reservoir atau material yang
yang ada di dalamnya. Pada mulanya aciding hanya untuk batuan limestone.
Dengan berkembangnya waktu maka pengasaman pada lapisan sandstone mulai
dilakukan untuk menghilangkan material damage yang ditimbulkan saat
dilakukan pemboran maupun completion, workover dan untuk menghancurkan
fines yang timbul dari formasi itu sendiri.
Ada tiga syarat agar asam bisa digunakan untuk stimulasi :
1) Harus bisa bereaksi dengan karbonat dan mineral lain untuk
menghasilkan produk yang bisa melarut.
2) Harus bisa menghambat karat di peralatan sumur.
3) Hal lain seperti aman, biaya, pengadaan, penyimpanan dll.
30
2) Acid fracturing
Acid fracturing adalah penginjeksian asam ke dalam formasi pada tekanan
yang cukup tinggi untuk merekahkan formasi atau membuka rekahan yang
sudah ada. Aplikasi acid fracturing ini hanya terbatas untuk formasi
karbonat, karena jika dilakukan pada formasi batu pasir dapat
menyebabkan keruntuhan formasinya dan mengakibatkan masalah
kepasiran.
3) Matrix acidizing
Matriks acidizing dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan asam dan
aditif tertentu secara langsung ke dalam pori-pori batuan formasi disekitar
lubang sumur dengan tekanan penginjeksian di bawah tekanan rekah
formasi, dengan tujuan agar reaksi menyebar ke formasi secara radial.