Anda di halaman 1dari 6

Faktor Risiko pada Periodontitis

Abstrak
Dalam beberapa tahun terakhir, jelas bahwa patogenesis penyakit periodontal lebih kompleks
daripada adanya mikroorganisme virulen. Sebenarnya, sekarang sudah dapat diterima secara luas
bahwa kerentanan terhadap periodontitis sangat bervariasi walaupun padaindividu-individu yang
memiliki mikroflora patogenik yang sama. Sampai saat ini, sebagian besar bukti menunjukkan
bahwa faktor utama kerentanan dipengaruhi respons host terhadap penolakan bakteri. Dalam
tinjauan ini, kami akan menilai data yang melibatkan beragam faktor risiko yang diturunkan dan
diakuisisi untuk kerentanan terhadap penyakit periodontal.

Kata kunci : penyakit periodontal,faktor risiko,respons host

Pendahuluan
Sejarahnya, diyakini bahwa semua individu rentan terhadap penyakit periodontal dan akumulasi
plak, kebersihan mulut yang buruk, dan trauma oklusal cukup untuk memulai periodontitis.
Namun selama 4 dekade terakhir ini telah diterima bahwa penyakit periodontal disebabkan oleh
infeksi bakteri tertentu dan individu rentan terhadap infeksi ini maupun kerusakan yang
diakibatkan oleh infeksi tersebut. Dengan pemahaman ini maka timbul usaha untuk
mengembangkan penanda untuk mengidentifikasi individu yang rentan sebelum mereka
mengembangkan periodontitis dan mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin dimodifikasi
untuk mencegah atau mengubah jalannya penyakit periodontal. Dengan pengetahuan tentang
hubungan yang mungkin terjadi antara penyakit periodontal dan kesehatan sistemik yang telah
muncul selama dekade terakhir, penyelidikan tentang kerentanan terhadap penyakit periodontal
telah menghasilkan hasil yang lebih luas.

Faktor Risiko dan Pola Penelitian


Faktor risiko dapat diartikan sebagai kejadian atau karakteristik yang berhubungan dengan
peningkatan tingkat penyakit yang akan terjadi. Penting untuk membedakan bahwa faktor risiko
dikaitkan dengan penyakit tapi tidak harus menyebabkan penyakit. Faktor risiko dapat dibedakan
menjadi dua: faktor dapat dimodifikasi, yaitu faktor yang berhubungan dengan lingkungan dan
factor yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu faktor yang bersifat intrinsik bagi individu dan oleh
karena itu tidak mudah berubah, yang biasanya dikenal sebagai faktor penentu. Bukti yang
digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko biasanya berasal dari jenis penelitian untuk
meningkatkan kekuatan bukti: laporan kasus, rangkaian kasus, studi kasus terkendali, studi
cross-sectional, studi kohort longitudinal, dan uji klinis terkontrol yang juga diketahui sebagai
studi intervensi.Semua penelitian ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan
penyakit meskipun tidak sama kuatnya. Studi longitudinal mungkin mampu mengidentifikasi
hubungan kausal. Studi intervensi memberikan bukti kuat hubungan kausal dan selanjutnya dapat
memberikan bukti manfaat untuk menghilangkan faktor risiko. Asosiasi yang diidentifikasi
melalui studi longitudinal dan intervensi disebut faktor risiko, sedangkan asosiasi berdasarkan
pengamatan studi cross-sectional dan kasus terkendali disebut indikator risiko. Dengan
demikian, istilah faktor risiko menunjukkan bukti yang lebih besar yang mendukung sebuah
asosiasi daripada indikator risiko.

Mengukur Penyakit Periodontal

Beberapa pendekatan berbeda untuk pengukuran penyakit periodontal telah


dikembangkan oleh individu maupun kelompok berbeda. memang beberapa indeks,
masing masing dengan kekuatan dan kelemahannya, telah dirancang dan masing
masing menggabungkan penilaian objektif dan negatif dari membedakan beban
menjadi skala yang berurutan. misalnya indeks periodontal, indeks tingkat dan
keparahan, dan indeks penyakit periodontal NICR. lebih baru lagi, unell et al telah
mengembangkan indeks penyakit periodontal berdasarkan jawaban pasien terhadap
sebuah kuisioner. menurut nunn, ukuran kerusakan periodontal terbaik dan paling
pragmatis adalah tingkat tulang alveolar dan tingkat perlekatan klinis. mungkin lebih
pentingnya, studi-studi berbeda telah menggunakan ukuran penyakit periodontal
berbeda, yang telah membuat perbandingan dari data antar studi menjadi lebih rumit.
meskipun begitu, beberapa faktor risiko telah diidentifikasi dimana sebuah hubungan
dianjurkan namun tidak tertetapkan dengan jelas. Makalah ini akan membahas bukti
yang ditetapkan dengan jelas yang mengaitkan faktor risiko yang bisa diubah dan faktor
risiko yang tidak bisa diubah untuk penyakit periodontal.

Faktor Risiko yang Bisa Diubah

Merokok

Merokok adalah faktor risiko yang bisa diubah yang telah ditetapkan paling baik
untuk mengembangkan penyakit periodontal. Hubungan antara merokok dan kes
ehatan periodontal dahulu diinvestigasi pada pertengahan abad lalu. Baru-baru i
ni, banyak studi epidemiologis, klinis, dan in vitro telah muncul yang telah menye
diakan bukti tak terbantahkan bahwa merokok memengaruhi kesehatan periodon
tal secara negatif dan mengusulkan mekanisme jika hal ini mungkin terjadi. Data
menyilang dan longitudinal menyediakan dukungan kuat untuk pernyataan yang
meningkatkan resiko dari penyakit periodontal yang sedang berkembang sebagai
mana diukur oleh hilangnya perlekatan klinis dan kehilangan tulang alveolar, ber
samaan dengan merokok yang juga meningkat. Meskipun tidak ada studi interve
nsi jangka panjang, studi menyilang dan longitudinal keduanya mendapati perok
ok terdahulu (secara klinis diartikan sebagai dua tahun atau lebih sejak berhenti
merokok) mengalami kehilangan perlekatan yang lebih sedikit dibanding perokok
kini, namun lebih daripada yang tidak pernah merokok. Lebih lanjutnya, kemung
kinan daripada perkembangan peningkatan penyakit periodontal menunjukkan k
etergantungan dosis. Perbandingan ganjil untuk penyakit periodontal yang sedan
g berkembang sebagai hasil dari jangka merokok dari 2.5, 3.79 untuk perokok ki
ni dan 1.65 untuk perokok terdahulu dan 3.25 untuk perokok ringan hingga 7.28
untuk perokok berat.
Beberapa studi telah ditetapkan bahwa merokok berkaitan dengan pengurangan
pendarahan. Studi telah menunjukkan bahwa merokok tidak mengurangi jumlah
keberadaan plak dan pada faktanya perokok mungkin mengalami lebih sedikit pe
ndarahan gingiva daripada non perokok dengan jumlah plak indeks lebih sedikit.
Dapat dikatakan bahwa ini menggambarkan penggantian mutu pembuluh darah
menyembur ke jaringan gingiva. Juga dapat dikatakan bahwa pendarahan yang
berkurang menggambarkan sebuah gangguan dasar dari respon imun dan hal ini
bisa menyebabkan peningkatkan kehilangan perlekatan klinis dan tulang alveola
r. Penemuan ini mengusulkan ketergantungan yang lebih sedikit pada pengguna
an pendarahan gingiva sebagai indikator inflamasi gingiva saat menilai kesehata
n periodontal perokok.

Perawatan periodontal cenderung kurang memungkinkan untuk berhasil pada pe


rokok dibanding non perokok. Studi menilai kemanjuran dari kontrol penyakit peri
odontal dan prosedur periodontal spesifik termasuk prosedur regeneratif, transpl
antasi jaringan lunak dan prosedur implant telah secara konsisten menunjukkan
efek negatif dari kesehatan periodontal perokok.

Studi in vitro telah menunjukkan profil inflamatoris sitokin dari cairan krevis gingiv
a yang telah berubah, fungsi sel imun, dan regulasi proteolitik yang telah beruba
h, pada perokok. Lebih terbarunya, chang et al telah menunjukkan ekspresi cox-
2 mRNA yang telah diganti pada fibroblast gingiva sebagai balasan bagi nikotin.
Namun, hasil dari studi tersebut tidak konsisten dan sejauh ini tidak ada mekanis
me jelas yang telah muncul untuk menjelaskan bagaimana merokok bisa memen
garuhi kesehatan periodontal. Daerah baru dari sebuah studi yang telah muncul
adalah hubungan antara merokok dengan polimorfisme genetic. Namun hasil inv
estigasi yang dibawa sejauh ini tidak bisa dijelaskan.

Diabetes Mellitus

Diabetes adalah faktor yang bisa diubah dengan rasa meskipun tidak bisa disem
buhkan, namun bisa dikontrol. Studi yang telah menilai hubungan antara diabete
s dan periodontitis adalah heterogenus dalam rancangan dan tujuan. Demikian, k
esimpulan negatif dan positif telah dibawa ke hubungan antara kedua penyakit te
rsebut. Secara umum tidak ada perbedaan dalam hal pengaruh yang telah ditent
ukan antara DM tipe 1 dan 2. Parameter diabetes, termasuk control glikemis, dur
asi penyakit, keberadaan dari komplikasi lain yang berkaitan dengan diabetes da
n populasi yang telah dipelajari. Parameter periodontal, termasuk gingivitis, kehil
angan perlekatan klinis, dan kehilangan tulang alveolar. Sebuah pembahasan da
ri sebuah literatur oleh kinane didapati sebagai bukti yang dapat dipertimbangkan
untuk mengajukan bahwa diabetes dan periodontitis memiliki hubungan langsun
g. Studi telah menunjukkan hubungan antara rendahnya faktor kontrol glikemis d
engan parameter penyakit periodontal. Taylor et al telah mengusulkan hubungan
dua arah antara penyakit periodontal dengan kontrol glikemis dengan masing m
asing penyakit memiliki pengaruh potensial kepada satu sama lain. Studi silang d
i Pima Indians, sebuah grup yang menunjukkan prevalensi tertinggi dari diabetes
tipe 2 sedunia, menunjukkan adanya perbandingan ganjil dari 2.8 hingga 3.4 unt
uk penyakit periodontal yang sedang berkembang di diabetes tipe 2 dibanding ya
ng tidak mendertita diabetes. Miripnya, studi longitudinal telah menunjukan kenai
kan resiko dari kerusakan periodontal yang sedang berjalan pada penderita diab
etes dibanding pada yang tidak menderita diabetes dengan perbandingan ganjil
4.2. akhirnya, studi telah selesai dimana mengusulkan diabetes rendah control k
urang memberi respon dibanding terapi periodontal relative untuk diabetes yang l
ebih terkontrol dan yang tidak menderita diabetes.

Mikroorganisme dan Penyakit Periodontal

Dari seluruh ragam mikroorganisme yang berkoloni didalam mulut, ada tiga yang tel
ah diimplikasi sebagai agen etiologis pada periodontitis, yaitu Porphyromonas gingiv
alis, Tanerella forsythia (sebelumnya Bacteroides forsythus), dan Actinobacillus acti
nomycetemcomitans. Keberadaan patogen periodontal, meskipun penting untuk me
nyebabkan penyakit, namun tidak cukup. Memang perbandingan ganjil dari penyakit
periodontal yang sedang berkembang pada seseorang yang melindungi satu dari p
atogen periodontal terduga tidak cukup tinggi untuk mempertimbangkan mereka seb
agai faktor risiko. Keberadaan A. actinomycetemcomitans menganjurkan tidak ada ri
siko tambahan dari periodontitis agresif terlokalisasi yang sedang berkembang pada
orang dewasa meskipun faktanya keberadaannya penting untuk penyakit tersebut b
erkembang. Telah ditunjukkan bahwa Prevotella intermedia, P. gingivalis dan Fusob
acterium nucleatum bisa menjadi indikator risiko bagi penyakit periodontal pada pop
ulasi berbeda, meskipun mereka bukanlah faktor risiko.

Faktor Psikologis

Studi telah menunjukkan bahwa individu dengan stress psikologis lebih mungkin
untuk menumbuhkan kehilangan perlekatan klinis dan kehilangan tulang alveolar
. Satu kaitan memungkinkan dalam hal ini mengenai kemungkinan peningkatan p
roduksi IL-6 sebagai respon untuk peningkatan stress psikologis. Studi lain meng
anjurkan bahwa respon pejamu terhadap P. gingivalis bisa dikompromi oleh indiv
idu dengan stress psikologis. Meskipun keberadaan bukti dari kontrol kasus dan
studi silang, tidak ada studi longitudinal maupun intervensi telah diterbitkan yang
mengkonfirmasi stress psikologis sebagai faktor resiko untuk penyakit periodonta
l. Mungkin hubungannya disebabkan oleh fakta bahwa individu dengan stress leb
ih kurang memungkinkan untuk melakukan kesehatan mulut yang baik secara ter
atur dan profilaksis.

Faktor Resiko Non-modifikasi


Faktor Genetik
Meskipun infeksi bakteri adalah agen etiologi dalam penyakit periodontal, penelitian kembar
identik menunjukkan bahwa 50% kerentanan terhadap penyakit periodontal disebabkan oleh
faktor host (Michalowicz et al., 2000). Demikian pula, populasi asli dan relatif terisolasi telah
terbukti dapat mengembangkan penyakit periodontal yang berbeda dari kelompok ke kelompok
(Dowsett et al., 2001; Ronderos et al., 2001).

Respons Host

Pandangan yang saat ini banyak dilihat berdasarkan banyak bukti adalah bahwa kehancuran yang
diamati pada penyakit periodontal adalah hasil dari respons kekebalan tubuh yang tidak tepat
terhadap infeksi bakteri daripada efek destruktif langsung dari patogen bakteri itu sendiri (Van
Dyke dan Serhan, 2003 ). Dalam kasus periodontitis agresif lokal, telah disarankan bahwa
neutrofil yang terlalu aktif atau "prima" mungkin bertanggung jawab untuk menengahi kerusakan
jaringan yang diamati pada penyakit itu (Van Dyke dan Serhan, 2003). Polimorfisme gen IL-1
telah dikaitkan dengan penyakit periodontal. Jadi genotipe Il-1 yang spesifik telah dikaitkan
dengan keberadaan mikroorganisme patogen (Socransky et al., 2000), dan peningkatan risiko
penyakit periodontal pada yang bukan perokok (Kornman et al., 1997) dan perokok (Meisel et al
, 2002; Meisel et al., 2003).Dalam populasi yang dipelajari oleh Kornman et al. 1997 sebuah
pembagian dari 18,9 dikaitkan dengan genotipe IL-1 yang spesifik. Ini juga menentukan bahwa
genotipe dan merokok ini menyumbang sebanyak 80% dari penyakit periodontal yang diamati
pada populasi tersebut. Baru-baru ini Meisel dkk. 2002 telah menunjukkan hasil tidak ada efek
genotipe Il-1 pada non-perokok. Guzman dkk. 2003 telah menunjukkan kemungkinan hubungan
antara genotipe Il-1 dan status periodontal pada penderita diabetes. Pada titik ini tidak ada
genotipe Il-1 definitif yang menempatkan individu pada populasi tertentu yang berisiko terkena
penyakit periodontal. Selanjutnya, bukti yang menunjukkan kemungkinan interaksi antara Il-1
dan merokok dan diabetes menunjukkan bahwa ada interaksi antara faktor lingkungan genetik
yang menyebabkan penyakit periodontal.
Bukti juga menunjukkan kemungkinan hubungan antara penyakit periodontal dan polimorfisme
reseptor FMLP dan Fc. Ini, bagaimanapun, kurang terbukti kebenarannya dengan baik pada saat
ini. Demikian pula, hubungan antara genetika HLA dan penyakit periodontal juga telah
disarankan meskipun tidak jelas.

Osteoporosis
Beberapa penelitian cross-sectional telah menunjukkan bahwa kepadatan tulang alveolar
berubah pada individu yang osteoporosis. Sedikit penelitian telah menunjukkan hubungan
dengan tingkat keterikatan klinis. Namun, hasil ini juga telah dibantah oleh beberapa penelitian
lainnya. Dalam studi longitudinal, hubungan telah ditunjukkan antara osteoporosis dan
kehilangan tulang alveolar, namun tidak terjadi antara osteoporosis dan tingkat keterikatan klinis.

Penyakit sistemik lainnya

Beberapa kekurangan fungsi neutrofil berhubungan dengan penyakit periodontal. Ini termasuk
sindrom Chediak-Higashi, neutropeni siklik, sindrom leukosit malas, agranulositosis dan
defisiensi adhesi leukosit dan sindrom Down dan sindrom Papillon Lefevre. Kecuali sindrom
Downs, penyakit ini sangat jarang terjadi, jadi mungkin meski hubungan yang tidak pasti dengan
penyakit periodontal belum terbentuk (Deas et al., 2003).

Penuaan
Penuaan berhubungan dengan peningkatan terjadinya penyakit periodontal (Grossi et al., 1994;
Grossi et al., 1995). Namun telah disarankan bahwa peningkatan tingkat kerusakan periodontal
yang diamati dengan penuaan adalah hasil dari kerusakan kumulatif daripada akibat
meningkatnya tingkat kerusakan. Jadi penuaan bukanlah faktor risiko tersendiri. (Genco, 1996)

Kesimpulan
Merokok dan diabetes tipe 1 dan 2 merupakan faktor risiko penyakit periodontal yang kuat,
sedangkan mikroorganisme etiologi P. gingivalis, T. forsythia dan A. actinomycetemcomitans
adalah indikator risiko. Polimorfisme genetika, terutama berkaitan dengan IL1 tetapi juga faktor
nekrosis tumor (TNF), antigen leukosit manusia (HLA) dan lainnya juga telah diteliti, walaupun
semata-mata mereka tidak dapat dianggap sebagai penanda risiko atau indikator risiko. Demikian
pula, kerentanan terhadap penyakit periodontal mungkin akibat cacat fungsi neutrofil. Dalam
kasus periodontitis agresif lokal, defek mungkin relatif tidak berbahaya. Pada kondisi disfungsi
neutrofil yang lebih parah, insidensinya mungkin sangat rendah atau penyakitnya begitu
mengurangi tenaga untuk mencegah analisis hubungan periodontal yang tepat. Studi masa depan
kemungkinan akan difokuskan untuk memahami hubungan antara faktor genetik dan lingkungan
dan juga pada identifikasi cepat dan praktis individu berisiko, dan akan memungkinkan kita
untuk menyesuaikan terapi agar lebih sesuai dengan kebutuhan pasien kita sebagai individu dan
dengan demikian mencapai hasil yang lebih baik.

Ucapan Terima Kasih


Didukung oleh bagian USPHS Grant DE13499

Catatan kaki
Disampaikan pada Pertemuan Internasional ke-9 Akademi Periodontologi Internasional, Cape To
wn, Afrika Selatan, 25-27 Oktober, 2003

Anda mungkin juga menyukai