Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang
banyak dijumpai dimuka bumi ini. Penyakit hipertensi ini dikenal sebagai
the silent killer atau pembunuh tersembunyi karena pada banyak kasus
tidak timbul gejala. Hipertensi berisiko besar bila tidak diobati dan
tekanan darah yang terlampau tinggi membuat jantung memompa lebih
keras yang akhirnya mengakibatkan gagal jantung, stroke, infark jantung
dan gagal ginjal (Darmawan, 2012).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana
menurut World Healt Organization (WHO) tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg untuk usia < 60 tahun.
Sedangkan untuk usia ≥ 60 tahun tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 95 mmHg (Nugroho, 2011).
World Healt Organization (WHO) 2017 mengatakan jumlah
penderita hipertensi setiap tahunnya terus meningkat, diperkirakan pada
tahun 2025 mendatang akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi.
Diperkirakan setiap tahun ada 9,4 juta orang yang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasi.
Data di Indonesia, prevelensi hipertensi sebesar 25,8%. Hipertensi
merupakan tantangan besar di Indonesia. Dari data Survei Indikator
Kesehatan (Sirkesnas) pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan
prevelensi yang menderita hipertensi pada penduduk usia 18 tahun keatas
mencapai 32,4% (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data di Jawa Tengah pada tahun 2016, penduduk usia
> 18 tahun yang dilakukan pengukuran tekanan darah tercatat sebanyak
5.292.052 atau 20,16%, dari hasil pengukuran tekanan darah tersebut,
sebanyak 611.358 atau 11,55% dinyatakan menderita hipertensi atau
darah tinggi (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2016).
Pada penduduk usia ≥ 18 tahun difasilitas pelayanan kesehatan
dasar (puskesmas dan jaringannya) Kabupaten Batang, yang melakukan
pengukuran tekanan darah sebanyak 255.064 orang (49,45%) dan
ditemukan sebanyak 18.819 orang (7,38%) terdeteksi memiliki tekanan
darah tinggi (Profil Kesehatan Kabupaten Batang, 2017).
Penderita hipertensi umumnya mengalami berbagai kondisi klinis
seperti sakit kepala, pusing, nokturia, sesak nafas dan kelelahan. Cortelli
(2006) menyatakan bahwa 46% penderita hipertensi sering mengalami
pusing yang berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan penderita
hipertensi sering terbangun dari tidurnya sehingga penderita tidak
mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak pada
aktivitas di keesokan harinya. Kemudian Khuswardhani (2006)
menyatakan 68% penderita hipertensi mengalami gangguan pola tidur
akibat nokturia atau sering buang air kecil pada malam hari yang
menyebabkan penderita terbangun berulang kali dari tidurnya, dan
menurut Louis (2005) bahwa 91% penderita hipertensi mengalami sulit
bernafas saat tidur. Secara umum penderita hipertensi mengalami
gangguan pola tidur karena adanya beberapa kondisi klinis yang
dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk (Lubis &
Bukit, 2012).
Istirahat dan tidur merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi. Ketika tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur pada
pasien maka akan menimbulkan suatu masalah keperawatan yaitu
gangguan pola tidur. Gangguan pola tidur adalah suatu kondisi dimana
menyebabkan tidur menjadi terganggu yang menghasilkan salah satu dari
tiga masalah insomnia, yaitu gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau
ketika terbangun di malam hari (Potter & Perry, 2010). Ketika gangguan
pola tidur tidak bisa ditangani secara cepat dan tepat, maka tekanan darah
akan mengalami peningkatan lagi yang dikhawatirkan memicu munculnya
komplikasi seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan.
Kemudian pengelolaan keperawatan yang dilakukan untuk pasien
hipertensi dengan gangguan pola tidur yaitu pengelolaan farmakologi
dengan obat untuk mengontrol hipertensi dan obat tidur, sedangkan
pengelolaan keperawatan nonfarmakologinya dengan teknik relaksasi,
distraksi sebelum tidur dan memberikan penjelasan tentang pentingnya
tidur (Lubis & Bukit, 2012).
Terapi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur
dapat berupa nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan menggunakan
relaksasi. Teknik untuk relaksasi adalah teknik PMR Jacobson.
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Jacobson adalah suatu
keterampilan yang dipelajari dan digunakan untuk mengurangi ketegangan
serta menimbulkan rasa nyaman tanpa tergantung pada subjek diluar
dirinya. Aktivitas yang dilakukan oleh sistem saraf parasimpatis dapat
menyebabkan perasaan ingin tidur dan perbaikan fisik tubuh. Oleh sebab
itu, melalui latihan relaksasi dapat memunculkan respon relaksasi
sehingga dapat mencapai keadaan tenang. Mekanisme kerja progressive
muscle relaxation dalam mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu karena
terdapat gerakan konstraksi dan relaksasi otot yang dapat menstimulasi
respon relaksasi baik fisik maupun psikologis. Respon relaksasi akan
terjadi karena adanya aktifitan sistem saraf otonom parasimpatis nuclei
rafe. Hal ini akan menyebabkan perubahan yang dapat mengontrol
aktivitas saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, ketegangan
otot, tekanan darah, serta gelombang alfa dalam otak sehingga mudah
untuk tertidur (Kasron & Susilowati, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
laporan dengan judul “Pengelolaan Keperawatan Gangguan Pola Tidur
pada Pasien dengan Hipertensi”.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menggambarkan pengelolaan keperawatan gangguan pola tidur pada
pasien dengan hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian pada pasien dengan hipertensi.
b. Menggambarkan diagnosis keperawatan (gangguan pola tidur)
pada pasien dengan hipertensi.
c. Menggambarkan perencanaan untuk mengatasi gangguan pola
tidur pada pasien dengan hipertensi.
d. Menggambarkan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi gangguan pola tidur pada pasien dengan hipertensi.
e. Menggambarkan evaluasi masalah keperawatan gangguan pola
tidur pada pasien dengan hipertensi.
f. Membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan,
tindakan yang ditekankan pada prosedur keperawatan – SOP, dan
evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan
pola tidur pada pasien dengan hipertensi.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbaan untuk
meningkatkan pengetahuan terutama dalam pengelolaan klien dengan
hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi dalam
peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan keperawatan
khususnya bagi klien dengan hipertensi.
b. Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi dalam
peningkatan status kesehatan melalui upaya promotif khususnya
bagi klien dengan hipe rtensi.

Anda mungkin juga menyukai