Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HIV

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Keperawatan Anak di Ruang 7 RSUD Dr.Saiful Anwar Malang

OLEH :
SILFANI MINAMAKKATA
2018.04.083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2018
Lembar Pengesahan
Laporan Pendahuluan
HIV
Ruang 7 RSUD Dr.Saiful Anwar Malang

Disetujui tanggal Januari 2019

Mahasiswa

Silfani Minamakkata

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
Lembar Pengesahan
Asuhan Keperawatan
HIV
Ruang 7 RSUD Dr.Saiful Anwar Malang

Disetujui tanggal Januari 2019

Mahasiswa

Silfani Minamakkata

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu
yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah
suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif
lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan
bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi
opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang
mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif
terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada klien
berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks
invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi
misalnya, TB (Tubercolosis) (Doenges, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh
manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Nursalam, 2007).

B. Stadium
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada
empat stadium yaitu :
1) Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya
perubahan serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari
negatif menjadi positif. Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh
sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period.
Lama window period satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang berlangsung
sampai enam bulan.
2) Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak
menunjukkan gejala - gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10
tahun. Klien yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada
orang lain.
3) Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja,
dan berlangsung selama satu bulan.
4) Stadium keempat AIDS
Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara
lain penyakit saraf, infeksi sekunder dan lain – lain.

C. Etiologi
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system
imun dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human
Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok
retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang
memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup
penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya
tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005).
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Sering berganti pasangan dalam berhubungan seksual
2. Penggunaan jarum suntik secara bergantian (Narkoba)
3. Partner seks dari penderita HIV/AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi)
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV/AIDS

D. Manifestasi Klinis
Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas
dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang
berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan
efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang
tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan
menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun)
setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap
sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung
HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena
orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya.
Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai
berikut :
1. Gejala Mayor
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
2. Gejala Minor
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b) Adanya herpes zoster multi segmental dan herpes zoster berulang,
kulit menggelap
c) Kandidias orofaringeal, sariawan yang tidak kunjung sembuh
d) Limfadenopati generalisata
e) Ruam dan gatal
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS
dapat dibagikan mengikut fasenya, yaitu :
a) Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-
6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul
adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi,
malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis,
ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama
dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan
mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik
narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala
ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak
70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini
yang akan sembuh sendiri.
b) Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini
virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat
pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA
virus HIV. Klien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat
akan masuk ke fase simptomatik daripada klien dengan tingkat RNA virus
HIV yang rendah.
c) Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

E. Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,
semen dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui
hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic
RNA. Bilaman virus masuk kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA
virus diubah menjadi oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV .
DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan
selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system
kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga dapat menginfeksi sel monosit
makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe,
makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia
otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi
sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom
retroviral akut atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh
penurunan CD4 (Cluster Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-
HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun
dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum
klien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam darah )
akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada suatu level
titik tertentu maka viral load secara perlahan meningkat.
(DEPKES RI,2003).
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh
lain (cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja).
Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100%
(Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes
ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif
dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran
adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan
gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%.
Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24
jam (Hanum, 2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2. Pemeriksaan CD4 dilakukan
dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan
cell sorter.
Prinsip flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell
sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat untuk
mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan
memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut
karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang
ditembus oleh seberkas sinar laser.
Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal
elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel
bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel manapun
yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu
atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu dapat
mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah
masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

H. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV
perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang
tercemar HIV.
1. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi klien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk klien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk klien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin,
diedoxycytidine, dan recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
I. Komplikasi
1. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
2. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara
universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan
dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya.
Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam
rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal). Sebagian klien juga menderita lesi oral yang mengalami
ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke
sistem tubuh yang lain.
3. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan
malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan ,
merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan
limfe.
4. Neurologik
a) Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar
penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir atau sulit
berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat menuju
dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium akhir. Tidak
semua penderita mencapai stadium akhir ini.
b) Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial. Ensefalopati
HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua
pertiga klien –klien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang
ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan
motorik. Tanda –tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit
dibedakan dengan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan
terhadap infeksi dan malignansi
c) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
menarik endokarditis.
d) Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan
disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan
impotensi.
5. Gastrointestinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritik.
c) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
6. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek,
batuk, nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas.
7. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
, reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
8. Sensorik
a) Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
b) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat Keperawatan
a) Riwayat kesehatan saat ini
b) Riwayat kesehatan masa lalu
c) Riwayat penyakit keluarga
d) Diagnosa medis dan terapi
e) Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
f) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
g) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS klien hanya mampu
menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan klien sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
h) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB klien
i) Pola aktifitas dan latihan
Klien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik,
tetapi klien mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
j) Pola istirahat
Klien mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran
kacau, terus gelisah.
k) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit, klien mampu memberikan
penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.
l) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional klien sedikit terganggu karena pikiran kacau
dan sulit tidur.
m) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik klien.
n) Pola reproduksi dan seksual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada klien
o) Pola penanggulangan stress
Stres timbul akibat klien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya, klien merasakan pikirannya kacau. Keluarga
klien cukup perhatian selama klien dirawat di rumah sakit.
p) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada klien, maka klien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu,
dimana klien dan keluarga percaya bahwa masalah klien murni
masalah medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas
kesehatan.
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung)
c) Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan
splenomegali)
d) Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang)
e) Sistem muskuloskeletal (mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak)
f) Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening)
4. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi)
b) Pemeriksaan foto abdomen (mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai oksigen
2. Gangguan pertukaran gas b/d peradangan pada jaringan paru
3. Gangguan pola nafas b/d sesak nafas
4. Hipertermi b/d proses inflamasi
5. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral
6. Gangguan eliminasi urin b/d penurunan fungsi ginjal
7. Gangguan Persepsi sensori b/d penurunan fungsi indra
8. Intoleransi Aktivitas b/d ketidakmampuan beraktivitas
9. Kerusakan Integritas Kulit b/d proses inflamasi sistem integumen
10. Resiko Infeksi b/d penurunan daya tahan tubuh

C. Rencana Asuhan Keperawatan


NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif Cardiac pump Effectiveness 1. Monitor nyeri dada
1. Hb oksigen, Circulation status (durasi, intensitas dan
penurunan Tissue Prefusion : faktor-faktor presipitasi)
konsentrasi Hb, cardiac, periferal 2. Observasi perubahan
Hipervolemia, Vital Sign Statusl ECG
Hipoventilasi, Setelah dilakukan asuhan 3. Auskultasi suara jantung
gangguan transport dan paru
O2, gangguan Selama 1x24jam 4. Monitor irama dan jumlah
aliran arteri dan ketidakefektifan perfusi denyut jantung
vena jaringan kardiopulmonal 5. Monitor angka PT, PTT
DS: teratasi dengan kriteria dan AT
 Nyeri dada hasil: 6. Monitor elektrolit
 Sesak nafas 1. Tekanan systole dan (potassium dan
diastole dalam rentang magnesium)
DO yang diharapkan 7. Monitor status cairan
 AGD abnormal 2. CVP dalam batas 8. Evaluasi oedem perifer
 Aritmia normal dan denyut nadi
 Bronko spasme 3. Nadi perifer kuat dan 9. Monitor peningkatan
 Kapilare refill > 3 simetris kelelahan dan kecemasan
dtk 4. Tidak ada oedem perifer 10. Instruksikan pada pasien
dan asites untuk tidak mengejan
 Retraksi dada
5. Denyut jantung, AGD, selama BAB
 Penggunaan otot-
ejeksi 11. Jelaskan pembatasan
otot tambahan
6. fraksi dalam batas intake kafein, sodium,
normal kolesterol dan lemak
12. Kelola pemberian obat-
obat analgesik, anti
koagulan, nitrogliserin,
vasodilator dan diuretik
2. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Airway Management
Definisi : Pertukaran Ventilation 1. Buka jalan nafas,
udara inspirasi dan/atau Respiratory status : Airway guanakan teknik chin lift
ekspirasi tidak adekuat patency atau jaw thrust
Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : memaksimalkan ventilasi
1. Penurunan tekanan Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien
inspirasi/ekspirasi 1. Mendemonstrasikan perlunya pemasangan alat
2. Penurunan batuk efektif dan suara jalan nafas buatan
pertukaran udara nafas yang bersih, tidak 4. Lakukan fisioterapi dada
per menit ada sianosis dan jika perlu
3. Menggunakan otot dyspneu (mampu 5. Keluarkan sekret dengan
pernafasan mengeluarkan sputum, batuk atau suction
tambahan mampu bernafas dengan 6. Auskultasi suara nafas,
4. Nasal flaring mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
5. Dyspnea lips) tambahan
6. Orthopnea 2. Menunjukkan jalan 7. Berikan bronkodilator
7. Perubahan nafas yang paten (klien bila perlu
penyimpangan dada tidak merasa tercekik, 8. Berikan pelembab udara
8. Nafas pendek irama nafas, frekuensi Kassa basah NaCl
9. Assumption of 3- pernafasan dalam Lembab
point position rentang normal, tidak 9. Atur intake untuk cairan
10. Pernafasan pursed- ada suara nafas mengoptimalkan
lip abnormal) keseimbangan
11. Tahap ekspirasi 3. Tanda Tanda vital dalam 10. Monitor respirasi dan
berlangsung sangat rentang normal (tekanan status O2
lama darah, nadi, pernafasan)
12. Peningkatan Terapi Oksigen
diameter anterior- 1. Bersihkan mulut, hidung
posterior dan secret trakea
13. Pernafasan rata- 2. Pertahankan jalan nafas
rata/minimal yang paten
 Bayi : < 25 atau 3. Atur peralatan oksigenasi
> 60 4. Monitor aliran oksigen
 Usia 1-4 : < 20 5. Pertahankan posisi pasien
atau > 30 6. Observasi adanya tanda
 Usia 5-14 : < 14 tanda hipoventilasi
atau > 25 7. Monitor adanya
 Usia > 14 : < 11 kecemasan pasien
atau > 24 terhadap oksigenasi
14. Kedalaman
pernafasan
 Dewasa volume Vital sign Monitoring
tidalnya 500 ml 1. Monitor TD, nadi, suhu,
saat istirahat dan RR
 Bayi volume 2. Catat adanya fluktuasi
tidalnya 6-8 tekanan darah
ml/Kg 3. Monitor VS saat pasien
15. Timing rasio berbaring, duduk, atau
16. Penurunan berdiri
kapasitas vital 4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
Faktor yang bandingkan
berhubungan : 5. Monitor TD, nadi, RR,
1. Penurunan sebelum, selama, dan
energi/kelelahan setelah aktivitas
2. Posisi tubuh 6. Monitor kualitas dari nadi
3. Kelelahan otot 7. Monitor frekuensi dan
pernafasan irama pernapasan, suara
4. Nyeri , Kecemasan paru
5. Kerusakan 8. Monitor pola pernapasan
persepsi/kognitif abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
10. Monitor sianosis perifer
11. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
3. Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Fever treatment
Definisi : suhu tubuh Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
naik diatas rentang 1. Suhu tubuh dalam mungkin
normal rentang normal 2. Monitor IWL
2. Nadi dan RR dalam 3. Monitor warna dan suhu
Batasan Karakteristik: rentang normal kulit
1. kenaikan suhu 3. Tidak ada perubahan 4. Monitor tekanan darah,
tubuh diatas warna kulit dan tidak nadi dan RR
rentang normal ada pusing, merasa 5. Monitor penurunan
2. Serangan atau nyaman tingkat kesadaran
konvulsi (kejang) 6. Monitor WBC, Hb, dan
3. kulit kemerahan Hct
4. Pertambahan RR 7. Monitor intake dan output
5. takikardi 8. Berikan anti piretik
6. Saat disentuh 9. Berikan pengobatan untuk
tangan terasa mengatasi penyebab
hangat demam
10. Selimuti pasien
Faktor faktor yang 11. Lakukan tapid sponge
berhubungan : 12. Berikan cairan intravena
1. penyakit 13. Kompres pasien pada
2. peningkatan lipat paha dan aksila
metabolisme 14. Tingkatkan sirkulasi
- dehidrasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan
RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Daili. (2005). Infeksi Menular Seksual. Jakarta ; FKUI. Departemen Kesehatan RI.
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa:
I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Fauci A.S., Lane H.C. 2010. Human Immunodeficiency Virus Disease: Aids and
Related Disorder. In: Harrison’s Infectious Disease, United States of America
: The McGraw-Hill Companies, Inc p: 793-885
Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes
RI; 2013.
Mandal, dkk. 2004. Penyakit Infeksi Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga.
Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta ;
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai