Imunodefisiensi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

.

Definisi

Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan
ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan,
serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika,
radiasi, obat-obatan imunosupresan(menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan
malnutrisi (Kekurangan gizi).

B. Klasifikasi

1. Primer

Imunodefisiensi primer terjadi ketika bagian dari sistem kekebalan tubuh seseorang yang hilang atau
tidak bekerja dengan benar. Mayat orang dengan imunodefisiensi primer tidak dapat menyingkirkan
kuman atau melindungi diri dari kuman baru, Immunodefisiensies ini berkisar dari yang sangat serius
sampai yang sangat ringan. Bentuk-bentuk yang serius sering terlihat pada saat lahir atau segera
sesudahnya. Namun, bentuk yang sangat ringan mungkin tidak di diagnosis sampai di kemudian hari,
selama masa remaja atau dewasa muda. Organisasi Kesehatan Dunia telah mengidentifikasi lebih dari 80
jenis penyakit immunodeficiency primer. Namun, kategori umum mencakup lebih dari 100 penyakit yang
disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

2. Sekunder

Mungkin di dapat sekunder dari bermacam-macam proses penyakit atau obat-obatan, contohnya adalah
infeksi protein, gagal ginjal akut, infeksi akut, AIDS, radioterapi, splenektomi, sarkoidosis.

3. Agammaglobulinemia X-linked ( agammaglobulinemia Bruton) hanya menyerang anak laki-laki dan


merupakan akibat dari penurunan jumlah atau tidak adanya limfosit B serta sangat rendahnya kadar
antibodi karena terdapat kelainan pada kromosom X. Bayi akan menderita infeksi paru-paru, sinus dan
tulang, biasa nyakarena bakteri ( misalnya Hemophilus dan Streptococcus ) dan bisa terjadi infeksi virus
yang tidak biasa di otak. Tetapi infeksi biasanya baru terjadi setelah usia 6 bulan karena sebelumnya bayi
memiliki antibodi perlindungan didalam darahnya yang berasal dari ibunya. Jika tidak mendapatkan
vaksinasi polio, anak-anak bisa menderita polio. Mereka juga bisa menderita artritis. Suntikan atau infus
immunoglobulin diberikan selama hidup penderita agar penderita memiliki antibodi sehingga bisa
membantu mencegah infeksi. Jika terjadi infeksi bakteri diberikan antibiotik. Anak laki-laki penderita
agammaglobulinemia X-linked banyak yang menderita infeksi sinus dan paru- paru menahun dan
cenderung menderita kanker.

4. Common Variable Imunodeficiency


Immunodefisiensi yang berubah-ubah terjadi pada pria dan wanita pada usia berapapun, tetapi biasanya
baru muncul pada usia 10-20 tahun.Penyakit ini terjadi akibat sangat rendahnya kadar antibodi meskipun
jumlah limfosit Bnya normal. Pada beberapa penderita limfosit T berfungsi secara normal, sedangkan
pada penderita lainnya tidak.Sering terjadi penyakit autoimun, seperti penyakit Addiso, tiroiditis dan
artritis rematoid. Biasanya terjadi diare dan makanan pada saluran pencernaan tidak diserap dengan
baik. Suntikan atau infus immunoglobulin diberikan selama hidup penderita. Jika terjadi infeksi diberikan
antibiotik.

5. Kekurangan Antibodi Selektif

Pada penyakit ini, kadar antibodi total adalah normal, tetapi terdapat kekurangan antibodi jenis tertentu.
Yang paling sering terjadi adalah kekurangan IgA. Kadang kekurangan IgA sifatnya diturunkan, tetapi
penyakit ini lebih sering terjadi tanpa penyebab yang jelas. Penyakit ini juga bisa timbul akibat
pemakaian fenitoin (obat anti kejang ). Sebagian besar penderita kekurangan IgA tidak mengalami
gangguan atau hanya mengalami gangguan ringan, tetapi penderita lainnya bisa mengalami infeksi
pernafasan menahun dan alergi. Jika diberikan transfusi darah, plasma atau immunoglobulin yang
mengandung IgA, beberapa penderita menghasilkan antibodi anti-IgA, yang bisa menyebabkan reaksi
alergi yang hebat ketika mereka menerima plasma atau immunoglobulin berikutnya. Biasanya tidak ada
pengobatan untuk kekurangan IgA. Antibiotik diberikan pada mereka yang mengalami infeksi berulang.

6. Imunodefisiensi Berat Penyakit

Immunodefisiensi gabungan yang berat merupakan penyakit immunodefisiensi yang paling serius. Terjadi
kekurangan limfosit B dan antibodi, disertai kekurangan atau tidak berfungsinya limfosit T, sehingga
penderita tidak mampu melawan infeksi secara adekuat. Sebagian besar bayi akan mengalami
pneumonia dan thrush ( infeksi jamur di mulut); diare biasanya baru muncul pada usia 3 bulan. Bisa juga
terjadi infeksi yang lebih serius, seperti pneumonia pneumokistik. Jika tidak diobati, biasanya anak akan
meninggal pada usia 2 tahun. Antibiotik dan immunoglobulin bisa membantu, tetapi tidak
menyembuhkan. Pengobatan terbaik adalah pencangkokan sumsum tulang atau darah dari tali pusar.

7. Sindroma Wiskott-Aldrich

Penyakit ini hanya menyerang laki-laki dan menyebabkan eksim, penurunan jumlah trombosit serta
kekurangan limfosit Tdan limfosit B yang menyebabkan terjadinya infeksi berulang. Akibat rendahnya
jumlah trombosit, maka gejala pertamanya bisa berupa kelainan perdarahan ( misalnya diare berdarah ).
Kekurangan limfosit T dan limfosit B menyebabkan anak rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur.
Sering terjadi infeksi saluran pernafasan. Anak yang bertahan sampai usia 10 tahun, kemungkinan akan
menderita kanker (misalnya limfoma dan leukemia ). Pengangkatan limpa seringkali bisa mengatasi
masalah perdarahan, karena penderita memiliki jumlah trombosit yang sedikit dan trombosit
dihancurkan di dalam limpa. Antibiotik dan infusimmunoglobulin bisa membantu penderita, tetapi
pengobatan terbaik adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Ataksia-Telangiektasia Ataksia-
telangiektasia adalah suatu penyakit keturunan yang menyerangsistem kekebalan dan sistem saraf.
Kelainan pada serebelum (bagian otak yang mengendalikan koordinasi) menyebabkan pergerakan yang
tidak terkoordinasi ( ataksia ). Kelainan pergerakan biasanya timbul ketika anak sudah mulai berjalan,
tetapi bisa juga baru muncul pada usia 4 tahun. Anak tidak dapat berbicara dengan jelas, otot-ototnya
lemah dan kadang terjadi keterbelakangan mental. Telangiektasi adalah suatu keadaan dimana terjadi
pelebaran kapiler (pembuluh darah yang sangat kecil) di kulit dan mata. Telangiektasi terjadi pada usia 1-
6 tahun, biasanya paling jelas terlihat di mata, telinga, bagian pinggir hidung dan lengan. Sering terjadi
pneumonia, infeksi bronkus daninfeksi sinus yang bisa menyebakan kelainan paru-paru menahun.
Kelainan pada sistem endokrin bisa menyebabkan ukuran buah zakar yang kecil, kemandulan dan
diabetes. Banyak anak-anak yang menderita kanker, terutama leukemia, kanker otak dan kanker
lambung. Antibiotik dan suntikan atau infus immunoglobulin bisa membantu mencegah infeksi tetapi
tidak dapat mengatasi kelaianan saraf. Ataksia-telangiektasia biasanya berkembang menjadi kelemahan
otot yang semakin memburuk, kelumpuhan, demensia dan kematian.

8. Sindroma hiper-IgE ( sindroma Job-Buckley )

Adalah suatu penyakit immunodefisiensi yang ditandai dengan sangat tingginya kadar antibodi IgE dan
infeksi bakteri stafilokokus berulang. Infeksi bisa menyerang kulit, paru- paru, sendi atau organ lainnya.
Banyak penderita yang memiliki tulang yang lemah sehingga sering mengalami patah tulang. Beberapa
penderitamenunjukkan gejala-gejala alergi, seperti eksim, hidung tersumbat dan asma. Antibiotik
diberikan secara terus menerus atau ketika terjadi infeksi stafilokokus. Sebagai tindakan pencegahan
diberikan antibiotik trimetoprim-sulfametoksazol.

9. Penyakit Granulomatosa Kronis

Penyakit granulomatosa kronis kebanyakan menyerang anak laki-laki dan terjadi akibat kelainan pada sel-
sel darah putih yang menyebabkan terganggunya kemampuan mereka untuk membunuh bakteri dan
jamur tertentu. Sel darah putih tidak menghasilkan hidrogen peroksida, superoksida dan zat kimia
lainnya yang membantu melawan infeksi. Gejala biasanya muncul pada masa kanak-kanak awal, tetapi
bisa juga baru timbul pada usia belasan tahun. Infeksi kronis terjadi pada kulit, paru- paru, kelenjar getah
bening, mulut, hidung dan usus. Di sekitar anus, di dalam tulang dan otak bisa terjadi abses. Kelenjar
getah bening cenderung membesar dan mengering. Hati dan limpa membesar. Pertumbuhan anak
menjadi lambat. Antibiotik bisa membantu mencegah terjadinya infeksi. Suntikan gammainterferon
setiap minggu bisa menurunkan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, pencangkokan sumsum tulang
berhasil menyembuhkan penyakit ini.

10. Hipogammaglobulin Sementara Pada Bayi

Pada penyakit ini, bayi memiliki kadar antibodi yang rendah, yang mulai terjadi pada usia 3-6 bulan.
Keadaan ini lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang lahir prematur karena selama dalam kandungan,
mereka menerima antibodi ibunya dalam jumlah yang lebih sedikit. Penyakit ini tidak diturunkan, dan
menyerang anak laki-laki dan anak perempuan. Biasanya hanya berlangsung selama 6-18 bulan.
Sebagian bayi mampu membuat antibodi dan tidak memiliki masalah dengan infeksi, sehingga tidak
diperlukan pengobatan. Beberapa bayi ( terutama bayi prematur ) sering mengalami infeksi. Pemberian
immunoglobulin sangat efektif untuk mencegah dan membantu mengobati infeksi. Biasanya diberikan
selama 3-6 bulan. Jika perlu, bisa diberikan antibiotik.
11. Anomali DiGeorge

Anomali DiGeorge terjadi akibat adanya kelainan pada perkembangan janin. Keadaan ini tidak
diturunkan dan bisa menyerang anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak tidak memiliki
kelenjar thymus, yang merupakan kelenjar yang penting untuk perkembangan limfosit T yang normal.
Tanpa limfosit T, penderita tidak dapat melawan infeksi dengan baik. Segera setelah lahir, akan terjadi
infeksi berulang. Beratnya gangguan kekebalan sangat bervariasi. Kadang kelainannya bersifat parsial dan
fungsi limfosit T akan membaik dengan sendirinya. Anak-anak memiliki kelainan jantung dan gambaran
wajah yang tidak biasa (telinganya lebih renadh, tulang rahangnya kecil dan menonjol serta jarak antara
kedua matanya lebih lebar). Penderita juga tidak memiliki kelenjar paratiroid sehingga kadar kalium
darahnya rendah dan segera setelah lahir seringkali mengalami kejang. Jika keadaannya sangat berat,
dilakukan pencangkokan sumsum tulang. Bisa juga dilakukan pencangkokan kelenjar thymus dari janin
atau bayi baru lahir ( janin yang mengalami keguguran ). Kadang kelainan jantungnya lebih berat
daripada kelainan kekebalan sehingga perlu dilakukan pembedahan jantung untuk mencegah gagal
jantung yang berat dan kematian. Juga dilakukan tindakan untuk mengatasi rendahnya kadar kalsium
dalam darah.

12. Kandidiasi Mukokutaneus Kronis

Kandidiasi mukokutaneus kronis terjadi akibat buruknya fungsi sel darah putih, yang menyebabkan
terjadinya infeksi jamur Candida yang menetap pada bayi atau dewasa muda. Jamur bisa menyebabkan
infeksi mulut ( thrush ), infeksi pada kulit kepala, kulit dan kuku. Penyakit ini agak lebih sering ditemukan
pada anak perempuan dan beratnya bervariasi. Beberapa penderita mengalami hepatitis dan penyakit
paru-paru menahun. Penderita lainnya memiliki kelainan endokrin (seperti hipoparatiroidisme). Infeksi
internal oleh Candida jarang terjadi. Biasanya infeksi bisa diobati dengan obat anti-jamur nistatin atau
klotrimazol. Infeksi yang lebih berat memerlukan obat anti-jamur yang lebih kuat (misalnya ketokonazol
per-oral atau amfoterisin B intravena). Kadang dilakukan pencangkokan sumsum tulang.

C. Etiologi

Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat:

1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme

- Diabetes

- Sindroma Down

- Gagal ginjal

- Malnutrisi
- Penyakit sel sabit

2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan

- Kemoterapi kanker

- Kortikosteroid

- Obat immunosupresan

- Terapi penyinaran

3. Infeksi

- Cacar air

- Infeksi sitomegalovirus

- Campak Jerman (rubella kongenital)

- Infeksi HIV (AIDS)

- Mononukleosis infeksiosa

- Campak

- Infeksi bakteri yang berat

- Infeksi jamur yang berat

- Tuberkulosis yang berat

4. Penyakit darah dan kanker

- Agranulositosis

- Semua jenis kanker

- Anemia aplastik

- Histiositosis

- Leukemia

- Limfoma

- Mielofibrosis

- Mieloma
5. Pembedahan dan trauma

- Luka bakar

- Pengangkatan limpa

6. Lain-lain

- Sirosis karena alkohol

- Hepatitis kronis

- Penuaan yang normal

- Sarkoidosis

- Lupus eritematosus sistemik.

D. Patofisiologi

Defisit kekebalan humoral yaitu diperantarai oleh antibodi biasanya mengganggu pertahanan melawan
bakteri virulen, banyak bakteri seperti ini yang mengkapsul dan merangsang pembentukan nanah.
Pejamu yang mengalami gangguan fungsi anti bodi mudah menderita infeksi berulang digusi, telinga
bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal, struktur bronkopulmonal. Pemeriksaan imunoglobulin
serum dengan alat nefolometri sekarang telah banyak digunakan untuk mengukur kadar IgG, IgA, IgM,
dan IgD pada serum manusia. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi antibodi yang sepesifik
terhadap anti gen yang di fokuskan pada penentuan titer anti bodi sebelum dan setelah
mengimunisasikan bahan non viabel yang mengunakan protein (vaksin tetanus taksoit dan influensa)
pneumokokal polisakarida (pneumovax) dan uji schick pada orang sebelumnya di imunisasi dengan
difteri toksoid dan penentuan antibodi ( IgM) yang terdapat secara alamiah pada golongan darah ABO
yang tidak ada pada eritrosit subyek bentuk imunodefisiensi bergantung pada anti body lanjutan yang
paling sering dijumpai adalah kekurangan IgA selektif, yang terjadi pada 1 dalam 500 sampai1000
individu.

Pasien laki laki yang menderita hipogama globulinemia terkait –X (bruton) memperlihatkan defisiensi
selektif fungsi imun humoral yang paling parah dapat juga di jumpai di beberapa defeksel T. Imun
defisensi humoral terutama menclok pada beberapa penyakit kegaganasan tertentu. Seperti mioloma
multipel dan leukimima limfositik kronik dan perlu dapat perhatian bila sel sel tumor menginfiltarasi
struktur linfotikular .

Fungsi imun yang di perantarai sel tidak memadai pada banyak penyakit juga sebagai defek primer atau
di sebabkan oleh beberapa ganguan seperti AIDS serkoidosis, penyakit hodgkin, neoplama non hodgkin
tertentu dan uremia . fungsi sel T yang relatif benar benar tidak ada terjadi bila timus gagal berkembang
(seperti pada sindrom digeorge) dan bayi yang terkena secara imunologi telah pulih ke fungsi yang
adekuat yang tandur jaringan timus fetus dini. Perhatian yang serius terhadap seorang yang menderita
defisiensi sel T yang jelas adalah pada ketidakmampuanya untuk membersikan sel sel asing termasuk
lekosit variabel dari darah lengkap yang di transfusihkan .

E. Manifestasi Klinis/Tanda Gejala

Bayi dengan gangguan sistem kekebalan, biasanya menderita infeksi bakteri berat yang menetap,
berulang atau menyebabkan komplikasi. Misalnya infeksi sinus, infeksi telinga menahun dan bronkitis
kronis yang biasanya terjadi setelah demam dan sakit tenggorokan. Bronkitis bisa berkembang menjadi
pneumonia

Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut, mata dan alat kelamin sangat peka terhadap infeksi. Thrush
(suatu infeksi jamur di mulut) disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal
dari adanya gangguan sistem kekebalan. Peradangan mata (konjungtivitis), rambut rontok, eksim yang
berat dan pelebaran kapiler dibawah kulit juga merupakan pertanda dari penyakit immunodefisiensi.
Infeksi pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare, pembentukan gas yang berlebihan dan
penurunan berat badan. Masalah yang paling umum untuk orang dengan penyakit imunodefisiensi
primer adalah bahwa mereka lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi dari pada orang lain. Gejala lain
termasuk:

• Setelah infeksi lebih sering dan mendapatkan infeksi yang lebih parah, lebih tahan lama, dan sulit
untuk menyembuhkan dari pada orang dengan sistem kekebalan tubuh normal.

• Mendapatkan terinfeksi dengan kuman yang sistem kekebalan tubuh yang sehat akan mampu
menyingkirkan, yang dikenal sebagai infeksi oportunistik.

• Setelah masalah autoimun, yang berarti bahwa alih-alih sistem kekebalan tubuh menyerang kuman
dan penyakit-menyebabkan bahan, menyerang organ tubuh sendiri dan jaringan dengan kesalahan.

F. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan oleh gangguan immunodeficiency bervariasi, tergantung pada apa gangguan
tertentu yang Anda miliki. Mereka dapat mencakup:

• Infeksi berulang

• Gangguan autoimun

• Kerusakan jantung, sistem paru-paru, saraf atau saluran pencernaan

• Memperlambat pertumbuhan

• Peningkatan risiko kanker


• Kematian dari infeksi serius, seperti meningitis

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui:

• jumlah sel darah putih

• kadar antibodi/immunoglobulin

• jumlah limfosit T

• kadar komplemen.

H. Penatalaksanaan

Penangananya bisa dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui :

- jumlah sel darah putih,

- kadar antibodi/immunoglobulin,

- jumlahlimfosit T,

- kadar komplemen.

Jika ditemukan pertanda awal infeksi, segera diberikan antibiotik.

Kepada penderita sindroma Wiskott-Aldrich dan penderita yang tidak memiliki limpa diberikan antibiotik
sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadinya infeksi. Untuk mencegah pneumonia seringkali
digunakan trimetoprim-sulfametoksazol.

Obat-obat untuk meningkatkan sistem kekebalan (contohnya levamisol, inosipleks dan hormon thymus)
belum berhasil mengobati penderita yang sel darah putihnya sedikit atau fungsinya tidak optimal.

Peningkatan kadar antibodi dapat dilakukan dengan suntikan atau infus immun globulin, yang biasanya
dilakukan setiap bulan. Untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis diberikan suntikan gamma
interferon.

Prosedur yang masih bersifat eksperimental, yaitu pencangkokan sel-sel thymus dan sel-sel lemak hati
janin, kadang membantu penderita anomali DiGeorge. Pada penyakit immunodefisiensi gabungan yang
berat yang disertai kekurangan adenosin deaminase, kadang dilakukan terapi sulih enzim.

Jika ditemukan kelainan genetik, maka terapi genetik memberikan hasil yang menjanjikan.
Pencangkokan sumsum tulang kadang bisa mengatasi kelainan sistem kekebalan kongenital yang berat.
Prosedur ini biasanya hanya dilakukan pada penyakit yang paling berat, seperti penyakit
immunodefisiensi gabungan yang berat.

Kepada penderita yang memiliki kelainan sel darah putih tidak dilakukan transfusi darah kecuali jika
darah donor sebelumnya telah disinar, karena sel darah putih di dalam darah donor bisa menyerang
darah penderita sehingga terjadi penyakit serius yang bisa berakibat fatal (penyakit graft-versus-host).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Kaji status hutrisi

b. Kaji apakah terdapat infeksi pada tubuh

c. Kaji integritas kulit, adanya turgor kulit

d. Kaji keseimbangan cairan tubuh

e. Kaji perubahan berat badan

2. Diagnosa

1. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi

2. Resti Infeksi terhadap awitan opurtunistik

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan masukan oral

NURSING CARE PLAN

 Intervensi

a. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi

 Tujuan :

o Mengurangi resiko terjadinya infeksi

o Mempertahankan daya tahan tubuh

 Kriteria hasil:
o Infeksi berkurang Daya tahan tubuh meningkat

 Intervensi

o Pantau adanya infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri
menelan.

o Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.

o Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial

o Pantau tanda-tanda vital termasuk suhu.

o Awasi pembuangan jarum suntik danmata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

 Kolaborasi

o Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim

o Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan berulang
memperberat kelemahan pasien.

o Berikan deteksi dini terhadap infeksi.

o Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi

o Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi
untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat
secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

o Mencegah inokulasi yang tak disengaja dari pemberi perawatan.

o Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan
lainya (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.ditargetkan untuk meningkatkan fungsi
imun

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

 Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan olehnormalnya kadar elektrolit

 Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuatDefekasi kembali normal, maksimal 2x
sehari

 Intervensi

o Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus

o Pantau masukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500ml/hari


o Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak
tinggi, kacang, kubis, susu.

o Berikan makanan yang membuat pasien berselera.

 Kolaborasi

o Berikan obat-obatan sesuai indikasi :antiemetikum, antidiare atau Indikator tidak langsung dari
statuscairan.

o Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus,melembabkan mukosa.

o Mungkin dapat mengurangi diare.

o Meningkatkan asupan nutrisi secara dekuat.

o Mengurangi insiden muntah,menurunkan jumlah keenceran fesesmengurangi kejang usus dan


peristaltik.

o Mewaspadai adanya gangguanelektrolit dan menentukan kebutuhanelektrolit.

o Antispasmodik.

o Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

o Berikan cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV.

o Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasuk anoral tidak adekuat.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan masukan oral

 Tujuan : perbaikan status nutrisi

 Kriteria hasil: Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang
mengacu pada tujuan yang diinginkan. Mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif bebas dari
tanda-tanda malnutrisi dan menunjukan perbaikan tingkat energi

 Intervensi:

o Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi masukan oral

o Rencanakan diet dengan pasien atau orang terdekat

o Berikan perawatan mulut yang terus menerus

o Gunakan serangkaian pengukuran berat badan dan antropometrik

o Auskultasi bising usus


o Instruksikan pasien tentang cra untuk memberikan suplemen nutrisi

o Konsul dengan dokter tentang makanan pengganti

d. Resti Infeksi terhadap awitan opurtunistik

 Tujuan: Tidak adanya infeksi

 Kriteria Hasil: Mengidentifikasi atau ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi. Mencapai
masa penyembuhan luka. Tidak demam dan bebas dari pengeluaran purulen dan tanda-tanda lain dari
kondisi infeksi

 Intervensi

o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak perawatan dilakukan

o Berikan lingkungan yang bersih dan ventilasi baik

o Pantau tanda-tanda vital

o Kaji frekuensi pernapasan

o Slidiki keluhan sakit kepala

e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara pencegahan penyakit imunodefisiensi

 Tujuan: Peningkatan pengetahuan mengenai cara pencegahan penularan penyakit

 Kriteria Hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau proses penyakit. Melakukan
perubahan gaya hidup yang sesuai Berpartisipasi dalam aturan keperawatan

 Intervensi

o Kaji kemampuan emosional untuk mengasimilasikan informasi dan memahami instruksi

o Rencanakan pertemuan yang singkat untuk memberikan informasi tambahan

o Berikan informasi yang realistis dan optimis selama setiap kontak dengan pasien

o Kaji potensial terhadapa perilaku yang tidak sesuai atau perilaku resti.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi.Imunsistem adalah semua hal
yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, anti bodi dan sitokin/kemokin. Fungsi utama
sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat
meningkatkan kerja sistem imun. Sedangkan Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan
atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya
disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain
seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obat animunosupresan (menekan
sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi(Kekurangan gizi).

B. Saran

Setelah kami menyelesaikan makalah dengan judul Imunodefisiensi, kami merasa masih banyak sekali
kekurangan karena keterbatasan referensi baik itu dari etiologi, patofisiiologi, lebih khususnya lagi yaitu
manajemen keperawatannya dari pengkajian sampai dengan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddar Tahun.1997. keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

http//www.scribd.com/doc/58358758/Imunode Fisiensi

Elisabethj.Corwin.2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3.Jakarta: egc

Price dan Wilson.2003. Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit vol 2 edisi 6. Jakarta: EGC

www.mayoclinic.com/health/primary immunodeficiency.

Anda mungkin juga menyukai