Anda di halaman 1dari 13

BAB II

ANALISA SITUASI

A. Data Umum
Secara Geografis Puskesmas Halmahera berada pada ketinggian tanah dari
permukaan laut 1,5 – 2 meter yang makin kearah utara makin rendah sehingga
bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air.
Puskesmas Halmahera mempunyai luas 3.020 M2 dan mempunyai
beberapa Gedung pelayanan, diantaranya pelayanan Gedung Rawat Jalan ( 1203
M2 ), Gedung Rawat inap ( 252 M2 ), Ruang Dinas Dokter ( 214 M2 ), Ruang
Pertemuan ( 48 M2 ) dan Ruang Coass ( 56 M2 ). Sedangkan luas Wilayah
Puskesmas Halmahera 172.216 ha, dengan jumlah penduduk 34.390 jiwa. Yang
mempunyai batas – batas sebagai berikut :
Bagian utara : Kelurahan Bugangan dan Kelurahan Kebon Agung.
Bagian Selatan : Kecamatan Semarang Selatan.
Bagian Barat : Kecamatan Semarang Tengah.
Bagian Timur : Kelurahan Gayamsari.

Data umum Puskesmas tentang sumber daya meliputi : Ketenagaan (Tabel


2.a), Obat dan bahan habis pakai (Tabel 2b), Peralatan (Tabel 2c), Sumber
Pembiayaan (Tabel 2d), Sarana dan Prasarana (Tabel 2e), Data Peran Serta
Masyarakat (Tabel 3), Data Penduduk dan Sasaran Program (Tabel 4), Data
Sekolah (Tabel 5), Data Kesehatan Lingkungan (Tabel 6).

B. Data Khusus meliputi:


1. Status Kesehatan terdiri dari : Data Kematian , Pola Penyakit
(Tabel 7).
2. Kejadian Luar Biasa
3. Cakupan Program Pelayanan Kesehatan
4. Hasil Survey

4
A. DATA UMUM

Data Wilayah dan Fasilitas Pelayanan


Data Wilayah dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas Halmahera Kota Semarang Kota Semarang Tahun 2011
Luas Jarak Jumlah Jml Jml Jml Jml. Fasilitas Yan. Kesehatan
Jumlah Sekolah
Nama Wil Ke penduduk RT/RW Rmh KK
Pustu Bides Jml Pos Pos
No Kelurahan ( Ha ) Pusk Dsn
TK SD SLTP kader Yandu lansia
(Km)
balita
1 Karangturi 3.620 0,5 3514 27/5 805 982 2 2 0 0 0 29 5 5
2 Karangtempel 91.846 0,7 4151 40/5 1338 1511 2 5 5 0 0 8 2 0
3 Rejosari 9.953 1 16710 131/15 2500 4331 12 5 0 0 0 139 14 14
4 Sarirejo 66.797 1 10015 50/8 1611 2733 7 3 1 0 0 49 9 1

172.216 34.390 248/33 6254 9557 23 15 6 0 0 227 30 20


PUSKESMAS

5
Data Ketenagaan Dalam Wilayah Kerja Puskesmas Halmahera Kota Semarang Kota
Semarang Tahun 2011

Kekurangan Status
Yang ada
No sekarang Kepegawaia Ket.
Jenis Ketenagaan
n

I PUSKESMAS
INDUK
1 Dokter Spesialis 2 - PNS
2 Dokter Umum 4 3 PNS, 1
PTT
2 Dokter Gigi 3 - PNS 1 ijin
belajar
3 Sarjana/ Sarjana
Muda
a. S.K.M 1 1 PNS
b. Akper 7 2 PNS
c. A.P.K 0 - PNS
d. AKZI 0 0 PNS
4 Bidan 7 3 PNS
5 Perawat 0 - PNS
Kesehatan(SPK)
6 Perawat Gigi 1 - PNS
(SPRG)
7 Sanitarian ( SPPH ) 1 - PNS
8 Pembantu Ahli Gizi 0 - -
9 Analis Lab 2 1 PNS 1 pensiun
thn 2012
10 Apoteker 1 - PNS
11 AsistenApoteker 1 - PNS
12 Sopir 2 0 Kontrak
13 Tenaga Administrasi 5 PNS
14 Cleaning Service 6 0 Kontrak

6
KEADAAN SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN DI PUSKESMAS
HALMAHERA KOTA SEMARANG TAHUN 2011

Kondisi
No. Jenis Sarana/Prasarana Jumlah Rusak Rusak Rusak
Ringan sedang Berat
I Sarana Kesehatan
1. Puskesmas pembantu 0 - - -
2. Polindes - - - -
3. Rumah Dinas Dokter 1 1 - -
4. Rumah Dinas Perawat 0 - - -
5. Rumas Dinas Bidan 0 - - -
6. Puskesmas Keliling roda 4 0 - - -
7. Ambulance 1 - x -
8. Sepeda motor 3 - - -
9. Poskesdes 0 - - -
II Sarana Penunjang
1. Komputer 8 - - -
2. Mesin Tik 2 - - 1
3. Telepon 1 - - -
4. Laptop/notebook 4

7
Penduduk dan Sasaran Program di Wilayah Halmahera Kota Semarang Kota Semarang Tahun 2011

Jml. Pddk. Sasaran KB. Kes.


Jumlah Penduduk Jml. Pddk. Usia Sekolah
No Nama
Total Laki- Perempuan Bayi Anak
Kelurahan
Laki 0-1 Th 1-4 Th PUS Bumil WUS Mrd. Kls.I Kls.VI Kls.I
SD SD SD SLTP

1 Karangturi 3514 1668 1846 87 348 317 85 79 643 104 116 0


2 Karangtempel 4151 2108 2043 55 220 504 68 95 618 107 97 565
3 Rejosari 16710 8416 8294 315 1260 2171 324 371 1667 256 282 0
4 Sarirejo 10015 4849 5166 152 608 1013 192 217 1801 263 316 10

34.390 17.041 17.349 609 2.436 5163 669 762 4729 730 811 575

Jumlah

8
DATA SEKOLAH
DI PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG
TAHUN 2011

Jumlah Siswa Jumlah Sekolah Kader


No Nama Sekolah Jumlah Sekolah Guru UKS
Laki-laki Perempuan UKS UKS/Dokcil
1 TK - -
2 SD 2455 2274 15 15 170 18
3 SLTP 916 926 6 6 46 24
4 SLTA 2842 4018 10 10 - 22

9
B. DATA KHUSUS

Tujuan akhir pembangunan kesehatan adalah mencapai derajat kesehatan


setinggi- tingginya. Ada beberapa indikator yang digunakan untuk menilai situasi
derajat kesehatan suatu wilayah kerja, seperti :
 Angka Kematian Ibu (MMR)
 Angka Kematian Bayi (IMR)
 Angka Kematian Kasar (CDR)
 Angka Kematian Anak (CMR)
 Dan Status Gizi Masyarakat
Keberadaan Puskesmas dengan tugas dan fungsi yang jelas telah
memberikan kontribusi terhadap berbagai keberhasilan seperti Penurunan Angka
Kematian Bayi (AKB) 145 per 1000, kelahiran hidup ( tahun 1967) menjadi 41
per 1000 kelahiran hidup (tahun 1997). Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dari 540 per 100.000 kelahiran hidup (tahun 1986) menjadi 373 per 100.000
kelahiran hidup (tahun 1995) serta meningkatkan usia harapan hidup (UHH) 45,7
(tahun 1967) menjadi 64,24 (tahun 1997). Terkait dengan kebijakan pembangunan
kesehatan menuju “ Indonesia Sehat 2015 “ , maka diharapkan nanti angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia bisa ditekan menjadi 125 per 100.000 kelahiran
hidup sedang Angka Kematian Bayi menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.
Di Puskesmas Halmahera Kota Semarang sendiri angka-angka diatas tahun 2011
adalah sebagai berikut :

1. ANGKA KEMATIAN (AK BAYI, AK IBU, AK BALITA, AK UMUM)


 Angka Kematian Bayi adalah 5 orang
 Angka Kematian Ibu adalah 0
 Angka Kematian Anak Balita adalah 1 per 1000 penduduk

10
SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK
DI PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG
TAHUN 2011

No Nama Penyakit Jumlah


1 Infeksi lain saluran pernafasan 7054
2 Pengawasan Kehamilan Normal 3319
3 Faringitis Akut 1956
4 Hipertensi esensial 1794
5 Gangguan Otot yang lain 1311
6 Penyakit pulpa dan periyalpikal 1186
7 Penyakit diare 976
8 Tukak lambung 889
9 Surat keterangan dokter 860
10 Penyakit gigi dan jaringan periodontal 718

2.KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

Kejadian luar biasa selama tahun 2011 di Puskesmas Halmahera Kota


Semarang belum ada kasus yang termasuk dalam KLB.

3. CAKUPAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS


HALMAHERA KOTA SEMARANG

Terlampir

11
Dengan melihat kesenjangan antara target dan hasil yang dicapai dari
kegiatan program puskesmas maka dapat dilakukan identifikasi masalah dan
penentuan perioritas masalah sebagai berikut.
No. Program / Masalah Kesenjangan Urutan
Prioritas
Masalah
1. Upaya Kesehatan Ibu dan KB
a. TT Bumil - 50 % I
b. Jml Bumil Resti yg ditangani - 57 %
c. Jml Bumil, bufas, bulin Resti yg dirujuk - 76 %
d. Jml Akseptor KB yg dilayani - 29 %
e. IVA - 96 %
2. Upaya kesehatan Anak II
a. KN - 28 %
b. Jml kunjungan bayi - 28 %
c. Jml anak balita yg DDTK - 64 %
3. Upaya Pemberantasan Penyakit V
Menular - 50 %
a. TT Bumil
4. Upaya Pemberantasan Penyakit Tdk VI
Menular
a. Hipertensi - 20 %
b. DM - 87 %
5. Upaya Promosi Kesehatan IV
a. Pembinaan BATRA - 36 %
6. Upaya perbaikan Gizi III
a. Cakupan ASI Esklusif - 6%
7. Pengobatan VII

12
a. Kunjungan baru Rawat Jalan - 6%
b. kunjungan lama rawat Jalan - 8%
c. Penataan obat diruang obat - 50 %
d. Pengemasan dan pelabelan obat - 27 %

LEPTOSPIROSIS

2.1 DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Leptospira dengan manifestasi spektrum klinik yang sangat luas berupa gejala
klinik yang ringan sampai berat dan fatal, yang merupakan penyakit pada binatang
(tikus dan binatang piaraan), dimana hewan tersebut dapat memindahkan bakteri
tersebut kepada manusia yang rentan. Penyakit tersebut tersebar di seluruh dunia,
terutama di negara-negara tropis dengan kondisi lingkungan yang kurang baik
seperti di Srilangka, India, Malaysia dan Korea serta Indonesia. Indonesia
merupakan negara tropis dimana sebagian besar penduduknya hidup dalam
kondisi higiene sanitasi yang kurang baik, sehingga mempunyai kecenderungan
insiden Leptospirosis yang tinggi (Soeharyo, 1998 ).

2.2 EPIDEMIOLOGI

Dalam mempelajari pengendalian penyakit menular seperti


Leptospirosis, banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti aspek epidemiologik
yang mempelajari faktor - faktor risiko yang berperan dalam kejadian penyakit,
faktor biokimiawi dan manifestasi klinik serta masalah lingkungan yang
menyangkut lingkungan fisik, kimiawi, biologik, sosial dan ekonomi serta
kultural. Di samping itu perlu memperhatikan juga apakah penyakit tersebut
menjadi masalah kesehatan masyarakat, dengan tolok ukur perhatian pada
besarnya angka morbiditas, mortalitas dan invaliditas yang terjadi di
masyarakat. Dalam kepustakaan lama selalu disebutkan bahwa Leptospirosis
berat selalu dihubungakan dengan serovar icterohaemorrhagica. Tetapi

13
berdasarkan penelitian kami ternyata beberapa serovar Leptospira yang lain
dapat juga menyebabkan Leptospirosis berat ( Budiriyanto, 2002).
Di Indonesia leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian leptospirosis di
Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun
kematian mencapai 56%. Penderita Leptospirosis yang disertai selaput mata
berwarna kuning (kerusakanjaringan hati), risiko kematian akan lebih tinggi. Di
beberapa publikasi angka kematian di laporkan antara 3 % - 54 % tergantung
system organ yang terinfeksi.
Penularan penyakit ini pada manusia terjadi melalui kontak dengan air,
makanan, dan tanah yang terkontaminasi air kencing hewan yang terinfeksi.
Bakteri ini dapat hidup berbulan-bulan di tanah maupun air. Hewan yang menjadi
sumber penularan bakteri ini antara lain adalah hewan ternak, babi, kuda, anjing,
tikus, dan hewan liar. Banjir selain mengakibatkan ratusan orang terserang diare,
demam berdarah dengue, infeksi saluran pernapasan akut, dan gangguan kulit,
juga menyebabkan merebaknya suatu penyakit yang jarang terdengar pada hari-
hari biasa: leptospirosis.

2.3 PEMBAGIAN LEPTOSPIROSIS


Pendekatan secara diagnosis leptospirosis dibagi menjadi :
2.3.1 Leptospirosis ringan (anikterik)
yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia
dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. Manifestasi
klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia
terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri
kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non
spesifik. Pada leptospirosis ikterik, pasien terus menerus dalam keadaan
demam disertai sklera ikterik, pada keadaan berat terjadi gagal ginjal akut,

14
ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas
penyakit Weil.
2.3.2 Leptospirosis berat (ikterik).
demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
tumpang tindih dengan fase septicemia.

2.4 GAMBARAN KLINIK


Gambaran klinik dari leptospirosis :
1. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena
bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar
jaringan tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip
flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan
otot Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah,
nyeri kepala, takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak
(meningitis), serta pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada juga gejala
lain seperti Malaise , Rasa nyeri otot betis dan punggung , Konjungtivitis
tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata).
2. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi
antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin
tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis Fase ini
terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati,
mata atau ginjal dan Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita .Gejala
yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama .
Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan
terjadi meningitis.
Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat. Jika yang
diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan
sakit kepala. pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati

15
(hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paru-paru berupa batuk,
batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa peradarahan
dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal
jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis
paling penting pada fase imun. Leptospirosis dapat diisolasi dari darah
selama 24-48 jam setelah timbul jaundis Pada 30 persen pasien terjadi
diare atau kesulitan buang air besar (konstipasi), muntah, lemah, dan
kadang-kadang penurunan nafsu makan Kadang-kadang terjadi perdarahan
di bawah kelopak mata dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien, dan
gangguan paru-paru pada 20-70 persen pasien. Gejala juga ditentukan oleh
serovar yang menginfeksi. Sebanyak 83 %penderita infeksi L.
icterohaemorrhagiae mengalami ikterus, dan 30 % pada L. pomona
Infeksi L. grippotyphosa umumnya menyebabkan gangguan sistem
pencernaan. Sedangkam L. pomona atau L. canicola sering menyebabkan
radang selaput otak (meningitis).
3. Sindrom Weil
Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis,
disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis
perdarahan Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada
fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu Kriteria penyakit Weil
tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi batuk,
kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas Disfungsi
ginjal dikaitkan dengan timbulnya jaundis 4-9 hari setelah gejala awal
Penderita dengan jaundis berat lebih mudah terkena gagal ginjal,
perdarahan dan kolap kardiovaskular. Kasus berat dengan gangguan hati
dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan
meningkat pada lanjut usia.

16

Anda mungkin juga menyukai