A. Definisi
B. Penyebab
1
disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap
umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi
ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di
rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40
tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas,akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh
sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional
belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan
dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain: Kegemukan
(obesitas), faktor kejiwaan, alat kontrasepsi hormonal alat
kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices). Beberapa
penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim, misalnya:
trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan
darah), kencing manis (diabetus mellitus), dan lain-lain.
Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor
organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease),
infeksi vagina, dan lain-lain.
C. Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus
ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa
ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita
premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% perdarahan uterus
difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi
(anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi, perdarahan rahim yang bisa terjadi pada
pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu
2
menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar
hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap
terbentuk. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation), perdarahan
rahim sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar
hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron
rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami
penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya
pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim
yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan.
Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas
diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan
rahim berkepanjangan.
D. Gambaran klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus
menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus
menerus atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada
menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami
menstruasi) atau masa pre-menopause.
Perdarahan Ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari
perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenore)
atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis
perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa
mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak
teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang
bentuk survei suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah
3
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe
sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya:
1. Korpus Luteum Persisten
Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan
dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan
dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan
antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat menimbulkan
pelepasan endometrium yang tidak teratur (irregular
shedding). Diagnosis ini dibuat dengan melakukan kerokan
yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada
hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.
2. Insufisiensi Korpus Luteum.
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia
atau polimenore. Kurangnya produksi progesteron disebabkan
oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila
hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan
gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari
siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan Darah
Seperti anemia, purpura trombositopenia, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan Anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya
endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah
4
tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat
siklik, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar
estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada
suatu waktu fungsional aktif. Folikel–folikel ini mengeluarkan
estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh
folikel – folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen
tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula proliferasi
dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika
gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan
adanya perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu
akan tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas
dan masa pramenopause. Pada masa pubertas perdarahan tidak
normal disebabkan oleh karena gangguan atau keterlambatan
proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan realizing faktor tidak sempurna. Pada masa
pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan
keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan
menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang
dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan
disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit
umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya.
Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan
perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit
tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara lain
5
stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang terlalu
lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahanan ovulatoir.
E.Diagnosis
6
pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif
dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma
endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1
persen. Maka dari itu, pengambilan sampel endometrium penting
dilakukan.
F.Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar
HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada
indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada
tampilan yang mengarah kesana.
7
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan
berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan
penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
- Menghentikan Perdarahan
Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi
wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim. Obat (medikamentosa)-
golongan estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya:
estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah.
Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol
valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol:
20 mg disuntikkan intramuskuler (melalui bokong). Jika
perdarahannya banyak, dianjurkan untuk opname, dan
diberikan estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara
intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15
menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali
sehari. Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen konjugasi 25
mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti) akan
8
mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi,
termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit.
Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan
khususnya pada kasus endometrium atrofik atau inadekuat.
Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat
depot progestogen ( Depo Provera). Keberatan terapi ini ialah
bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
Obat Kombinasi
9
berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat
diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari,
kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian
dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral
menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen
progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan
menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna
untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa
kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah
kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan
berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal,
sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk
mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya
resiko terjadinya sinekia intrauterin (sindrom Asherman) jika
endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40
dan diatasnya yang tidak obese, tidak merokok dan tidak
hipertensi.
Golongan Progesterone
OAINS
10
efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset
menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama
espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi
kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss /
MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana
jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. Mengatur menstruasi
agar kembali normal setelah perdarahan berhenti, langkah
selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus
menstruasi, misalnya dengan pemberian progesteron 2×1 tablet
diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15
menstruasi. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah
Sakit atau klinik. Satu kantong darah (250 cc) diperkirakan dapat
menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika
kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu
sekitar 4 kantong darah.
H. Prognosis
11