“DINASTI POLITIK”
DISUSUN OLEH ;
1
PEMBAHASAN
1. Dinasti Politik
Penangkapan Asrun dan Adriatma menambah buram potret politik dinasti di Tanah
Air. Selasa 26 September 2017 Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari
dijadikan tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi oleh KPK. Rita, Ketua DPD Golkar
Kalimantan Timur itu, adalah anak dari terpidana kasus korupsi Syaukani Hasan Rais
1
(almarhum). Pada Desember 11 tahun silam, KPK menetapkan Syaukani sebagai
tersangka dalam kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Loa Kulu. Kasus korupsi
ini merugikan negara hingga lebih dari Rp 15,3 miliar. Pengadilan Tipikor kemudian
pada Desember 2007 memvonis Syaukani dengan hukuman penjara dua tahun enam
bulan. Hukuman ini diperberat menjadi enam tahun penjara melalui kasasi di
Mahkamah Agung. Namun, karena grasi yang diberikan Presiden SBY, hukumannya
dipotong jadi tiga tahun.
Jumat 22 September 2016, Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi mengikuti "jejak"
ayahnya, Aat Syafaat (almarhum), menjadi pesakitan KPK. Iman ditangkap KPK
melalui Operasi Tangkap Tangan pada Jumat (22/9) pekan lalu yang diduga berkaitan
dengan proses perizinan di salah satu Kabupaten/Kota yang di Cilegon. Ayah Iman,
Aat Syafaat pada 2012 lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas
penyalahgunaan wewenang. Dirinya merekayasa pemenang lelang serta
menggelembungkan alokasi dana pembangunan Dermaga Kubangsari. Atas perilaku
itu setidaknya ada Rp 11 miliar uang negara yang digelapkan. Aat kemudian dihukum
penjara 3 tahun 6 bulan pada Maret 2013 lalu.
Beberapa kasus korupsi besar yang melibatkan orang-orang yang memiliki hubungan
darah lain di antaranya adalah proyek pengadaan alat kesehatan di Banten tahun
anggaran 2011 sampai 2013. Kasus ini melibatkan mantan Gubernur Banten Ratu Atut
Choisyah Chasan dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana yang ketika korupsi terjadi
menjabat sebagai Komisaris PT Bali Pasific Pragama (BPP). Keduanya ditetapkan
KPK sebagai tersangka karena terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3
UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Atut divonis tujuh tahun penjara,
sementara adiknya lebih ringan, lima tahun penjara.
Tak cuma menjerat pejabat, korupsi sedarah juga melibatkan kalangan swasta.
Anggoro Widjojo seorang pengusaha ditangkap KPK karena terbukti menyuap mantan
anggota Komisi IV DPR, Yusuf E. Faishal, dalam kasus korupsi Sistem Komunikasi
Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan. KPK menetapkannya sebagai
tersangka pada 2014 lalu. Adiknya, Anggodo Widjojo, juga tersangkut kasus korupsi
2
karena berupaya menghalangi penyidikan KPK terkait dengan kasus sang abang.
Ada lagi kasus yang menjerat suami-istri M. Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni.
Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, ditetapkan KPK sebagai
tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet di Hambalang. Tahun 2016,
Nazaruddin juga didakwa kasus gratifikasi dan pencucian uang. Dari dua kasus itu,
ditetapkan akumulasi hukumannya menjadi 13 tahun penjara.
Sementara Neneng terbukti bersalah melakukan korupsi pada proyek pengadaan dan
pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi pada 2008. Total kerugian negara dari kasus itu sekira Rp 2,7 miliar.
Kasus-kasus lain yang akan tetap diingat publik di antaranya adalah Andi
Mallarangeng dan adiknya Choel Mallarangeng, serta Akil Mochtar dan istrinya Ratu
Rita.
Selain tentang dinasti politik, penangkapan Asrun dan Adriatma juga
menambah daftar kepala daerah PAN yang diciduk KPK. Dua tahun sebelumnya, 23
Agustus 2016 KPK mengumumkan penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam
sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian izin pertambangan. Selanjutnya ada
nama Gubernur Bengkulu Zumi Zola yang ditetapan KPK sebagai tersangka Jumat 2
Januari 2018. Zumi diduga menerima hadiah atau janji selama menjabat sebagai
gubernur. Peneliti kelahiran Kendari di Indonesia Budget Centre Roy Salam mengakui
kuatnya pengaruh dinasti politik keluarga Asrun di Kendari. Dia mengatakan dinasti
politik keluarga Asrun tak hanya menyebar di level eksekutif tapi juga legislatif. Situasi
ini membuat proses transparansi penganggaran dan penggunaan anggaran tidak ada.
“Elitnya jaringan keluarga jadi tidak bisa saling mengawasi, DPRD tidak kontrol, jadi
korupsi mudah. Karena kebijakan itu dikuasai mereka,” ujarnya kepada Tirto.
Pengaruh kuat dinasti politik Asrun di Kendari tak lepas dari kondisi sosial politik di
sana. Menurut Roy, preferensi politik masyarakat Kendari dan kota/kabupaten lainnya
di Sulawesi Tenggara sangat dipengaruhi sikap politik gubernur. Sehingga ketika Nur
Alam yang merupakan kader PAN menjadi gubernur, masyarakat langsung
mengindentifikasi ia mendukung Asrun yang merupakan Ketua DPW PAN Kendari
3
sebagai wali kota. “Karena masyarakat [Kendari] patronase politiknya ke gubernur,”
ujar Roy.
Faktor lain yang membuat dinasti politik Asrun langgeng di Kendari menurut Roy
lantaran masyarakat sudah bersikap permisif dengan isu-isu korupsi. Situasi ini
menurutnya tidak lepas dari lemahnya penindakan aparat terhadap para pejabat yang
terindikasi korupsi. Situasi ini diperparah dengan kerja jurnalistik insane pers yang
menurutnya telah terkooptasi kepentingan para pejabat. “Baru di zaman Nur Alam
gubernur, KPK menindak,” ujarnya.
Adriatma termasuk kepala daerah termuda di Indonesia dengan usia 28 tahun 5 bulan
ketika dilantik pada 9 Oktober 2017. Merespons perkara kedua kadernya, PAN belum
mengambil sikap. Sekjen PAN Eddy Soeparno menyampaikan, pihaknya akan
menunggu "informasi dan masukan lebih akurat" terkait penangkapan dua kadernya
itu. "Kami baru bisa memberikan tanggapan," kata Eddy, Rabu ini. "Kami masih
menunggu informasi yang lebih detail dan komprehensif dari pengurus DPW PAN
Sultra yang memonitor perkembangan masalah ini secara seksama."
4
DAFTAR PUSTAKA
1. https://tirto.id/asrun-dan-adriatma-potret-buram-politik-dinasti-di-
kendari-cFtb
2. http://makassar.tribunnews.com/2018/03/01/inilah-dinasti-politik-
asrun-calon-gubernur-sultra-dan-eks-walikota-kendari-yang-
ditangkap-kpk
3. http://makassar.tribunnews.com/2018/03/01/inilah-dinasti-politik-
asrun-calon-gubernur-sultra-dan-eks-walikota-kendari-yang-
ditangkap-kpk