Anggota Kelompok:
2017
KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA BIDANG FONOLOGI DAN
MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
1. Pembuka
1.1. Latar Belakang
Kata-kata yang berakhir fonem /n/ seperti makan, lafal bakunya /makan/.
Namun karena faktor pengaruh bahasa daerah yang tidak mengenal fonem /n/ pada
akhir kata sehingga kadang-kadang kata-kata makan dilafalkan /makang/.
(2) Pelafalan fonem /t/ pada akhir kata diubah menjadi /’/
Kata-kata yang berakhir fonem /t/ seperti pada kata tepat, lafal bakunya adalah
/tepat/. Namun karena faktor pengaruh bahasa daerah yang tidak mengenal fonem /t/
pada akhir kata, yang ada adalah fonem /’/ sehingga “kadang-kadang” kata-kata tepat
dilafalkan /tepa’/. Katakata lain yang mengalami pelafalan seperti kata tepat antara
lain adalah:
Kata-kata yang berfonem /e/ (e = enam) seperti pada kata senter, lafal bakunya
adalah /sEnter/ (E=ekor) Namun, karena faktor
pengaruh bahasa daerah (Bugis) yang “biasa” menyebut kata /sEntErE/, maka
kata senter dilafalkan /sEntEr/. Kata-kata lain yang mengalami kesalahan pelafalan
seperti kata senter antara lain adalah:
Fonem /e/ pada kata peka seharusnya dilafalkan /E/ bukan /e/. Kesalahan
pelafalan /E/seperti pada kata peka tersebut biasa kita jumpai dalam proses
berkomunikasi situasi resmi, pada kata:
(5) Fonem /u/ pada kata juang seharusnya dilafalkan /u/ bukan /o/.
Kesalahan pelafalan /u/ seperti pada kata juang tersebut, biasa kita jumpai
dalam proses komunikasi situasi resmi, pada kata:
Fonem /i/ pada kata tarikat seharusnya dilafalkan /i/ bukan /E/.
Kesalahan pelafalan /i/ pada kata tarikat, biasa kita jumpai dalam
proses komunikasi situasi resmi, seperti pada kata:
Fonem /ai/ pada kata sampait seharusnya dilafalkan /ai/ bukan /E/ atau /Ei/ .
Kesalahan pelafalan /ai/ pada kata sampai tersebut, biasa kita jumpai dalam proses
komunikasi situasi resmi , seperti pada kata:
(8) Pelafalan fonem /g/ pada akhir kata diubah menjadi /h/ atau /ji/
/idioloji /
/morfoloji /
/ sosioloji /
(9) Pelafalan fonem /h/ dihilangkan / /
Fonem /h/ pada kata hilang seharusnya dilafalkan /h/ atau tidak dihilangkan.
Penghilangan pelafalan /h/ seperti pada kata hilang.
Contoh lain:
Pelafalan kata andal seharusnya tidak ditambah /h/. Penambahan pelafalan /h/
seperti pada kata andal, di depan atau pada akhir kata, biasa pula dijumpai dalam
proses komunikasi situasi resmi.
Contoh lain:
Fonem /z/ pada kata izin seharusnya tidak dilafalkan /s/ atau /j/.
Fonem /kh/ pada kata khawatir seharusnya tidak dilafalkan /h/ tetapi /kh/.
Kesalahan pelafalan /kh/ pada kata khawatir.
Kaidah afiksasi awalan meN- manakala memasuki kata dasar yang dimulai
huruf t, s, k, p harus luluh menjadi men-, meny-, meng-, dan mem- , misalnya meN-
memasuki kata dasar tarik, satu, kurang, dan pinjam akan menjadi menarik, menyatu,
mengurang, dan meminjam. Dalam proses berkomunikasi biasa ditemukan:
Afiks meN- memasuki kata asal atau kata dasar yang dimulai huruf kluster
seperti transmigrasi dan prosentase tidak luluh misalnya mentrasmigrasikan dan
memprosentasekan. Akan tetapi, dalam proses berkomunikasi biasa ditemukan
penggunaan kata berimbuhan seperti:
Bentuk narik merupakan salah satu contoh kata dasar dari sekian kata dasar
yang nonbaku. Kata dasar tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi. Yakni
dari kata tarik lalu mendapat awalan meN-, menjadilah kata menarik. Selanjutnya,
dalam proses komunikasi hanya menggunakan narik padahal seharusnya menarik
seperti dalam kalimat Saya belum menarik kesimpulan. Kata-kata yang tidak baku
seperti itu adalah:
Bentuk kata nyampakan, bukanlah kata dasar yang baku. Kata dasar tersebut
muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi. Yakni dari kata sampai lalu mendapat
awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan menyampaikan.
Kata berimbuhan seperti ngoreksi bukanlah kata berimbuhan yang baku. Kata
berimbuhan tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi alomorf meng-. Yakni
dari kata koreksi lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan
mengoreksi. Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi hanya menggunakan ngoreksi
padahal seha-rusnya mengoreksi seperti dalam kalimat Aminuddin mengoreksi
pemerintah secara sopan. Kata berimbuhan lain yang tidak baku seperti itu,
sebagai berikut:
Kata dasar seperti ngebom bukanlah kata yang baku. Kata dasar tersebut
muncul sebagai akibat kesalahan afiksasi alomorf menge-. Yakni, dari kata dasar bom
lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan mengebom. Selanjutnya,
dalam proses berkomunikasi masyarakat hanya menggunakan ngebom padahal
seharusnya mengebom seperti dalam kalimat Syarifuddin berencana akan mengebom
pantai Sanur.
Contoh lain kata berimbuhan yang tidak baku seperti itu adalah sebagai berikut:
Kata majemuk yang ditulis terpisah seperti pasca panen, ekstra kurikler,
adalah kata majemuk yang nonbaku. Kata tersebut semestinya ditulis serangkai
seperti pascapanen dan ekstrakurikuer. Karena kata-kata: pasca, ektra, antar , infra,
intra, anti, panca, dasa, anti, pra, proto, mikro, maha, psiko, ultra, supra, para, dan
sebagainya adalah kata-kata yang harus ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contoh kata majemuk yang seharusnya ditulis serangkai tetapi ditulis
terpisah adalah sebagai berikut.
Alternatif pembenarannya:
a) Situasi ini membingungkan anak-anak dan sangat mempengaruhi mereka.
b) Saya berbicara dengan sopir ketika sudah di dalam taksi.Dia sudah
menjadi sopir selama enam tahun.
c) Ada banyak penjual dan pembeli di dalam pasar itu.
d) Kami meningglkan SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
e) Pada jam empat, kami berangkat dari Hotel Radisson dan pergi ke Candi
Prambanan.
f) Setelah itu, sopir bis mengantar kami ke tempat yang ramai.
g) Di Inggris, masalah disiplin lebih jelek, misalnya ketidakhadiran ke
sekolah, keterlambatan masuk sekolah dan kekerasan.
h) Menurut tradisi, orang Batak adalah petani padi, tetapi sekarang ekonomi
masyarakat Batak lebih baik dengan perkebunan karet dan kopi.
3. Penutup
3.1Kesimpulan
Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit
kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem
kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang
menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana
dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Kesalahan berbahasa terjadi karena :
1. belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan
2. faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik
bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten dan
sistematis
3. akibat kebiasaan berbahasa ( language habit ) yang salah sehingga terjadi
kesalahan berbahasa ( language error)
4. karena perbedaan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang digunakannya dalam
pergaulan atau komunikasi resmi (kesalahan dwibahasawan)
Analisis kesalahan berbahasa dapat dipandang dari segi fonologi dan
morfologi, dimana kesalahan tersebut harus segera diadakan ralat/pembenaran agar
kesalahan yang terjadi dalam berbahasa tidak semakin fatal.
3.2Saran
Agar kesalahan berbahasa tidak semakin fatal, maka ketika kesalahan tersebut
telah terjadi dan diketahui, hendaknya segera dilakukan alternatif pembenaran/ralat
dan dianalisis dimana letak kesalahan yang terjadi sehingga dapat berbahasa dengan
baik dan benar sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah,Abd. Chedar. 1983.Linguistik Suatu Pengantar. Bandung:Angkasa
Badudu, J.S 1980. Pelik – Pelik Bahasa Indonesia Jakarta: Bandung Angkasa
1982. Inilah Bahasa Indonesia yang Bnar. Jakata: Gramedia.
Kridalaksana, H. 1982. Kamus Lingistik, Jakarta: Gramedia
Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. EndeFlores: Nusa Indah
http://kepompong.xyz/analisis-kesalahan-berbahasa-fonologi-dan-morfologi/
www.academia.edu/7440902/MAKALAH_ANALISIS_KESALAHAN_BERBAHASA_INDONE
SIA