PENDAHULUAN
Baru baru ini raum dan rekannya menghasilkan dan mevalidasi skor trauma baru
( skor trauma darurat EMTRAS). 3.314 pasien trauma dirawat di pusat trauma rujukan
regional dipelajari. Nilai prediktif skor EMTRAS dibandingkan dengan skor keparahan
cidera (ISS), skor trauma direvisi (RTS), skor keparahan cedera trauma (TRISS) dan skor
fisiologi akut sederhana (SAPS) II. Analisa regresi logistik dilakukan dengan medcalc
versi 10 (perangkat lunak medcalc, meriakerk, belgIA) menunjukan bahwa daerah
dibawah kurva karakteristik penerima operasi (AUC) adalah 0,828. Hasil penelitian
menunjukan bahwa EMTRAS akurat meramalkan kematian dan pengetahuan anatomi
tempat cedera tidak sangat diperlukan.
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang materi
Manfaat praktis :
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenaiPengkajian
Scoring Pada Pasien Dewasa.
2. Bagi dosen
Dosen dapat menilai kinerja mahasiswa dalam pembuatan makalah
khususnya tentang materiPengkajian Scoring Pada Pasien Dewasa, serta dosen
dapat memberikan materi bukan hanya dengan teori tetapi juga dengan pemecahan
masalah yang di tuangkan dalam bentuk makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Misalnya pada
tabrakan mobil, maka penderita yang berada didalam mobil akan mengalami beberapa
benturan (collision)
Primary Collision
Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada pada posisi
masingmasing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara :
Tabrakan depan (frontal)
Tabrakan samping (T-Bone)
Tabrakan dari belakang
Terbalik (roll over)
Secondary Collision
Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk
pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan sangat
tergantung dari arah tabrakan.
Tertianr Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada dalam
rongga tubuh akan melaju kearah depan dan mungkin akan mengalami perlukaan
langsung rongga tubuh tersebut.
Subsidary Collİsİon
Penumpang mobil yang mengalami tabrakan terpental kedepan atau keluar darİ
mobil. Selain İtü barang- barang yang berada dalam mobil turut terpentan dan
menambah cedera pada penderita.
Akibat dari kecelakaan bisa berupa fraktur dan dislokasi,cedera servikal,
gangguan struktural aserta gangguan fungsional sementara atau menetap pada otak
Ledakan terjadi sebagai hasilperubahan yang sangat cepat dari suatu bahan dengan
volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau gas, menjadi produk-produk gas.
Cepat berkembang dan menempati suatu volume yang jauh lebih besar dari pada
volume bahan aslinya.
Hasil dari efek langsung gelombang tekanan.
timpani = paling peka terhadap efek primer ledak dan mungkin mengalami ruptur.
Jaringan paru = kontusi, edema dan rupture yang dapat menghasilkan
pneumothoraks.
Ruptur alveoli dan vena pulmonaris dapat menyebabkan emboli udara dan
kemudian kematian mendadak.
Pendarahan intraokuler dan ablasio retina Ruptur intestinal.
a. Terjatuh
b. Kecelakaan
c. Trauma akibat benda tumpul pada kepala atau bagian tubuh lainnya
d. Luka bakar
e. Luka tusuk
Apabila mengalami cedera yang parah, organ tubuh biasanya akan berhenti
bekerja . hal ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk proses penyembuhan, namun
adanya faktor lain seperti pendarahan dapat mempersulit penyembuhan sehingga harus
segera diberikan diberikan pertolongan medis.
2.4 Penatalaksanaan
a. Airway
Napas dibuka awalnya dengan 'manuver tangan' angkat dagu dan dorong rahang,
kepala tidak boleh dimanipulasi dan harus dalam posisi netral. Jika darah, air liur atau
muntah ada dalam napas, suction harus digunakan. Jika 'tangan kosong' teknik yang
tidak memadai, saluran udara orofaringeal atau nasofaring (NP) jalan napas harus hati-
hati ditempatkan untuk mencegah aspek posterior lidah menghalangi faring. NP
saluran udara sangat berguna bagi korban dalam menghalangi saluran udara yang
dipertahankan dari gag refleks untuk menahan orofaringeal, namun mereka harus
digunakan hati-hati pada korban dengan patah tulang tengkorak basal dengan klinis
jelas. Jika manuver ini tidak berhasil, ada perangkat seperti LaringealMask Airway
(LMA), yang dapat dimasukkan ke dalam situasi sulit (Hodgetts, 2002).
b. Breathing
Setelah jalan napas dibuka dan aman, penilaian pernapasan korban dibuat. Jika
bernapas baik, oksigen diberikan dengan laju alir 5 L/menit. Jika ada keraguan bahwa
pernapasan tidak memadai, maka ventilasi harus didukung dengan bag-valve-mask
(BVM). Ini harus memiliki reservoir yang melekat dengan oksigen mengalir dari 15
L/menit. Kecukupan oksigenasi harus dinilai oleh penilaian klinis seperti warna bibir
untuk mendeteksi sianosis, atau menggunakan pulse oksimetri. Kecukupan ventilasi
dapat dinilai oleh penilaian klinis ekspansi dada dan suara napas, atau penggunaan
elektronik end tidal karbon dioksida (EtCO2) monitor (Clasper, 2004).
Open atau Sucking pneumothoraks harus ditutup dengan plester pada tiga sisi-
sisi keempat terbuka untuk mencegah tension pneumotoraks berkembang. Ventilasi
tekanan positif kemungkinan untuk mempercepat konversi tension pneumothoraks
menjadi pneumothorax sederhana. Jika korban yang diintubasi dan berventilasi, dan
pneumothoraks dicurigai, simple thoracostomy dibuat di ruang intercostal 5, anterior
garis mid-clavikularis. Hal ini memungkinkan tension pneumothoraks untuk di
dekompresi.
c. Circulation
Perdarahan eksternal dikendalikan terutama oleh tekanan langsung dengan
dressing, dan anggota tubuh di elevasi jika memungkinkan. Metode lain
yangdigunakan adalah penggunaan tourniquet, dressintag hemostatik juga dapat
digunakan pada setiap tahap (Hodgetts, 2002).
Shock berat menyebabkan aktivitas listrik pulseless (PEA) atau henti jantung
asystolic merupakan indikasi untuk thoracostomy bilateral dan atau pembukaan clam-
shell dada.
a) Respon cepat
Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian
darah
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin
masih diperlukan
b) Respon sementara
Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
Konsultasikan pada ahli bedah
c) Tanpa respon
Konsultasikan pada ahli bedah
Perlu tindakan operatif sangat segera
Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau
kontusio miokard
Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya (ATLS, 2008)
Operasi damage kontrol adalah operasi yang terbatas, singkat dan bertahap
sebagai bagian dari usaha penyelamatan jiwa atau resusitasi pada pasien dengan
syok hemorragik berat yang telah atau akan mengalami gangguan metabolik pre
operatif ataupun intraoperatif yang akan menyebabkan kematian dikamar bedah
atau setelah di ICU. Ada tiga tahap damage kontrol :
Tahap I : Operasi singkat dan terbatas dikamar bedah sebagai bagian dari
resusitasi, untuk menghentikan perdarahan dan mencegah kontaminasi,
termasuk :
- Menghentikan segera perdarahan luka jantung atau paru
- Packing perdarahan organ solid, dengan tindakan minimal
- Packing rongga badan yang berdarah bila telah terjadi koagulopati (non
surgical bleeding)
- Reseksi bagian saluran pencernaan yang rusak berat tanpa reanastomosis.
Ujung-ujung saluran cerna yang terbuka ditutup cepat dengan klip kulit, tali
umbilikal atau jahitan jelujur. Hindari pembuatan kolostomi karena akan
membuang waktu.
- Luka operasi pada leher, torakotomi, laparotomi atau pada tempat eksplorasi
ekstremitas kulitnya tidak usah ditutup.
Tahap II : Melanjutkan resusitasi di icu, termasuk :
- Mengatasi hipotermi (rewarming)
- Menstabilkan fungsi kardiovaskuler dengan infus cairan, PRC, inotropik
- Mengatasi koagulopati kalau kalau masih ada, dan hanya akan berhasil baik
bila hipotermia telah diatasi.
- Memperbaiki gagal paru dan ginjal.
Tahap III :
- Re operasi atau operasi definitif kalau mungkin
- Apakah ada cedera lain yang terlewati diagnosisnya, kalau ada segera atasi.
- Luka insisi operasi laparotomi, torakotomi, dan luka eksplorasi ditutup
kembali bila keadaan telah memungkinkan (Warko karnadiharja, DSTC,
2010)
Primary survey and resucitation
Setelah setiap tahap dalam ABC selesai, korban dievaluasi kembali untuk menilai
kerusakan atau perbaikan. Pada saat penyelesaian penilaian pernapasan, jalan napas
diperiksa ulang dan jalan napas dan pernapasan ulang sebelum pindah ke sirkulasi.
C - Circulation
1. Riwayat cedera
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan neurologis
4. Tes diagnostik lebih lanjut
5. Evaluasi ulang
1. Pengertian
Skor trauma yang dikembangkan untuk memudahkan penggunaan parameter
sederhana yang dapat digunakan dalam waktu 30 menit.parameter tersebut terdiri dari
4 parameter yakni usia pasien, glasgow coma scale, penyakit penyerta dan kadar
prothrobin time (PT). Parameter yang dipilih diberikan berbagai nilai pada masing-
masing butir dari 0 sampai 3. Nilai EMTRAS adalah penambahan nilai sederhana dari
setiap item
2. Latar Belakang
Baru baru ini raum dan rekannya menghasilkan dan mevalidasi skor trauma baru
( skor trauma darurat EMTRAS). 3.314 pasien trauma dirawat di pusat trauma rujukan
regional dipelajari. Nilai prediktif skor EMTRAS dibandingkan dengan skor keparahan
cidera (ISS), skor trauma direvisi (RTS), skor keparahan cedera trauma (TRISS) dan skor
fisiologi akut sederhana (SAPS) II. Analisa regresi logistik dilakukan dengan medcalc
versi 10 (perangkat lunak medcalc, meriakerk, belgIA) menunjukan bahwa daerah
dibawah kurva karakteristik penerima operasi (AUC) adalah 0,828. Hasil penelitian
menunjukan bahwa EMTRAS akurat meramalkan kematian dan pengetahuan anatomi
tempat cedera tidak sangat diperlukan
3. Indikasi
Memperkirakan resiko kematian pasien dengan luka serius lebih awal
Memperkirakan tingkat keparahan kondisi pasien dengan trauma trauma darurat
4. Kelebihan
digunakan dalam waktu 30 menit
mengetahui tingkat keparahan pada tahap awal.
Tidak memerlukan pengetahuan anatomi tempat cidera
Mempermudah memprediksi kematian
5. Kekurangan
Masih baru
Tidak spesifik karena tidak memerlukan anatomi tempat cidera
6. intepretasi
Skor terendah mulai dari 0-1 berarti resiko kematian sangat rendah, jika skor diatas 8
maka resiko kematian sangat tinggi.
Penghitungan
Jika diketahui usia 65 dengan total GCS 11, base exces -5 mmol/L dan prothrombin
time 50%, Maka
Usia 65 = 2
GCS = 1
Base excase = 1
PT = 1
Jumlah skor 5 maka resiko kematian 17 % masih rendah.
7. instrumen
PT, pemeriksaan yang dilakukan utuk melihat gangguan faktor pembekuan darah pada jalur
ekstrinsik dan jalur bersama: faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V
(proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor stuart).
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah
satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja, olah raga dan rumah tangga.
Penyebab dari trauma anatara lain: Terjatuh, Kecelakaan, Trauma akibat benda
tumpul pada kepala atau bagian tubuh lainnya, Luka bakar, dan Luka tusuk.
Skor trauma yang dikembangkan untuk memudahkan penggunaan parameter
sederhana yang dapat digunakan dalam waktu 30 menit.parameter tersebut terdiri dari
4 parameter yakni usia pasien, glasgow coma scale, penyakit penyerta dan kadar
prothrobin time (PT). Parameter yang dipilih diberikan berbagai nilai pada masing-
masing butir dari 0 sampai 3.
1.2 Saran
1. Diharapkan penulis mampu memahami dan menerapkan dari penilaian trauma yang
telah dijelaskan pada makalah
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan bacaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alencar CD, Performance Of Trauma And Injury Severity Score (TRISS) Adjustments:
An Integrative Review. Comite De Trauma Brasileiro, 2015.
Celcilia, Gambaran Skor Trauma Pada Pasien Di Ugd Rsud Dr Soedarso Pontianak
Menggunakan Revised Trauma Score (RTS) Periode Tahun 2012, Naskah Publikasi, Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak; 2015.
Joose P, de jong WJ, reitsma JB, et, al. External validation of the emergency trauma
score for early prediction of mortality in trauma patients. Crit Care Med. 2014.
Raum MR, nitjsten MW, vogelzang M, et al. Emergency trauma score : an instrument
for early estimation of trauma severity. Crit care med. 2009.