Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

KONJUNGTIVITIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Mata
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan kepada :
dr. N.S. Meida, Sp.M.

Disusunoleh:
Zidna Salma Nahdia
20174011002

BAGIAN ILMU MATA


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukaraja, Kulonprogo
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta

ANAMNESIS
Keluhan utama: Mata kanan merah
Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang ke RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan berupa mata kanan mengalami kemerahan
disertai keluarnya sekret berwarna putih kekuningan dan lengket pada waktu pagi hari saat
bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan mata kanan yang berair dan terasa mengganjal.
Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Sehari sebelum keluhan timbul, pasien pergi ke
ICU RS dan disana ada yang memiliki keluhan mata merah. Pasien mengaku telah
memberikan salep mata erlamycetin namun keluhan belum berkurang. Tidak ada keluhan
mata kabur dan silau. Dilingkungan tempat tinggal ataupun kerja pasien tidak ada yang
meiliki keluhan mata merah.
Riwayat Penyakit Dahulu: Penyakit mata serupa (-), Pasien memiliki riwayat alergi
terhadap dingin.
Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit mata serupa (-), tidak ada riwayat HT dan DM
Riwayat Personal Sosial : Pasien merupakan seorang pegawai swasta yang bekerja di luar
ruangan dalam kesehariannya.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
Vital Signs: Tidak dilakukan
Status Oftalmologi
Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus 6/6 6/6

Posisi Bola Mata Simetris Simetris

Pergerakan Bola Mata Bebas Bebas


Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Palpebra Superior
edema (+), benjolan (-), edema (-), benjolan (-),
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Palpebra Inferior
edema (+), benjolan (-), edema (-), benjolan (-),
Secret purulen(+), Secret (-) ,Injeksi
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+), konjungtiva (-), Injeksi
Injeksi perikorneal (-) perikorneal (-)
Kornea Jernih, edema (-) Jernih, edema (-)
Dalam, hifema (-), Dalam, hifema (-),
COA
hipopion (-) hipopion (-)
Bulat, diameter 3mm, Bulat, diameter 3mm,
Pupil
reflek cahaya (+/+) reflek cahaya (+/+)
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)

Lensa Jernih Jernih

TIO Normal Normal

DIAGNOSIS KERJA
OD Konjungtivitis Bakteri

DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis alergika
Blevarokonjungtivitis

PENATALAKSANAAN
R/ Cendo Polydex ed fl No. I
S 6 dd gtt I (OD)
R/ LFX ed fl No. 1
S 6 dd gtt I (OD)
PROGNOSIS
Vitam : dubia ad bonam
Functionam : dubia ad bonam
Sanationam : dubia ad bonam
Kosmetika : dubia ad bonam
PEMBAHASAN

I. KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
 Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Konjungtiva memiliki tiga fungsi utama :
 Mempermudah pergerakan bola mata dikarenakan terdapat hubungan lepas antara
konjungtiva bulbi dengan sklera, dan terdapat celah di antara jaringan konjungtiva
forniks yang menyebabkan bola mata dapat bergerak bebas kesegala arah.
 Lapisan konjungtiva yang lembut dan lembab memperlancar dan mempermudah
aliran selaput lendir mukus tanpa menimbulkan rasa sakit. Tear film berfungsi sebagai
pelumas.
 Konjungtiva berfungsi sebagai proteksi terhadap zat-zat pathogen karena dibawah
konjungtiva palpebra dan didalam forniks terdapat limfosit dan sel plasma. Juga
terdapat substansi antibakterial, immunoglobulin, interferon dan prostaglandin yang
membantu melindungi mata.

II. KONJUNGTIVITIS
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan
dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Konjungtivitis dapat dibedakan
menjadi dua bentuk :
 Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan diawali
dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4 minggu.
 Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 3 – 4
minggu.
B. Etiologi
Banyak hal yang dapat menyebabkan konjungtivitis. Bisa disebabkan oleh
infeksi seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, bisa juga disebabkan oleh non
infeksi seperti alergi, iritasi yang lama pada mata,zat-zat yang bersifat toksik atau
karena ada kelainan sistemik lain seperti Sindroma Steven Johnson.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi terjadi akibat kontaminasi
langsung dengan mikroorganisme patogen (seperti kontak dengan tangan, handuk,
berenang), ditambah lagi dengan adanya faktor pendukung seperti menurunnya
system kekebalan tubuh sebagai mekanisme pertahanan terhadap reaksi infeksi
inflamasi akan memperberat munculan klinis konjungtivitis.
C. Gejala konjungtivitis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores
atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda
asing dan sensasi tergores atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan
hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit,
kornea agaknya juga terkena.
Hiperemia adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok.
Kemerahan paling jelas di fornikas dan makin berkurang ke arah limbus karena
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang
mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan
iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap, dll., tetapi sesekali bisa
muncul pada penyakit yang berhubungan dengan ketidakstabilan vaskular.
Mata berarir (epifora) sering kali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi air
mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores,
atau oleh rasa gatalnya. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh
yang hiperemik dan menambah jumlah air mata tersebut. Kurangnya sekresi air mata
yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sika.
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudatnya berlapis-lapis
dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika.
Pada hampir semua jenis konjungtivitis didapatkan kotoran mata di palpebra saat
bangun tidur, jika eksudatnya sangat banyak dan palpebranya saling melengket,
agaknya konjungtivitis disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
Pseudoptosis adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot
Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat, misalnya
trakoma dan keratokonjungtivitis epidermika.
Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus.
Ketika berkas pembuluh yang membentul substansi papila (bersama sel eksudat)
mencapai membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila mirip
jeruji payung. Esudat radang mengumpul di antara-serabut-serabut dan membentuk
tonjolan-tonjolan konjungtiva. Bila papilnya kecil, tampilan konjungtiva umumnya
licin, seperti beludru. Konjungtiva dengan papila merah mengesankan penyakit
bakteri atau klamidia. Pada infiltrasi berat konjungtiva dihasilkan papila raksasa.
Pada keratokonjungtivitis vernal, papila ini disebut sebagai “papila cobblestone”.
Kemosis konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi
dapat timbul pada konjungtivitis gonokokus atau meningokokus akut dan terutama
pada konjungtivits adenoviral. Kemosis konjungtiva bulbaris terlihat pada pasien
trikinosis. Kemosis kadang dapat terlihat sebelum nampak infitrat atau eksudat.
Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus, semua kasus
konjungtivitis klamidia, kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, beberapa kasus
konjungtivitis toksik yang diinduksi oleh pengobatan topikal. Folikel-folikel di
forniks inferior dan tepi tarsus mempunyai sedikit nilai diagnostik, tetapi jika
terdapat pada tarsus (terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis
klamidia, viral, atau toksik.
D. Klasifikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri secara
berlebihan dan menginfiltrasi lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang
substansia propia. Sumber infeksi adalah kontak langsung dengan sekret individu
terinfeksi atau (biasanya melalui kontak tangan-mata) atau penyebaran infeksi dari
organisme yang berkolonisasi di mukosa nasal dan sinus pasien tersebut. Obstruksi
duktus nasolakrimal, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat menyebabkan
konjungtivitis bakteri unilateral.
Walaupun dapat sembuh sendiri, konjungtivitis bakteri bisa bermanifestasi hebat
dan mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh spesis bakteri virulen seperti
N.gonorrhoeae atau S.pyogenes. Pada kasus yang jarang, ini dapat memberikan tanda
penyakit sistemik yang mengancam nyawa, seperti konjungtivitis yang disebabkan
oleh N.meningitides.
2. Konjungtivitis Purulen Akut
Konjungtivitis purulen akut, suatu bentuk konjungtivitis bakteri,
dikarakteristikkan sebagai akut (< 3 minggu), infeksi pada permukaan konjungtiva
yang sembuh sendiri yang menimbulkan respon inflamasi akut dengan sekret purulen.
Kasus dapat terjadi secara spontan atau secara epidemik. Patogen penyebab yang
paling utama adalah S pneumonia, S aureus , dan Haemophilus influenza.
3. Konjungtivitis Gonokokal
Organisme yang umum menyebabkan konjungtivitis hiperpurulen adalah N
gonorrhoeae. Konjungtivitis gonokokal adalah penyakit menular seksual hasil dari
perpindahan genital-mata, kontak genital-tangan-okular, transmisi maternal-neonatus
sewaktu melahirkan per vaginam.
4. Konjungtivitis Klamidia
Trakoma adalah penyakit infeksi yang terjadi pada komuniti dengan hiegine yang
buruk dan sanitasi yang inadekuat. Kebanyakan infeksi ditularkan melalui mata ke
mata. Penularan juga dapat terjadi melaui lalat dan serangga rumah tangga yang lain.
Serangga ini juga menyebarkan bakteri lain yang menyebabkan infeksi bakteri
sekunder pada pasien trakoma.
5. Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis viral dapat berasal dari droplet saluran nafas atau perpindahan
langsung dari tangan ke mata. Kebanyakan infeksi virus mengenai bagian epitel, baik
konjungtiva maupun kornea, sehingga lesi pada infeksi virus khas berupa
keratokonjungtivitis. Pada sebagian infeksi virus, kerusakan konjungtiva lebih
menonjol, seperti pada pharyngo-conjunctival fever, dan sebagian lainnya lesi pada
kornea lebih jelas, seperti pada herpes simpleks. Setelah masa inkubasi kira-kira 5 –
12 hari, akan terjadi fase akut yang menimbulkan gejala hiperlakrimasi, hyperemia
konjungtiva dan pembentukan folikel.
6. Konjungtivitis Alergi
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE. Allergen biasanya
bersifat airborne, masuk ke tear film dan berkontak dengan sel mast konjungtiva yang
menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan histamine dan mediator inflamasi
lain.
- Vernal keratoconjunctivitis : berulang pada musim tertentu dan pada daerah tropis
(panas) bisa menetap. Reaksi imunologi diperantarai oleh reaksi hipersensivitas tipe I
dan IV.
- Atopic Keratoconjunctivitis : pada pasien dengan riwayat dermatitis atopi. AKC
merupakan reaksi hiprsensitivitas tipe IV.
- Giant Papillary Conjunctivitis : kontak lama dengan antigen tertentu seperti lensa
kontak, benang, dan prostese.
7. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur merupakan jenis konjungtivitis yang jarang terjadi.
Konjungtivitis Jamur biasannya ditemukan bersamaan dengan keratomicosis, namun
dapat saja tidak muncul bersamaan. Penyebab tersering dari konjungtivitis jamur
adalah Candida albicans. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu.
Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix scehnckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis.
8. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis Parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia calliforniensis, Loa
loa, Ascarislumbricoides, Trichinellaspiralis,Schistosomahaematobium,Taeniasolium,
dan Pthirus pubis.
9. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis Kimia atau Iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi
iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabakan kongjungtivitis.
Substansi yang dapat bersifat iritatif seperti asam, alkali, asap dan angin. Gejala yang
dapat timbul dapat berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme.
Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh pemberian obat topical jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomicyn, dan obat-obat lain dengan bahan
pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.
Tabel klasifikasi komjungtivitis berdasarkan tanda dan gejala:
Temuan klinis Viral Bakteri Klamidia Alergika
dan sitologi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati Sering Jarang Hanya sering pada Tak ada
periauikular konjungtivitis
inklusi
Pada kerokan Monosit Bakteri, PMN, sel plasma, Eosinofil
eksudar yang PMN badan inklusi
dipulas
Disertai sakit Sesekali Sesekali Tak pernah Tak pernah
tenggorokan dan
demam

E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis yang penting pada pasien konjungtivitis adanya riwayat kontak dengan
penderita yang sama, riwayat alergi, riwayat hiegienitas, dan riwayat kontak dengan
bahan iritan.
Disamping itu juga perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Pemeriksaan slit lamp
 Pewarnaan sekret mata dengan Giemsa dan Metylen Blue untuk mengetahui
penyebabnya bakteri atau virus dan pemberian KOH untuk yang dicurigai disebabkan
jamur
 Kultur kerokan konjungtiva
Pemeriksaan Penunjang
 Pewarnaan sekret dengan Giemsa, prosedur yang dilakukan antara lain :
- Ambil sekret yang menumpuk di konjungtiva foniks, letakkan di object glass,
keringkan slide dengan udara selama 15 menit
- Fiksasi dengan methanol 95% selama 5-10 menit
- Keringkan
- Buat campuran dengan mencampurkan setiap 2 tetes larutan Giemsa kedalam
setiap milimeter air suling buffer. Rendam slide kedalamcampuran selama 15
menit
- Cuci kedalam air suling buffer
- Keringkan
 Pewarnaan gram dengan Gentian Violet
- Fiksasi slide dengan pewarnaan ringan (api)
- Aliri dengan Gentian Violet (15 detik )
- Bilas dengan air mengalir
- Aliri dengan gram’s iodin /lugol (15 detik)
- Bilas dengan air mengalir
- Aliri dengan alkohol 96% sekilas
- Bilas dengan air mengalir
- Keringkan
Hasil yang terlihat dibawah mikroskop adalah :
Pada pemeriksaan gram untuk membedakan gram positif atau gram negatif,
sedangkan untuk pemeriksaan giemsa untuk membedakan infeksi virus atau
bakteri.
F. Tatalaksana
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi antibiotik awal biasanya menggunakan tetes mata
kloramfenikol (0,5%-1%) sebanyak 6 kali sehari minimal diberikan selama 3 hari atau
dapat juga diberikan tetes mata antibiotik berspektrum luas 6 kali sehari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas
dengan larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
persebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan higienitas
perorangan secara khusus.
Pemberian steroid topikal dapat mengurangi peradangan pada konjungtivitis. Pada
pemakai lensa kontak, sebaiknya dilepas hingga 48 jam setelah gejala menghilang dan
selama pemberian antibiotika topikal.
Pada konjungtivitis alergika dapatdiberikan Flumetolon (kortikosteroid) tetes mata
dua kali sehari selama satu minggu. Sedangkan pada konjungtiva viral dapat diberikan
salep acyclovir 3% 5 kali sehari selama 10 hari.
G. Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, tanpa diobati infeksi
dapat berlangsung 10-14 hari dan jika diobati dengan pengobatan yang memadai, 1-3
hari, kecuali konjungtivitis stafilokok (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki fase kronik) dan konjungtivitis gonokok (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk meningokokus ke dalam darah dan meninges, septikemia dan meningitis dapat
menjadi hasil akhir konjungtivitis meningokokus. Konjungtivitis bakteri kronik mungkin
tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. (2011). BCSC Section 8: External Disease and


Cornea (2011-2012). AAO.
Bowling, B. (2016). Kanski's Clinical Ophthalmology A Systemic Approach. Elsevier.
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2014.
Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. (2008). Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.
McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai