Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

PADA KASUS PNEUMONIA

I. Konsep Dasar Peneumonia

A. Pengertian

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli), terjadinya pneumonia pada balita sering kali kebersamaan proses infeksi

akut bronkus, bisa disebut bronkopneumoni (Misniadiarly, 2012).

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa

kanak-kanak dan sering terjadi pada bayi, yang disebabkan oleh bakteri, virus,

jamur dan benda asing (Hidayat, 2012).

Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi

disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Somabtri, 2014).

Dari berbagai sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa, pneumonia adalah

peradangan yang terjadi pada parenkim paru baik itu disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur dan benda asing yang sering terjadi pada anak-anak ataupun balita.

B. Etiologi dan klasifikasi

Menurut Nursalam (2013), terdapat 3 klasifikasi pneumonia:

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia kominitif

Terdapat pada virus influenza pada klien perokok, pathogen atipikal

pada lansia, gram negative pada klien dari rumah jompo, dengan adanya

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis), penyakit penyerta paska terapi

antibiotika.

b. Pneunomia nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat beratnya sakit, adanya

resiko untuk jenis pathogen tertentu dan masa menjelang timbul

pneumonia.

c. Pneunomia aspirasi

Terjadi karena infeksi kuman, akibat aspirasi bahan kimia, akibat

cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru dan

obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

d. Pneunomia pada penderita imonokomporomiset

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat trapi. Penyebab

infeksi berupa kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya

nonvirilen, berupa bakteri, virus dan jamur.

2. Berdasarkan bakteri penyebabnya

Sebagian besar pneunomia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara

primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab terserang pneumonia

bakterialis adalah:

a Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneunomia stertococus

b Bakteri staphilococus aureus dan stertococus beta hemoliticus group

juga sering menyebabkan pneumomia. Pneumonia bakteri atau tipikal

dapat terjadi pada semua umur. Beberapa bakteri mempunyai tendensi

menyerang seseorang yang peka misalnya: clpsiela pada penderita

alkholik stphilacocus pada penderita paska inpeksi influenza dan

pneunomia atipikal yang disebabkan oleh mikroplasma, lezionela dan

chamadia.

3. Disebabkan oleh virus yaitu virus influenza


Disebabkan oleh mikroplasma, suatu pneunomia yang relatif sering

dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme berdasarkan beberapa

aspeknya, berada diantara bakteri dan virus:

a. Individu yang mengidap acquired imonodefisiensi sindrom

(AIDS) sering mengalami pneumonia.

b. Individu yang terlalu lama berada di ruang yang terdapat aerosol dari air

yang tergenang, misalnya dari unit pendingin ruang yaitu AC atau alat

pelembab yang kotor bisa menyebabkan pneumonia legionela.

c. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air

akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu

tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang menyebabkan

pneumonia, bukan microorganisme mencetuskan suatu reaksi

peradangan.

4. Disebabkan oleh jamur dan sering merupakan infeksi sekunder prediksi

terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah

(Imonocompromised):

Jadi etiologi pneumonia dapat disebabkan oleh:

a. Bermacam golonga microorganisme, yaitu disebabkan oleh:

1) Bakteri: setoptococus pneumonia, stephylococus aureus

2) Virus: influenza, parainfluenza, adenofirus

3) Jamur: kandidiasis, histoplasmosis, aspergiposis,

cocidioidoimicocis, criptococosis, pneumocytis carini.

4) Aspirasi: makanan, cairan lambung.

5) Inhalasi : racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas

b. Virus antara lain :


1) Virus influenza

2) Virus parainfluenza

3) Adenovirus

4) Rhenovirus

5) Virus herpes simpleks

6) Mikroplasma (menyerang anak diatas usia belita) (Misnadiarly,

2012).

C. Tanda dan gejala

Menurut Nursalam (2008), pneumonia dikelasifikasikan secara sederhana

berdasarkan tanda dan gejala yang ada:

1. Pneumonia berat ditandai dengan gejala seperti:

a. Adanya tanda bahaya umum seperti anak tidak bisa minum atau menetek

dan selalu memuntahkan semuanya, kejang-kejang atau anak tidak sadar

(letargis).

b. Terdapat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, suara whizing dan

ronchi.

c. Terdapat stridor atau suara bunyi nafas saat inspirasi.

d. Pernfasan cuping hidung.

e. Terdapat gejala sianosis atau kulit kebiru-biruan kekurangan oksigen.

f. Umur bayi kurang dari dua bulan yang disertai nafas cepat 60 x/menit.

2. Pneumonia sedang ditandai apabila terdapat gejala:

a. Nafas cepat (sesak nafas) yang dimaksud adalah:

1. Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih.

2. Anak 1-5 tahun frekuensi nafas 40 x/menit atau lebih.

b. Ada tarikan dinding dada bagian bawah.


c. Ada gejala whizing.

d. Ada demam.

e. Kesadaran masih baik.

3. Bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit

sangat berat (Nursalam, 2011) tanda dan gejala bukan pneumonia:

1. Batuk dan filek biasa

2. Tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah

3. Tidak ditemukan nafas cepat

4. Tidak ada sesak nafas

D. Anatomi fisiologi

1. Anatomi sistem pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem pernafasan (Nursalam, 2011).

Organ sistem pernafasan terdiri dari:

a. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan salur penafasan yang pertama,

mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat, hidung


(septum nasi) didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna menyaring

udara, debu atau kotoran yang masuk ke dalam hidung:

1) Bagian luar terdiri dari kulit.

2) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang

dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah 3 buah :

a) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)

b) Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)

c) Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)

Diantara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus

superior (lekukan bagian atas). Meatus medialis (lekukan bagian tengah),

meatus inferior (lekuakan bagian bawah), meatus inilah yang dilewati oleh

udara pernafasan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang

atas, atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut

sinus faranasalis pada rongga mulut dahi. Sinus sefenidalis pada rongga

tulang baji dan sinus etmoidalis pada tulang tapis.

Pada sinus etmiodalis, keluar ujung-ujung safar penciuman yang menuju

ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel

tersebut terutama terdapat dibagian atas hidung, bagian mukosa terdapat

saraf atau reseptor dari saraf penciuman (Nervus olfaktorius).

Belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit

terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan

rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut rongga auditifa eustaki yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga

berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis.


b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan

makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-

organ lain ke atas berhubungan dengan organ hidung, ke depan

berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus

fausium, ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke

belakang lubang esofagus.

Terdapat di bawah selaput lender terdapat jaringfan ikat, juga beberapa

tempat terdapat folikel getah bening., perkumpulan getah bening ini

dinamakan adenoid, disebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dari

tekak, disebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring

pada waktu menelan makanan. Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:

1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan konka yang disebut

nasofaring.

2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut

orofaring.

3) Bagian bawah sekali dinamakan laringo faring.

c. Laring (pangkal tenggorokan)

Merupakan saluran udara yang bertindak sebagai pembentuk suara

terletak dibagian depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan

masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorokan ini dapat ditutup

oleh sebuah empang tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari

tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan

menutup laring. Laring terdiri dari 5 tulang rawan lainnya:


1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada peria.

2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker.

3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin.

4) Kartilago epiglottis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian

epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Proses pembentukan

suara merupakan hasil kerjasama rongga mulut, rongga hidung, laring,

lidah dan bibir. Perbedaan suara seseorang tergantung pada tebal dan

panjangnya pita suara, pita suara pria jauh lebih tebal dari pada pita

suara wanita.

d. Trakea (batang tenggorokan)

Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang

terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah

dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel

bersilia, hanya bergerak kearah luar.

Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang

di lapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilian untuk mengeluarkan benda-benda

asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang

memisahkan trakea manjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

e. Bronkus (cabang tenggorokan)

Bronkus terbagi menjadi brokus kanan dan kiri, bronkus labaris kanan (3

lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkis). Bronkus lobaris kanan terbagi

menjadi 10 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudia terbagi

lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang

memiliki: arteri, limfatik dan saraf.


1) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir

yang membentuk selimut tidak terputus untuk menutup bagian dalam

jalan nafas.

2) Bronkiolus terminasi

Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang

mempunyai kelenjar lendir dan silia).

3) Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

kemudian ditanggapi sebagai saluran transional anatara lain jalan nafas

konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

4) Duktus alveolar dan saksus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar

dan saksus alveolar dan kemudian menjadi alveoli.

f. Alveoli

Merupakan tempat pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Terdapat

sekitar 300 juta yang jika berstu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.

Terdiri dari 3 tipe:

1) Sel-sel alveolar tipe i: sel epitel yang membentuk dinding alveoli.

2) Sel-sel alveolar tipe ii: sel yang aktif secara metabolik dan

mensekresikan surfaktan (suatu fosfolifid yang melapisi permukaan

dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolps ).

3) Sel-sel alveolar tipe iii: magrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan

bekerja sebagai mekanisme pertahanan.


g. Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam

rongga dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral

yang berisi jatung dan beberapa pembuluh darah besar dan terbagi menjadi

3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2

lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa segmen sesuai

dengan segmen bronkusnya.

2. Fisiologi pernafasan

Mekanisme pernafasan yang diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama,

beberapa faktor terntu meransang pusat pernafasan yang terletak di dalam

medula oblogata, dan dipusat ini mengeluarkan implust yang disalurkan saraf

spinalis ke otak pernafasan otot diafraghma dan otot interkostali, dua faktor

utama tersebut sebagai berikut:

a. Pengendalian oleh saraf

Pusat pernafasan ialah pusat otomatik di dalam medula oblogata yang

mengeluarkan implust aferen ke otot pernafasan, melalui beberapa radiks

saraf servikalis implust ini dihantarkan ke diafraghma oleh saraf frenikus.

Terdapat dibagian yang paling rendah di dalam sumsum belakang, implust

berjalan dari daerah toraks melalui saraf interkostalis untuk merangsang

otot interkostalis, implust ini menimbulkan kontraksi ritmik pada

diagfraghma dan interkosta yang berkecepatan kira-kira 15x/ menit, implus

aferen yang dirangsang pemekaran gelembung udara diantara saraf vagus

ke pusat pernafasan di dalam medula.

b. Pengendalian secara kimiawi


Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan

pengukuran frekuensi, kecepatan dan ke dalaman gerakan pernafasan, pusat

pernafasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi kadar alkali dan harus

dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan

bahan kimia ini yang meransang pusat pernafasan untuk mengirim keluar

implus saraf yang bekerja atas otot pernafasan.

Kedua pengendalian baik melalui saraf maupun secara kimiawi adalah

penting tanpa salah satunya orang tak dapat bernafas terus. Dalam hal

paralisa otot bernafasan (interkosta diagfraghma) digunakan ventilasi paru-

paru atau suatu alat penafasan buatan yang lainnya untuk melanjutkan

pernafasan sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarkan dan

masukan melalui paru-paru. Faktor tertentu lainnya menyebabkan

penambahan kecepatan dan ke dalaman pernafasan. Gerakan badan yang

kuat memakai banyak oksigen dalam otot untuk memberi energi yang

diperlukan dalam pekerjaan akan menimbulkan pada jumlah

karbondioksida di dalam darah dan akibatnya pembesran ventilasi paru-

paru. Rasa sakit, dan takut, misalnya: menyebabkan implust yang

merangsang pusat pernafasan dan menimbulkan penghirupan udara secara

kuat hal yang kita ketahui semua implust aferen dari kulit menghasilkan

efek serupa bila badan dicelupkan dalam air dingin atau menerima guyuran

air dingin, penarikan pernafasan kuat menyusun. Pengendalian secara sadar

atas gerakan pernafasan mungkin, tetapi tidak dapat dijalankan lama karena

gerakannya otomatis. Suatu usaha untuk menahan nafas dalam waktu lama

akan gagal karena pertambahan karbondioksida yang melebihi normal di

dalam darah akan menimbulkan rasa tidak enak.


E. Patofisiologi

Bakteri, virus, jamur atau benda asing penyebab pneumonia terhisap lalu

masuk ke dalam alveoli, di dalam alveoli terjadi proses peradangan sehingga

mengakibatkan peningkatan suhu dan infeksi, karena terjadinya infeksi

menyebabkan kerja sel goblet menjadi meningkat dan memicu peningkatan jumlah

sputum sehingga terjadi akumulasi sputum di jalan nafas. Meningkatnya jumlah

sputum di jalan nafas mengakibatkan sputum tertelan ke lambung, sehingga

terjadilah peningkatan ke asaman di lambung karena sputum yang bersifat basa,

sehingga mengakibatkan mual dan muntah (Sumarti, 2014).

Eksudat dan serous masuk ke dalam alveoli, mengakibatkan peningkatan

konsentrasi protein cairan alveoli yang mempengaruhi tekanan hidrostatik dan

osmosis meningkat dan mengakibatkan akumulasi cairan di alveoli dapat

mengakibatkan gangguan pertukaran gas, cairan di alveoli yang dapat menekan

syaraf mengakibatkan timbulnya nyeri pleuritik. Eritrosit dan leukosit yang

mengisi alveoli mengakibatkan konsolidasi di alveoli dan paru, compliantce paru

menurun sehingga mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Nursalam, 2011).


2.1.6 Phaway
Jamur, virus, bakteri dan benda asing
Hiperter
Masuk ke alveoli mi

Proses peradangan Infeksi


Peningkatan
konsentrasi
protein cairan Eritrosit dan Leokosit Kerja sel Goblet meningkat
alveoli Mengisi alveoli

Produksi sputum meningkat


Tekanan hidrosatik Konsolidasi di alveoli
dan osmosis dan paru
meningktak Akumulasi sputum di jalan nafas
Fungsi paru
menurun Bersihan jalan nafas tidak
Akumulasi cairan di efektif
alveoli Pola nafas tidak
efektif

Cairan menekan
syaraf Tertelan ke lambung

Akumulasi Sputun di lambung


Nyeri pleuritik

Gangguan Pertukaran Peningkatan asam lambung


Gas

Mual muntah

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

MRS
Hospitalisasi Family center problem

Perpisahan,
Tindakan
Lingkungan Situasi Krisis
Invasif Kurangnya
baru
informasi

Nyeri dan a.Cemas


injuri b.Gangguan Kurangnya Cemas
fungsional pengetahuan
2.1.7 Komplikasi
Gambar 2.2 Phatway pneumonia (Sumarti, 2014, Nursalam, 2011).
Komplikasi yang terjadi pada penumonia menurut Ngastiah (2014), yaitu:

1. Empisema
Para pnemonia merupakan sebab umum empisema. Pneumonia

mencetuskan implamasi-implamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat

meninggalkan permeabilitasi sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar

dari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap

albumin dan protein lainnya.

2. Otitis media akut

Otitis Media Akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang

berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi

masuknya udara ke dalam telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,

kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan akan timbul efusi.

3. Efusi pleura

Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam

rongga pleura. Normalnya cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi

melalui pembuluh darah kapiler. Proses penumpukan cairan bisa terjadi karena

radang.

4. Atelektasis

Jika saluran pernafasan tersumbat, udara dalam alveoli akan terserap ke

dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-

paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serumen, lendir dan

kemudian akan mengalami infeksi.

5. Meningtis

Kematian balita karena pneumonia dikarenakan oleh dua bakteri pneumonia

dan Hib, yang juga menjadi utama penyakit meningtis. Karena bakteri terletak

di bawah paru-paru. Maka sulit mengambil spesimen bakteri itu untuk di

identifikasi.
2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2013) dapat dilakukan

antara lain:

1. Kajian foto thorak diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru

dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru-paru).

2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardio pulmoner sehubung

dengan oksigensi.

3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia,

infeksi dan proses inflamasi.

4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba.

5. Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak

berespon terhadap pengobatan.

6. Jumlah leukosit pada pneumonia bakterial.

7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas

dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan.

8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

9. Kultur darah-spesimen darah untuk menetapkan agen penyebabnya seperti virus

dan bakteri.

10. Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rogga pleura untuk menetapkan

agen penyebab seperti bakteri dan virus.

11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang

utama dari pohon trakeobronkhial: jaringan yang diambil untuk diuji

diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat

benda asing.
12. Biopsi paru selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian

diagnostik.

Sedangkan menurut Egram (2011), pemeriksaan menunjang meliputi:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositesis dengan

predominan polimorfonuklear. Leukosit menunjukan prognosis yang buruk.

b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.

Protein diatas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.

c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat

menyokong diagnosa.

d. Kadang ditemukan anemia ringan dan berat.

2. Pemeriksaan mikrobiologi

a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum

darah, aspirasi trakhea fungsi pleura, aspirasi paru.

b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau

aspirasi paru.

3. Pemeriksaan imunologis

a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat.

b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab

pneumonia.

c. Spesimen: darah atau urin.

4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap

mikroorganisme penyebab pneumonia:

a. Pneumonia pneumonokokus: gambaran radiologinya bervariasi dari

infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata


(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus

(pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus

jarang ditemukan.

b. Pneumonia streptokokus, gambaran radiologik menunjukan

bronkopneumonia difus atau infiltrate interstialis. Sering diderita efusi

pleura yang berat, kadang terdapat adenopatihilus.

c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologinya tidak khas pada pemulaan

penyakit, infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak kemudian memadat dan

mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks

umumnya penekanan (65%), <20% mengenai kedua paru.

2.1.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Menurut Ngastiah, penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah:

Pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resitensi, akan tetapi, karena hal itu

perlu waktu dan klien perlu terapi secepatnya maka biasanya yang diberikan:

a. Penisilin 50000 u/kg bb/hari, ditambah dengan cluoromfenikol 50-70

mg/kg bb/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas

seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.

b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran

glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 :1 ditambah larutan HCl

10%, 500 ml/ botol infus.

c. Karena sebagian klien jatuh ke dalam metabolik akibat kurang makanan

dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas

darah arteri.

d. Klien pneumonia ringan tidak usah dirawat di rumah sakit.


2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Menjaga kelancaran

1) Pernafasan pada anak

Pernafasan pada anak dengan pneumonia berat dalam keadaan

dispneu dan sianosis karena adanya radang paru dan banyaknya lendir

didalam broncus/paru:

a) Agar anak dapat bernafas secara lancar, lendir tersebut harus

dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan 02 perlu dibantu

dengan mengeluarkan 02 21x/menit secara nasal.

b) Pada anak yang agak besar (sudah mengerti) berikan sikap setengah

duduk, longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang,

kaos yang agak sempit.

c) Ajarkan jika ia batuk lendirnya harus dikeluarkan dan katakan kalau

lendir tersebut tidak dikeluarkan maka sesak yang dialami tidak

akan segera sembuh (sediakan kertas tisu dan tempat

penampungan).

d) Berikan kepada anak agar ia tidak selalu miring ke arah dada yang

sakit, boleh duduk atau miring ke bagian dada yang lain.

2) Pada bayi

a) Berikan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjalan

di bawah bahu.

b) Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita, atau celana yang ada

karetnya.

c) Hisaplah lendir dan berikan O2 secara teratur sampai 21x/menit.


d) Penghisapan lendir harus sering, yaitu pada saat terlihat lendir di

dalam mulut, pada waktu akan memberikan miuman, mengubah

sikap berbaring atau tindakan lain.

e) Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah infus

lancar.

b. Kebutuhan istirahat

Anak dengan pneumonia adalah klien lemah, suhu tubuhnya tinggi,

sering hipereksia, maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien

harus dibantu di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat.

Pengambilan bahan pemeriksaan atau pemberian suntikan jangan dilakukan

saat klien sedang tidur. Usahakan keadaan tenang dan nyaman agar klien

dapat istirahat sebaik-baiknya atau terlalu rapat karena dapat menyebabkan

sesak nafas.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan

Anak pneumonia hampir slalu mengalami masukan makanan yang

kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masuk cairan

yang kurang dapat menyebabakan dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang

infus dengan cairan glukosa 5% NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1

ditambah HCl 10 meq/500ml/botol infus. Pada bayi yang masih minum ASI

ekslusif, bila tidak terlalu sesak ia boleh menetek, selain memperoleh infus.

Beritahukan ibunya agar pada waktu bayi menetek puting susunya sering-

sering dikeluarkan untuk memberikan bayi bernafas.

d. Mengontrol suhu tubuh

Anak dengan pneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia.

Untuk ini maka suhu tubuh harus dikontrol tiap jam selain usahakan untuk
menurunkan suhu dengan memberikan kompres dingin dan obat-obatan.

Satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu tubuh sudah turun.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian meupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini dibutuhkan

pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang perawat

diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau bio-psiko-sosial dan spiritual,

bagi manusia yang memandang manusia dari segi aspek biologis, pikologis,

sosial dan tinjauan dari aspek spiritual juga pengetahuan akan kebutuhan

pengembangan manusia (tumbuh kembang dari kebutuhan dasarnya)

pengetahuan dari konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofosiologi

dan penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur

budaya serta nilai keyakinan yang dialami klien ( Hidayat, 2011).

1. Data demografi

a. Identitas klien : nama, umur (lebih sering terkena pada bayi dan balita

karena sistem pertahan tubuh masih belum stabil), penyakit pneumonia

dapat terjadi pada semua jenis kelamin, suku/bangsa, agama, alamat

(lebih berisiko terkena pada lingkungan yang kumuh, kotor atau dengan

rumah yang peroses pencahayaan dan ventilasi kurang karena dengan

kondisi ini mempercepat pertumbuhan bakteri atau virus penyebab

pneumonia).
b. Identitas penanggung jawab: nama orangtua, umur, jenis kelamin,

pendidikan (karena tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat

pemahaman penanggung jawab tentang kondisi penyakit klien dan cara

mengatasi penyakit klien), agama, pekerjaan, alamat, data ini sangat

diperlukan karena penanggung jawab adalah orang yang bisa perawat

hubungi saat akan dilakukan suatu tindakan.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya keluhan utama yang sering timbul pada pneumonia

adalah yang ditandai keluhan menggigil, demam lebih dari 400C

sesak, batuk, bunyi nafas menggi, whizing, ronchi, pernafasan

cuping hidung, letergis, kejang-kejang (Nursalam, 2011).

b. Riwayat penyakit saat ini

Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya

akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus kekuning

kuningan, ke hijau hijauan, peningkatan prekuensi nafas lebih dari

40 x/menit, sesak, demam lebih dari 380C dan sesak (Muttaqin,

2012).

c. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya pneumonia sering timbul setelah infeksi saluran nafas

atas infeksi pada hidung dan tenggorokan), resiko tinggi timbul

pada klien dengan riwayat alkohol, infeksi pernafasan dan klien

dengan immunosupresi (kelemahan dalam sistem imun) (Nursalam,

2011).

d. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya apakah di dalam keluarga ada yang menderita penyakit

batuk pilek atau influenza karena batuk pilek dan influenza adalah

penyebab awal dari pneumonia (Nursalam, 2011).

e. Riwayat kehamilan dan persalinan

1. Antenal

Pada saat ibu hamil, pernah mengalami kelainan atau

penyakit apa yang pernah diderita ibu dan apakah pernah

memeriksakan kehamilannya serta riwayat penggunaan alkohol

untuk mengetahui resiko terkena pneumonia.

2. Natal

Apakah selama persalinan mengalami gangguan dan

melahirkan dimana secara normal atau kelainan adanya asfiksia.

3. Post natal

Bagaimana keadaan bayi baru lahir, sehat atau tidak,

penilaian apgar skor normal (7-10).

f. Riwayat imunisasi

Anak yang tidak dapat imunisasi BCG beresiko tinggi untuk

mendapat penyakit infeksi saluran pernafasan seperti pneunomia

karena sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat melawan

infeksi sekunder.
Table 2.3.1 Dosis dan cara pemberian imunisasi
No Vaksin Dosis Cara Jumlah Interval Waktu
pemberian pemberian pemberian

1 BCG 0,05 cc Ic 1x 0-11 bulan

2 DPT Hb 0,5 cc Im 3x 4 minggu 2-11 bulan


combo

3 Hepatitis B 0,5 cc Im 3x 4 minggu 0-11 bulan

4 Polio 2 tetes Oral 4x 4 minggu 0-11 bulan

5 Campak 0,5 cc Sc 1x 9-11 bulan

6 TT 0,5 cc Im

(sumber: Depkes, 2010).

g. Riwayat alergi

Biasanya riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.

3. Riwayat bio, psiko, sosial, spiritual (Virginia Handerson):

a. Pernafasan

Pada anak dengan pneunomia ditemukan nafas tersengal-sengal yang dalam

dan cepat diikut henti nafas yang ditandai dengan denyut jantung yang cepat

dan tampak lemah dan pernafasan yang semakin lemah, anak tanpak sianosis

respirasi lebih dari 40-50x/ menit.

b. Eliminasi

Biasanya pada kasus pneunomia yang perlu dikaji pada eliminasi adalah

frekuensi jumlah dan konsistensi BAB dan BAK.

c. Nutrisi

Biasanya pada anak dengan pneumonia terjadi penurunan nafsu makan

sehingga anak diberikan cairan prenteral untuk mencukupi kebutuhan elektrolit

cairan, kalori juga mengoreksi dehidrasi, asitosis metabolik dan hipoglekemi.


d. Kebutuhan istirahat tidur

Pada anak dengan pneumonia biasanya ditemukan gangguan istirahat tidur

karena adanya sesak dan demam.

e. Kebutuhan keseimbangan tubuh

Biasanya anak dengan pneumonia keseimbangan tubuh/ pergerakannya

agak lambat karena terganggu oleh sesaknya.

f. Kebutuhan personal hygine

Biasanya personal hygine akan dibantu oleh orang tua dan perawat.

g. Kebutuhan berkomunikasi

Biasanya anak dengan pneumonia akan menangis jika BAB atau BAK,

begitu juga bila anak merasa sesak maka anak akan menangis.

h. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Biasanya anak dengan pneumonia menunjukan rasa tidak aman dan nyaman

dengan menangis seperti jika merasakan perubahan pada tubuhnya anak akan

menunjukan dengan cara menangis dan merasa aman bila bersama ibunya.

i. Kebutuhan berpakaian

Biasanya anak dengan pneumonia berpakaian akan dibantu oleh perawat

ataupun keluarganya.

j. Pengaturan suhu tubuh

Anak dengan pneumonia basanya akan mengalami hipertermi (> 380 C)

dengan suhu tubuh normal 36,5-37,50 C.

k. Kebutuhan spiritual

Biasanya pada anak kebutuhan spiritualnya masih tergantung pada orang

tuanya seperti orang tuanya mengajarkan berdoa keda anaknya.


l. Kebutuhan bermain dan rekreasi

Pada anak dengan pneunomia tidak mampu beraktifitas seperti biasanya

apabila dalam keadaan lemah kesadarannya menurun apalagi respon terhadap

ransangan serta tonus ototpun menurun.

m. Kebutuhan belajar

Biasanya pada anak dengan pneunomia kurang mampu mengetahui hal-hal

yang berhubungan dengan sekitarnya.

4. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum biasanya meliputi ringan, sedang dan berat.

b. Kesadaran

Pada bayi dengan pneunomia menunjukan tingkat kesadaran yang menurun

dan biasa sampai koma.

c. Tanda-tanda vital

1) Pada anak HR (lebih dari110 x/menit), suhu (lebih dari 380C) dan RR (lebih

dari 50 x/menit).

2) Antropometri

Rumusan cara mencari berat badan normal:

a) Perkiraan berat badan dengan kilogram

(1) Lahir : 3,25 kg

(2) 3-12 bulan : 1/2x(usia dalam bulan +9) kg

(3) 1-6 tahun : 2x(usia anak dalam tahun)+8 kg

b) Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter

(1) Lahir : 50 cm

(2) Umur 1 tahun : 75 cm

(3) 2-12 tahun : 6 x (usia anak)+77cm


c) Periksa Lingkar Lengan atas dalam sentimeter

(1) Lahir : 11 cm

(2) 1-3 tahun : 16 cm

(3) 1 tahun : bertambah 5 cm/tahun

d) Periksa lingkar lengan atas dalam sentimeter

(1) Lahir : 11 cm

(2) 1 tahun : 16 cm

e) Pemeriksaan dengan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT):

IMT = Berat badan (BB) Kg

(Tinggi badan (TB) m)2

Keterangan:

< 16 : Malnutrisi

16-19 : BB kurang

20-25 : Normal

26-30 : BB lebih

31-40 : Kegemukan sedang menuju berat

>40 : Kegemukan yang tidak wajar

d. Pemeriksaan head to toe:

Tabel 2.3.2 Pemeriksaan fisik head to toe


Head to toe Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Kepala Bentuk kepala Teraba - -
bulat atau benjolan
lonjong, tidak
kebersihan
rambut, warna
rambut hitam
atau pirang, tidak
ada lesi
Mata Tampak simetris - - -
kiri-kanan,
konjungtiva
anemis, seklera
ikterik, area
gelap di kelopak
mata.
Hidung Adanya - - -
pernafasan
cuping hidung
Wajah Tampak sianosis - - -
Mulut Warna - - -
pucat,kemerahan,
sianosis, pecah-
pecah tidak, gusi
berdarah atau
tidak, lidah
bersih atau tidak.
Telinga Ada secret tidak Ada nyeri - -
tekan tidak
Leher Tidak tampak - - -
pemebsaran
kelenjar tiroid
Dada Ada tarikan - - Biasanya
dinding dada bunyi whzing
tidak atau ronchi
pada
pneumonia.
Tidak ada
bising aorta
dan mur-mur,
suara jantung
S1 “Lup”, S2
“Dup”
Abdomen Tampak Ada nyeri Ada tidak Peristaltic 3-5
kembung tidak, tekan tidak bunyi x/menit
ada lesi tidak nyaring
khas
kembung
Ekstremitas Replek bisep (+), Akral teraba - -
trisep (+), hangat atau
kekuatan otot (1- panas.
5)
Genetalia Bersih tidak, ada - - -
lesi.
Integument Tampak sianosis, - - -
turgor kulit
menurun normal
(2-5 detik)

5. Pemeriksaan penunjang

a. Foto rotgen dada (chest x-ray)

Teridentifikasi penyebaran misalnya lobus bronchia, dapat juga

menimbulkan muliple abses empisema (staphilococus), penyebaran atau lokasi


infiltrat (bakterial), atau penyebaran ekstensif infiltrat, pada pnemonia

myckroplasma, gambaran chest x-ray mungkin bersih.

b. Pulse oxymetri

Abnomalitas mungkin timbul tergantung luasnya kerusakan paru.

c. Kultur sptum dan darah atau gramstain

Mendapatkan dengan needle biopsi, transtracheal aspiration, fiberotic

bronchoscopy atau biopsi paru terbuka atau untuk mengeluarkan organisme

penyebab, atau didapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti staphylococus

aureus, hemolitye streptococus dan haemophilus influenza

d. Hitung darah lengkap atau Coplete Blood Count (CBC)

Leukositosis biasanya timbul, biarpun nilai sel darah putih rendah pada

infeksi virus, LED (Untuk laju endap darah biasanya ditemukan meningkat).

e. Tes serologik

Membantu membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.

f. Pemeriksaan fungsi paru

Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan saluran

udara meningkat, complience menurun dan akhirnya terjadi hipoksia.

g. Elektrolit

Biasanya pada kasus pneumonia sodium dan klorida mungkin rendah.

h. Bilirubin

Biasanya pada kasus pneumonia bilirubin meningkat.

2.3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah pasien

adapun analisa data dapat pada pneumonia sebagai berikut:


Table 2.3.3 Analisa data
N SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
O
1 Ds : biasanya ibu klien Jamur, virus, protozoa, Bersihan jalan
mengatakan anaknya batuk di benda asing nafas tidak
sertai dahak efektif
Do :
1. Terdapat sputum Masuk ke alveoli
2. Terdapat stridor atau nafas
bunyi saat inspirasi
3. Ronchi, wheezing Proses peradangan
4. RR meningkat (lebih dari 40
x/menit)
Infeksi

Kerja sel goblet


meningkat

Akumulasi sputum di
jalan nafas
2 Ds : biasanya ibu klien Peningkatan konsentrasi Pola nafas
mengatakan anaknya sesak. cairan alveoli tidak efektif.
Do :
a. Terdapat tarikan dinding Tekanan hirostatik
dada meningkat, tekanan
b. Frekuensi nafas lebih dari osmosis meningkat
40x/menit
c. Sianosis
d. Terdapat whizing Difusi
e. Terdapat sputum

Akumulasi cairan alveoli


3 Ds :biasanya ibu klien Jamur, virus, protozoa, Hipertermi
mengatakan anaknya demam. benda asing
Do :
a. Suhu tubuh lebih dari 38 0C
b. Badan kemerahan Masuk ke alveoli
c. Anak rewel
d. Akral hangat
e. Kulit memerah Proses pradangan
f. Ibu gelisah
4 Ds : biasanya ibu klien Jamur, virus, protozoa, Gangguan
mengatakan anaknya tidak ada benda asing nutrisis
nafsu makan. kurang dari
Do : kebutuhan
a. Nafsu makan menurun
b. BB menurun Masuk ke alveoli
c. Anak lemas

Proses pradangan

Infeksi
Produksi sputum
meningkat

Tertelan ke lambung

Peningkatan asam
lambung

Mual, muntah
(anoreksia)
5 Ds : biasanya ibu klien, Pneumonia Kurang
mengatakan tidak mengetahui pengetahuan
tentang penyakit anaknya. orang tua
Do : Masuk rumah sakit
a. Ibu klien tidak mengetahui
tanda gejala penyakit
anaknya Stressor hospitalisasi
b. Ibu klien tidak mengetahui
penyakit anaknya
c. Ibu klien tidak mengetahui
penyakit yang di derita Kurang informasi
anaknya berbahaya.
6 DS: biasanya ibu klien Hospitalisasi Kecemas
mengatakan merasa cemas
dengan kondisi anaknya saat ini.
DO: Perpisahan
a. Tampak ibu gelisah, anak
rewel
b. Ibu tanpak bingung Lingkungan baru

Tindakan invasif

Situasi krisis

Cemas

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status

kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasikan

dan membentuk intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan

atau mencegah, masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawab

(Tarwoto & Wartonah, 2011).


a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum

dijalan nafas ditandai dengan biasanya ibu klien mengatakan anaknya batuk

disertai dahak, terdapat sputum, terdapat stridor atau bunyi napas saat

inspirasi, RR lebih dari 40 x/menit.

b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di alveoli

ditandai dengan biasanya ibu klien mengatakan anaknya sesak, terdapat

tarikan dinding dada, frekuensi nafas lebih dari 40-60x/menit, terdapat

pernafasan cuping hidung, sianosisi.

c) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan

biasanya ibu klien mengatakan anaknya demam, suhu tubuh lebih dari 380C

akral hangat, kulit tanpak memerah.

d) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan anoreksia (mual, muntah)

ditandai dengan ibu klien mengatakan anaknya tidak ada nafsu makan,

nafsu makan menurun, berat badan menurun.

e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai

dengan ibu klien biasanya mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit

anaknya, ibu klien tidak mengetahui tanda dan gejala penyakit anaknya.

f) Kecemasan berhubungan dengan biasanya ibu klien mengatakan merasa

cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ditandai dengan biasanya tampak

wajah ibu gelisah, anak rewel, tanpak bingung.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu proses penyusunan berbagai

intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau

mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ke

tiga dalam membuat suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap


perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan tentang kekuatan

dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktik

keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam

menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih

dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,

menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja

sama dengan kesehatan lain.

Pada tahap perencanaan untuk menentukan kriteria hasil berdasarkan

“SMART”:

S : Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda).

M : Measurable (tujuan keperawatan harus: dapat diukur,

khususnya tentang prilaku klien: dapat dilihat, didengar,

diraba, dirasakan dan dibau).

A : Achievable (tujuan harus dapat dicapai).

R : Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah).

T: : Time (tujuan keperawatan).

Tabel 2.3.4 Intervensi keperawatan


No Tujuan dan Intervensi keperawatan Rasional
dx kriteria hasil
1 Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui
tindakan kesetabilan RR klien
keperawatan 2. Kaji karakteristik secret 2. Infeksi ditandai dengan
selama … x 24 secret tebal dan
jam diharapkan kekuningan
jalan nafas klien 3. Auskultasi bunyi nafas 3. Menentukan adekuatnya
menjadi efektif pertukaran gas dan
dengan kriteria luasnya obstruksi akibat
hasil: secret
1. Jalan nafas 4. Anjarkan pada klien tentang 4. Memudahkan keluarnya
bersih dan tehnik relaksasi nafas secret
2. Batuk hilang dalam
3. RR dalam 5. Berikan posisi untuk pernafasan 5. Meningkatkan
rentan normal yang optimal pengembangan diafragma
a. Bayi baru 6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Nebulizer membantu
lahir 35 nebulizer dan psioterafi dada menghangatkan dan
x/menit dengan tim medis. mengencerkan secret,
b. 1-11 pisioterafi dada
bulan 30 membantu secret untuk
x/ menit keluar.
c. 2 tahun
25 x/
menit
d. 4-12
tahun 19-
23
x/menit
e. 14-18
tahun 16-
18
x/menit
2 Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat kesadaran 1. Kesadaran menurun
tindakan menunjukkan tanda
keperawatan 2. Observasi warna kulit hipoksia
selama ..x24 jam 2. Menetukan adekuatnya
diharapkan sirkulasi
pertukaran gas 3. Monitor abgs 3. Penting untuk pertukaran
klien normal gas ke jaringan defekasi
dengan kriteria jumlah hb yang ada dan
hasi : adanya infeksi
a. Bunyi nafas 4. Kurangi aktivitas 4. Mempercepat
bersih penyembuhan
b. Tidak sianosis 5. Kolaborasi dengan tim medis 5. Untuk pertukaran gas dan
c. Dispneu pada dalam pemberian oksigen mengurai kerja
saat aktivitas sesuai kebutuhan pernafasan, kebutuhan
dan istirahat akan oksigen.
tidak ada
d. Bga batas
normal pco2 :
35-45 mmhg,
po2 : 80-100
mmhg
3 Setelah dilakuakn 1. Observasi suhu tubuh setiap 4 1. Indikasi jika ada demam
tindakan jam
keperawatan 2. Lepaskan pakaian yang 2. Pakaian yang tipis akan
selama …x24 jam berlebihan mempercepat penguapan
diharapkan suhu
tubuh dalam batas 3. Tingkatkan sirkulasi runganan 3. Memfasilitasi kehilangan
normal (36-37,5 lewat konfeksi
0C) dengan 4. Berikan kompres air hangat 4. Memfasilitasi kehilangan
kriteria hasil : lewat konduksi
a. Kulit hangat 5. Kolaborasi dengan tim medis 5. Mengurangi demam
dan lembab lainnya dalam pemberian
b. Membran antipiretik sesuai kebutuhan.
mukosa
lembab
4 Setelah dilakan 1. Observasi BB setiap hari 1. Untuk mengetahui
tindakan perkembangan keadaan
keperawatan 2. Identifikasi faktor pencetus klien
selama ..x24 jam mual muntah 2. Untuk mengetahui
diharapkan penyebab mual muntah
kebutuhan nutri
terpenuhu dengan 3. Berikan makanan dengan porsi 3. Meningkatkan intake
kriteria hasil : sedikit tapi sering nutrisi
a. Klien 4. Anjurkan keluarga untuk oral 4. Untuk meningkatkan
mendapatkan hygiene sebelum makan nafsu makan
nutrisi yang 5. Berikan lingkungan yang aman 5. Untuk meningkatkan
adekuat sesuai dan tenang dalam waktu nafsu pemberian makan
dengan pembrian makan
kebutuhan 6. Jadwal pengobatan pernafasan 6. Menurunkan efek mual
b. Menunjukaka setidaknya 1 jam sebelum muntah.
n BB tetap makan.
5 Setelah dilakukan 1. Observasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui kemampuan
tindakan untuk mempelajari informasi keluarga dalam menerima
keperawatan khusus informasi
selama …x 24 2. Identifikasi keperluan informasi 2. Untuk mengetahui
jam diharapkan yang di butuhkan penanganan yang akan di
keluarga dapat ajarkan
mengetahui 3. Berikan informasi tentang 3. Mengurangi ansietas dan
tentang penyakit penyakit yang di alami klien menambang pengetahuan
anaknya dengan kepada keluarganya keluarga
kriteria hasil : 4. Pastikan keakuratan umpan 4. Memastikan bahwa
a. Keluarga balik dalam penyampaian keluarga memahami
dapat informasi informasi yang di
mengetahui sampaikan dan
tanda dan penangannya
gejala dari
penyakit yang
di derita oleh
anaknya
b. Menyatakan
pemahaman
kondisi,
proses
penyakit, dan
pengobatanny
a
c. Keluarga
tampak
tenang
6 Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat kecemasan 1.Mengetahui tingkat
tindakan anak kecemasan klien
keperawatan 2. Fasilitasi rasa aman dengan cara 2. Untuk mengurangi tingkat
selama …x 24 ibu ikut berperan dalam kecemasan klien.
jam diharapkan: merawat anaknya
a. kecemasan 3. Dorong ibu untuk terus 3. Memberikan rasa aman
teratasi mensuport anaknya denan cara
ibu terus berada di dekan
anaknya.
4. Jelaskan dengan sederhana 4. Megurangi tingkat
tentang tindakan yang akan di kecemasan keluarga.
lakukan tujuan, manfat.
5. Berikan reinforcement untuk 5. Mengurai kecemasan.
prilaku yang positif

Anda mungkin juga menyukai