Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN

SISTEM KEKEBALAN TUBUH


LES (Lupus Eritomatosus Sistemik)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3A

MUHAMMAD MULTAHZAM UMAR (1801123) DEWI PURNAMASARI (1801084)


RIZKY AMELIA ANWAR (1801100) RECHAN HANDAYANI (1801118)
NUR ISTIQAMAH DS (1801121) DIAN EKAWATI (1801122)
RISKAYANA (1801131) AYU LESTARI (1801112)
SYAMSUDDIN NATSIR (1801064) FIRDAYANTI ILYAS (1801103)
NURSALIM (1801094)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala


yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang. Kami panjatkan segala Puji dan syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat meyelesaikan makalah Modul 1 skenario 1 tentang Asuhan
Keperawatan pada pasien Gangguan Sistem Kekebalan Tubuh Lupus Eritomatosus
Sistemik.
Makalah asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh
”lupus eritomatosusu sistemik” ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami meyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh Lupus Eritomatosus
Sistemik ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 02 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II SKENARIO
1. Kata kunci
2. Klarifikasi kata Kunci
3. Kata (Problem Word)
4. Pertanyaan-pertanyaan Penting
5. Jawaban Penting
6. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
7. Informasi Tambahan
8. Klarifikasi tambahan
9. Analisa & sintesis informasi
10. Laporan hasil diskusi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi klinis
5. Komplikasi
6. Penatalaksanaan
7. Pemeriksaan penunjang
8. Pencegahan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut Fakhrati (2012) Lupus Eritomatosus Sistemik (LES)
merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik. Selama lebih dari empat
decade angka kejadian Les meningkat tiga kali lipat yaitu 51 per 100.000
menjadi 122-124 per 100.000 penduduk di dunia. Setiap tahun ditemukan lebih
dari 100.000 penderita LES baru di seluruh dunia. Semua ras dapat menjadii
golongan penderita LES. Wanita Afrika-Amerika mempunyai insidensi tiga
kali lipat lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Kecenderungan perkembangan
LES terjadi pada usia muda dan dengan komplikasi yang lebih serius ( manson
dan Rahman, 2006).
World Health Organization mencatat jumlah penderita Les di dunia
pada tahun 2018 mencapai lima juta orang, dan setiap tahunnya ditemukan
lebih dai 100 ribu kasus baru. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) Online 2016, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis
penyakit LES. Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun
2014, dengan ditemukannya 1.169 kasus baru. Tingginya angka kematian lupus
perlu mendapat perhatian khusus karen 25% atau sekita 550 jiwa meninggal
akibat Lupus pada tahun 2016. Sebagian penderita Lupus adalah perempuan
dari kelompok usia produktif ( 15-50 tahun), meski begitu LES juga dapat
menyerang laki-laki, remaja dan anak-anak.( Ditjen P2P Kemenkes, 2018)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Lupus Eritomatosus Sistemik?
2. Apasaja hal-hal yang menjadi penyebab Lupus Eritomatosus sistemik?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Lupus Eritomatosus sistemik?
4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Lupus Eritomatosus sistemik?
5. Apasajakah komplikasi dari penyakit Lupus Eritomatosus sistemik?
6. Penatalaksanakan apakah yang dilakukan pada pasien Lupus Eritomatosus
sistemik?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Lupus Eritomatosus sistemik?
8. Apakah pencegahan yang dilakukan pada pasien Lupus Eritomatosus
sistemik?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Lupus Eritomatosus sistemik?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Lupus Eritomatosus Sistemik.
2. Untuk mengetahui penyebab Lupus Eritomatosus sistemik.
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Lupus Eritomatosus sistemik.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Lupus Eritomatosus
sistemik.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Lupus Eritomatosus sistemik.
6. Untuk mengetahui Penatalaksanakan pada pasien Lupus Eritomatosus
sistemik.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Lupus Eritomatosus
sistemik.
8. Untuk mengetahui pencegahan yang dilakukan pada pasien Lupus
Eritomatosus sistemik.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Lupus Eritomatosus
sistemik?
BAB III
PEMBAHASAN

MODUL 1
GANGGUAN KEKEBALAN TUBUH

SKENARIO 1

Perempuan berusian 25 tahun dibawa ke Polilinik penyakit Dalam RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo mengeluh kedua pipinya merah sehingga mengganggu penampilannya.
Pasien juga mengeluh akhir-akhir ini sering pegal dan linu di persendian. Nyeri sendi
berpindah-pindah. Keluhan disertai dengan rasa lesu, lemas, dan mudah capek
sehingga menghalanginya beraktivitas, dan hasil pemeriksaan antibody anti smith
didapatkan hasil meningkat.

1. Kata Kunci / Keyword


 Pipi kemerahan
 Pegal dan linu di persendian
 Nyeri sendi
 Rasa Lesu
 Lemas
 Mudah Capek
 Pemeriksaan antibody anti smith
2. Klarifikasi Kata Kunci
 Pipi kemerahan
Adalah respons normal tubuh terhadap emosi kuat seperti malu, marah,
stres, atau senang, dan meningkatnya aliran darah pada wajah. Muka
merah disebabkan oleh aktivitas sistem saraf simpatis, yakni bagian dari
sistem saraf yang berfungsi untuk mempercepat denyut jantung,
menyempitkan pembuluh darah, serta meningkatkan tekanan darah.
Wajah memerah juga bisa disebabkan oleh kondisi medis tertentu.
 Pegal dan linu di persendian
Pegal linu kerap kali terjadi karena adanya gangguan pada persendian
atau jaringan pendukung persendian layaknya tendon, ligamen, tulang,
hingga otot. Biasanya, pegal linu ini terjadi karena aktifitas fisik yang
berlebihan atau gerakan tubuh yang tidak benar saat berolahraga
sehingga sendi pun menjadi tegang, terkilir, atau bahkan mengalami
dislokasi.
 Nyeri sendi
Karena adanya peradangan pada area persendian yang biasanya disertai
dengan pembengkakan dan gejala-gejala lainnya layaknya pergerakan
sendi yang terbatas, rasa nyeri saat bergerak, hingga rasa hangat atau
warna kemerahan pada persendian. Tak hanya itu, nyeri sendi juga
kerap kali disertai dengan perubahan pada bentuk sendi, adanya
ketidaknormalan pada tulang, dan rasa nyeri yang luar biasa.
 Rasa Lesu
Ialah rasa lelah dan letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fisik
pada tingkat yang biasanya secara terus menerus.
 Lemas
Lemas disebut dengan Asthenia, yakni rasa lemas menyeluruh yang
disebabkan oleh berbagai hal. Banyak gangguan fisik maupun psikis
yang dapat menyebabkannya. Misalnya, kurang tidur, depresi, anemia,
infeksi virus atau bakteri, kanker, atau penyalahgunaan zat tertentu.
 Mudah Capek
adalah proses menurunnya efisiensi, performance kerja
dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan
 Pemeriksaan antibody anti smith
adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah ada antibody terhadap
Sm (protein yang di temukan dalam sel protein inti).

3. Kata ( Problem Word)


 Lupus Eritomatosus sistemik (LES) / Systemik Lupus
Erytomatosus (SLE)

4. Pertanyaan – pertanyaan penting


1. Apakah yang dimaksud dengan Lupus Eritomatosus Sistemik?
2. Sebutkan tanda dan gejala khas yang dialami penderita Lupus eritomatosus
sistemik?
3. Apakah penyebab/etiologi dari penyakit Lupus Eritomatosus Sistemik?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit Lupus eritomatosus sistemik?
5. Bagaimanakah upaya preventif dari penyakit Lupus eritomatosus sistemik?
6. Penyimpangan kebutuhan dasar apa saja yang bisa terjadi pada pasien
Lupus eritomatosus sistemik?

5. Jawaban pertanyaan / answer of questions


1. Apakah yang dimaksud dengan lupus eritomatosus sistemik?
Jawaban:
Lupus eritomatosus sistemik ( LES) merupakan gangguan
inflamasi multisystem yang berhubungan dengan kelainan
system imun. Banyak kelainan imunologi klasik yang muncul
pada LES. Terutama pengaruh pada berbagai system dan organ
pada waktu yang berbeda, menghasilkan kerusakan yang
menyebar pada jaringan ikat, pembuluh darah dan membrane
serosa serta mukosa.
2. sebutkan tanda dan gejala khas yang dialami penderita Lupus eritomatosus
sistemik?
Jawaban :
 Pipi kemerahan
 Pegal dan linu di persendian
 Nyeri sendi berpindah-pindah
 Rasa Lesu
 Lemas
 Mudah Capek

3. Apakah penyebab/etiologi dari penyakit Lupus Eritomatosus Sistemik?


Jawaban :
Etiologi dari LES belum diketahui secara pasti, namun diduga
melibatkan interaksi yang kompleks dan multifactorial antara
variasi genetic dan factor lingkungan. Interaksi antara jenis
kelamin, status hormonal, dan aksi Hipotalamus-Hiposis-
Adrenal ( HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis
LES.

4. Bagaimana patofisiologi penyakit Lupus eritomatosus sistemik?


Jawaban :
Temuan patofisiologi LES terdapat di seluruh tubuh, dan
ditandai oleh
inflamasi, abnormalitas pembuluh darah yang mencakup
vaskulopati dan vaskulitis dan penumpukan komplels imun.
LES merupakan hasil reaksi abnormal tubuh terhadap
jaringannya sendiri dan protein serum. Orang dengan LES akan
mengalami peningkatan antigen diri dan antigen asing, yang
mengakibatkan hiperaktivitas sel B.
5. Bagaimanakah upaya preventif dari penyakit Lupus eritomatosus sistemik?
Jawaban :
Untuk menghindari penyakit lupus, ada kiat-kiat tertentu untuk
mencegahnya. Salah satunya dengan pola hidup sehat seperti
yang dipaparkan Ketua Divisi Alergi Imunologi, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, dalam
konferensi pers, Rabu (9/5/18) (Jawa Pos,10/5/18)
Pola Makan
Makanan tinggi kalori terbukti membuat sel-sel imun terkait
lupus menjadi lebih aktif. Gluten, senyawa protein dari gandum,
terbukti mencetuskan beberapa sindrom autoimunitas. Toksin,
bahan kimia, pengawet, dan pewarna yang terkandung dalam
makanan olahan diduga merusak DNA terkait AI. "Bahan dari
gluten, yakni tepung terigu atau gandum, oatmeal kurangi ya.
Bisa merusak usus, bakteri mudah masuk ke dalam usus. Maka
jika orang dengan lupus (Odapus) sudah tak boleh sama sekali
makanan olahan, tak boleh pakai vetsin atau pengawet," kata
Iris.
Jauhi Rokok
Untuk mencegah penyakit lupus adalah dengan tidak merokok.
Sebab lupus rentan paparan racun atau toksin dari asap rokok.
Cukup Tidur
Banyak pasien lupus mengeluh kelelahan dan nyeri sendi. Maka
tidur 7 jam setiap malam wajib dipenuhi untuk mencegah
penyakit lupus.
Sinar UV
Jangan terlalu sering berada di bawah paparan sinar matahari.
Paling jahat ada di rentang pukul 10 hingga 16. Gunakan tabir
surya SPF 30 saat ke luar rumah.
Hindari Infeksi
Pasien lupus biasanya demam. Demam adalah sebuah kondisi
ketika tubuh melawan infeksi. Maka untuk mencegah lupus
tentu hindari infeksi. Obat-obatan tertentu biasanya membuat
pasien rentan infeksi. Rajin pula cuci tangan.
Kelola Stres
Jauhi stres. Sebab stres merupakan kunci datangnya penyakit.
Apalagi pada pasien, stres justru memperburuk kondisi kualitas
hidup.
Olahraga
Tentu berolahraga secara teratur baik untuk membuat tubuh
selalu aktif bergerak. Jangan sampai mengalami nyeri sendi
yang biasanya dikeluhkan pasien lupus di tahap awal.
SALURI (Periksa Lupus Sendiri)
1. Apakah persendian Anda sering terasa sakit, nyeri atau
bengkak lebih dari 3 bulan?
2. Apakah jari tangan dan atau kaki pucat, kebas, atau tidak
nyaman saat udara dingin?
3. Apakah Anda pernah menderita sariawan (luka di mulut)
lebih dari dua minggu?
4. Apakah Anda pernah mengalami penurunan jumlah sel
darah, seperti anemia, turunnya jumlah sel darah putih
(lekosit) dan turunnya jumlah trombosit?
5. Pernahkah pada wajah Anda terdapat ruam kemerahan
berbentuk kupu-kupu yang sayapnya melintang dari pipi
ke pipi melewati batang hidung?
6. Apakah Anda pernah demam di atas 38 derajat Celcius
lebih dari beberapa hari dengan sebab yang tidak jelas?
7. Apakah Anda pernah mengalami nyeri dada saat
menarik napas selama beberapa hari ?
8. Apakah Anda sering merasa sangat kelelahan dan sangat
lemas selama beberapa hari sampai beberapa minggu,
bahkan setelah cukup istirahat?
9. Apakah kulit Anda hipersensitif terhadap sinar
matahari?
10. Apakah pernah terdapat protein pada pemeriksaan urin
Anda?
11. Pernahkah Anda mengalami serangan kejang?

Bila Anda menjawab Ya untuk sedikitnya 3 pertanyaan, ada


kemungkinan Anda terkena lupus. Segeralah berkonsultasi
dengan dokter atau dokter ahli penyakit dalam.
6. Penyimpangan kebutuhan dasar apa saja yang bisa terjadi pada pasien
Lupus eritomatosus sistemik?
Jawaban :

Autoimun Peningkatan autoimun


menyerang organ-organ berlebihan
tubuh (sel, jaringan)

Genetik kuman/virus,
sinar ultraviolet, obat-
Kerusakan perfusi Pembentukan lupus obatan tertentu
jaringan perifer
7.
Produksi antibodi Pencetus penyakit
secara terus menerus inflamasi multi organ

8. Kulit Otak Hati

Ruang kupu-kupu, SLE Suplai O2 keotak ↓ Terjadi kerusakan sintesa


membran, alopesia, ↓↓↓↓ zat-zat dibutuhkan tubuh
urtikaria dan vaskulitis, → mual, muntah
ultserasi
9. dimulut dan Hipoksia
nasofaring
Ketidakseimbangan
Resiko penurunan nutrisi kurang dari
Gangguan citra tubuh perfusi jaringan otak kebutuhan tubuh
Kerusakan integritas
10. kulit

Paru- paru Darah Ginjal

11.
Efusi pleura Hb menurun Proteinurinari, sindro,
nefrotik
Penurunan suplai O2
Ketidakefektifan pola / nutrien
napas Retensi urine

12.
Sendi
Leucopenia Anemia, trombositopenia

Terjadi artritis
Resiko infeksi Keletihan

Nyeri inflamasi Ansietas


Pembengkakan, efusi

Nyeri Aktivitas menurun Hambatan mobilitas fisik


6. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
7. Pertanyaan Tambahan
1. Jelaskan penyebab pipi kemerahan pada penderita Lupus Eritomatosus
Sistemik?
2. Mengapa wanita lebih rentan terkena penyakiy Lupus Eritomatosus
Sistemik?
3. Ada berap jenis Lupus? Jelaskan !
4. Pengobatan apa yang dilakukan pada penderita Lupus eritomatosus
sistemik?
5. Bagaimana cara mendiagnosis Lupus Eritomatosus Sistemik?
6. Jelaskan mengapa pemeriksaan Antibody anti-smith pada penderita Lupus
meningkat?
7. Sebutkan apasaja diagnose banding pada Lupus Eritomatosus Sistemik?

8. Jawaban pertanyaan tambahan


1. Jelaskan penyebab terjadinya kemerahan pada pipi penderita Lupus
eritomatosus sistemik?
Jawaban :
Penyebab kemerahan pada pipi penderita Lupus merupakan
infiltrate inflamasi akibat terjadinya autoimun atau auto
antibody secara terus menerus. Dan diperparah dengan pajanan
sinar UV secara langsung.

2. Mengapa wanita lebih rentan terkena penyakit Lupus eritomatosus


sistemik?
Jawaban :
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa umumnya wanita
lebih banyak menderita penyakit autoimun terutama pada
wanita usia subur karena adanya perubahan hormonal seperti
ketika masa kehamilan dan mestruasi.

3. Ada berapa jenis penyakit lupus? Jelaskan!


Jawaban :
Terdapat beberapa jenis lupus yakni :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah Lupus SLE
merupakan yang paling sering terjadi (70 persen kasus di
dunia).
2. Cutaneus Lupus Erythematosus (CLE) ialah Lupus CLE
gejalanya terlihat d kulit.
3. Lupus karena Obat-Obatan , yaitu Penyakit lupus yang
menyerang orang yang sering mengkonsumsi obat-obat
untuk kondisi kronis seperti kejang dan tekanan darah tinggi.

4. Pengobatan apa yang dilakukan pada penderita Lupus Eritomatosus


sistemik?
Jawaban :
1. Konseling
2. Rehabilitasi medic
3. Farmakologi

5. Bagaimanakah cara mendiagnosis penyakit lupus eritomatosus sitemik?


Jawaban :
Laboratory tests:
 Complete blood count (CBC)
 Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
 Urinalysis
 Blood chemistries
 Complement levels
 Antinuclear antibody test (ANA)
 Other autoantibody tests (anti-DNA, anti-Sm, anti-
RNP, anti-Ro [SSA], anti-La [SSB])
 Anticardiolipin antibody test
 Skin biopsy
 Kidney biopsy.

When a person is positive for four or more of these criteria, the


diagnosis of SLE is strongly suggested

Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal


ditemukan 4 kriteria yang positif. Kriteria tersebut adalah:
1. Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash).
Kulit pada kedua pipi dan batang hidung menjadi berwarna
kemerahan, kalau menyembuh akan berwarna gelap. Jika
dilihat, bentuknya seperti kupu-kupu. Ruam ini menjadi
signature sign dari Lupus, meskipun tidak selalu terdapat
pada semua penyandang Lupus.
2. Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan,
kalau menyembuh akan berwarna kehitaman.
3. Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti
sariawan, yang berulang di mulut, kadang juga di lidah.
4. Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka
terhadap cahaya matahari, atau lebih spesifik lagi sinar
ultra violet. Kalau terkena sinar, maka kulit penyandang
Lupus akan menjadi kemerahan, dan bahkan gejala
Lupusnya bisa kambuh atau memberat.
5. Radang sendi (arthritis). Sendi-sendi akan terasa nyeri,
bahkan kemerahan dan kadang juga bengkak.
6. Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal
atau infeksi ginjal, melainkan keradangan ginjal. Lebih
tepatnya lagi keradangan pada filter ginjal (glomerulus).
Gangguan ini mudah diperiksa dengan pemeriksaan urin
lengkap pada saat tidak mens. Disini akan didapatkan
protein dan sel darah merah pada urin yang normalnya
tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah yang sangat
sedikit.
7. Radang pada selaput serosa. Selaput serosa adalah selaput
yang membungkus beberapa organ tertentu dari tubuh kita.
Yang paling sering adalah radang selaput pembungkus
jantung (pericarditis, pericard= selaput pembungkus
jantung, itis = radang), radang selaput paru (pleuritis).
Keadaan ini dapat langsung ditemukan oleh dokter saat
pemeriksaan, tetapi kadang perlu konfirmasi dengan foto
ronsen dan echo cardiography (semacam USG khusus
untuk memeriksa jantung).
8. Gangguan pada sistem syaraf. Dapat terjadi penurunan
kesadaran bahkan sampai koma. Kejang-kejang yang
kadang dikira ayan (epilepsi). Bahkan bisa terjadi
gangguan ingatan. Nyeri kepala (nyeri yang bukan pusing,
pusing = rasa berputar) tidak termasuk salah satu kriteria
ini.
9. Gangguan pada sistem darah. Gangguan ini bisa pada sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit)
atau trombosit (keping-keping darah yang berfungsi untuk
pembekuan darah). Anemia hemolitik adalah hancurnya
sel-sel darah merah sebelum waktunya (sel darah merah
yang normal akan dihancurkan setelah 120 hari)
dikarenakan faktor autoimun. Lekosit jumlahnya akan
menurun, trombosit juga akan menurun.
10. Pemeriksaan imunologi yang positif. Maksudnya disini
adalah pemeriksaan autoantibodi khusus. Yang paling
sering diperiksa adalah antidsDNA. Bila anti dsDNA
negatif, biasanya akan diperiksa antiSm.
11. ANA test positif.
Ketentuannya: Lupus dapat didiagnosa jika minimal 4 dari 11
kriteria diatas, positif. Jika hanya 1 kriteria yang positif, bisa
jadi itu adalah awal dari Lupus.

6. Jelaskan mengapa pemeriksaan antibody anti smith pada pasien LES


menjadi meningkat?
Jawaban :
Karena pada pasien lupus terjadi akibat autoimun, sehingga
terjadi pula peningakatan produksi IgG. Yang merupakan
komponen pemeriksaan antibody anti Sm.

7. Sebutkan apa saja diagnose banding dari Lupus eritomatosus sistemiik?


Jawaban :
1. Rheumatoid atrhitis
2. Endocarditis bacterial subacte
3. Trombotik trombositopeni purpura
4. Drug eruption
5. Limfoma
6. Leukemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Lupus eritomatosus sistemik ( LES) merupakan gangguan inflamasi
multisystem yang berhubungan dengan kelainan system imun. Banyak
kelainan imunologi klasik yang muncul pada LES. Terutama pengaruh pada
berbagai system dan organ pada waktu yang berbeda, menghasilkan
kerusakan yang menyebar pada jaringan ikat, pembuluh darah dan
membrane serosa serta mukosa.
Lupus terbagi menjadi beberapa :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Lupus SLE merupakan yang paling sering terjadi (70 persen kasus
di dunia). Gejala umumnya termasuk kelelahan, peka terhadap sinar
matahari, rambut rontok, nyeri sendi dan bengkak, demam, ruam kulit dan
sakit ginjal. Berat atau tidaknya lupus SLE tergantung dari organ tubuh
mana yang diserangnya. Untuk mengetahui pasti apakah terjangkit penyakit
ini atau tidak, perlu kombinasi dari gejala-gejala fisik yang terlihat dan hasil
laboratorium.
2. Cutaneus Lupus Erythematosus (CLE)
Lupus CLE gejalanya terlihat d kulit. Bila terserang penyakit ini,
kulit akan mengalami ruam kemerahan, rambut rontok, pembuluh darah
membengkak, bisul, dan sensitif terhadap sinar matahari. Untuk
memastikan, dokter harus memeriksa sampel kulit dengan mikroskop untuk
tahu apakah memang benar menderita lupus CLE.
3. Lupus karena Obat-Obatan
Penyakit lupus juga bisa menyerang orang yang sering
mengkonsumsi obat-obat untuk kondisi kronis seperti kejang dan tekanan
darah tinggi. Obat yang digunakan biasanya adalah procainamide,
hydralazine, fenitoin, etanercept dan adalimumab. Gejalanya bisa berupa
nyeri sendi, otot serta demam ringan. Seringkali penyakit ini akan hilang
bila penggunaan obat-obat tersebut dihentikan.
Tak hanya itu saja, penyakit lupus juga ternyata identik dengan ras-ras
tertentu. Orang-orang asal Afrika, Latin dan Asia memiliki resiko terserang
lupus lebih tinggi daripada orang Eropa atau ras Kaukasian. Para ahli belum
bisa menemukan penyebab hal ini.
2. ETIOLOGI
Pada populasi umum, LES terdapat pada 1 dari 2.000 individu,
insiden meningkat dalam kurun 40 tahun terakhir, mungkin karena adanya
uji serologi dan peningkatan kesadaran mengenai penyakit ini. Penyakit ini
memiliki kecenderungan pada wanita usia subur dengan kelompok Afrika-
Amerika sebagai kelompok yang sering terkena. Prevalensi LES bervariasi
tergantung Ras, etnis, dan status sosio ekonomi.
Etiologi dari LES belum diketahui secara pasti, namun diduga
melibatkan interaksi yang kompleks dan multifactorial antara variasi
genetic dan factor lingkungan. Interaksi antara jenis kelamin, status
hormonal, dan aksi Hipotalamus-Hiposis-Adrenal ( HPA) mempengaruhi
kepekaan dan ekspresi klinis LES.
1. Faktor Genetik
Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok
gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility
Complex) kelas II khususnya HLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2),
telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. HLA –DR2 lebih menunjukkan
gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih
menunjukkan gejala muskuloskeletal. Selain itu, kekurangan pada struktur
komponen komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang
dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q
homozigot akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan
bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko
lebih tinggi menderita SLE.
2. Faktor Imunologi
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali
perintah dari sel T.
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan
sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang
memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun.
Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis sehingga
menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak
normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen
dan memicu limfosit T untuk memproduksi autoantibodi, sel T
mempengaruhi peningkatan produksi autoantibodi, dan kompleks imun
lebih mudah mengendap di jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai
faktor resiko terjadinya SLE. Hormon estrogen menambah resiko SLE,
sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
4. Faktor Lingkungan
a. Infeksi virus dan bakteri
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang
penyakit ini kambuh setelah infeksi. Agen infeksius, seperti virus dan
bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut
terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan
Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun,
sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh
atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan
sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut
secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah. Sinar Ultra violet
mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif,
sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di
tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh
darah.
c. Stress
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon
imun tubuh akan terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres
sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem
autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal. Stres berat dapat
mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan
penyakit ini.
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis
obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.

3. PATOFISIOLOGI
Temuan patofisiologi LES terdapat di seluruh tubuh, dan ditandai
oleh inflamasi, abnormalitas pembuluh darah yang mencakup vaskulopati
dan vaskulitis dan penumpukan komplels imun. LES merupakan hasil
reaksi abnormal tubuh terhadap jaringannya sendiri dan protein serum.
Orang dengan LES akan mengalami peningkatan antigen diri dan antigen
asing, yng mengakibatkan hiperaktivitas sel B.
Patogenesis SLE terdiri dari 3 fase yaitu fase inisiasi, fase propagasi
dan fase puncak (Flares). Inisiasi pada lupus dimulai dari kejadian yang
menginisiasi kematian sel secara apoptosis dalam konteks proimun.
Kejadian ini disebabkan oleh berbagai agen yang sebenarnya merupakan
pajanan yang cukup sering ditemukan pada manusia, namun dapat
menginisiasi karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien SLE. Fase
propagasi ditandai dengan aktivitas autoantibody yang menyebabkan
cedera jaringan. Autoantibodi pada lupus dapat menyebabkan cedera
jaringan deng cara : (1) pembentukan dan generasi kompleks imun, (2)
berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ target dan mengaktivasi
fungsi efektor inflamasi di tempat tersebut, dan (3) secara langsung
menginduksi kematian sel dengan ligase molekul permukaan atau penetrasi
ke sel hidup. Fase puncak merefleksikan memori imunologis, muncul
sebagai respon melawan system imun yang pertama muncul. Apoptosis
tidak hanya terjadi selama pembentukan dan homeostasis sel namun juga
pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi, berbagai stimulus dapat
memprovokasi puncak penyakit.

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Konstitusional
Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada
penderita LES dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis
lainnya.. Kelelahan ini agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang
dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia, meningkatnya beban
kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti prednison. Apabila
kelelahan disebabkan oleh aktifitas penyakit LES, diperlukan
pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah.
Kelelahan akibat penyakit ini memberikan respons terhadap pemberian
steroid atau latihan. Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian
penderita LES dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis
ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh
menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit dibedakan dari
sebab lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih dari 40°C tanpa adanya
bukti infeksi lain seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak
disertai menggigil.
b. Integumen
Kelainan kulit dapat berupa ruam malar (butterfly rash),
fotosensitifitas, diskoid LE (DLE), Subacute Cutaneous Lupus
Erythematosus (SCLE), lupus profundus / paniculitis, alopecia. Selain
itu dapat pula berupa lesi vaskuler berupa eritema periungual, livedo
reticularis, telangiektasia, fenomena Raynaud’s atau vaskulitis atau
bercak yang menonjol bewarna putih perak dan dapat pula ditemukan
bercak eritema pada palatum mole dan durum, bercak atrofis, eritema
atau depigmentasi pada bibir.
c. Muskuloskeletal
Lebih dari 90% penderita LES mengalami keluhan muskuloskeletal.
Keluhan dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau
merupakan suatu artritis dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi.
Keluhan ini sering dianggap sebagai manifestasi artritis reumatoid
karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Namun pada
umumnya pada LES tidak meyebabkan kelainan deformitas.1 Pada 50%
kasus dapat ditemukan kaku pagi, tendinitis juga sering terjadi dengan
akibat subluksasi sendi tanpa erosi sendi. Gejala lain yang dapat
ditemukan berupa osteonekrosis yang didapatkan pada 5-10% kasus dan
biasanya berhubungan dengan terapi steroid. Miositis timbul pada
penderita LES< 5% kasus. Miopati juga dapat ditemukan, biasanya
berhubungan dengan terapi steroid dan kloroquin. Osteoporosis sering
didapatkan dan berhubungan dengan aktifitas penyakit dan penggunaan
steroid
d. Paru-paru
Manifestasi klinis pada paru dapat terjadi, diantaranya adalah
pneumonitis, emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan paru, dan
shrinking lung syndrome. Pneumonitis lupus dapat terjadi akut atau
berlanjut menjadi kronik.Biasanya penderita akan merasa sesak, batuk
kering, dan dijumpai ronki di basal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat
deposisi kompleks imun pada alveolus atau pembuluh darah paru, baik
disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan respons
yang baik terhadap steroid. Hemoptisis merupakan keadaan yang sering
apabila merupakan bagian dari perdarahan paru akibat LES ini dan
memerlukan penanganan tidak hanya pemberian steroid namun juga
tindakan lasmafaresis atau pemberian sitostatika.
e. Kardiovaskuler
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial,
dapat berupa perikarditis ringan, efusi perikardial sampai penebalan
perikardial. Miokarditis dapat ditemukan pada 15% kasus, ditandai oleh
takikardia, aritmia, interval PR yang memanjang, kardiomegali sampai
gagal jantung.17
Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri
substernal, friction rub, gambaran silhouette sign pada foto dada ataupun
EKG, Echokardiografi. Endokarditis Libman-Sachs, seringkali tidak
terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi mendapatkan 50% LES
disertai endokarditis Libman-Sachs. Adanya vegetasi katup yang disertai
demam harus dicurigai kemungkinan endokarditis bakterialis.
Wanita dengan LES memiliki risiko penyakit jantung koroner 5-6%
lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Pada wanita yang berumur 35-
44 tahun, risiko ini meningkat sampai 50%.
f. Ginjal
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian
besar terjadi setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita : pria dengan
kelainan ini adalah 10 : 1, dengan puncak insidensi antara usia 20-30
tahun. Gejala atau tanda keterlibatan ginjal pada umumnya tidak tampak
sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.
Penilainan keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan dengan
menilai ada/tidaknya hipertensi, urinalisis untuk melihat proteinuria dan
silinderuria, ureum dan kreatinin, proteinuria kuantitatif, dan klirens
kreatinin.
Pasien SLE dengan hematuria mikroskopik dan/atau proteinuria dengan
penurunan GFR harus dipertimbangkan untuk biopsi ginjal.
g. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES,
karena dapat merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada
penyakit LES atau sebagai akibat pengobatan. Disfagia merupakam
keluhan yang biasanya menonjol walaupun tidak didapatkan adanya
kelainan pada esophagus tersebut kecuali gangguan motilitas. Dispepsia
dijumpai lebih kurang 50% penderita LES, lebih banyak dijumpai pada
mereka yang memakai glukokortikoid serta didapatkan adanya ulkus.
Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum.
Selain itu dapat pula didapatkan vaskulitis, pankreatitis, dan
hepatomegali. Hepatomegali merupakan pembesaran organ yang banyak
dijumpai pada LES, disertai dengan peningkatan serum SGOT/SGPT
ataupun fosfatase alkali dan LDH.
h. Hemopoetik
Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan
anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat
penyakit kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan
perdarahan dan anemia hemolitik autoimun.
i. Neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena
gambaran klinis yang begitu luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai
manifestasi neurologik dan psikiatrik. Diagnosis lebih banyak
didasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan kemungkinan lain
seperti sepsis, uremia, dan hipertensi berat. Manifestasi neuropsikiatri
LES sangat bervariasi, dapat berupa migrain, neuropati perifer, sampai
kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi anti-
fosfolipid dapat merupakan penyebab terbanyak kelainan
serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, terutama tipe sensorik
ditemukan pada 10% kasus. Kelainan psikiatrik sering ditemukan, mulai
dari anxietas, depresi sampai psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat
dipicu oleh terapi steroid.
Analisis cairan serebrospinal seringkali tidak memberikan gambaran
yang spesifik, kecuali untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.
Elektroensefalografi (EEG) juga tidak memberikan gambaran yang
spesifik. CT scan otak kadang-kadang diperlukan untuk membedakan
adanya infark atau perdarahan.

5. KOMPLIKASI
Lupus tidak mengakibatkan komplikasi, jika gejala yang dialami
ringan dan dapat terkontrol. Lupus juga tidak akan mempengaruhi aktivitas
sehari-hari dan tidak mengakibatkan komplikasi. Namun pada beberapa
orang, lupus dapat menjadi suatu penyakit serius dan mengakibatkan
komplikasi yang dapat mengancam nyawa. Berikut ini beberapa komplikasi
yang diakibatkan oleh lupus, antara lain
 Komplikasi pada Sel Darah
Lupus dapat mengakibatkan anemia, peningkatan risiko perdarahan,
dan pembekuan darah.
 Komplikasi pada Ginjal
Peradangan pada ginjal yang diakibatkan oleh lupus yang terjadi dalam
waktu memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit ginjal yang lebih
serius, dan memerlukan untuk pengidapnya melakukan cuci darah rutin.
Komplikasi ini disebut dengan lupus nefritis.
 Komplikasi pada Otak
Jika lupus menyerang otak, gejala yang dirasakan adalah sakit kepala,
pusing, perubahan perilaku, halusinasi, bahkan kejang dan stroke.
Beberapa orang juga dapat mengalami gangguan pada ingatan.
 Komplikasi Kehamilan
Pengidap lupus yang sedang hamil harus tetap waspada terhadap
komplikasi yang dapat terjadi pada masa kehamilan. Pasalnya,
komplikasi yang terjadi dapat berupa kelahiran prematur, preeklamsia,
dan keguguran

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksan pada pasien dengan Lupus eritomatosus sistemik terbagi
menjadi:
1. Edukasi dan Konseling
Pada dasranya pasien LES memerlukan informasi yang
benar dan dukungan disekitarnya dengan meksud agar hidup
mandiri. Perlu dijelaskan tentang perjalanan penyakit dan
kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan aktivitas
fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain
melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet/ UV)
dengan memakai tabir surya, paying, atau topi ; melakukan latihan
secara teratur. Harus memperhatikan bila terjadi infeksi. Perlu
memperhatikan Diet agar tidak mengalami berat badan yang
berlebih, osteoporosis atau dyslipidemia.
Edukasi kepada keluarga juga perlu dilakukan agar memngkas
stigma psikologik akibat adanya anggota kelurga dengan LES,
memberikan informasi perlunya dukungan keluarga yang tidak
berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar pasien LES dapat dimengerti
pihak keluarganya dan mampu hidup secara mandiri.
2. Program rehabilitasi Medik
Terdapat berbagai terapi modalitas yang dapat diberikan pada
pasien Les tergantung maksud dan tujuan dari program ini.
Secara garis besar maka tujuan, indikasi dan tekhnik pelaksanaan
program rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud, yakni :
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi modalitas
d. Terapi pasrah diri (TPD)
e. Lain-lain seperti terapi okupasional
3. Farmakologi
Pengobatan LES berdasarkan aktivitas penyakitnya:
1. Pengobatan LES ringan
Pengobatan nya dijalankan secara bersama dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang
penting agar tujuan tercapai.
Obat-obatan :
 Penghilang nyeri Paracetamol 3 x 500mg jika diperlukan
 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS), sesuai
panduan diagnosis dan pengelolaan inflamasi dan nyeri.
 Glukokortikoid topical untuk menngatasi ruam (
gunakan preparat dengan frekuensi ringan )
 Klorokuin basa 4mg/kg/bb/hari (250-500mg/hari)
dengan catatan periksa mata dan pada saat awal akan
pemberian dan dilanjutkan 3 bulan, sementara
Hidrosiklorokuin dosis 5-6,5 mg/kg/bb/hari (200-
400mg/hari) dengan periksa mata setiap 6-12 bulan.
 Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison <
10mg/hari atau yang setara.
 Tabir surya: gunakan tabir surya topical dengan
minimum Sun Protektion Faktor 15 (SPF 15)
2. Pengobatan LES sedang
Pengobatan LEs sedang pengobatan diperlukan beberapa
rejimen obat-obatan serta mengikuti protocol pengobatan yang
telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20mg/hari
prednisone atau setara.
3. Pengobatan berat atau mengancam jiwa
1. Glukokortikoid dosis tinggi
Lupus nefritis, serebritis dan trombositopenia : 40-60 mg/hr
(1mg/kgbb) prednisone selama 4-6 minggu yang kemudian
diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian
methylprednisolone intravena 500mg sampai 1 gr/hr selama
3 hari berturut-turut.
2. Obat imunosupresan atau sitotoksik
Beberapa kelompok imunosupresan/sitotoksik yang biasa
digunakan pada pasien LES yaitu Azatioprin,
siklofosfamide, metotreksat, siklosporin, mikofenolat
mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis,
serebritis dan perdarahan paru atau sitopenia, seringkali
diberikan gabungan antara kortikosteroid dan
imunosupresan/sitotoksik karena memberikan hasil yang
lebih baik.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Tes Anti ds-DNA
Batas normal : 70 – 200 IU/mL
Negatif : &lt; 70 IU/mL
Positif : &gt; 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65% – 80% penderita dengan
SLE aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah
yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah
sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit
reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan
sirosis bilier.
b) Tes Antinuclear antibodies (ANA)
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun
yang lain. ANA adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi
menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup sensitif untuk
mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada 95%
penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena
ANA juga berkaitan dengan penyakit reumatik yang lain. Jika hasil
tes negatif maka pasien belum tentu negative terhadap SLE karena
harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes laboratorium yang
lain, tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes
serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien
tersebut menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm),
anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti- SSA (Ro) atau anti-
SSB (La) (Pagana and Pagana, 2002).
2. Tes Laboratorium lain
Tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk menunjang
diagnosa serta untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara
lain adalah antiribosomal P, antikardiolipin, lupus antikoagulan,
Coombs test, anti-histon, marker reaksi inflamasi (Erythrocyte
Sedimentation Rate/ESR atau C-Reactive Protein/CRP), kadar
komplemen (C3 dan C4), Complete Blood Count (CBC), urinalisis,
serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin kinase (Pagana and
Pagana, 2002).

8. PENCEGAHAN
Untuk menghindari penyakit lupus, ada kiat-kiat tertentu untuk
mencegahnya. Salah satunya dengan pola hidup sehat seperti yang
dipaparkan Ketua Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr. Iris
Rengganis, Sp.PD-KAI, dalam konferensi pers, Rabu (9/5/18) (Jawa
Pos,10/5/18)
a) Pola Makan
Makanan tinggi kalori terbukti membuat sel-sel imun terkait
lupus menjadi lebih aktif. Gluten, senyawa protein dari
gandum, terbukti mencetuskan beberapa sindrom autoimunitas.
Toksin, bahan kimia, pengawet, dan pewarna yang terkandung
dalam makanan olahan diduga merusak DNA terkait AI.
"Bahan dari gluten, yakni tepung terigu atau gandum, oatmeal
kurangi ya. Bisa merusak usus, bakteri mudah masuk ke dalam
usus. Maka jika orang dengan lupus (Odapus) sudah tak boleh
sama sekali makanan olahan, tak boleh pakai vetsin atau
pengawet," kata Iris.
b) Jauhi Rokok
Untuk mencegah penyakit lupus adalah dengan tidak merokok.
Sebab lupus rentan paparan racun atau toksin dari asap rokok.
c) Cukup Tidur
Banyak pasien lupus mengeluh kelelahan dan nyeri sendi.
Maka tidur 7 jam setiap malam wajib dipenuhi untuk mencegah
penyakit lupus.
d) Sinar UV
Jangan terlalu sering berada di bawah paparan sinar matahari.
Paling jahat ada di rentang pukul 10 hingga 16. Gunakan tabir
surya SPF 30 saat ke luar rumah.
e) Hindari Infeksi
Pasien lupus biasanya demam. Demam adalah sebuah kondisi
ketika tubuh melawan infeksi. Maka untuk mencegah lupus
tentu hindari infeksi. Obat-obatan tertentu biasanya membuat
pasien rentan infeksi. Rajin pula cuci tangan.
f) Kelola Stres
Jauhi stres. Sebab stres merupakan kunci datangnya penyakit.
Apalagi pada pasien, stres justru memperburuk kondisi kualitas
hidup.
g) Olahraga
Tentu berolahraga secara teratur baik untuk membuat tubuh
selalu aktif bergerak. Jangan sampai mengalami nyeri sendi
yang biasanya dikeluhkan pasien lupus di tahap awal.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Biodata klien, alamat
b. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti
keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
c. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
d. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura.Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
e. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku pada pagi hari.
f. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
g. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
h. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
i. Sistem Renal
Edema dan hematuria.

j. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea
ataupun manifestasi SSP lainnya

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d agen cedera fisik (mis, abses, amputasi, luka bakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga

berlebihan)
2. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan pigmentasi

3. Keletihan b/d peningkatan kelelahan fisik

4. Gangguan citra tubuh b/d respon nonverbal pada perubahan yang

dirasakan pada tubuh (mis, penampilan, struktur, fungsi)

5. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri

3. INTERVENSI

DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)
Domain 12: Setelah dilakukan Manajemen nyeri dengn
kenyamanan tindaakn keperawatan kode : 14000
Kelas 1: Kenyaman klie diharapkan klien Intervensi:
 Lakukan pengkajian
fisik mampu dengan
nyeri komprehensif
Definisi: outcomes.
yang meliputi lokasi,
pengalaman sensori dan Pengetahuan:
karakteristik,
emosional tidak manajemen nyeri
onset/durasi, frekuesni,
menyenangkan yang kode : 1843
kualitas, intensitas, atau
muncul akibat  184301: faktor-
beratya nyeri dan faktor
kerusakan jaringan faktor penyebab
pencetus.
actual atau potensial dan faktor yang
yang digambarkan berkonstribusi  Gali pengetahuan dan
sebagai kerusakan  184302: tanda dan kepercayaan pasien
(international gejala nyeri mengenai nyeri
association for the study  184303: strategi
of pain): awitan yang untuk mengontrol  Gali bersama pasien
tiba-tiba atau lambat nyeri faktr-faktor yang dapat
dari intensitas ringan  184320: menurunkan atau
hingga berat dengan pembatasan memperberat nyeri
akhir yang dapat di aktivitas
 Berikan informasi
antisipasi atau  184321: tindakan-
mengenai nyeri, sperti
diprediksi. tindakan
penyebab nyeri, berapa
pencegahan
lama nyeri dirasakan,
Diagnosa:
dan antisiasi dari
Nyeri akut b/d agens  184322: teknik ketidknyamanan akibat
cedera fisik (mis, abses, posisi yang efektif prosedur.
amputasi, luka bakar,
terpotong, mengangkat  Kurangi atau eliminasi
berat, prosesdur bedah, faktor- daktor yang
trauma, olahraga yang dapat mencetuskan atau
berlebihan) 00132. meningkatkan nyeri
(mis, ketakutan,
Batasan karakteristik :
 Keluhan tentang kelelahan, keadaan
intensitas menonton, dan kurang
menggunakan pengetahuan)
standar skala nyeri
 Keluhan tentang
karakteristik
nyeridengan
menggunakan
standar instrumen
nyeri.
 Laporan tentng
perilaku nyeri/
perubahan aktivitas
 Perubahan posis
untuk menghindari
nyeri

DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)
Domain II : Setelah dilakukan Management Tekanan
Keamanan/Perlindungan tindakan keperawatan 7880
Kelas 2 : Cedera Fisik klien di harapkan Intervensi
Defenis : mampu dengan  Anjurkan pasien untuk
Kerusakan pada outcomes: menggunkan pakaian
epidermis dan/atau Integritas Jaringan : yang longgar
dermis Kulit dan Mukosa  Hindari kerutan pada
Diagnosa : Kriteria hasil: tempat tidur
 Integritas kulit
yang baik bisa di
Kerusakan integritas pertahankan  Jaga kebersihan kulit
kulit b/d gangguan (sensasi, elastitas, agar tetap bersih dan
pigmentasi 00046 temperature, kering
Batasan Karakteristik hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah
: pigmentasi) posisi setiap 2 jam
Keruskan integritas kulit  Perfusi jaringan sekali)
baik  Monitor kuliat adanya
 Menunjukkan kemerahan
pemahaman dalam  Monitor status nutrisi
proses perbaikan pasien
kulit dan mencegah  Memandikan pasien
terjadinya cedera dengan sabun dan air
berubah hangat
 Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembapan kulit
dan perawatan
alami.

DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)
Domain 4: Setelah dilakukan Manajemen Energy
Aktivitas/Istirahat tindakan keperawatan Kode : 0180
Kelas 3: Keseimbangan klien di harapkan Intervensi
Energi mampu dengan  Kaji status fisiologi
Defenisi : outcomes pasien yang
Keletihan terus-menerus menyebabkan kelelahan
dan penurunan kapasitas Tingkat kelelahan sesuai dengan konteks
untuk kerja fisik dan kode : 0007 usia dan perkembangan
mental pada tingkat  000701 : Kelelahan  Pilih intervensi untuk
yang lazim  000702 : Kelesuan mengurangi kelelahan
 000712 : Nyeri baik secara
Diagnosa : sendi farmakologis ataupun
 000713 : Gejala nin farmakologis,
sindrom kelelahan dengan tepat.
Keletihan b/d kronis/ post  Tentukan jenis dan
peningkatan kelelahan exetional malaise banyaknya aktifitas
fisik fisik 00093 yang dibuthkan untuk
Batasan Karakteristik menjaga ketahanan
:  Monitor kegiatan
 Kelelahan olahraga dan kelelahan
 Kurang energy emosional yang dialami
 Tidak mampu pasien
mempertahankan  Anjurkan pasien
aktivitas fisik pada mengenai pengelolaan
biasanya klinik manajemen
 Tidak mampu waktu untuk mencegah
mempertahankan kelelahan
rutinitas yang  Bantu pasien untuk
biasanya menetapkan tujuan
aktivitas yang akan
dicapai secara realistis
 Bantu pasien
mengidentifikasi
pilihan aktifitas-
aktifitas yang akan
dilakukan
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
tugas/kegiatan rumah
yang bisa dilakukan
oleh keluarga dan
teman dirumah untuk
mengatasi kelelahan.

DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)

Domain 6: persepsi Setelah dolakukan Peningkatan citra tubuh


diri tindakan keperawatan, 5220 intervensi:
Kelas 3: citra tubuh makan klien
Definisi: diharapkan mampu  Tentukan harapan citra
Konfusi dalam denan outcomes: diri pasin didasarkan
gambaran mental pada tahap
tentang diri – fisik Citra tubuh 1200:
perkembangan
individu  120001 gambaran
 Gunakan bimbingan
internal diri
Dx: antisiasif menyiapkan
 120002 kesesuaian
Gangguan citra tubuh pasien terkait dengan
antara realitas
b/d respon nonverbal perubahan-perubahan
pada perubahan yang tubuh dan ideal
citra tubuh yang telah
dirasakan pada tubuh ( tubuh dengan
diprediksikan
mis, penampila, struktur, penampilan tubuh.
 Bantu pasien
fungsi) 0018  120003 dekripsi
memisahkan
tubuh yang terkena
Batasan karakteristik: penampilan fisik dari
(dampak)
 Gangguan perasaan berharga
 120007
pandangan tentang secara pribadi, dengan
penyesuaian
tubuh seseorang cara yang tepat
terhadap tampilan
(mi, penampilan)  Identifikasi dampak
fisik
 Presepsi yang dari budaya pasien,
 Sikap terhadap
mereflekskan agama, ras, jenis
penggunaan
perubahan kelamin, dan usia
strategi untuk
pandangan tentang terkait dengan citra
meningkatkan
penampilan tubuh tubuh
penampilan
sesorang  Tentukan perubahan
 Menghindari Kritaria hasil: fisik saat ini apakah
melihat tubuh  Body image positif konstribusi pada citra
 Menhindari  Mamu diri pasien.
menyentuh tubuh megidentifikasi
 Menolak menerima kekuatan personal
perubahan  Mendeskripsikan
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh
mempertahankan
interaksi social
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)

Domain 4 : Setelah dilakukan Terapi latihan : Mobilitas


Aktivitas/istirahat tindakan keperawatan Sendi 0224
Kelas 2 :  Tentukan batasan
klien di harapkan
Aktivitas/Olahraga pergerakan sendi dan
Defenisi : Keterbatasan mampu dengan
outcomes efeknya terhadap
dalam gerakan fisik atau
satu atau lebih Pergerakan : 0208 fungsi sendi
ektremitas secara  020804 : Gerakan
 Jelaskan pada pasien
mandiri dan terarah sendi
atau keluarga manfaat
 020806 : Berjalan dan tujuan melakukan
latihan sendi
Diagnosa :  020814 : Berjalan
Hambatan mobilitas dengan mudah  Monitor lokasi dan
fisik b/d nyeri kecenderungan adanya
nyeri dan
Batasan Karakteristik ketidaknyaman selama
:
pergerakan/aktivitas
 Ketidaknyamanan
 Penurunan rentang  Bantu untuk melakukan
gerak pergerakan sendi yang
ritmis dan teratur
sesuai kadar nyeri yang
bisa ditoleransi,
ketahanan dan
pergerakan sendi

 Kolaborasi dengan ahli


terapi fisik dalam
mengembangkan dan
menerapkan sebuah
program latihan
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lupus eritomatosus sistemik ( LES) merupakan gangguan inflamasi
multisystem yang berhubungan dengan kelainan system imun. Banyak kelainan
imunologi klasik yang muncul pada LES. Terutama pengaruh pada berbagai
system dan organ pada waktu yang berbeda, menghasilkan kerusakan yang
menyebar pada jaringan ikat, pembuluh darah dan membrane serosa serta
mukosa.
Etiologi dari LES belum diketahui secara pasti, namun diduga
melibatkan interaksi yang kompleks dan multifactorial antara variasi genetic
dan factor lingkungan. Interaksi antara jenis kelamin, status hormonal, dan aksi
Hipotalamus-Hiposis-Adrenal ( HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi
klinis LES
Temuan patofisiologi LES terdapat di seluruh tubuh, dan ditandai oleh
inflamasi, abnormalitas pembuluh darah yang mencakup vaskulopati dan
vaskulitis dan penumpukan komplels imun. LES merupakan hasil reaksi
abnormal tubuh terhadap jaringannya sendiri dan protein serum. Orang dengan
LES akan mengalami peningkatan antigen diri dan antigen asing, yng
mengakibatkan hiperaktivitas sel B.

B. SARAN
Disarankan kepada seluruh masyarakat setelah menegetahui apa yang
dimaksud dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dapat
mengerti bahwa penyakit ini cukup berbahaya dan mematikan. Sehingga dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan apabila menemui orang dengan gejala
yang telah dijabarkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asih, R. A. F. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan


pada Pasien Systemic Lupus Erithematosus (SLE)(Studi Kasus di Yayasan
Lupus Indonesia Panggon Kupu Semarang Tahun 2014) (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG).
2. Black, Joyce M & Hawks, jane Hokanson. Edisi 8. Buku 3. Keperawatan
Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan.
Salemba.Medika Indonesia
3. Buku diagnosa keperawatan Nanda NIC NOC
4. Jawa Pos, edisi tanggal 10/5/2018
5. Kementerian Kesehatan Dirjen Pengendalian dan pencegahan Penyakit
Tidak menular (P2PPTM, 2018)
6. Satoh, M., Fritzler, M. J., & Chan, E. K. (2011). Antihistone and
antispliceosomal antibodies. In Systemic Lupus Erythematosus (pp. 275-
292). Academic Press. Diakses pada 2 April 2019
7. Wahyuni, S. (2018). PERAN IMUNITAS HUMORAL PADA PENYAKIT
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE). AVERROUS, 3(1), 88-
98 diakses pada tangal 2 April 2019
8. Yunara, S., & Rahmawati, D. (2017). Laporan Kasus Cutaneus Discoid
Lupus Erythematosus. Qanun Medika-Medical Journal Faculty of
Medicine Muhammadiyah Surabaya, 1(01). Diakses pada tanggal 2 April
2019

Anda mungkin juga menyukai