Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

SISTEM PENCERNAAN
SKENARIO 3 (NYERI ULU HATI)

KELOMPOK II.B

 Ridha Sinta Yunita 1801098  Resky Putri Sahras 1801113

 Nur Indayani 1801072  Rezky Handayani 1801088

 Astri Safitri Effendi 1801061  Nurlinda 1801079

 Nur Amalia S 1801115  Nirfawati 1801090

 Sri Nurhidayah S 1801125  Roy Marthen 1801093

 Dedi Kurniawan 1801068

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PANAKKUKANG MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya tugas makalah Sistem Pencernaan yang di
berikan kepada kami dapat di selesaikan tepat waktu

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu kami dalam proses pembuatan makalah Sistem Pencernaan dan kami
menyadari di dalam Makalah Sistem Pencernaan ini jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca .Akhir
kata kami mengharapkan makalah Sistem Pencernaan dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

Penyusun

Kelompok 2.A

2
SKENARIO III

Nyeri ulu hati ana dan teman-temannya, mahasiswa fk tahun kedua, sedang
diskusi di kantin saat makan siang. Tiba-tiba ana merasa mual setelah makan
beberapa suap nasi, kepala terasa pusing. Sejak pagi tadi ana suadah
merasakan perut kembung. Sarapan pagi ana hanya makan mie instan,
kebiasaan yang di lakukannya sejak tingal di rumah kos. Ana berkata aduh, sakit
maag ku kambuh. Lalu ana minum obat sakit maag yang selalu tersedia
ditasnya. Teman ana bercerita bahwa neneknya mengalami nyeri ulu hati setelah
minum obat analgetika karena menderita sakt sendi sejak lama. Dokter
menganjurkan nenek untuk menjalani pemeriksaan endoskopi. Teman ana uang
lain menimpali bahwa pemakaian obat antiinflamasi tertentu dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan tukak lambung, yang menyebabkan hematemesis dan
melena. Ana teringat ketika pamannya di rawat di bagian penyakit dalam,
dengan diagnosis setelah dilakukan endoskopi adalah ulkus peptikum. Dokter
menyarankan dlakukan pemeriksaan kemungkinan adanya infeksi helicobacter
pilory. Temannya yang lain mengatakan bahwa pada penyakit lambung bisa saja
hasil endoskopinya normal. Hal tersebut sering terjadi pada orang yang mudah
cemas dan stres. Ia juga bercerita bahwa tantenya sering mengalami rasa
terbakar di dada, sendawa dan nyeri ulu hati. Tantenya mengira ia sakit jantung,
namun setelah dilakukan pemeriksaan ekg hasilnya normal. Setelah dilakukan
endoskopi, diketahui bahwa penyakitnya adalah gerd. Ternyata ada berbagai
macam penyakit pada saluran pencernaan dengan gejala yang mirip. Bagaimana
anda dapat menjelaskan berbagai kasus dalam skenario di atas?

A. Kata Kunci
1. Nyeri ulu hati 11. Hematemesis
2. Mual 12. Melena
3. Pusing 13. Ulkus peptikum
4. Perut kembung 14. Helicobactery pilory
5. Maag 15. Cemas
6. Sakit sendi 16. Stres
7. Pemeriksaan endoskopi 17. Sendawa
8. Obat analgetik 18. EKG
9. Obat anti inflamasi 19. GERD
10. Tukak lambung 20. Rasa panas di dada

3
B. Klarifikasi Kata Kunci
1. Nyeri ulu hati adalah gejala sakit perut sering dikeluhkan oleh kebanyakan
orang, terletak pada perut atas bagian tengah kurang lebih seperti segitiga
dengan tulang rusuk sebagai atap segitiganya
2. Mual adalah rasa seperti ingin muntah dan tidak nyaman pada perut
3. Pusing adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan
berbagai sensasi yang dialami, seperti linglung, kehilangan keseimbangan
atau seperti akan pingsan.
4. Perut kembung adalah kondisi dimana seseorang ,erasakan sensasi
penuh pada perut yang membuat tidak nyaman.
5. Maag adalah kumpulan dari gejala-gejala yang diakibatkan oleh suatu
penyakit saluran cerna bagian atas
6. Sakit sendi adalah rasa sakit pada bagian tubuh yang menghubungkan
tulang dengan tulang, yang menyebabkan pergerakan dan kualitas hidup
penderita terganggu.
7. Pemeriksaan endoskopi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk
melihat organ tertentu, menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke
dalam tubuh.
8. Obat analgetik adalah obat penghilang rasa nyeri.
9. Obat anti inflamasi adalah kelas obat yang sama-sama memberikan efek
analgesik (antinyeri) dan antipiretik (penurun panas), dan dalam dosis
yang lebih tinggi berefek anti-inflamasi.
10. Tukak lambung adalah luka yang muncul pada dinding lambung.
11. Hematemesis adalah untah darah yang berwarna hitam ter yang berasal
dari saluran cerna bagian atas.
12. Melena adalah buang air besar dengan feses berwarna hitam.
13. Ulkus peptikum adalah Kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa-
lapisan otot saluran cerna yang di sebabkan oleh aktivitas pepsin dan
asam lambung yang berlebihan.
14. Helicobacter pilory adalah Bakteri gram negatif yang berbentuk batang,
spiral yang hidup di permukaan epitel antrum esophagus.
15. Cemas adalah perasaan gugup atau gelisah.
16. Stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya
tekanan.
17. Sendawa adalah salah satu cara tubuh mengeluarkan gas secara alami.

4
18. EKG atau Elektrokardiograf adalah alat ukur yang digunakanuntuk
mengukur atau mendeteksi kondisi jantung dengan cara memantau irama
jantung dan frekuensi jantung.
19. GERD atau Gastroesophageal reflux disease adalah penyakit pencernaan
kronis yang terjadi ketika asam lambung atau, kadang-kadang, isi perut,
mengalir kembali ke dalam pipa makanan (esofagus).

C. Core Problem
Gastritis (Maag)

D. Pertanyaan Penting
1. Apa yang menyebabkan mual dan pusing setelah makan beberapa suap
nasi?
2. Apa penyebab nyeri ulu hati setelah minum obat analgetik untuk
mengobati sakit sendi sejak lama?
3. Mengapa pemakaian obat anti inflamasi jangka panjang menyebabkan
tukak lambung dan mengapa bisa terjadi hematemesis melena?
4. Mengapa paman Ana menderita ulkus peptikum dan bagaimana
Helicobacter pilory menginfeksi saluran pencernaan?
E. Jawaban Pertanyaan Penting
1. Secara intraperitoneal, perasaan muntah karna adanya reflux makanan
sedangkan ekstraperitoneal, bisa karna adanya stres dan depresi Kepala
pusing yang di rasakan dan kemungkinan di sebabkan karna mengalami
hipoglikemi karna lambatnya penyerapan yang terjadi jika mengkonsumsi
mie instan.
2. Obat analgetik biasanya di gunakan untuk sakit sendi yang tidak
tertahankan dan berlangsung lama, salah satu yang di gunakan adalan
obat NSAID. Obat ini nantinya akan menghambat produksi prostaglandin
oleh enzim siklooksigenase dari asam arakhidonat, dimana pg ini adalah
faktor defensif pada lambung. Jika faktor defensif itu berkurang akan
menyebabkan mudahnya mukosa lambung teriritasi oleh faktor agresif
yang bermanifestasi adanya nyeri pada ulu hati.
3. NSAID menyebabkan pg (faktor defensif) berkurang, akibatnny mukosa
lambung mudah teriritasi, lama-lama akan menyebakan tukak lambung.
Tukak lambung nantinya bisa menyebakan perdarahan yang bisa

5
bercampur dengan muntah (hematemesis) dan ketika melewati saluran
cerna bagian bawah nantinya akan menghasilkan BAB yang berdarah
dan hitam (melena).
4. Helicobacter pylori tinggal menempel pada permukaan dalam lambung
melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang
spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung. Mekanisme
utama dari bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah
melalui produksi racun VacA. Racun VacA akan menghancurkan
keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara, diantaranya adalah
melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas
parasel, pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis
(pengaktifan bunuh diri sel).
Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan
mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan
komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan
kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam lambung
dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah
perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari. Pada beberapa
individu, Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung. Bila
kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang
tidak hanya mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga
kanker lambung.

F. Petanyaan Tambahan
1. Apa defenisi Gastritis?
2. Apa etiologi Gastritis?
3. Bagaimana patofisiologi Gastritis?
4. Apa saja manifestasi klinis penyakit Gastritis?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit Gastritis?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit Gastritis?
7. Apa saja Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Gastritis?
8. Bagaimana pathway Gastritis?
9. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan pada penderita Gastritis?
10. Apa saja diagnosa yang dapat muncul pada penderita Gastritis?
11. Bagaimana perumusan intervensi pada penderita Gastritis?

6
12. Apa saja diagnosa banding Gastritis yang memiliki tanda dan gejala yang
hampir sama?

G. Jawaban Pertanyaan Tambahan


1. Defenisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi Ketiga Hal 492). Gastritis adalah segala radang
mukosa lambung (Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisihal749) Gastritis
merupakan keadaan peradangan atau pendarahan pada mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi atau local (Patofisiologi
Sylvia A Price hal 422).
Gastritis merupakan inflamasi pada dinding gaster terutama pada
lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal : 492). Gastritis
merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung
dan berkembang di penuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal : 138) Gastritis
(penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam
lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga
mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti
teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa
perih dan mulas.
Ada dua jenis penyakit gastritis yaitu:
a. Gastritis Akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang akut. Gatritis Akut paling sering diakibatkan
oleh kesalahan diit, mis. makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi.
Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi
radiasi.
b. Gastritis Kronis Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian
permukaan mukosa lambung yang menahun yang disebabkan oleh
ulkus lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori.
Bakteri ini berkoloni pada tempat dengan asam lambung yang pekat..
2. Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan
klasifikasinya sebagai berikut:

7
a. Gastritis Akut Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti:
Obat-obatan seperti obat anti inflamasi nonsteroid, silfonamide
merupakan obat yang bersifat mengiritasi mukosa lambung.
Minuman beralkohol Infeksi bakteri seperti H. pylori, H. heilmanii,
streptococci Infeksi virus oleh sitomegalovirus Infeksi jamur seperti
candidiasis, histoplosmosis, phycomycosis Stress fisik yang
disebabkan oleh luka bakar, trauma, pembedahan. Makanan dan
minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan salah satu
penyebab iritasi mukosa lambung.
b. Gastritis Kronik Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui,
tapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian
gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-infeksi Gastritis infeksi
Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan
memberikan manifestasi peradangan kronik. Beberapa agen yang
diidentifikasi meliputi hal-hal berikut:
1) H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik
2) Helicobacter heilmanii, Mycobacteriosis, dan Syphilis
3) Infeksi parasit
4) Infeksi virus

Gastritis non-infeksi:

1) Gastropai akbiat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks


garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau aspirin
2) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang
menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa
lambung (Wehbi, 2008).
3. Patoisiologi
a. Gastritis Akut. Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan
mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal
yang akan terjadi :
1) Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi
lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa
HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga

8
menghasilkan HCI dan NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut
akan meningkatkan asam lambung . Jika asam lambung
meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan
terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
2) Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi,
jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung
dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya
akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi
mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung.
Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah
maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan
hypovolemik.
b. Gastritis Kronik. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang
berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-
ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin
dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga
menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan
juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
a. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
1) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan
hemoragi.
2) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala,
kelesuan, mual, dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
3) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
4) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
5) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu
mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)
b. Gastritis Kronis Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus
asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi vitamin B12 . pada
gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia ( nafsu makan menurun ),

9
nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut, atau
mual dan muntah. (Smeltzer dan Bare, 2001)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan( 2010) dan Doenges( 2000 )
sebagai berikut :
a. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas
b. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
c. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
d. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk
perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau
derajat ulkus jaringan atau cidera
e. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi
tidak pernah melewati mukosa muskularis.
f. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam
hidroklorik dan pembentukan asam noktura
g. Penyebab ulkus duodenal.
h. Feses: tes feses akan positif H. PyloryKreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
i. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan
jumlah besar diberikan.
j. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.
k. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat
atau muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat
terjadi setelah trasfusi darah.
l. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah
diduga gastritis.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan pada gastritis meliputi:
1) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
2) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit
diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan

10
sampai gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah
diobati dengan antasida dan istirahat.
3) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat
pembentukan asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi
lambung.
4) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan
cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan
pepsin yang menyebabkan iritasi.
5) Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
b. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi: Gastritis akut
Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol
dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap,
cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi,
maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis
diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali,
pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen
penyebab.
1) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :
alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer
2) Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi. terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic
dan sedative, antasida, serta cairan intravena. Endoskopi
fiberopti mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin
diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi.
Gastrojejunostomi atau reseksi lambungmungkin diperlukan
untuk mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi dengan
memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat, mengurangi
stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan
antibiotic ( seperti tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu (
pepto bismo ). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami

11
malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody
terhadap faktor instrinsik(Smeltzer, 2001)
c. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:
1) Tirah baring
2) Mengurangi stress
3) Diet Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan
peroral pada interval yang sering. Makanan yang sudah
dihaluskan seperti pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat
ditoleransi setelah 12 – 24 jam dan kemudian makanan-makanan
berikutnya ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis
superficial yang kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga
harus menghindari makanan yang berbumbu banyak atau
berminyak. (Dermawan, 2010)
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut Dermawan
(2010) adalah:
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas
b. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi
vitamain B12

12
8. Pathway

Helicobacter pylori Zat-zat korosif Stres

Infeksi mukosa lambung Gangguan difusbarier mukosa Stimulan nervus vagus

Refleks enterik dinding


lambung

Hormon gastrin

Peningkatan asam lambung Stimulan sel parinteral

Iritasi mukosa lambung

Peradangan mukosa lambung

Hiperemis Ansietas Nyeri Hipotalamus

Atrofi gaster/mukosa Kurang Aktivitas lambung


menipis informasi meningkat

Kehilangan fungsi Asam lambung


Kurang
kelenjar fungdus meningkat
pengetahuan

Faktor intrinsik Kontraksi otot lambung


Hiperemis
Masukan nutrient Anoreksia, mual, muntah
Penurunan absorbsi vitamin B12 inadekuat

Masukan cairan tidak


Anemia pernisiosa adekuat/kehilangan cairan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Penurunan volume darah merah Resiko kehilangan
volume cairan

Penurunan suplai O2 ke jaringan

Kelemahan fisik

Intoleransi
aktivitas
Hiperemis

13
9. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
1) Pola Pemeliharaan Kesehatan Menggambarkan persepsi,
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti
kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2) Pola Nurtisi –Metabolik Menggambarkan masukan nutrisi,
balance cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet,
kesulitan menelan, mual/muntah, makanan kesukaan.
3) Eliminasi Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan
Kulit. Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi,
masalah miksi (oliguri, disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi
defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan,
infeksi saluran kemih dll.
4) Pola Latihan-Aktivitas Menggambarkan pola latihan, aktivitas,
fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam
keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan
berhubungan satu sama lain, Range Of Motion (ROM), riwayat
penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi
nafas riwayat penyakit paru.
5) Pola Kognitif Perseptual Menjelaskan Persepsi sensori dan
kognitif.Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi
penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
(orang, atau benda yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi nyeri
dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai
nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran,
orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan, pendengaran,
persepsi sensori (nyeri), penciuman dan lain-lain.

14
6) Pola Istirahat-Tidur Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan
persepasi tentang energi. Jumlah jam tidur pada siang dan
malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,
penggunaan obat, mengeluh letih.
7) Pola Konsep Diri-persepsi Diri Menggambarkan sikap tentang diri
sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep
diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide
diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan
bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya.
Disamping sebagai system terbuka, manuasia juga sebagai
mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam pandangan
secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian
terhadap diri., dampak sakit terhadap diri, kontak mata, isyarat
non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup atau
relaks.
8) Pola Peran dan Hubungan Menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan
masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak
punya rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang
lain, masalah keuangan dll.
9) Pola Reproduksi/Seksual Menggambarkan kepuasan atau
masalah yang aktual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak
sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae
sendiri, riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.
10) Pola mekanisme koping Menggambarkan kemampuan untuk
menangani stress dan penggunaan systempendukung.
Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang
biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
11) Pola Keyakinan Dan Spiritual Menggambarkan dan Menjelaskan
pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.Menerangkan sikap dan
keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya.Agama, kegiatan keagamaan dan
budaya,berbagi denga orang lain,bukti melaksanakan nilai dan

15
kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam
agama selama sakit(Perry,2005)(Asmadi, 2008).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b/d Iritasi mukosa lambung
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
anoreksia,mual, muntah
3) Ansietas b/d proses penyakit
4) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik
5) Resiko kekurangan volume cairan b/d masukan cairan tidak
adekuat

c. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Domain 12 * Kelas Tingkat Nyeri (1214) 1. Pemberian Analgesik
1 * Kode Diagnosis 1. 210201 Nyeri yang (2210)
00132 dilaporkan tidak ada a. Tentukan lokasi,
Nyeri Akut 2. 210204 Panjangnya karakteristik,
Defenisi: episode nyeri tidak kualitas dan
Pengalaman sensori ada keparahan nyeri
dan emosional tidak 3. 210221 Menggosok sebelum mengobati
menyenangkan yang area yang terkena pasien
muncul akibat dampak tidak ada b. Cek perintah
kerusakan jaringan 4. 210206 Ekspresi pengobatan
aktual atau potensial 5. nyeri wajah tidak ada meliputi obat, dosis,
atau yang 6. 210208 Tidak bisa dan frekuensi obat
digambarkan beristirahat tidak ada analgesik yang
sebagai kerusakan. 7. 210222 Angitasi tidak diresepkan
Batasan ada c. Cek adanya riwayat
Karakteristik: 8. 210215 kehilangan alergi obat
a. Ekspresi wajah nafsu makan tidak 2. Manajemen Nyeri
nyeri ada (1400)
b. Fokus menyempit 9. 210227 Mual tidak a. Gunakan strategi
c. Keluhan tentang ada komunikasi
intesitas 10. 210210 Frekuensi terapeutik untuk
menggunakan nafas tidak ada mengetahui
standar skala deviasi dari kisaran pengalaman nyeri
nyeri normal dan sampaikan
d. Mengekspresikan 11. 210212 Tekanan penerimaan pasien
perilaku darah tidak ada terhadap nyeri
e. Perubahan posisi deviasi dari kisaran b. Gali pengetahuan
untuk normal dan kepercayaan
menghindari nyeri mengenai nyeri
c. Tentukan akibat
dari pengalaman
nyeri terhadap
kualitas hidup
(misalnya : tidur,
nafsu makan,
tanggung jawab

16
peran dll)
d. Gali bersama
pasien faktor yang
dapat menurunkan
atau memperberat
nyeri
2. Domain 11 “kelas Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
1” kode diagnosa
00002 Perubahan 1. 100401 asupan 1. identifikasi (
nutrisi kurang dari gisi adanya) alergi atau
kebutuhan tubuh 2. 100402 asupan intoleransi
makanan makanan yang
Definisi : 3. 100408 asupan dimiliki pasien
nutrisi 2. tentukan status gizi
Asupan nutrisi tidak 4. 100403 energi pasien dan
cukup untuk kemampuan
memenuhi (pasien) untuk
kebutuhan metabolic memenuhi
kebutuhan
Batasan 3. tentukan apa yang
karakteristik: menjadi referensi
pasien
1. nyeri abdomen 4. tentukan jumlah
kalori dan jenis
2. ketidakmampuan
nutrisi yang
memakan
dibutuhkan untuk
makanan
memenuhi
kebutuhan
persyaratan gizi
5. pastikan diet
mengcakup
makanan tinggi
kandungan serat
untuk mencegah
konstivasi

3. Domain 9 “Kelas 2” Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan


Kode Diagnosis (1211) (5820)
00146
1. 121104 Distress – 1. Identifikasi pada saat
Ansietas tidak ada perubahan tingkat
2. 121117 Rasa cemas kecemasan
Definisi : yang disampaikan 2. Kontrol stimulus untuk
secara lisan – tidak kebutuhan klien secara
Perasaan yang tidak ada tepat
nyaman atau 3. 121124 Pusing – tidak 3. Berikan informasi
kekhawatiran yang ada faktual terkait
samar disertai 4. 121130 Perubahan diagnosis, perawatan
respons otonom pola buang air besar – dan prognosis
(sumber sering kali tidak ada 4. Gunakan pendekatan
tidak spesifik atau yang tenang dan
tidak diketahui oleh meyakinkan
individu); perasaan 5. Dengarkan klien
takut yang
disebabkan oleh
antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini
merupakan isyarat

17
kewaspadaan yang
memperingatikan
individu akan adanya
bahaya dan
memampukan
individu untuk
bertindak
menghadapi
ancaman/

Batasan
Karakteristik :

1. Nyeri abdomen
2. Pusing
3. Mual

4. Domain 4 “Kelas 4” Toleransi terhadap Terapi Aktivitas (4310)


Kode Diagnosis Aktivitas (0005)
00092 1. Pertimbangan
1. 000502 frekuensi nadi kemampuan klien
Intoleransi Aktivitas ketika beraktivitas dalam berpartisipasi
tidak terganggu melalui aktivitas spesifik
Definisi : 2. 000504 tekanan darah 2. Dorong aktivitas kreatif
sistolik ketika yang tepat
Ketidakcukupan
beraktivitas tidak 3. Bantu klien memperoleh
energi psikologis
terganggu tranfortasi untuk dapat
atau fisiologis untuk
3. 000505 tekanan darah mengikuti aktivitas
mempertahankan
diastolik ketika 4. Bantu klien untuk
atau menyelesaikan
beraktivitas tidak mengidentifikasi
aktivitas kehidupan
terganggu kegiatan yang ingin
sehari-hari yang
4. 000507 warna kulit dilakukan
harus atau yang
tidak terganggu 5. bantu klien dan
ingin dilakukan
5. 000516 kekuatan keluarga untuk
Batasan tubuh bagian atas mengidentifikasi
Karakteristik : tidak terganggu kelemahan dalam level
6. 000517 kekuatan beraktivitasi
1. Respon tekanan tubuh bagian bawah 6. Identifikasi strategi
darah abnormal tidak terganggu untuk meningkatkan
terhadap aktivitas aktivitas yang di
2. Respon frekuensi inginkan
jantung anormal
terhadap aktivitas
3. Perubagan
elektrocardiogram
(EKG)
4. Ketidaknyamanan
setelah eraktivitas
5. Keletihan
6. Kelemahan
umum

Faktor yang

18
berhubungan
dengan :

1. Ketidakseimbang
an antara suplai
dan kebutuhan
oksigen
2. Imobilitas
3. Tidak
pengalaman
dengan suatu
aktivitas
4. Fisik tidak bugar
5. Gaya hidup
kurang gerak

Populasi Beresiko :

1. Riwayat Intoleran
aktivitas
sebelumnya

5. Domain 2* kelas 5 1. Keseimbangan Resusitasi cairan (4140)


cairan (0601)
Kode diagnosis a. 060116 1. Kelola cairan IV, seperti
00028 Turgor kulit yang diresepkan
b. 060117 2. Monitor kelebihan
Resiko kekurangan Kelembaban cairan
volume cairan. membrane 3. Monitor output
mukosa kehilangan cairan tubuh
Definisi : c. 060101
Tekanan darah
Kerentanan
2. Hidrasi (0602)
mengalami
a. 060201
penurunan volume
Turgor kulit
cairan intravascular,
b. 060202
intestisial, dan/atau
Membrane
intraselular, yang
mukosa lembab
dapat mengganggu
c. 060212
kesehatan.
Penurunan
Factor Resiko : tekanan darah

Kurang pengetahuan
tentang kebutuhan
cairan

Penyimpangan yang
mempengaruhi
kelebihan cairan

Factor Beresiko :

Gangguan
mekanisme regulasi

Kehilangan volume

19
cairan aktif

20
10. Diagnosa Banding Kasus
a. GEA
1) Defenisi
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa
lambung dan usus halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan
diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah yang berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus
yang memberikan gejala diare, dengan atau tanpa disertai
muntah, dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh.
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran
BAB dimana frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya
lebih dari 200 – 250 gram.
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada
lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan
frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh
bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Gastroenteritis (diare akut) adalah inflamasi lambung dan
usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen
parasitic. Diare adalah defekasi yang tidak normal baik frekuensi
maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4 kali sehari.
2) Etiologi
a) Faktor infeksi
(1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia
Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan sebagainya.
(2) Infeksi virus : Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie
Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
(3) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba Hstolitica,
Glardialambia, Trichomonas Hominis).
b) Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau
protein.

21
c) Faktor makanan, Makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
d) Factor psikologis, Rasa takut dan cemas.
e) Imunodefisiensi, Dapat mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan bakteri.
f) Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis,
dan radang tenggorokan.
3) Manifestasi Klinik
a) Diare.
b) Muntah.
c) Demam.
d) Nyeri abdomen
e) Membran mukosa mulut dan bibir kering
f) Fontanel cekung
g) Kehilangan berat badan
h) Tidak nafsu makan
i) Badan terasa lemah
4) Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus
(Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau
toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-
sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu
klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran
patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain
itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,

22
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
5) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan darah tepi lengkap
b) Pemeriksaan, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
c) Pemeriksaan urine lengkap
d) Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai
infeksi sistemik
f) Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi
helicobacter jejuni sangat dianjurkan
g) Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif tentang pada diare kronik.
h) Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas
darah (gda) & elektrolit (na, k, ca, dan p serum yang diare
disertai kejang)
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a) Kehilangan BB
(1) Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
(2) Dehidrasi ringan : menurun BB 2 - 5%
(3) Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
(4) Dehidrasi berat : menurun BB 10%
b) Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari
dan telunjuk (selama 30-60 detik) kemudian dilepaskan, jika
kulit kembali dalam :
(1) 1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
(2) 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
(3) 2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat
atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, di perlukan

23
beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, hitung jenis leukosit), kadar eliktrolit serum,ureum dan
kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked
immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi giardiasis dan tes
serologic amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan
diare karena virus,biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukost yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi
bakteri terutama pada infeksi bakteri yang infasif ke mukosa,
memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda.
Neurotropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan
kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk
mellihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya
infeksi bakteri,adanya telur cacing dan parasit dewasa..
(Sudoyo,2007:408)
6) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Menurut John (2004:234)
a) Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin
untuk dewasa, 10- 20ml
b) Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada
pasien mual muntah.
c) Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah
cifrofloksasin 500mg.
d) Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali.
e) Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic
f) Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah
dengan dehidrasi
7) Komplikasi
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Kejang
d) Bakterimia
e) Mal nutrisi
f) Hipoglikemia

24
g) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
b. Infeksi Saluran Kemih
1) Definisi
Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik
pada makanan dan asam lambung menuju kerongkongan dan
kadangkala menuju mulut. Reflux terjadi ketika otot berbentuk
cincin yang secara normal mencegah isi perut mengalir kembali
menuju kerongkongan (esophageal sphincter bagian bawah)
tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2) Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
a) Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b) Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
c) Ketahanan epitel esophagus menurun
d) Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2,
adanya pepsin, garam empedu, HCl
e) Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
f) Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
g) Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
visceral
h) Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga
membuat refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang
sering terjadi.
i) Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein
dan berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-
obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk apa yang memiliki efek
antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron,
dan nitrat.
j) Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga
membuat refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang
sering terjadi.
3) Patofisiologi

25
GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia,
pendeknya LES, penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang
menyebabkan penurunan tonus LES dan terjadi relaksasi
abnormal LES sehingga timbul GERD. Hiatus hernia juga
menyebabkan bagian dari lambung atas yang terhubung dengan
esophagus akan mendorong ke atas melalui diafragma sehingga
terjadi penurunan tekanan penghambat refluks dan timbul
GERD. Selain itu, GERD juga terjadi karena penurunan
peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan kemampuan
untuk mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan
kontraksi LES dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah
refluks, penurunan pengosongan lambung dimana terjadi
memperlambat distensi lambung, dan infeksi H. Pilory dan
korpus pedominas gastritis. GERD dapat menimbulkan
perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks
mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED menyebabkan
kerusakan sel skuamosa epitel yang melapisi esophagus
sehingga terjadi nyeri akut, gangguan menelan, dan bersihan
jalan nafas tidak efektif. Gangguan nervus yang mengatur
pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga timbul pola
nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks
cairan masuk ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi
dan jika teraspirasi maka timbul masalah bersihan jalan nafas
tidak efektif. GERD dapat menyebabkan refluks asam lambung
dari lambung ke esophagus sehingga timbul odinofagia,
merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan terasa pada
mulut, aliran balik dalam jumlah banyak sehingga terjadi
penurunan nafsu makan dan timbul ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui
3 mekanisme:
a) Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
b) Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan
c) Meningkatnya tekanan intraabdominal

26
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis
terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat.
Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah
antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus
(lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga).

Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi


gastrik dan daya pilorik.

a) Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus
LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya
refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai
tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia,
panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),
obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin,
opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama kehamilan,
peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus
LES.
Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan
manometri, tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan
tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya
proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR),
yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung
lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada
beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan
pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya
GERD masih kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada
pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun
hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang

27
signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta
menurunkan tonus LES.
b) Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari
esophagus adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan
bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat
akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang
dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir
oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan
kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin
lama kontak antara bahan refluksat dengan esophagus
(waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan
terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal
sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic
esophagus yang minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar
berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena
selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan
esophagus tidak aktif.
4) Manifestasi klinis
a) Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b) Muntah
c) Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
bahkan menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya
timbul setelah makan atau ketika berbaring
d) Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya
penyempitan (stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e) Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan
kerongkongan, bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa
menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi di belakang

28
tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan
lokasi panas dalam perut.
f) Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada
penyempitan pada saluran udara
g) Suara parau
h) Ludah berlebihan (water brash)
i) Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j) Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k) Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga
(pada anak)
l) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa
menyebabkan pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa
jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar
melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran
berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau darah
merah terang, jika pendarahan cukup berat.
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan
ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada
pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-
erosive reflux disease (NERD).
b) Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang
peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih
berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding
dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk
diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu
pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu

29
pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis
peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.
c) Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi
bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan
direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada
bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES
dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
d) Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang
selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal
esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1
jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24
jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila
larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang
biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test
Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri
yang berasal dari esophagus.
e) Manometri esofagus
mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup
yang normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan
sphincter
6) Komplikasi
a) Erosif esofagus
b) Esofagus barrett’s
c) Striktur esofagus
d) Gagal tumbuh (failur to thrive)
e) Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f) Aspirasi
7) Penatalaksanaan
a) Modifikasi gaya hidup

30
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan
pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya
usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta
mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya
hidup adalah meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta
menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk
meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah
refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti merokok
dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung
mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi konsumsi lemak
serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan
berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan
intraabdomen, menghindari makanan/minuman seperti
coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena
dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan
menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis
kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.
b) Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi
medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai
dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD
merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas
saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya
sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih
efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk
memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa,
yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up

31
pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang
kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2)
atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan
penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan
pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI
dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan
antacid.
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi
step down ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang
dikeluarkan oleh pasien) dibandingkan dengan pendekatan
terapi step up.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan
dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan,
golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES
serta mempercepat pengosongan lambung.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Howard K.B., Joanne M.D., Cheryl M.W. (2016). Nursing
Intervention Classification (NIC) Edisi Keenam. Indonesia:Mocomedia

Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 2000. Rencana


Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta.Enggram, Barbara.
(1998). Rencana Asuhan Keperawatan

Herdman, T.H., dan Shigemi K. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan


Defenisi dan Klasifikasi 2018-2020 (NANDA International Nursing
Diagnoses : Definitions and Classification 2018-2020). Jakarta : EGC

https://www.academia.edu/7343969/ASKEP_Gastritis.

Moorhead, Sue., Marion J., Meridean L.M., Elizabeth S. (2016). Nursing


Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan
Edisi Kelima. Indonesia:Mocomedia

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai