4
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-Aliran, Sejarah Analisa dan Perbandingan. Jakarta : UI Press.
Hal. Romawi X
5
Ibid. Hlm. Romawi X
2
filosofis, dan ilmiah, yang dikembangkan pendidikan model barat ini, tidak menimbulkan
teologi sunntullah di Indonesia, kecuali di kalangan kecil umat. Kaum terpelajar yang
berpendidikan Barat sendiri, masih banyak dipengaruhi paham qadha dan qadar, dan
kelihatannya kurang mantap dengan pendapat adanya sunnatullah atau hukum alam
(natural laws),ciptaan Tuhan, dan kausalitas. Kaum terpelajar kelihatannya terombang-
ambing antara keyakinan kepada qadha dan qadar yang diperoleh daripendidikan agama
dan pengalaman sunnatullah yang didapat dari penddikan Model Barat. Kaum terpelajar
masih belum yakin bahwa kesuksesan dan ketidaksuksesan dalam usaha,tergantung pada
ikhtiarnya. Tapi mereka merasa bahwa qadha dan qadar Tuhan mempunyai peran
didalamnya6.
Pada saat yng sama kaum terpelajar agama yang dikenal dengan nama ulama tidak
kenal dengan teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional,filosofis, dan ilmiahnya. Yang
mereka kenal sejak semula adalah teologi kehendak mutlak Tuhan dengan pekiran
tradisional, nonfilosofis, dan nonilmiahnya.sejarah perkembangan pemikiran Islam tidak
diajarkan, baik di madrasah maupun di pesantren. Maka kalau disebut teologi sunnatullah
mereka terkejut dan itu dipandang tidak Islami.
Terekat di Indonesia hidup dengan subur dan banyak mempengaruhi umat Islam.
Maka di samping teologi kehendak mutlak Tuhan yang berkembang di Indonesia juga
orientasi hidup keakhiratan yang banyak ditekankan dalam tarekat. Karena itu umat Islam
Indonesia Kebanyakan mengutamakan hidup spiritual akhirat daripada hidup material
dunia. Islam di Indonesia banyak diidentikkan dengan shalat, puasa, zakat, dan haji,
sungguhpun menurut hadis urusan dunia – seperti mengembangkan Ilmu dan berusaha
untuk kepentingan masyarakat, termasuk ekonomi, industri, dan pertanian – tak kalah
pentingnya dari ibadah. Disini terlihat jelas masih tidak seimbangnya kehidupan spiritual
akhirat dan kehidupan material dunia sebagaimana terdapat pada Zaman Klasik7.
Harun Nasution adalah salah satu tokoh pembaru dalam teologi Islam, disamping
para tokoh pembaruan yang lain seperti : Nurcholish Majid, Utomo Danajaya, Usep
Fatahudin, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, M. Dawam Rahardjo, Adi Sasono, Adurrahman
Wahid, Jalaluddin Rakhmat, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Amien Rais dan Kuntowijoyo8.
Harun Nasution dulunya adalah seorang pagawai negeri sipil pada Departemen
Luar Negeri Indonesia yang kemudian mengunduk dikarenakan tidak bersedia menjadi
6
Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Bandung : Mizan. Hal. 119
7
Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Op cit hal. 120
8
Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional : Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution.
Jakarta : Ciputat Pers. Hal. xvi-xvii
3
pendukung Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Soekarno yang komunis. Harun
Nasution kemudia meninggalkan Indonesia dan memilih untuk melanjutkan kuliah ke
McGill Kanada melalui tawaran beasiswa yang ia terima9. Di McGill, harun menyadari
bahwa pengajaran Islam di dalam dan di luar negeri sangat berbeda. Selama di McGill,
Harun kuliah dengan dialog, dan semua mata kuliah diseminarkan. Hal ini dimaksudkan
agar mahasiswa tidak hanya menerima pelajaran saja tetapi terlibat untuk mengerti.
Berawal dari sinilah Harun baru mengerti Islam ditinjau dari berbagai aspeknya10.
Setelah kuliah selama dua setengah tahun di McGill, Harun mendapatkan gelar
MA, kemudian melanjutkan studinya kembali selama dua setengah tahun untuk
mendapatkan gelar Ph.D. Gelar tersebut didapatkannya pada bulan Mei 1968 setelah
menulis sebuah disertasi berjudul “Posisi Akal dalamPemikiran Teologi Muhammad
Abduh”.
Setelah menyelesaikan studinya Harun kembali ke Indonesia. Harun diberi tawaran
untuk mengajar di IAIN, beliau telah mendengar bahwa kondisi pemikiran di IAIN sangat
sempit dan masih tradisional. Harun bertekad untuk merubah kondisi pemikiran yang ada
tersebut untuk peningkatan mutu ilmu teologi yang lebih modern.
Tinjauan yang demikian itu dianggap oleh Harun Nasution sebagai pandangan yang
mempersempit garakan manusia dalam kemajuan zaman dan dinamisme yang terjadi.
Dalam Islam yang dikaji bukan soal haram dan halal saja, tetapi terdapat aspek-aspek lain
yang dapat di bahas dalam Islam seperti aspek teologi, filsafat, mistik, kebudayaan dan
ilmu pengetahuan, sejarah, institusi-isntitusi dan lainnya.
Fenomena-fenomena yang terjadi di atas membuat Harun Nasution sebagai salah
satu tokoh dalam bidang Teologi Islam berupaya untuk memperkenalkan aliran-aliran yang
ada dalam Teologi Islam. Selain itu, Harun mencoba untuk membawa suatu pembaruan
dalam ajaran Teologi Islam yang bertujuan untuk pengembangan etos ilmiah dan
pendorong gerbong pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah
dalam kajian ini yaitu Teologi Islam yang coba ditawarkan oleh Harun Nasution dalam
masyarakat Indonesia.
9
Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional : Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution.
Jakarta : Ciputat Pers. Hlm. 7-9
10
Ibid. Hlm. 10
4
METODE PENELITIAN
Metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah metodologi kepustakaan.
Penelitian ini hanya bisa ditelaah melalui penelitian pustaka dan sebaliknya tidak mungkin
mengharapkan datanya dari riset lapangan. Studi sejarah, termasuk yang mengandalkan
riset pustaka. Studi pustaka ini diperlukan sebagai tahap tersendiri, yaitu sebagai studi
pendahuluan (prelimanry research). Apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering
juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan bahan pustaka11. Penelitian kepustakaan atau library research adalah
penelitian yang dilakukan di kepustakaan. Artinya bahwa data-data yang digunakan untuk
menganalisa rumusan masalah dari kepustakaan, yakni dari hasil membaca buku, majalah,
jurnalnaskah, dokumen dan sebagainya12.
PEMBAHASAN
Aliran-Aliran Klasik Teologi Islam
Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti
beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan
berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah
yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam
mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab.
Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan.
Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali
terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa
ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling
tidak, dua perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi
antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta
Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu
Sufyan.
Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah.
11
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
12
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : Mitra Wacana Media. Hal. 36
5
Zubair dan Talhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa
memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus,
Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi di masa
pemerintahan Khalifah Usman yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun menimbulkan
aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah,
Asy'ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.
Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan politik yang
terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam masalah kepemimpinan dan
kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam perkembangan selanjutnya,
perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat yang berorientasi pada politik menjadi
persoalan keimanan.
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan
politik yang mengangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berujung pada
penolakan Mu’awiyah terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan ini
mengakibatkan timbulnya perang siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim
(arbitrase).
Kemudian hal ini mengakibatkan perpecahan di pasukan Ali sehingga pasukan Ali
terbagi menjadi dua. Yang tetap mendukung keputusan Ali disebut golongan Syi’ah
sedangkan yang tidak setuju dan keluar dari pasukan Ali disebut golongan Khawarij.
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul
adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir. Persoalan ini telah
menimbulkan beberapa aliran teologi dalam islam, yaitu sebagai berikut :
7
dalam sejarah perkembangan sebaliknya. Manusia tidak
teologi Islam oleh al-Ja’d Inb mempunyai kemerdekaan
Dirham. Tetapi yang dalam menentukan kehendak
menyiarkannya adalah Jahm Ibn dan perbuatannya. Manusia
Safwan dari Khurasan. Faham dalam faham ini terikat pada
yang dibawa Jahm adalah lawan kehendak mutlak Tuhan.
ekstrim dari faham yang Manusia tidak mempunyai
dianjurkan Ma’bad dan Ghailan. kekuasaan untuk berbuat apa-
apa; manusia tidak mempunyai
daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri dan tidak
mempunyai pilihan; manusia
dalam perbuatannya adalah
dipaksa dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan dan
pilihan baginya. Segala
perbuatan manusia tidak
merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya.
MU’TAZILAH Aliran ini muncul sebagai reaksi Aliran Mu’tazillah
atas pertentangan antar aliran mempunyai lima dokterin yang
Khawarij dan aliran Murji’ah dikenal dengan al-usul al-
mengenai persoalan orang khamsah. Berikut ini kelima
mukmin yang berdosa besar. doktrin aliran Muktazillah.
Menghadapi dua pendapat ini, 1. At-Taauhid (Tauhid)
Wasil bin Ata yang ketika itu Ajaran pertama aliran ini
menjadi murid Hasan al-Basri, berarti meyakini
seorang ulama terkenal di Basra, sepenuhnya bahwa hanya
mendahuli gurunya dalam Allah SWT. Konsep tauhid
mengeluarkan pendapat. Wasil menurut mereka adalah
mengatakan bahwa orang paling murni sehingga
mukmin yang berdosa besar mereka senang disebut
menempati posisi antara pembela tauhid (ahl al-
mukmin dan kafir. Tegasnya, Tauhid).
orang itu bukan mukmin dan 2. Ad-Adl
bukan kafir. Aliran Mu’tazilah Menurut aliaran
merupakan golongan yang Muktazillah pemahaman
membawa persoalan-persoalan keadilan Tuhan
teologi yang lebih mandalam mempunyai pengertian
dan bersifat filosofis. Dalam bahwa Tuhan wajib
pembahasannya mereka banyak berlaku adil dan mustahil
memakai akal sehingga Dia berbuat zalim kepada
mendapat nama “kaum hamba-Nya. Mereka
rasionalis Islam”13 berpendapat bahwa tuhan
wajib berbuat yang terbaik
13
http://id.wikipedia.org/wiki/Mu’tazilah, diakses pada tanggal 20 November 2014 pukul 13.20 WIB
8
bagi manusia. Misalnya,
tidak memberi beban
terlalu berat, mengirimkan
nabi dan rasul, serta
memberi daya manusia
agar dapat mewujudkan
keinginannya.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id
(Janji dan Ancaman).
Menurut Muktazillah,
Tuhan wajib menepati
janji-Nya memasukkan
orang mukmin ke dalam
sorga. Begitu juga
menempati ancaman-Nya
mencampakkan orang kafir
serta orang yang berdosa
besar ke dalam neraka.
4. Al-Manzilah bain al-
Manzilatain (posisi di
Antara Dua Posisi).
Pemahaman ini merupakan
ajaran dasar pertama yang
lahir di kalangan
Muktazillah. Pemahaman
ini yang menyatakan posisi
orang Islam yang berbuat
dosa besar. Orang jika
melakukan dosa besar, ia
tidak lagi sebagai orang
mukmin, tetapi ia juga
tidak kafir. Kedudukannya
sebagai orang fasik. Jika
meninggal sebelum
bertobat, ia dimasukkan ke
neraka selama-lamanya.
Akan tetapi, sikasanya
lebih ringan daripada
orang kafir.
5. Amar Ma’ruf Nahi
Munkar (Perintah
Mengerjakan Kebajikan
dan Melarang
Kemungkaran).
Dalam prinsip
Muktazillah, setiap muslim
wajib menegakkan yang
ma’ruf dan menjauhi yang
9
mungkar. Bahkan dalam
sejarah, mereka pernah
memaksakan ajarannya
kepada kelompok lain.
Orang yang menentang
akan dihukum.
AHLI SUNNAH Ahli Sunnah dan jama’ah, yaitu Tuhan bukan pengetahuan (ilm)
DAN JAMA’AH golongan yang berpegang pada tetapi Yang Mengetahui
sunnah lagi merupakan (’Alim). Tuhan mengetahui
mayoritas, sebagai lawan dari dengan pengetahuan dan
golongan Mu’tazilah yang pengetahuan-Nya bukalah zat-
bersifat minoritas dan tidak kuat Nya. Demikian pula dengan
berpegang pada sunnah. Ahli sifat-sifat seperti sifat hidup,
Sunnah dan Jama’ah di dalam berkuasa, mendenganr dan
lapangan teologi Islam adalah melihat.
kaum Asy’ariyah dan kaum
Maturidi. Walaupun al-Asy’ari
sendiri telah telah puluhan tahun
menganut paham Mu’tazilah,
akhirnya meninggalkan ajaran
Mu’tazilah.
MATURIDIAH Abu Mansur Muhammad Ibn Aliran Maturidiah berpendapat
Muhammad Ibn Muhammad al- bahwa Tuhan mengetahui
Maturidi lahir di Samarkand bukan dengan zat-Nya, tetai
pada pertengan kedua dari abad mengetahui dengan
ke sembilan Masehi dan Pengetahuan-Nya, dan
meninggal di tahun 944 M. berkuasa bukan dengan zat-
Tidak banyak diketahui Nya. Aliran Maturidiah juga
mengenai riwayat hidupnya. Ia berpendapat bahwa manusia
adalah pengikut Abu H nifah ang sebenarnya mewujudkan
dan faham-faham teologinya perbuatan-perbuatannya.
banyak banyak persamaannya Manusia yang berdosa besar
dengan faham-faham yang masih tetap mukmin, dan soal
dimajukan Abu Hanifah. Sistem dosa besarnya akan ditentukan
pemikiran teologi yang Tuhan kelak di akhirat
ditimbulkan Abu Mansur
termasuk dalam golongan
teologi Ahli Sunnah dan
Jama’ah dan dikenal dengan
nama al-Maturudiah.
Sumber : Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan
TUHAN
Akal Wahyu
Gambar 1
MANUSIA
KESIMPULAN
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ariah, Maturidiah maupun Mu’tazilah
sama-sama menggunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang
timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah
perbedaan dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Kalau Mu’tazilah
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, maka kaum Asy’ariah sebaliknya
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran juga berpegang pada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat
pada aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-
QuranSemua aliran juga berpegang pada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat
pada aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-
Quran dan Hadist. Perbedaan dalam hal inilah dan Hadist. Perbedaan dalam hal inilah
yang sebenarnya menimbulkan aliran-aliran yang berlainan tersebut. Hal tersebut tidak ada
bedanya dengan perbedaan yang terdapat dalam bidang hukum Islam atau Fiqih. Dari sini,
perbedaan interpretasi pula yang melahirkan mazhab-mazhab seperti yang dikenal
sekarang antara lain mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali.
Teologi yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat memberi
interpretasi yang liberal tentang teks ayat-ayat Al-Qura’an dan Hadist. Dengan demikian
timbulah teologi liberal seperti yang teradapat pada dalam aliran Mu’tazilah. Teologi yang
14
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah memberikan interpretasi harfi atau
dekat dengan arti harfi dari teks l-Qur’an dan Hadist. Sikap demikian menimbulkan teologi
tradisional seperti yang terdapat dalam aliran Asy’ariah.
Teologi liberal menghasilkan paham dan pandangan liberal tentang ajaran-ajaran
Islam. Penganut teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas
disebut dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist. Ruang gerak oleh paham ini menyesuaikan
hidup dengan perubahan zaman dan kondisi masyarakat penganutnya secara luas. Para
penganutnya tidak mengalami banyak kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan hidup
dengan perkembangan yang timbul dalam masyarakat modern, terutama dalam bidang
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam teologi tradisional sebaliknya, para
penganutnya kurang mempunyai gerak karena mereka terikat tidak hanya pada dogma-
dogma. Para penganut teologi ini sukar untuk dapat mengikuti perubahan dan
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern karena dirasa sangat jauh dari
kebenaran, sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan salah satu faktor
penghambat kemajuan dan pembangunan.
Pada hakekatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap
dalam Islam. Dengan demikian tiap orang Islam bebas memilih salah satu dari aliran-alira
teologi tersebut, yaitu aliran mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak
ada ubahnya pula dengan kebebasan tiap orang memilih mazhab fikih mana yang sesuai
dengan jiwa dan kecenderungannya.
DAFTAR PUSTAKA
16