Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PERBAIKAN EPIDEMIOLOGI

DISUSUN OLEH :

RIAN WIJAYA 02170200049

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019
Dari tahun muncul 1980an telah banyak korban dikarenakan jaman dahulu belum
mempunyai teknologi yang mendukung HIV/AIDS di dunia mencapai 33juta orang tapi data
saat ini menunjukan bahwa penderita HIV/AID banyak di derita oleh kalangan LSL atau
Lelaki suka lelaki. Di seluruh dunia, angka kasus HIV pada pasangan laki-laki sesama laki-
laki (gay) terus mengalami peningkatan. Pada awalnya, kasus ini banyak ditemui di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 1980an. Saat ini kasus HIV pada pasangan
gay telah menurun di negara-negara maju, tapi mulai merebak di negara-negara berkembang
di Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
HIV AIDS merupakan kasus penyakit di bidang kesehatan. Dalam kasus tersebut
banyak dijumpai bahwa seseorang yang berhubungan sesama jenis atau sering disebut LSL
(Laki-laki Seks dengan Laki-laki) rentan terhadap HIV. Hal ini berkaitan dengan sifat yang
unik dari penyakit ini, yaitu penyebaran kasus HIV AIDS yang tidak dapat di prediksi pada
fase awal.
Seperti yang telah kita pelajari bahwa HIV atau Human Immunodeficiency Virus
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Karena bersifat retrovirus, HIV bisa
berkembang biak dan menggandakan diri dalam sel tubuh manusia yang mengidapnya.
Virus ini sudah dikenali sejak tahun 1950-an dan hingga saat ini belum ada obat yang
mampu menghentikan infeksi virus ini. Pengobatan yang diberikan pada pasien hanya bisa
diusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan meredakan gejala-gejala HIV.
Tak jarang virus ini dihubungkan dengan penyakit menular seksual karena
penyebarannya yang serupa. HIV dan penyakit menular seksual sama-sama bisa ditularkan
lewat hubungan seks tanpa alat kontrasepsi dan/ atau dengan pasangan yang bergonta-
ganti. Ini berarti baik pasangan gay maupun heteroseksual (beda jenis) sama-sama memiliki
risiko terserang HIV. Untuk memahami mengapa hubungan seks sesama jenis lebih berisiko
HIV, simak alasannya berikut ini.
Sedangkan mengenai homoseksual Homoseksual adalah istilah untuk orang yang
tertarik secara personal, emosional, atau seksual kepada orang berjenis kelamin sama
dengannya. Jika orang tersebut laki-laki, maka umumnya dikenal dengan istilah ‘gay’,
sementara jika perempuan ‘lesbian’.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang menjadi gay. Misal kondisi biologis sejak
dilahirkan atau kondisi sosial yang menyebabkan seseorang ikut terpengaruh. Contohnya satu
grup dengan homoseks, anggota grup yang awalnya tidak homo bisa menjadi homo.
Selain itu, bisa juga disebabkan oleh perubahan hormonal yang menyebabkan seseorang
awalnya heteroseksual berubah menjadi homoseksual.
Riwayat Alamiah Penyakit a) Masa Inkubasi dan Klinis Bervariasi untuk setiap
penderita. Tidak penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Diperkirakan hanya 10-
30% yang terinfeksi HIV akan menderita AIDS. Walaupun waktu dari penularan hingga
berkembang atau terdeteksinya antibodi, biasanya 1 – 3 bulan (window period) , namun
waktu dari tertular HIV hingga terdiagnosa sebagai AIDS sekitar < 1 tahun hingga 15 tahun
atau lebih. Infeksi HIV pada manusia mempunyai masa inkubasi yang lama (5-10 tahun) dan
menyebabkan gejala penyakit yang bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala
yang berat sehingga menyebabkan kematian. Gejala AIDS yang umum adalah rasa lelah
berkelanjutan, pembengkakan kelenjar getah bening (Lymphadenotpathy) tidak ada nafsu
makan berat badan tubuh lebih 10% perbulan, demam lebih 38°C keringat. malam yang
berlebihan. diare kronis sampai terjadi infeksi oportunistik. Tanpa pengobatan anti-HIV yang
efektif, sekitar 50 % dari orang dewasa yang terinfeksi akan terkena AIDS dalam 10 tahun
sesudah terinfeksi.
Urgensi Penyakit Penyakit ini sangat penting di ketahui masyarakat karena sudah
menadi penyakit pandemi di beberapa Benua seperti Amerika , Eropa , Afrika dan bagian
Asia Tenggara [1] Disamping itu pula belum ditemukannya obat/ vaksin yang efektif
menyebabkan keresahan dan keprihatinan di Dunia.

Triad Epidemiologi meliputi Agent ,Host dan environment yang dimana :


1. AGENT Virus HIV termasuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi sehingga
sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan
pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya, semakin
tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya semakin tinggi daya penularannya sehingga
penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana Virus lainnya
sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati bila dipanaskan
sampai temperatur 60° selama 30 menit, dan lebih cepat dengan mendidihkan air. Seperti
kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan dengan detergen yang
dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang digunakan untuk
mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.
2. HOST Distribusi penderita AIDS di Amerika Serikat Eropa dan Afrika tidak jauh
berbeda kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun. Hal ini membuktikan bahwa
transmisi seksual baik homoseksual mapupun heteroseksual merupakan pola transmisi
utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas maka infeksi
terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30 tahun. Pada
tahun 2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta orang dewasa dan 110 juta
anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja dan dewasa muda usia 13 -
25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS International fakultas Kesehatan
Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat sejumlah orang yang terinfeksi virus
AIDS yang telah berkembang secara penuh akan meningkat 10 kali lipat.
3. ENVIRONMENT Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat
menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwata ulkus genitalis,
Herpes Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan
prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis
lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa
kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi. Faktor
sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sangat
berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor ini menimbulkan
permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif, maka mereka sudah ke dalam
keadaan promiskuitas.
 Cara Penularan :
Transmisi Penyakit AIDS Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis : Secara Kontak
Seksual 1. Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan
resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV.

4. Risiko penularan HIV lewat seks anal, Seks anal menjadi pilihan yang umum bagi
pasangan gay, meskipun banyak juga pasangan beda jenis yang mempraktikkan seks
anal. Sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of Epidemiology
mengungkapkan bahwa tingkat risiko penularan HIV lewat seks anal lebih besar 18%
dari penetrasi vagina. Pasalnya, jaringan dan lubrikan alamiah pada anus
dan vagina sangat berbeda. Vagina memiliki banyak lapisan yang bisa menahan infeksi
virus, sementara anus hanya memiliki satu lapisan tipis saja. Selain itu, anus juga tidak
memproduksi lubrikan alami seperti vagina sehingga kemungkinan terjadinya luka atau
lecet ketika penetrasi anal dilakukan pun lebih tinggi. Luka inilah yang bisa
menyebarkan infeksi HIV.i nfeksi HIV juga bisa terjadi jika ada kontak dengan cairan
rektal pada anus. Cairan rektal sangat kaya akan sel imun, sehingga virus HIV mudah
melakukan replikasi atau penggandaan diri. Cairan rektal pun menjadi sarang bagi HIV.
Maka, jika pasangan yang melakukan penetrasi telah positif mengidap HIV, virus ini
akan dengan cepat berpindah pada pasangannya lewat cairan rektal pada anus. Tak
seperti vagina, anus tidak memiliki sistem pembersih alami sehingga pencegahan infeksi
virus lebih sulit dilakukan oleh tubuh.
5. Ora-Genital Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua,
termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV.
6. Genito-Genital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini
merupakan tingkat penularan ketiga, hubungan suami istri yang
mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti
dengan peneliti lainnya. Secara Non Seksual Penularan secara non seksual
ini dapat terjadi melalui :

 Transmisi Parental Penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto) yang
telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan
mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan
parental lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan
HIV positif, mengandung resiko yang sangat tinggi.
 Transmisi Transplasental Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang mengandung
HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%. Disamping cara penularan
yang telah disebutkan di atas ada transmisi yang belum terbukti, antara lain: ASI,
Saliva/Air liur, Air mata, Hubungan sosial dengan orang serumah, Gigitan serangga
Walaupun cara-cara transmisi di atas belum terbukti, akan tetapi karena prevalensi
HIV telah demikian tinginya di Amerika Serikat, maka tetap dianjurkan :
 Ibu yang mengidap supaya tidak menyusui bayinya.
 Mengurangi kontaminasi saliva pada alat seduditasi pada saat berciuman dan
pada anak-anak yang mengidap HIV yang menderita gangguan jiwa dan
sering digigit serangga.
 bagi dokter ahli mata dianjurkan untuk lebih berhati-hati berhubungan
dengan air mata pengidap HIV. Perlu diketahui AIDS tidak menular karena :
1. Hidup serumah dengan penderita AIDS (Asal tidak berhubungan seksual)

 2. Bersentuhan dengan penderita.


 3. Berjabat tangan.
 4. Penderita AIDS bersin atau balik di dekat kita.
 5. Bersentuhan dengan pakaian atau barang lain dari bekas penderita.
 6. Berciuman pipi dengan penderita.
 7. Melalui alat makan dan minum.
 8. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
 9. Bersama-sama berenang di kolam.

6. Faktor sosial yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan disebabkan kurang


terpaparnya informasi tentang penyebab terjadinya penularan HIV AIDS, hal ini
menyebabkan individu salah dalam bersikap dan berperilaku. Faktor sosial juga
berkaitan dengan kemampuan masyarakat mendapat sumber-sumber informasi baik
formal maupun informal. Kurangnya paparan terhadap informasi khususnya masalah
kesehatan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku, sehingga cenderung melakukan
tindakan yang beresiko terhadap masalah kesehatan.

Pencegahan Ada 3 pola penyebaran virus HIV :


1. Melalui hubungan seksual
2. Melaui darah
3. Melaui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya

1. Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual HIV terdapat pada semua cairan
tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS adalah mani,
cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke
wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran
HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara : • Tidak
melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin
dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis. • Melakukan hubungan
seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV
(homogami) • Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin • Hindari
hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS. • Tidak melakukan
hubungan anogenital. • Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan
seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
2. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah Darah merupakan media yang cocok untuk
hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan : − Transfusi darah
yang mengandung HIV. − Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,
tindik) bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. − Pisau
cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah: −
Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa
darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang
tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah, maka
pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik. − Menghimbau kelompok resiko
tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena
menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus di
buang. − Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku
setiap kali habis dipakai. − Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita
AIDS harus disterillisasikan secara baku. − Kelompok penyalahgunaan narkotik harus
menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan
kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama. − Gunakan jarum suntik sekali pakai
(disposable) − Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu Ibu hamil yang mengidap HIV dapat
memindahkan virus tersebut kepada janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi
di dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya
untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang
terinfeksi HIV tidak hamil.

Pengobatan Untuk Penderita HIV di sarankan untuk melakukan diagnosa dini dan
melakukan rujukan untuk evaluasi medis. Rujuklah sumber informasi mutakhir tentang obat
yang tepat, jadwal dan dosisnya.
a) Sebelum ditemukan pengobatan antiretrovirus yang relatif efektif, dan tersediasecara
rutin di AS sekitar tahun 90-an, pengobatan yang ada pada waktu itu hanya ditujukan
kepada penyakit “opportunistic” yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Penggunaan
TMP-SMX oral untuk tujuan profilaktik, dengan pentamidin aerosol kurang efektif,
obat ini di rekomendasikan untuk mencegah penumonia P. carinii. Semua orang yang
terinfeksi HIV terhadap mereka harus dilakukan tes tuberkulin dan dievaluasi apakah
mereka penderita TBC aktif. Jika diketahui menderita TB aktif, pasien harus diberi
terapi anti tuberkulosa. Jika bukan TB aktif, pasien dengan tes tuberkulin positif atau
yang anergik tetapi baru saja terpajan dengan TB harus diberikan terapi dengan
isoniazid untuk 12 bulan.
b) Keputusan untuk memulai atau merubah terapi antiretrovirus harus di pandu dengan
memonitor hasil pemeriksaan parameter laboratorium baik Plasma HIV RNA (viral
load) maupun jumlah sel CD4+T dan dengan melihat kondisi klinis dari pasien. Hasil
dari dua parameter ini memberikan informasi penting tentang status virologi dan
imunologi dari pasien dan risiko dari perkembangan penyakit menjadi AIDS. Sekali
keputusan untuk memberi terapi antiretrovirus diambil, pengobatan harus di lakukan
dengan agresif dengan tujuan menekan virus semaksimal mungkin. Pada umumnya,
harus diawali dengan penggunaan inhibitor protease dan dua inhibitor “non
nucleoside reverse transcriptase”. Regimen lain mungkin digunakan tetapi dianggap
kurang optimal. Pertimbangan spesifik di berikan kepada orang dewasa dan wanita
hamil, dan bagi pasien pasien ini sebaiknya digunakan regimen pengobatan spesifik.
c) Hingga pertengahan tahun 1999, satu-satunya obat yang dapat mengurangi risiko
penularan HIV perinatal hanya AZT dan di berikan sesuai dengan regimen berikut:
diberikan secara oral sebelum kelahiran, mulai 14 minggu usia kehamilan dan
diteruskan sepanjang kehamilan, diberikan intravena selama periode intra-partum;
diberikan oral bagi bayi baru lahir hingga berusia 6 minggu. Regimen
“chemoprophylactic” ini menurunkan risiko penularan HIV hingga 66 %. Terapi AZT
yang lebih singkat mengurangi risiko penularan hingga 40%. Dari studi di Uganda,
dilaporkan bahwa pada bulan Juli 1999 dosis tunggal nevirapine yang diberikan
kepada ibu yang terinfeksi HIV diikuti dengan dosis tunggal kepada bayi hingga
berusia 3 hari, memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua terapi
diatas. Hanya 13.1 % dari bayi yang mendapat terapi nevirapine yang terinfeksi HIV,
dibandingkan dengan 25.1 % dari kelompok yang mendapat terapi AZT. Harga
Nevirapine kurang dari 4 dollar satu dosisnya, sehingga prospek untuk melindungi
penularan ibu ke anak di negara berkembang lebih memungkinkan di era milinium
ini. Namun, kurang tersedianya fasilitas tes HIV dan jasa konsultasi bagi wanita hamil
di negara-negara berkembang yang termiskin di Afrika tetap merupakan sebuah
tantangan yang berat. Disamping itu kurang tersedianya pengobatan anti HIV bagi
orang dewasa membuat angka anak-anak yang menjadi yatim-piatu bertambah di
negara-negara ini.
d) Penanganan tenaga kesehatan yang sehari-harinya terpajan darah dan cairan tubuh
yang mungkin mengandung virus HIV sangat kompleks. Sifat pajanan dan faktor-
faktor seperti kemungkinan hamil dan strain HIV yang resisten terhadap obat harus
dipertimbangkan sebelum Profilaksis HIV pasca pemajanan (Postexposure
prophylaxis = PEP) di berikan. Akhir tahun 1999, pemberian PEP yang dianjurkan
termasuk pemberian regimen dasar selama 4 minggu yang terdiri dari 2 jenis obat
(zidovudine dan lamivudine) untuk semua jenis pemajanan HIV, termasuk juga
regimen yang telah dikembangkan, dengan tambahan protease inhibitor (indinavir
atau nelfinavir) yang ditujukan bagi orang yang terpajan kuman HIV yang
keberadaannya membuat mereka mempunyai risiko tinggi tertular atau utnuk mereka
yang diketahui atau dicurigai resisten terhadap satu atau lebih obat antiretroviral yang
direkomendasikan untuk PEP. Institusi pelayanan kesehatan seharusnya mempunyai
pedoman yang mempermudah dan memberikan akses yang tepat untuk perawatan
pasca pemajanan bagi petugas kesehatan dan pengembangan sistem pencatatan dan
pelaporan peristiwa pemajanan.

Anda mungkin juga menyukai