Anda di halaman 1dari 4

ESAI

AKUNTANSI
PEMERINTAHAN

Rupiah Melemah, Pemerintah Selidiki Dampak ke Anggaran

Disusun oleh:

Hikmah Putri Yoza 120110160018

Fitri Febrina 120110160117

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

2018
Rupiah Melemah terhadap Dolar AS, Pemerintah Selidiki Dampak ke
Anggaran

Nilai tukar adalah perbandingan nilai mata uang suatu negera terhadap negara lain,
seperti nilai tukar mata uang asing dibandingkan dengan mata uang rupiah. Penurunan nilai mata
uang rupiah dapat dibandingkan dengan cara perolehan satu satuan mata uang asing akan
membutuhkan lebih banyak rupiah dibandingkan dengan sebelumnya. Sebaliknya, Kenaikan
nilai mata uang rupiah dapat dibandingkan dengan cara perolehan satu satuan mata uang asing
akan membutuhkan lebih sedikit rupiah dibandingkan dengan sebelumnya.

Sejak awal 2018, Nilai tukar AS terus menguat terhadap rupiah. Pada 7 Mei 2018,
tekanan terhadap rupiah menembus Rp 14.000 per dolar AS. Sedangkan pada 2 Januari 2018,
nilai tukar dolar AS masih tercatat Rp13.542 per dolar AS. Saat ini, nilai tukar dolar AS terhadap
rupiah sudah menyentuh Rp 15.187. Pada awal tahun 2018 besar penurunan rupiah masih di
bawah 10%, Tidak ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat karena tidak membuat harga
barang menjadi naik. Jika pun harga barang akan naik, naiknya akan bertahap. Pemerintah
menjamin depresiasi rupiah tidak akan berujung pada krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997.
Alasannya, karena saat ini inflasi berada di angka 3,2%, sementara pada tahun 1997 inflasi
mencapai 78,2%. Pemerintah juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2018
berada di angka 5,27%, berbeda dengan tahun 1997 yaitu minus 13,34%.

Pergerakan nilai tukar rupiah memiliki dampak terhadap berbagai sisi dalam masyarakat,
salah satunya berdampak terhadap anggaran pemerintah. Tidak hanya berdampak terhadap
anggaran utang dan bunga utang, tatapi juga berdampak pada penerimaan dan belanja negara
khususnya anggaran subsidi. Pada rapat kerja pemerintah dengan Komisi XI DPR terjadi
perdebatan mengenai asumsi bahwa nilai tukar rupiah sepanjang 2019 yang ditetapkan dalam
RAPBN 2019 sebesar Rp14.400 per dolar. Setiap perubahan asumsi nilai tukar akan memberikan
dampak terhadap arus kas keuangan negara.

Pemerintah melakukan perhitungan terhadap dampak pelemahan rupiah melalui


Kementerian Keuangan (Kemkeu) surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2018. Berdasarkan hasil analisa sensitivitas Kementerian Keuangan (Kemkeu) setiap rupiah
melemah 100 poin terhadap dollar AS, penerimaan pajak akan bertambah Rp 2,1 triliun-Rp 2,16
triliun. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan bertambah Rp 1,7 triliun-Rp 2,5 triliun.
Sehingga, total penerimaan negara pun akan bertambah sekitar Rp 3,8 triliun-Rp 5,1 triliun.
Kesehatan ekonomi suatu negara jika dihitung berdasarkan anggaran yang menjadi ukuran, maka
pelemahan rupiah justru membuat Indonesia makin bugar.

Pelemahan rupiah ini tidak selalu memberikan dampak yang negatif. Melemahnya rupiah
juga membawa dampak positif terhadap keuangan negara. Kondisi rupiah seperti ini memberikan
tambahan penerimaan bagi negara, misalnya melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
dari sektor pertambangan serta royalti di sektor tersebut. Yang terjadi adalah negaara akan
memiliki penerimaan. Dari penerimaan yang didapat itu lebih tinggi dari pengeluarannya akibat
kurs. Pengeluaran terkait kurs itu salah satunya adalah subsidi. Karena subsidi itu dibeli dari luar
negeri minyaknya. Kemudian pembayaran bunga, cicilan pokok, maupun utang bunga. Tetapi
jika dilakukan perhitungan net antara pengeluaran dan penerimaan, maka efeknya masih lebih
tinggi penerimaannya. Efek selanjutnya dalam jangka panjang adalah pendapatan akan menigkat
lebih tinggidari pengeluaran.

Jika dilihat dari sisi APBN, maka asumsi kurs untuk APBN itu bersifat indikatif. Yang
terjadi jika kurs lebih lebih lemah dari yang diasumsikan pada APBN, maka negara akan
memiliki lebih banyak penerimaan. Selain itu, pelemahan rupiah berefek positif bagi anggaran
karena berpotensi mengurangi besaran defisit anggaran. Karena pemerintah tahun ini
menargetkan defisit anggaran Rp 325,33 triliun atau 2,19% terhadap produk domestik bruto
(PDB). Sampai dengan 31 Juli 2018, defisit anggaran mulai mencapai Rp 151,3 triliun atau
1,02% terhadap PDB. Periode sama tahun lalu, defisit anggaran mencapai Rp 210,04 triliun atau
1,56% dari PDB.

Di sisi lain, pelemahan rupiah ini pasti akan berdampak pada variabel dalam ekonomi
makro, yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal ini yang perlu diwaspadai oleh
pemerintah. Jika dilihat dari sisi pengelolaan APBN, belum ada hal yang mengkhawatirkan.
Tetapi tetap perlu mengamati dan memastikan situasinya, karena bukan hanya APBN tapi
perekonomian secara keseluruhan. Bagaimana dampaknya ke variabel ekonomi makro yang lain,
misalnya seperti inflasi, kondisi masyarakat, dan kondisi BUMN.

Dampak melemahnya rupiah juga tidak dirasakan langsung oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pelemahan rupiah berdampak langsung pada lapisan masyarakat kelas atas yang
aktivitasnya berhubungan langsung dengan valuta asing. Sementara untuk lapisan masyarakat
kelas bawah tidak merasakan dampaknya secara langsung karena masih ada kebijakan
pemerintah untuk melindungi lapisan masyarakat kelas bawah tersebut dalam bentuk subsidi.

Upaya Pemerintah terkait dengan permasalahan ini adalah pemerintah akan melakukan
monitoring terhadap kenaikan rupiah yang berdampak kepada anggaran. Bank Indonesia juga
akan melakukan upaya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan cara meningkatkan
intervensi pasar valuta asing, memborong Surat berharga Negara ( SBN ) di pasar sekunder serta
membuka lelang swap. Disisi lain, Kementrian Keuangan juga akan mengupayakan agar laju
impor tidak lebih besar ketimbang laju ekspor dengan cara mengingatkan pelaku usaha untuk
menggunakan rupiah saat bertransaksi di Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI). Hal ini
diperlukan guna menciptakan keseimbangan pasokan dan permintaan dolar AS di pasar.

Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk melindungi masyarakat kelas bawah


seperti adanya subsidi BBM dan pengendalian laju impor bahan pangan. Adanya kebijakan dana
desa atau bantuan sosial terbukti ampuh dalam menekan dampak langsung dari dolar AS yang
terus menguat. Namun, kebijakan tersebut harus dapat terintegrasi dan berjangka panjang dan
tidak diambil hanya sebagai bentuk reaksi sesaat, keberlanjutan dari kebijakan itu juga harus
dipertimbangkan sehingga di kemudian hari tidak muncul kejadian seperti ini lagi agar kelompok
masyarakat yang sudah keluar dari garis kemiskinan, tidak kembali mengalami kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai