Anda di halaman 1dari 16

Definisi Risiko Bencana

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup, status
kesehatan,mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada suatu
komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu (UNISDR,
2009). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil dari hadirnya
risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai jenis potensi
kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namun demikian, dengan pengetahuan
tentang bahaya, pola populasi, dan pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana
dapat dinilai dan dipetakan, setidaknya dalam arti luas.

2.3 Konsep Manajemen Risiko Bencana

Suatu risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian)


yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu
sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi
yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang
tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai
perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan
pengambil keputusan dan sebagainya.

1. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009),


Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang
komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan
kerugian.
2. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen
risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang
mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan
akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.

3. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan


sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur
terhadap suatu kerugian.

Manajemen risiko bencana adalah proses sistematis menggunakan arahan


administrasi, organisasi, dan keterampilan operasional dan kapasitas untuk
mengimplementasikan strategi, kebijakan dan peningkatan kapasitas
penanggulangan untuk mengurangi dampak merugikan dari bahaya dan
kemungkinan terjadinya bencana (UNISDR, 2009). Menurut Agus Rahmat
(2006:12) Manajemen Risiko Bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi
aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat, dan sesudah
terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus Manajemen Risiko Bencana yang
bertujuan antara lain:

1. Mencegah kehilangan jiwa seseorang

2. Mengurangi penderitaan manusia.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan juga kepada pihak yang


berwenang mengenai risiko.

4. Mengurangi kerusakan insfrastruktur utama, harta benda dan kehilangan


sumber ekonomis lainnya.

Manajemen risiko bencana dibagi 2, yaitu:

1. Manajemen risiko bencana korektif, merupakan aktivitas pengelolaan


yanga mengatasi dan berupaya untuk mengoreksi atau mengurangi risko
bencana yang sudah ada
2. Manajemen risiko bencana prospektif, merupakan aktivitas-aktivitas
pengelolaan yang menangani dan berupaya menghindarkan
berkembangnya risiko bencana baru atau meningkatnya risiko bencana.

2.4 Tujuan Manajemen Risiko Bencana

Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola bencana dengan


baik. Saah satu faktor adalah karena bencana belum pasti tejadinya dan tidak
diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya, manusia sering kurang peduli,
dan tidak melakukan langkah pengamanan dan pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi.

Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan untuk:

1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak


diinginkan.

2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian.

3. Meningkatkan kesadaran semua pihakdalam masyarakat atau organisasai


tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana

4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana


sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.

2.5 Tahapan Manajemen Risiko Bencana

Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk


mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan sebagai
berikut:

2.5.1 Pra bencana


Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.

1. Kesiapsiagaan

Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu
bencana.

2. Peringatan dini

Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya


mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana
di daerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan
ilmiah yang dimiliki diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai
kemungkinan datangnya suatu bencana.

3. Mitigasi

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.

Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang


ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan
komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara lain:

1. Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu
bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana, dan membuat
rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.

2. Pendekatan manusia

Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham dan sadar
mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia harus dapat
diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.

3. Pendekatan admisnistratif

Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif


dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi sebagai contoh:

1. Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek risiko
bencana

2. Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan


industry berisiko tinggi.

3. Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di


setiap organisasi baik pemerintahan maupun industry berisiko tinggi.

4. Pendekatan kultural

Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai


bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan dengan
kearifan masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.

2.5.2 Saat Bencana


Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun
tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan langkah-
langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan
cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.

1. Tanggap darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan


segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim
penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.

Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm kondisi tanggap darurat


antara lain:

 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan


sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.

 Penentuan status keadaan darurat bencana.

 Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga


dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana terlalu
besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut dapat digolongkan
sebagai bencana nasional.

 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkenA bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban


bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar

2. Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang dengan


keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang dikategorikan
lemah)

3. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

1. Penanggulangan bencana

Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi


bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana
memerlukan keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.

Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh
karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan dirancang untuk dapat
menangani berbagai jenis bencana.

2.5.3 Pasca Bencana

Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajarsemua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

1. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,


kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, social, dan budaya, tegaknya hukum, dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pasca bencana

2.6 Identifikasi dan Penilaian Risiko Bencana

Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah identifikasi dan


penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak diperlukan sebelum
mengembangkan sistem manajemen bencana.

Menurut PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan masyarakat.

Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP tersebut


antara lain sebagai berikut:

1. Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat


risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.

2. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala


BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.

3. Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam penyususnan


analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang serta pengambilan
tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.

4. Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi


menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana.

5. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan


persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian
terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana.

6. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan


oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan


dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau kegiatan
yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis Risiko
Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi dan data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi
dilingkungan masing-masing serta potensi atau tingkat risiko atau keparahannya.

Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat


keparahan bencana yang mungkin terjadi.

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No. 04 Tahun 2008

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko
daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat
ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan


bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya)
dengan rincian:

Nilai Probabilitas Keterangan


5 Pasti hampir dipastikan 80 – 99%
60-80% terjadi tahun depan, atau sekali
4 Kemungkinan Besar
dalam 10 tahun mendatang
40-60% terjadi tahun depan, atau sekali
3 Kemungkinan terjadi
dalam 100 tahun
2 Kemungkinan kecil 20-40% terjadi dalam 100 tahun
1 Kemungkinan sangat kecil Hingga 20%

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana


itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

1. jumlah korban;

2. kerugian harta benda;

3. kerusakan prasarana dan sarana;

4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:

Nilai Dampak Keterangan


5 Sangat parah 80 – 90% wilayah hancur dan lumpuh total
4 Parah 60-80% wilayah hancur
3 Sedang 40-60% wilayah rusak
2 Ringan 20-40% wilayah rusak
1 Sangat Ringan < 20% wilayah rusak

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

No Jenis Ancaman Bahaya Probabilitas Dampak


1 Gempa Bumi diikuti tsunami 1 4
2 Tanah Longsor 4 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting beliung 2 2

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain


dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

Dampak
Probabilitas
1 2 3 4 5
5
Tanah
4 Banjir
longsor
3 kekeringan
Puting
2
beliung
Gempa bumi
1
dan tsunami

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya


yang perlu ditangani.

Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2

3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana melalui tiga
langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi bencana

2. Penilaian dan evaluasi risiko bencana

3. Menentukan pengendalian bencana

2.6.1 Identifikasi Bencana

Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada disuatu
daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi geografis, cuaca,
alam, aktivitas manusia, dan industry, sumberdaya alam serta sumber lainnya yang
berpotensi menimbulkan bencana. Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada
pengalaman bencana sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang
dapat terjadi.

2.6.2 Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana

Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian kemungkinan dan


skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh bencana tersebut. Dengan demikian
dapat diketahui, apakah potensi sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi
atau rendah.

1. Penilaian Risiko Bencana

Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan melalui


penilaian Risiko Bencana. Banyak Metoda yang dapat dilakukan untuk menilai
tingkat risiko bencana. Misalnya dengan menggunakan sistem matriks seperti
yang diuraikan di atas atau dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif
missal dengan permodelan risiko.

1. Evaluasi Risiko

Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan peringkat


risiko yang mungkin timbul denganmempertimbangkan kerentanan dan
kemampuan menahan atau menanggung risiko. Risiko tersebut di bandingkan
dengan kriteria yang ditetapkan, misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan
referensi yang ada.

2.6.3 Pengendalian Risiko Bencana

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Mengurangi kemungkinan

Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya bencana.


Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah, namun untuk bencana alam terdapat
pengecualian.

1. Mengurangi dampak atau keparahan

Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, maka langkah
yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau konsekuensi yang
ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko bencana dan
langkah pengendalaian tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang
terperinci dan mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.

2.7 Sumberdaya Penanganan Bencana

Penanganan bencana memerlukan sumberdaya yang memadai sesuai dengan


tingkat dan jenis bencana yang akan dihadapi. Oleh karena itu, manajemen atau
pimpinan tertinggi harus menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk
mengelola bencana di lingkungan masing-masing.

Berbagai sumberdaya yang diperlukan untuk menangani suatu bencana anta lain:
1. Sumberdaya manusia

Penanganan bencana memerlukan sumberdaya manusia yang memadai baik dari


segi jumlah mapun kompetensi dan kemampuannya. Oelh karena itu sebelum
menyusun sistem manajemen bencana yang baik, terlebih dahulu harus
diidentifikasi kebutuhan sumberdaya manusia yang diperlukan, misalnya untuk
Tim penanggulangan bencana, Tim medis, logistic, Tim teknis, dan lain-lain.

1. Prasarana dan Material

Bencana tidak dapat ditanggulangi secara efektif dan cepat tanpa didukung oleh
prasarana dan logistic yang memadai. Prasarana dan material merupakan unsur
penting dalam mendukung keberhasilan penanggulangan bencana. Banyak
kejadian, dimana korban tidak berhasil ditolong karena tidak tersedianya
prasarana atau peralatan yang memadai sehingga jumlah korban meningkat.

Oleh karena itu setiap daerah harus memiliki sarana minimal yang diperlukan
dalam suatu bencana sehingga keterlambatan dalam membantu korban dapat
dihindarkan. Jenis sarana yang diperlukan tentunya disesuaikan dengan sifat
bencana dan skala bencana yang mungkin terjadi sesuai hasil identifikasi.

1. Sumberdaya finansial.

Kegiatan manajemen tanggap darurat jelas membutuhkan biaya, baik sebelum


maupun saat dan setelah bencana. Oleh karena itu komitmen manajemen atau
pimpinan tertinggi sangat diperlukan.

2.8 Komunikasi

Selama keadaan darurat berlangsung, diperlukan komunikasi yang baik guna


menjamin kelancaran upaya penanggulangan. Komunikasi diperlukan dalam
sistem manajemen bencana mulai tahap perencanaaan, mitigasi, tanggap darurat,
sampai ke rehabilitasi.
Komunikasi dalam manejemn bencana dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Komunikasi organisasi tanggap darurat

2. Komunikasi kepada masyarakat

3. Komunikasi dengan pihak eksternal baik nasional maupun internasional.

2.9 Investigasi dan Pelaporan

Setiap kejadian bencana yang terjadi di suatu wilayah harus diinvestigasi dan
dilaporkan kepada instansi atau pihak yang ditunjuk, misalnya BNPB atau BPBD
kabupaten/kota.

Investigasi atau penyelidikan bencana sangat diperlukan dengan tujuan sebagai


berikut:

1. Untuk mengetahui apa penyebab terjadinya bencana

2. Mengetahui kelemahan atau kelebihan yang terdapat dalam pelaksanaan


penanganan bencana yang dilakukan

3. Mengetahui efektivitas organisasi penanganan bencana yang ada

4. Menentukan langkah perbaikan atau pencegahan terulangnya suatu


bencana

5. Sebagai masukan dalam melakukan perbaikan atau penyempurnaan sistem


manajemen bencana dan dalam menentukan kebijakan pembangunan.

2.10 Inspeksi dan Audit Manajemen Bencana

Elemen terakhir dalam sistem manajemen bencana adalah inspeksi dan audit
manajemen bencana. Salah satu upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan
manajemen bencana adalah dengan melakukan audit.
Inspeksi adalah suatu upaya pemeriksaan rutin atau berkala untuk memeriksa
kesiapan penanganan bencana. Semua peralatan penanganan bencana harus
diperiksa dan diuji kelayakannya sehingga siap digunakan setiap saat.

Audit adalah salah satu upaya untuk mengevaluasi penerapan manajemen bencana
dalam suatu organisasi, apakah sudah sesuai atau telah memenuhi persyaratan atau
tolak ukur yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai